بسم الله الرحمن الرحيم
Pembahasan
pertama:
Bab keenam kitab Ash-Shaum dari Sahih Bukhari
adalah bab “Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan dengan penuh keimanan, harapan,
dan niat”.
Dalam bab ini Imam Bukhari menyebutkan satu
hadits mu’allaq (sanad terputus) dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, dan satu hadits muttashil (sanad bersambung) dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu.
Pembahasan
kedua:
Hadits pertama: Hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha.
Hadits ini akan diriwayatkan ulang oleh Imam
Bukhari secara muttashil dengan lafadz yang lengkap pada kitab Al-Buyuu’
(jual beli).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
«يَغْزُو جَيْشٌ الكَعْبَةَ، فَإِذَا كَانُوا
بِبَيْدَاءَ مِنَ الأَرْضِ، يُخْسَفُ بِأَوَّلِهِمْ وَآخِرِهِمْ»
“Suatu pasukan (di akhir zaman) ingin memerangi
ka’bah, dan ketika mereka sampai pada satu padang yang tandus di bumi ini,
mereka ditelan bumi (dibinasakan) mulai dari awal sampai akhir mereka
(semuanya).”
Aisyah bertanya: Wahai Rasulullah, bagaimana
bisa dibinasakan dari awal sampai akhir mereka padahal diantara mereka ada yang
cuma pedagan (rakyat biasa) dan orang yang bukan dari mereka (orang yang lemah
dan tawanan)?
Rasulullah menjawab:
«يُخْسَفُ بِأَوَّلِهِمْ وَآخِرِهِمْ، ثُمَّ يُبْعَثُونَ
عَلَى نِيَّاتِهِمْ»
“Mereka semua dibinasakan dari awal sampai
akhir, kemudian mereka dibangkitkan (pada hari kiamat dan dihisab) sesuai
dengan niatnya masing-masing”.
Dalam riwayat lain di sahih Muslim:
Aisyah berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam melakukan satu gerakan dalam tidurnya, maka kami bertanya: Wahai
Rasulullah, engkau melakukan sesuatu dalam tidurmu yang tidak pernah engkau
lakukan sebelumnya?
Maka Rasulullah bersabda:
«الْعَجَبُ إِنَّ نَاسًا مِنْ أُمَّتِي يَؤُمُّونَ
بِالْبَيْتِ بِرَجُلٍ مِنْ قُرَيْشٍ، قَدْ لَجَأَ بِالْبَيْتِ، حَتَّى إِذَا كَانُوا
بِالْبَيْدَاءِ خُسِفَ بِهِمْ»
“Mengherankan, sesungguhnya baberapa orang dari
umatku dipimpin oleh seorang dari Quraisy menuju Ka’bah (ingin
menghancurkannya), sampai ketika mereka tiba di suatu padang yang tandus,
mereka semua dibinasakan”
Kami bertanya: Wahai Rasulullah, sesungguhnya di
jalan berkumpul banyak orang?
Rasulullah menjawab:
«نَعَمْ، فِيهِمُ الْمُسْتَبْصِرُ وَالْمَجْبُورُ
وَابْنُ السَّبِيلِ، يَهْلِكُونَ مَهْلَكًا وَاحِدًا، وَيَصْدُرُونَ مَصَادِرَ شَتَّى،
يَبْعَثُهُمُ اللهُ عَلَى نِيَّاتِهِمْ»
“Iya, diantar mereka ada yang tahu maksud mereka
(sengaja ikut), ada yang terpaksa, dan ada yang cuma lewat bersama, mereka
semua dibinasakan satu kali pembinasaan (keseluruhan), kemudian mereka
dibangkitkan dengan cara yang berbeda, Allah membangkitkan mereka (dan
menghisabnya) sesuai niatnya masing-masing”
Penjelasan singkat hadits ini:
1.
Biografi Aisyah radhiyallahu 'anha secara singkat dan beberapa keistimewaannya bisa dibaca di sini "Aisyah binti Abi Bakr dan keistimewaannya".
2.
Hadits ini menunjukkan bahwa amalan seseorang
tergantung niatnya.
Dari Umar bin Khathab radhiyallahu 'anhu; Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda:
«إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ، وَإِنَّمَا لِامْرِئٍ مَا نَوَى،
فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ، فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ
وَرَسُولِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى دُنْيَا يُصِيبُهَا أَوِ امْرَأَةٍ
يَتَزَوَّجُهَا، فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ» [صحيح البخاري ومسلم]
"Sesungguhnya amalan itu hanyalah tergantung
niatnya, dan setiap orang hanya mendapatkan apa yang diniatkannya. Barangsiapa
yang (berniat) hijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah
dan Rasul-Nya. Dan barangsiapa (berniat) hijrah karena dunia yang bakal
diraihnya atau wanita yang akan dinikahinya, maka hijrahnya kepada apa yang
diniatkannya itu." [Sahih Bukhari dan Muslim]
3.
Hadits ini dijadikan dalil oleh Imam Bukhari
bahwa syarat sah puasa adalah niat.
Jumhur ulama mensyaratkan penetapan niat puasa
wajib sebelum terbit fajar, dengan dalil hadits Hafshah radhiyallahu
‘anha istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
«مَنْ لَمْ يُجْمِعِ الصِّيَامَ
قَبْلَ الْفَجْرِ، فَلَا صِيَامَ لَهُ»
“Barangsiapa yang tidak meniatkan puasa sebelum fajar, maka
tidak ada (tidak sah) puasa untuknya”. [Sunan Abi Dawud: Sahih]
Sedangkan
puasa sunnah, boleh menetapkan niat setelah terbit fajar, dangan dalil hadits
Aisyah radhiyallahu ‘anha ia berkata: Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam datang kepadaku pada suatu hari dan bertanya:
«هَلْ عِنْدَكُمْ شَيْءٌ؟»
“Apakah
kalian punya sesuatu (yang bisa aku makan)?”
Kami
menjawab: Tidak ada.
Rasulullah
bersabda:
«فَإِنِّي إِذَنْ صَائِمٌ»
“Jika
demikian maka kau berpuasa”
Kemudian
beliau mendatangi kami di hari yang lain, maka kami berkata: Wahai Rasulullah,
telah dihadiakan untuk kami “Hais” (sejenis makanan dari kurma)!
Maka
Rasulullah bersabda:
«أَرِينِيهِ، فَلَقَدْ أَصْبَحْتُ
صَائِمًا»
“Perlihatkanlah
kepadaku, sungguh aku bangun pagi dalam keadaan puasa”
Kemudian
beliau makan. [Sahih Muslim]
4.
Hadits ini menunjukkan bahaya berteman dan
berdekatan dengan orang yang buruk sifatnya, karena hukuman yang akan menimpa
mereka bisa jadi mengenai juga orang yang baik.
Allah subhanahu wa ta’aalaa berfirman:
{وَاتَّقُوا فِتْنَةً لَا تُصِيبَنَّ
الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْكُمْ خَاصَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ
الْعِقَابِ} [الأنفال: 25]
Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang
tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah
bahwa Allah amat keras siksaan-Nya. [Al-Anfaal:25]
Zainab binti Jahsy radhiyallahu
‘anha
bertanya:
Wahai Rasulullah, apakah kami akan dibinasakan sekalipun diantara kami ada
orang-orang yang shalih?
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab:
«نَعَمْ إِذَا كَثُرَ الخَبَثُ» [صحيح البخاري ومسلم]
“Iya, jika keburukan sudah banyak terjadi”.
[Sahih Bukhari dan Muslim]
Dari Abu Bakr Ash-Shiddiq radhiyallahu
'anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
«إِنَّ النَّاسَ إِذَا رَأَوْا الظَّالِمَ فَلَمْ
يَأْخُذُوا عَلَى يَدَيْهِ أَوْشَكَ أَنْ يَعُمَّهُمُ اللَّهُ بِعِقَابٍ مِنْهُ» [سنن الترمذي: صحيح]
“Sesungguhnya manusia jika mereka melihat
seorang dzalim kemudian mereka tidak mencegahnya (menasehatinya) maka sebentar
lagi Allah akan mendatangkan hukuman darinya secara umum”. [Sunan Tirmidziy:
Sahih]
Dari Abu Musa radhiyallahu 'anhu;
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
" مَثَلُ الجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالسَّوْءِ، كَحَامِلِ المِسْكِ
وَنَافِخِ الكِيرِ، فَحَامِلُ المِسْكِ: إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ، وَإِمَّا أَنْ
تَبْتَاعَ مِنْهُ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً، وَنَافِخُ
الكِيرِ: إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَةً
" [صحيح البخاري
ومسلم]
"Perumpamaan teman yang shalih dengan teman yang
buruk bagaikan penjual minyak wangi dengan pandai besi, bisa jadi penjual
minyak wangi itu akan menghadiahkan kepadamu atau kamu membeli darinya atau
kamu akan mendapatkan bau wanginya sedangkan pandai besi hanya akan membakar
bajumu atau kamu akan mendapatkan bau tidak sedapnya." [Sahih Bukhari dan
Muslim]
Pembahasan ketiga:
Hadits kedua: Hadits Abu Hurairah radhiyallahu
‘anhu.
Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam
bersabda: Barangsiapa yang mendirikan shalat di malam lailatul Qadr dengan
keimanan dan harapan, maka diampuni untuknya semua dosanya yang telah lalu.
Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadan dengan keimanan dan harapan, maka
diampuni untuknya semua dosanya yang telah lalu.
Penjelasan singkat
hadits ini:
1)
Biografi singkat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dan beberapa
keistimewaannya bisa dibaca di sini "Abu Hurairah dan keistimewaannya".
2)
Keutamaan shalat di malam lailatul qadr dan puasa Ramadhan jika
dilakukan atas dasar iman (meyakini bahwa Allah memerintahkannya) dan
mengharapkan pahala dan ridha Allah semata, akan diampuni dosa-dosanya yang
telah lalu.
3)
Pentingnya niat dalam setiap ibadah, dan seseorang tidak mendapatkan
sesuatu dari ibadahnya kecuali apa yang ia niatkan.
Dari Abu Hurairah
radhiyallahu 'anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salam
bersabda:
"
قَالَ اللهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى: أَنَا أَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنِ الشِّرْكِ،
مَنْ عَمِلَ عَمَلًا أَشْرَكَ فِيهِ مَعِي غَيْرِي، تَرَكْتُهُ وَشِرْكَهُ " [صحيح مسلم]
"Allah tabaraka wa ta'ala berfirman: 'Aku adalah
sekutu yang paling tidak memerlukan sekutu, barangsiapa melakukan suatu amalan
dan menyekutukan Aku dengan selainKu, Aku akan meninggalkannya bersama
sekutunya'." [Sahih Muslim]
4)
Hadits ini menunjukkan bahwa kita beribadah kepada Allah subhanahu wa
ta’aalaa mengharapkan pahala dan keridhaan-Nya, tidak seperti yang
diajarkan sebagian kaum untuk beribadah kepada Allah tanpa iming-iming pahala
dan surga atau takut neraka.
Allah subhanahu wa ta’aalaa berfirman:
{إِنَّمَا يُؤْمِنُ بِآيَاتِنَا الَّذِينَ إِذَا
ذُكِّرُوا بِهَا خَرُّوا سُجَّدًا وَسَبَّحُوا بِحَمْدِ رَبِّهِمْ وَهُمْ لَا يَسْتَكْبِرُونَ
(15) تَتَجَافَى جُنُوبُهُمْ عَنِ الْمَضَاجِعِ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ خَوْفًا وَطَمَعًا}
[السجدة: 15، 16]
Sesungguhnya
orang yang benar benar percaya kepada ayat-ayat Kami adalah mereka yang apabila
diperingatkan dengan ayat ayat itu mereka segera bersujud seraya bertasbih dan
memuji Rabb-nya, dan lagi pula mereka tidaklah sombong. Lambung
mereka jauh dari tempat tidurnya (mereka tidak tidur malam) dan mereka selalu
berdoa (beribadah) kepada Rabbnya dengan penuh rasa takut dan harap.
[As-Sajdah: 15-16]
{إِنَّهُمْ كَانُوا يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ
وَيَدْعُونَنَا رَغَبًا وَرَهَبًا وَكَانُوا لَنَا خَاشِعِينَ} [الأنبياء: 90]
Sesungguhnya mereka (para Nabi) adalah
orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang
baik dan mereka berdoa (beribadah) kepada kami dengan penuh harap dan cemas (khawatir akan azabnya). Dan mereka adalah
orang-orang yang khusyu' kepada kami. [Al-Anbiyaa’: 90]
5) Ulama berselisih pendapat tentang waktu terjadinya lailatul
qadr, pendapat yang paling kuat adalah sepuluh malam terakhir Ramadhan
khususnya pada malam-malam ganjil.
Dari Aisyah radhiyallahu
‘anha; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
«تَحَرَّوْا لَيْلَةَ القَدْرِ فِي
الوِتْرِ، مِنَ العَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ» [صحيح البخاري ومسلم]
“Berusahalah mendapatkan lailatul qadr pada
malam-malam ganjil di sepuluh terakhir dari bulan Ramadhan”. [Sahih Bukhari dan
Muslim]
Dari Abu Sa’id Al-Khudriy radhiyallahu ‘anhu; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
فَابْتَغُوهَا فِي العَشْرِ الأَوَاخِرِ، وَابْتَغُوهَا فِي كُلِّ وِتْرٍ [صحيح البخاري ومسلم]
“Maka carilah lalitul qadr pada sepuluh
akhir Ramadhan, dan carilah ia pada setiap malam ganjil”. [Sahih Bukhari dan
Muslim]
Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu
‘anhuma; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
«أَرَى رُؤْيَاكُمْ فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ،
فَاطْلُبُوهَا فِي الْوِتْرِ مِنْهَا» [صحيح مسلم]
“Aku melihat mimpi kalian (tentang lailatul
qadr) terjadi pada sepulu terakhir (Ramadhan), maka carilah ia pada malam-malam
ganjilnya”. [Sahih Muslim]
NB: Imam Bukhari rahimahullah akan mengkhususkan beberapa bab
tentang lailatul qadr pada kitab Shalat At-Tarawih setelah kitab
Ash-Shaum.
Wallahu ta’aalaa a’lam!
Lihat juga:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar anda adalah pelajaran berharga bagi saya ...