بسم الله الرحمن الرحيم
Bab kesepuluh kitab Ash-Shaum dari Sahih Bukhariy adalah: Puasa bagi
orang yang khawatir terhadap dirinya karena tidak menikah
Dalam bab ini Imam Bukhari rahimahullah meriwayatkan satu hadits
dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘ahu.
‘Alqamah rahimahullah berkata: Ketika kami berjalan bersama Abdullah radhiyallahu
‘anhu, ia berkata: Ketika kami bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam, beliau bersabda:
“Barangsiapa yang telah mampu (jasmani dan materi) maka hendaklah ia
menikah, karena sesungguhnya menikah itu lebih menahan pandangan dan menjaga
kemaluan (dari yang haram). Dan barangsiapa yang belum mampu maka hendaklah ia
berpuasa, karena puasa untuknya sebagai pereda nafsu seksual.”
Dalam riwayat lain;
‘Alqamah berkata: Suatu hari aku bersama Abdullah (bin Mas’ud), kemudian
Utsman (bin 'Affan) menemuinya di Mina dan berkata: Wahai Abu Abdurrahman, sesungguhnya aku
punya keperluan terhadapmu.
Maka keduanya pun menyendiri, dan Utsman berkata: Apakah engkau mau
wahai Abu Abdurraman untuk kami nikahkan dengan seorang gadis perawan yang akan
mengingatkanmu akan masa-masa mudamu dulu?
Dan ketika Utsman melihat Abdullah (bin Mas’ud) tidak punya hajat dalam
hal ini, ia memanggilku dengan isyarat dan berkata: Wahai ‘Alqamah!
Maka aku tiba kepadanya saat ia berkata: Adapun
karena engkau telah mengatakan hal itu, maka sesungguhnya Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam pernah bersabda kepada kami:
«يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ البَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ،
وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ» [صحيح البخاري]
“Wahai kaum pemuda, barangsiapa dari kalian
yang telah mampu (jasmani dan
materi) maka hendaklah ia menikah. Dan barangsiapa yang belum mampu maka
hendaklah ia berpuasa, karena puasa untuknya sebagai pereda nafsu seksual.”
[Sahih Bukhari]
Penjelasan singkat hadits ini:
1.
Abdullah bin Mas’ud bin Gaafil Al-Hudzaliy, Abu Abdurrahman radhiyallahu
‘anhu.
Beliau salah sahabat Rasulullah yang lebih awal memeluk Islam, digelari
pembawa sendal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, melakukan hijrah dua
kali dan mengikuti perang Badr dan semua peperangan lainnya bersama Rasulullah shallallahu
‘alahi wa sallam.
Wafat tahun 32 atau 33 hijriyah di Madinah.
Diantara keistimewaannya:
Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu; Suatu hari ia
mengambil siwak dari pohon “araak”, dan ia memiliki betis yang kecil, kemudian
angin bertiup membuatnya miring, maka orang-orang tertawa melihatnya. Maka
Rasulullah bertanya:
«مِمَّ تَضْحَكُونَ؟»
“Kenapa kalian tertawa?”
Mereka menjawab: Wahai nabi Allah, karena
betisnya yang kecil.
Maka Rasulullah bersabda:
«وَالَّذِي
نَفْسِي بِيَدِهِ، لَهُمَا أَثْقَلُ فِي الْمِيزَانِ مِنْ أُحُدٍ» [مسند أحمد: صحيح]
“Demi yang jiwaku ditangan-Nya, sungguh kedua
betisnya itu lebih berat dalam timbangan (akhirat) dari gunung Uhud”. [Musnad
Ahmad: Sahih]
Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu; Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam masuk mesjid didampingi oleh Abu Bakr dan Umar, ketika
itu Ibnu Mas’ud sedang shalat dan ia membaca surah An-Nisaa’, setelah sampai
pada seratus ayat pertama, Ibnu Mas’ud berdoa sambil berdiri dalam shalat. Maka
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
«اسْأَلْ تُعْطَهْ، اسْأَلْ تُعْطَهْ»
“Mintalah, engkau akan diberi, mintalah engkau
akan diberi”
Kemudian beliau bersabda:
«مَنْ سَرَّهُ أَنْ يَقْرَأَ الْقُرْآنَ غَضًّا
كَمَا أُنْزِلَ، فَلْيَقْرَأْهُ بِقِرَاءَةِ ابْنِ أُمِّ عَبْدٍ»
“Barangsiapa yang suka membaca Al-Qur’an persis
sama seperti yang diturunkan, maka hendaklah ia membacanya dengan bacaan Ibnu
Ummi ‘Abd (Ibnu Mas’ud)”
Pada pagi harinya Abu Bakr mendatangi Ibnu
Mas’ud untuk memberinya kabar gembira tersebut, dan ia bertanya: Apa yang
engkau minta kepada Allah semalam?
Ibnu Mas’ud menjawab: Aku meminta:
اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ إِيمَانًا لَا يَرْتَدُّ، وَنَعِيمًا لَا يَنْفَدُ،
وَمُرَافَقَةَ مُحَمَّدٍ فِي أَعْلَى جَنَّةِ الْخُلْدِ
“Ya Allah, sungguh aku meminta kepada keimanan
yang tidak berpaling, nikmat yang tidak habis, dan menemani Muhammad dalam
surga tertinggi yang kekal”
Kemudian Umar radhiyallahu ‘anhu juga
datang (untuk memberi berita gembira), maka dikatakan kepadanya bahwasanya Abu
Bakr telah mendahuluimu.
Umar pun berkata: Allah merahmati Abu Bakr, aku
tidak pernah berusaha mendahuluinya pada suatu kebaikan sekalipun kecuali ia
telah mendahuluiku melakukannya. [Musnad Ahmad: Sahih]
2.
Keutamaan puasa sebagai pelindung, meredakan syahwat dan mencegah seseorang dari
terjerumus pada perbuatan hina. (Lihat bab kedua)
3.
Anjuran menikah bagi yang sudah mampu.
Dari Anas bin Malik radhiyallahul 'anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
«مَنْ تَزَوَّجَ فَقَدِ اسْتَكْمَلَ نِصْفَ الْإِيمَانِ،
فَلْيَتَّقِ اللَّهَ فِي النِّصْفِ الْبَاقِي» [المعجم الأوسط للطبراني: حسنه الألباني]
"Barangsiapa yang menikah maka telah sempurna separuh
imannya, maka bertakwalah ia kepada Allah pada separuh yang tersisa".
[Al-Mu'jam Al-Ausath karya Ath-Thabaraniy: Hasan]
Dalam riwayat lain:
«مَنْ رَزَقَهُ اللَّهُ امْرَأَةً صَالِحَةً،
فَقَدْ أَعَانَهُ عَلَى شَطْرِ دِينِهِ، فَلْيَتَّقِ اللَّهَ فِي الشَّطْرِ الثَّانِي»
[المستدرك للحاكم:
حسنه الألباني]
"Barangsiapa yang dianugrahi oleh Allah seorang istri yang
shalehah maka Allah telah membantunya menyempurnakan separuh agamanya, maka
bertakwalah ia kepada Allah akan separuhnya lagi". [Mustadrak Al-Hakim:
Hasan]
Ma'qil bin Yasar radhiyallahul 'anhu berkata: Seorang laki-laki datang kepada
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan bertanya: Sesungguhnya aku
mendapati seorang wanita yang punya garis keturunan dan kecantikan akan tetapi
ia tidak bisa melahirkan, apakah boleh aku menikahinya?
Rasulullah menjawab:
"Jangan".
Kemudian ia datang lagi
kedua kalinya, dan Rasulullah melarangnya.
Kemudian ia datang lagi
ketiga kalinya, dan Rasulullah melarangnya.
Kemudian Rasulullah
bersabda:
«تَزَوَّجُوا
الْوَدُودَ الْوَلُودَ فَإِنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمُ الْأُمَمَ» [سنن أبي داود: صحيح]
"Nikahilah wanita yang
penuh kasih sayang dan bisa banyak melahirkan, karena sesungguhnya aku
membanggakan jumlah kalian yang banyak dari umat-umat yang lain". [Sunan
Abu Daud: Sahih]
Jabir bin Abdullah radhiyallahu
'anhuma berkata: Suatu hari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
melihat seorang wanita, kemudian Rasulullah mendatangi istrinya Zainab yang
sedang masak, dan melampiaskan hajatnya. Setelah itu Rasulullah menemui
sahabatnya dan bertkata:
إِنَّ الْمَرْأَةَ
تُقْبِلُ فِي صُورَةِ شَيْطَانٍ، وَتُدْبِرُ فِي صُورَةِ شَيْطَانٍ، فَإِذَا أَبْصَرَ
أَحَدُكُمُ امْرَأَةً فَلْيَأْتِ أَهْلَهُ، فَإِنَّ ذَلِكَ يَرُدُّ مَا فِي نَفْسِهِ
"Sesungguhnya wanita itu menghadap dari depan dalam bentuk
setan dan membelakang dalam bentuk setan, maka jika seseorang dari kalian
melihat wanita maka hendaklah ia mendatangi istrinya, karena hal itu akan
manghilangkan apa yang ada dalam dirinya (dari hawa nafsu)." [Sahih
Muslim]
5.
Anjuran berpuasa bagi yang belum mampu menikah.
Allah subhanahu wa ta’aalaa berfirman:
{قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ
وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ
(30) وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ}
[النور: 30، 31]
Katakanlah
kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan
pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci
bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat".
Dan katakanlah kepada wanita yang beriman:
"Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, ...”.
[An-Nuur: 30-31]
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu;
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
كُتِبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ نَصِيبُهُ مِنَ الزِّنَا،
مُدْرِكٌ ذَلِكَ لَا مَحَالَةَ، فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ، وَالْأُذُنَانِ
زِنَاهُمَا الِاسْتِمَاعُ، وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلَامُ، وَالْيَدُ زِنَاهَا الْبَطْشُ،
وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا، وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى، وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ
الْفَرْجُ وَيُكَذِّبُهُ [صحيح مسلم]
"Telah
ditetapkan bagi anak cucu Adam bagian mereka dari zina, akan menimpa mereka dan
tidak akan lapas darinya. Sesungguhnya mata berzina dengan pandangan, telinga
berzina dengan pendengaran, lidah bezina dengan ucapan, tangan berzina dengan
sentuhan, kaki berzina dengan langkah, hati bernafsu dan mendambakan, kemudian itu
dibenarkan (dilakukan) oleh kelamin atau didustakannya (ditinggalkan)."
[Sahih Muslim]
7. Menikah hukumnya wajib bagi orang yang sudah mampu dari
segi materi dan jasmani dan punya nafsu yang membuat khawatir pada dirinya akan
terjerumus pada maksiat.
Sedangkan jika ia mampu tapi nafsunya
belum sampai derajat yang mengkhawatirkan pada dirinya maka hukumnya sunnah.
Hukumnya mubah jika ia mampu
dari segi materi tapi tidak punya hasrat yang kuat terhadap wanita.
Makruh jika dengan menikah akan
menyebabkan ia lalai dari ibadah yang lebih utama.
Dan haram jika ia akan
mendzalimi istrinya baik dari segi materi maupun jasmani.
8. Sebagian ulama menjadikan hadits ini sebagai dalil
bahwa seorang boleh berpuasa dengan niat ibadah dan manfaat baik untuk tubuh,
seperti meredakan nafsu seksual, kesehatan, dan selainnya.
Adapun hadits:
صُومُوا تَصِحُّوا
“Berpuasalah kalian maka kalian akan sehat”
Hadits
ini dilemahkan oleh kebanyakan ulama hadits, seperti Al-‘Uqailiy rahimahullah
dalam kitabnya Adh-Dhu’afaa’ Al-Kabiir 2/92.
9. Hadits ini dijadikan dalil oleh sebagian ulama akan bolehnya mengkomsumsi obat
untuk meredakan nafsu seksual.
10. Hadits ini juga menunjukkan bahwa tidak ada beban
perintah syari’at kecuali bagi yang mampu.
Allah subhanahu wa ta’aalaa
berfirman:
{لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا
إِلَّا وُسْعَهَا} [البقرة: 286]
Allah
tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. [Al-Baqarah: 286]
11.Sebagian ulama menjadikan hadits ini sebagai dalil
haramnya onani, karena jika dibolehkan maka pastilah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menganjurkannya sebagai solusi lain untuk meredakan syahwat bagi yang tidak mampu menikah.
Allah subhanahu wa ta’aalaa
berfirman:
{وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ
حَافِظُونَ (5) إِلَّا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ
غَيْرُ مَلُومِينَ (6) فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاءَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ} [المؤمنون: 5
- 7]
Dan orang-orang yang menjaga
kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka
miliki; Maka sesungguhnya mereka dalam hal Ini tiada terceIa. Barangsiapa
mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.
[Al-Mu’minuun: 5-7]
Wallahu a’lam!
Lihat juga:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar anda adalah pelajaran berharga bagi saya ...