Selasa, 06 Agustus 2019

Syarah Arba'in hadits (1) Umar; Amal dan Niat

بسم الله الرحمن الرحيم


Dari Amirul Mu’minin Abu Hafsh Umar bin Al-Khaththab -radhiyallahu ‘anhu- berkata; Saya mendengar Rasulullah -shallallahu 'alaihi wasallam- bersabda: "Semua perbuatan tergantung niatnya, dan (balasan) bagi tiap-tiap orang (tergantung) apa yang diniatkan; barangsiapa niat hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya adalah kepada Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa niat hijrahnya karena dunia yang ingin digapainya atau karena seorang perempuan yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya adalah kepada apa dia diniatkan.".

Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Abu Abdillah Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim bin Al-Mugirah bin Bardizbah Al-Bukhariy (w.256H) dan Imam Abu Al-Husain Muslim bin Al-Hajjaaj bin Muslim Al-Qusyairiy An-Naisaburiy (w.261H), dalam kitab mereka berdua yaitu As-Shahih, yang merupakan kitab induk hadits yang paling shahih.

Syarah singkat hadits ini:

1.      Amirul Mu’minin Abu Hafsh Umar bin Al-Khaththab -radhiyallahu ‘anhu- .


2.      Amalan yang dimaksud dalam hadits ini mencakup semua jenis amalan; Baik itu amalan hati seperti tawakkal, harapan, rasa takut (khusyu’), cinta, marah, dan selainnya. Begitu pula amalan lisan (ucapan), dan perbuatan anggota badan lainnnya.

3.      Setiap amalan mesti dilandasi dengan niat, oleh sebab itu amalan yang tidak dilandasi dengan niat tidak diperhitungkan.

{رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا} " قَالَ: نَعَمْ  "
(Mereka berdoa): "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah". [Al-Baqarah: 286]
Allah berfirman: “Iya, aku kabulkan”. [Shahih Muslim]

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma; Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
«إِنَّ اللَّهَ وَضَعَ عَنْ أُمَّتِي الْخَطَأَ، وَالنِّسْيَانَ، وَمَا اسْتُكْرِهُوا عَلَيْهِ» [سنن ابن ماجه: صحيح]
"Sesungguhnya Allah menggugurkan (catatan dosa) dari umatku sesuatu yang dilakukan karena salah (tidak sengaja), lupa, dan suatu yang dipaksakan kepadanya". [Sunan Ibnu Majah: Sahih]

4.      Fungsi niat untuk membedakan antara amalan ibadah dan adat, dan untuk membedakan antara jenis suatu ibadah dengan ibadah lainnya seperti membedakan antara sunnah dan wajib tergantung niatnya.

Abu Musa -radhiallahu 'anhu- berkata; Datang seorang laki-laki kepada Nabi -shallallahu 'alaihi wasallam- lalu berkata: "Seseorang berperang untuk mendapatkan ghanimah (rampasan perang), seseorang yang lain agar menjadi terkenal, dan seseorang yang lain lagi untuk dilihat kedudukannya, manakah yang disebut fii sabilillah?"
Maka Beliau shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
«مَنْ قَاتَلَ لِتَكُونَ كَلِمَةُ اللَّهِ هِيَ العُلْيَا فَهُوَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ»
"Siapa yang berperang untuk meninggikan kalimat Allah dialah yang disebut fii sabilillah". [Shahih Bukhari dan Muslim]

Dari Abu Dzar -radhiallahu 'anhu-; Rasulullah -shallallahu 'alaihi wasallam- bersabda:
وَفِي بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ
"Dan pada kemaluan istri kalian adalah sedekah".
Sahabat bertanya: Ya Raslullah, apakah seorang dari kami melampiaskan syahwatnya dan ia mendapatkan pahalah dengan itu?
Rasulullah -shallallahu 'alaihi wasallam- menjawab:
«أَرَأَيْتُمْ لَوْ وَضَعَهَا فِي حَرَامٍ أَكَانَ عَلَيْهِ فِيهَا وِزْرٌ؟ فَكَذَلِكَ إِذَا وَضَعَهَا فِي الْحَلَالِ كَانَ لَهُ أَجْرٌ» [صحيح مسلم]
"Bagaimana seandainya jika ia melampiaskannya pada yang haram, apakah ia mendapatkan dosa pada hal tersebut? Maka demikian pula jika ia melampiaskannya pada yang halal ia mendapatkan pahala". [Sahih Muslim]

5.      Niat diucapkan dalam hati dan tidak dengan lisan.

6.      Amalan seseorang diberi ganjaran oleh Allah -subhanahu wata’aalaa- tergantung niatnya.

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
«يَغْزُو جَيْشٌ الكَعْبَةَ، فَإِذَا كَانُوا بِبَيْدَاءَ مِنَ الأَرْضِ، يُخْسَفُ بِأَوَّلِهِمْ وَآخِرِهِمْ»
“Suatu pasukan (di akhir zaman) ingin memerangi ka’bah, dan ketika mereka sampai pada satu padang yang tandus di bumi ini, mereka ditelan bumi (dibinasakan) mulai dari awal sampai akhir mereka (semuanya).”
Aisyah bertanya: Wahai Rasulullah, bagaimana bisa dibinasakan dari awal sampai akhir mereka padahal di antara mereka ada yang cuma pedagang (rakyat biasa) dan orang yang bukan dari mereka (orang yang lemah dan tawanan)?
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab:
«يُخْسَفُ بِأَوَّلِهِمْ وَآخِرِهِمْ، ثُمَّ يُبْعَثُونَ عَلَى نِيَّاتِهِمْ»
“Mereka semua dibinasakan dari awal sampai akhir, kemudian mereka dibangkitkan (pada hari kiamat dan dihisab) sesuai dengan niatnya masing-masing”. [Shahih Bukhari dan Muslim]

Dari Ubadah bin Ash-Shamit radhiyallahu ‘anhu; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
«مَنْ غَزَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَمْ يَنْوِ إِلَّا عِقَالًا فَلَهُ مَا نَوَى» [سنن النسائي: حسن]
“Barangsiapa yang berperang di jalan Allah dan ia tidak berniat kecuali hanya untuk mendapatkan harta maka ia mendapatkan sesuai apa yang ia niatkan”. [Sunan An-Nasa’iy: Hasan]

7.      Hadits ini adalah salah satu hadits penting dalam Islam, karena amalan seseorang diterima di sisi Allah jika memenuhi dua syarat.

Yang pertama adalah ikhlash karena mengharap ridah Allah –‘azza wajalla-, sebagaimana terkandung dalam hadits ini.

Allah subhanahu wa ta'aalaa berfirman:
{وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ} [البينة: 5]
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan (ikhlash) kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus (jauh dari syirik mempersekutukan Allah dan jauh dari kesesatan). [Al-Bayyinah: 5]

Abu Umamah Al-Bahiliy radhiyallahu ‘anhu berkata:
جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: أَرَأَيْتَ رَجُلًا غَزَا يَلْتَمِسُ الْأَجْرَ وَالذِّكْرَ، مَالَهُ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «لَا شَيْءَ لَهُ» فَأَعَادَهَا ثَلَاثَ مَرَّاتٍ، يَقُولُ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «لَا شَيْءَ لَهُ» ثُمَّ قَالَ: «إِنَّ اللَّهَ لَا يَقْبَلُ مِنَ الْعَمَلِ إِلَّا مَا كَانَ لَهُ خَالِصًا، وَابْتُغِيَ بِهِ وَجْهُهُ» [سنن النسائي: صحيح]
Datang seorang laki-laki kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam lalu berkata; Bagaimana pendapat anda mengenai seseorang yang berjihad mengharapkan pahala dan sanjungan, apakah yang ia peroleh? Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: "Ia tidak mendapatkan apa-apa, " Lalu ia mengulanginya tiga kali, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda kepadanya: "Ia tidak mendapatkan apa-apa". Kemudian beliau bersabda: " Allah tidak menerima amalan kecuali jika dilakukan dengan ikhlas dan mengharapkan wajah-Nya." [Sunan An-Nasa’iy: Shahih]

Dari Ubay bin Ka’b radhiyallahu ‘anhu; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
"بَشِّرْ هَذِهِ الْأُمَّةَ بِالسَّنَاءِ، وَالتَّمْكِينِ فِي الْبِلَادِ، وَالنَّصْرِ، وَالرِّفْعَةِ فِي الدِّينِ، وَمَنْ عَمِلَ مِنْهُمْ بِعَمَلِ الْآخِرَةِ لِلدُّنْيَا، فَلَيْسَ لَهُ فِي الْآخِرَةِ نَصِيبٌ " [مسند أحمد: صحيح]
"Berilah kabar gembira kepada umat ini dengan kemuliaan, kekuasaan di muka bumi, pertologan, dan kehormatan dalam agama. Barangsiapa di antara mereka mengerjakan amalan akhirat untuk keduniaan, maka di akhirat dia tidak akan mendapatkan bagian." [Musnad Ahmad: Shahih]

    Yang kedua adalah mengikuti tutunan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Dari Aisyah radhiyallahu 'anha; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
«مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ» [صحيح مسلم]
"Barangsiapa mengamalkan suaru perkara yang tidak kami perintahkan (tidak sesuai tuntunan), maka ia tertolak." [Sahih Muslim]

8.      Pentingnya niat ikhlash karena Allah dalam beramal dan beribadah

Allah subhanahu wata’aalaa berfirman:
{قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ (162) لَا شَرِيكَ لَهُ} [الأنعام: 162، 163]
Katakanlah: “Sesungguhnya sembahyangku, sembelihanku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya". [Al-An'am:162-163]

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Allah tabaraka wata'ala berfirman dalam hadits qudsi:
" أَنَا أَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنِ الشِّرْكِ، مَنْ عَمِلَ عَمَلًا أَشْرَكَ فِيهِ مَعِي غَيْرِي، تَرَكْتُهُ وَشِرْكَهُ " [صحيح مسلم]
"Aku adalah yang paling tidak membutuhkan sekutu, barangsiapa yang melakukan amalah yang menyekutukan Aku di dalamnya dengan selain-Ku maka Aku abaikan ia dengan sekutunya". [Sahih Muslim]

Dari Mahmud bin Labiid radhiyallahu ‘anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
" إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَيْكُمُ الشِّرْكُ الْأَصْغَرُ "
“Sesungguhnya di antara yang paling aku takutkan terjadi pada kalian adalah syirik kecil.
Sahabat bertanya: Apa itu syirik kecil?
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab:
" الرِّيَاءُ، يَقُولُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ لَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ: إِذَا جُزِيَ النَّاسُ بِأَعْمَالِهِمْ: اذْهَبُوا إِلَى الَّذِينَ كُنْتُمْ تُرَاءُونَ فِي الدُّنْيَا فَانْظُرُوا هَلْ تَجِدُونَ عِنْدَهُمْ جَزَاءً " [مسند أحمد: حسن]
Riya, Allah ‘azza wajalla berkata kepada mereka pada hari kiamat di saat manusia mendapat balasan dari amalannya: "Pergilah kalian pada orang-orang yang kau lakukan ibadah deminya di dunia, lihatlah apakah mereka bisa memberimu imbalan?". [Musnad Ahmad: Hasan]

9.      Perbedaan antara niat melakukan kebaikan dan keburukan:

a)      Berniat melakukan suatu kebaikan kemudian ia lalai dan meninggalkannya, maka dicatat untuknya satu pahala kebaikan atas niatnya.

Dari Khuraim bin Fatik Al-Asadiy radhiyallahu 'anhu; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
وَمَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا، فَعَلِمَ اللهُ أَنَّهُ قَدْ أَشْعَرَهَا قَلْبَهُ، وَحَرَصَ عَلَيْهَا، كُتِبَتْ لَهُ حَسَنَةً، وَمَنْ هَمَّ بِسَيِّئَةٍ لَمْ تُكْتَبْ عَلَيْهِ، وَمَنْ عَمِلَهَا كُتِبَتْ وَاحِدَةً وَلَمْ تُضَاعَفْ عَلَيْهِ، وَمَنْ عَمِلَ حَسَنَةً كَانَتْ لَهُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا [مسند أحمد: حسن]
"Dan barangsiapa yang bertekad untuk berbuat kebaikan, namun ia tidak melakukannya, kemudian Allah mengetahui bahwa hatinya telah memiliki keinginan keras untuk melakukan amalan tersebut, maka Allah akan menuliskannya sebagai amalan kebaikan. Dan barangsiapa yang bertekat untuk melakukan kejahatan, maka hal itu belum ditulis sebagai suatu keburukan, dan siapa yang melakukannya, baru akan ditulis baginya satu keburukan dan keburukan itu tidaklah dilipat-gandakan. Dan barangsiapa yang beramal kebaikan, maka kebaikan itu akan dilipatgandakan baginya menjadi sepuluh kebaikan”. [Musnad Ahmad: Hasan]

b)      Berniat melakukan satu kebaikan dan telah berusahan semampunya namun tidak terlaksana karena ada halangan, maka dicatat untuknya pahala amalan tersebut secara sempurna.

Dari Abu Ad-Dardaa' radhiyallahu 'anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
«مَنْ أَتَى فِرَاشَهُ وَهُوَ يَنْوِي أَنْ يَقُومَ يُصَلِّي مِنَ اللَّيْلِ فَغَلَبَتْهُ عَيْنَاهُ حَتَّى أَصْبَحَ كُتِبَ لَهُ مَا نَوَى وَكَانَ نَوْمُهُ صَدَقَةً عَلَيْهِ مِنْ رَبِّهِ عَزَّ وَجَلَّ» [سنن النسائي: صحيح]
“Barangsiapa yang beranjak ke tempat tidurnya dengan niat akan bangun untuk salat malam kemudian ia dikalahkan oleh matanya (ketiduran) sampai subuh maka telah dicatat untuknya apa yang telah ia niatkan dan tidurnya tersebut adalah sedekah dari Rabb-nya 'azza wajalla.” [Sunan An-Nasa'i: Sahih]

c)       Berniat melakukan kebaikan dan berhasil melakukannya, maka dicatat untuknya pahala amalan tersebut secara sempurna dan dilipat gandakan.

Dari Abu Dzar radhiyallahu 'anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
" يَقُولُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ: مَنْ جَاءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا وَأَزِيدُ، وَمَنْ جَاءَ بِالسَّيِّئَةِ فَجَزَاؤُهُ سَيِّئَةٌ مِثْلُهَا أَوْ أَغْفِرُ " [صحيح مسلم]
Allah azza wa jalla berfirman: "Barang siapa berbuat kebaikan, maka baginya sepuluh kebaikan yang semisalnya dan terkadang Aku tambahkan lagi. Dan Barangsiapa yang berbuat keburukan, maka balasannya adalah keburukan yang serupa atau Aku mengampuninya. [Sahih Muslim]

d)      Berniat melakukan keburukan dan berhasil melakukannya, maka dicatat baginya satu dosa yang setimpal dengan keburukannya.

Dari Abu Sa’id Al-Khudriy radhiyallahu 'anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
" إِذَا أَسْلَمَ العَبْدُ فَحَسُنَ إِسْلاَمُهُ، يُكَفِّرُ اللَّهُ عَنْهُ كُلَّ سَيِّئَةٍ كَانَ زَلَفَهَا، وَكَانَ بَعْدَ ذَلِكَ القِصَاصُ: الحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِ مِائَةِ ضِعْفٍ، وَالسَّيِّئَةُ بِمِثْلِهَا إِلَّا أَنْ يَتَجَاوَزَ اللَّهُ عَنْهَا " [صحيح البخاري]
“Jika seorang hamba masuk Islam kemudian baik keislamannya maka Allah menghapuskan darinya semua dosa yang telah ia lakukan, kemudian setelah itu adalah qishash: Satu kebaikan diganjar dengan sepuluh kali lipat sampai tujuh ratus kali, dan satu keburukan diganjar dengan satu keburukan yang setimpal kecuali jika Allah memaafkannya”. [Sahih Bukhari]

e)      Berniat melakukan suatu keburukan dan telah berusahan namun tidak berhasil karena ada halangan, maka dicatat baginya dosa keburukan tersebut secara sempurna.

Abu Bakrah radhiallahu 'anhu berkata: Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
«إِذَا التَقَى المُسْلِمَانِ بِسَيْفَيْهِمَا فَالقَاتِلُ وَالمَقْتُولُ فِي النَّارِ»
"Jika dua orang muslim saling bertemu (untuk berkelahi) dengan menghunus pedang masing-masing, maka yang terbunuh dan membunuh masuk neraka".
Aku pun bertanya: "Wahai Rasulullah, ini bagi yang membunuh, tapi bagaimana dengan yang terbunuh?"
Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menjawab:
«إِنَّهُ كَانَ حَرِيصًا عَلَى قَتْلِ صَاحِبِهِ» [صحيح البخاري ومسلم]
"Dia juga sebelumnya sangat ingin membunuh temannya". [Sahih Bukhari dan Muslim]

f)       Berniat melakukan keburukan kemudian tidak ia lakukan karena takut kepada Allah, maka dicatat untuknya satu kebaikan.

Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
" يَقُولُ اللَّهُ: إِذَا أَرَادَ عَبْدِي أَنْ يَعْمَلَ سَيِّئَةً، فَلاَ تَكْتُبُوهَا عَلَيْهِ حَتَّى يَعْمَلَهَا، فَإِنْ عَمِلَهَا فَاكْتُبُوهَا بِمِثْلِهَا، وَإِنْ تَرَكَهَا مِنْ أَجْلِي فَاكْتُبُوهَا لَهُ حَسَنَةً، وَإِذَا أَرَادَ أَنْ يَعْمَلَ حَسَنَةً فَلَمْ يَعْمَلْهَا فَاكْتُبُوهَا لَهُ حَسَنَةً، فَإِنْ عَمِلَهَا فَاكْتُبُوهَا لَهُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِ مِائَةِ ضِعْفٍ " [صحيح البخاري]
"Allah berfirman: 'Jika seorang hamba-Ku ingin melakukan kejahatan maka janganlah kalian catat hingga Ia melakukannya, dan jika ia melakukannya maka catatlah semisalnya. Jika ia meninggalkannya karena Aku maka catatlah kebaikan baginya, dan jika ia berniat melakukan kebaikan sedang ia belum melakukannya maka catatlah kebaikan baginya, dan jika Ia melakukannya maka catatlah sepuluh kebaikan baginya, bahkan hingga tujuh ratus kali lipat'." [Sahih Bukhari]

g)      Berniat melakukan keburukan kemudian tidak ia lakukan karena tidak bernafsu lagi, maka tidak dicatat baginya keburukan maupun kebaikan.

Dari Anas bin Malik radhiallahu 'anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Allah berfirman …
وَمَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كُتِبَتْ لَهُ حَسَنَةً، فَإِنْ عَمِلَهَا كُتِبَتْ لَهُ عَشْرًا، وَمَنْ هَمَّ بِسَيِّئَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا لَمْ تُكْتَبْ شَيْئًا، فَإِنْ عَمِلَهَا كُتِبَتْ سَيِّئَةً وَاحِدَةً [صحيح مسلم]
“Dan barangsiapa yang berniat ingin melakukan satu kebaikan kemudian ia tidak melakukannya maka dicatat untuknya satu kebaikan, dan jika ia melakukannya maka dicatat untuknya sepuluh kebaikan. Dan barangsiapa yang berniat ingin melakukan kejahatan tetapi tidak melakukannya maka tidak dicatat baginya sesuatu pun, dan jika ia melakukannya maka dicatat baginya satu keburukan”. [Sahih Muslim]


10.  Hijrah adalah meninggalkan tempat yang dipenuhi maksiat menuju tempat yang banyak dilakukan ibadah.

Allah subhanahu wata’aalaa befirman:
{إِنَّ الَّذِينَ تَوَفَّاهُمُ الْمَلَائِكَةُ ظَالِمِي أَنْفُسِهِمْ قَالُوا فِيمَ كُنْتُمْ قَالُوا كُنَّا مُسْتَضْعَفِينَ فِي الْأَرْضِ قَالُوا أَلَمْ تَكُنْ أَرْضُ اللَّهِ وَاسِعَةً فَتُهَاجِرُوا فِيهَا فَأُولَئِكَ مَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ وَسَاءَتْ مَصِيرًا (97) إِلَّا الْمُسْتَضْعَفِينَ مِنَ الرِّجَالِ وَالنِّسَاءِ وَالْوِلْدَانِ لَا يَسْتَطِيعُونَ حِيلَةً وَلَا يَهْتَدُونَ سَبِيلًا (98) فَأُولَئِكَ عَسَى اللَّهُ أَنْ يَعْفُوَ عَنْهُمْ وَكَانَ اللَّهُ عَفُوًّا غَفُورًا (99) وَمَنْ يُهَاجِرْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ يَجِدْ فِي الْأَرْضِ مُرَاغَمًا كَثِيرًا وَسَعَةً وَمَنْ يَخْرُجْ مِنْ بَيْتِهِ مُهَاجِرًا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ يُدْرِكْهُ الْمَوْتُ فَقَدْ وَقَعَ أَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا} [النساء: 97 - 100]
Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada mereka) malaikat bertanya: "Dalam keadaan bagaimana kamu ini?". Mereka menjawab: "Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah)". Para malaikat berkata: "Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?". Orang-orang itu tempatnya neraka Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali, kecuali mereka yang tertindas baik laki-laki atau wanita ataupun anak-anak yang tidak mampu berdaya upaya dan tidak mengetahui jalan (untuk hijrah), mereka itu, mudah-mudahan Allah memaafkannya. Dan adalah Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun. Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezeki yang banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. [An-Nisaa’: 97-100]

Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
«أَنَا بَرِيءٌ مِنْ كُلِّ مُسْلِمٍ يُقِيمُ بَيْنَ أَظْهُرِ الْمُشْرِكِينَ» [سنن أبي داود: صحيح]
“Aku berlepas diri dari setiap muslim yang bermukim (tinggal menetap) di antara orang-orang musyrik”. [Sunan Abi Daud: Shahih]

Dari Abu Sa'id Al Khudriy radhiyallahu ‘anhu; Nabiyullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
" كَانَ فِيمَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ رَجُلٌ قَتَلَ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ نَفْسًا، فَسَأَلَ عَنْ أَعْلَمِ أَهْلِ الْأَرْضِ فَدُلَّ عَلَى رَاهِبٍ، فَأَتَاهُ فَقَالَ: إِنَّهُ قَتَلَ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ نَفْسًا، فَهَلْ لَهُ مِنْ تَوْبَةٍ؟ فَقَالَ: لَا، فَقَتَلَهُ، فَكَمَّلَ بِهِ مِائَةً، ثُمَّ سَأَلَ عَنْ أَعْلَمِ أَهْلِ الْأَرْضِ فَدُلَّ عَلَى رَجُلٍ عَالِمٍ، فَقَالَ: إِنَّهُ قَتَلَ مِائَةَ نَفْسٍ، فَهَلْ لَهُ مِنْ تَوْبَةٍ؟ فَقَالَ: نَعَمْ، وَمَنْ يَحُولُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ التَّوْبَةِ؟ انْطَلِقْ إِلَى أَرْضِ كَذَا وَكَذَا، فَإِنَّ بِهَا أُنَاسًا يَعْبُدُونَ اللهَ فَاعْبُدِ اللهَ مَعَهُمْ، وَلَا تَرْجِعْ إِلَى أَرْضِكَ، فَإِنَّهَا أَرْضُ سَوْءٍ، فَانْطَلَقَ حَتَّى إِذَا نَصَفَ الطَّرِيقَ أَتَاهُ الْمَوْتُ، فَاخْتَصَمَتْ فِيهِ مَلَائِكَةُ الرَّحْمَةِ وَمَلَائِكَةُ الْعَذَابِ، فَقَالَتْ مَلَائِكَةُ الرَّحْمَةِ: جَاءَ تَائِبًا مُقْبِلًا بِقَلْبِهِ إِلَى اللهِ، وَقَالَتْ مَلَائِكَةُ الْعَذَابِ: إِنَّهُ لَمْ يَعْمَلْ خَيْرًا قَطُّ، فَأَتَاهُمْ مَلَكٌ فِي صُورَةِ آدَمِيٍّ، فَجَعَلُوهُ بَيْنَهُمْ، فَقَالَ: قِيسُوا مَا بَيْنَ الْأَرْضَيْنِ، فَإِلَى أَيَّتِهِمَا كَانَ أَدْنَى فَهُوَ لَهُ، فَقَاسُوهُ فَوَجَدُوهُ أَدْنَى إِلَى الْأَرْضِ الَّتِي أَرَادَ، فَقَبَضَتْهُ مَلَائِكَةُ الرَّحْمَةِ "
"Pada jaman dahulu ada seorang laki-laki yang telah membunuh sembilan puluh sembilan orang. Kemudian orang tersebut mencari orang alim yang paling banyak ilmunya. Lalu ditunjukan kepada seorang rahib (ahli ibadah) dan ia pun langsung mendatanginya. Kepada rahib tersebut ia berterus terang bahwasanya ia telah membunuh sembilan puluh sembilan orang dan apakah taubatnya itu akan diterima? Ternyata rahib itu malahan menjawab; 'Tidak. Taubatmu tidak akan diterima.' Akhirnya laki-laki itu langsung membunuh sang rahib hingga genaplah kini seratus orang yang telah dibunuhnya. Kemudian laki-laki itu mencari orang lain lagi yang paling banyak ilmunya. Lalu ditunjukan kepadanya seorang alim yang mempunyai ilmu yang banyak. Kepada orang alim tersebut, laki-laki itu berkata; 'Saya telah membunuh seratus orang dan apakah taubat saya akan diterima? ' Orang alim itu menjawab; 'Ya. Tidak ada penghalang antara taubatmu dan dirimu. Pergilah ke daerah ini dan itu, karena di sana banyak orang yang beribadah kepada Allah -Subhanahu Wa Ta'ala-. Setelah itu, beribadahlah kamu kepada Allah bersama mereka dan janganlah kamu kembali ke daerahmu, karena daerahmu itu termasuk lingkungan yang buruk.' Maka berangkatlah laki-laki itu ke daerah yang telah ditunjukan tersebut. Di tengah perjalanan menuju ke sana laki-laki itu meninggal dunia. Lalu malaikat Rahmat dan Azab saling berbantahan. Malaikat Rahmat berkata; 'Orang laki-laki ini telah berniat pergi ke suatu wilayah untuk bertaubat dan beribadah kepada Allah dengan sepenuh hati.' Malaikat Azab membantah; 'Tetapi, bukankah ia belum berbuat baik sama sekali.' Akhirnya datanglah seorang malaikat yang berwujud manusia menemui kedua malaikat yang sedang berbantahan itu. Maka keduanya meminta keputusan kepada malaikat yang berwujud manusia dengan cara yang terbaik. Orang tersebut berkata; 'Ukurlah jarak yang terdekat dengan orang yang meninggal dunia ini dari tempat berangkatnya hingga ke tempat tujuannya. Mana yang terdekat, maka itulah keputusannya.' Ternyata dari hasil pengukuran mereka itu terbukti bahwa orang laki-laki tersebut meninggal dunia lebih dekat ke tempat tujuannya. Dengan demikian orang tersebut berada dalam genggaman malaikat Rahmat.'
Qatadah berkata; 'Al-Hasan berkata; 'Seseorang telah berkata pada kami bahwasanya laki-laki itu saat meninggal dunia ia memajukan dadanya ke depan.' [Shahih Muslim]

Menetap di wilayah muslim yang penuh maksiat jika mampu untuk tidak terpengaruh dan berusaha untuk memberi nasehat, maka itu lebih baik dari hijrah.

Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
«الْمُؤْمِنُ الَّذِي يُخَالِطُ النَّاسَ، وَيَصْبِرُ عَلَى أَذَاهُمْ، أَعْظَمُ أَجْرًا مِنَ الْمُؤْمِنِ الَّذِي لَا يُخَالِطُ النَّاسَ، وَلَا يَصْبِرُ عَلَى أَذَاهُمْ» [سنن ابن ماجه: صحيح]
"Orang mukmin yang berbaur (berinteraksi) dengan manusia dan bersabar atas perbuatan buruk mereka, lebih besar pahalanya daripada seorang mukmin yang tidak berbaur (berinteraksi) dengan manusia dan tidak sabar atas tindakan buruk mereka." [Sunan Ibnu Majah: Shahih]

11.  Hijrah menuju Allah dan Rasul-Nya saat ini adalah dengan mengembalikan segala urusan kepada hukum Allah –subhanahu wata’aalaa- melalui Al-Qur’an dan sunnah Rasul-Nya -shallallahu ‘alaihi wasallam-.

Allah subhanahuu wata’aalaa berfirman:
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا} [النساء: 59]
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. [An-Nisaa':59]

Dari Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhuma; Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
«المُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ المُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ، وَالمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللَّهُ عَنْهُ» [صحيح البخاري]
"Muslim yang sempurna adalah yang muslim lainnya selamat dari gangguan lidah dan tangannya. Dan orang yang berhijrah adalah orang yang meninggalkan apa yang Allah larang." [Shahih Bukhari]

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
«لاَ هِجْرَةَ بَعْدَ الفَتْحِ، وَلَكِنْ جِهَادٌ وَنِيَّةٌ، وَإِذَا اسْتُنْفِرْتُمْ فَانْفِرُوا» [صحيح البخاري ومسلم]
“Tidak ada hijrah setelah kemenangan (pembebasan kota Mekkah) akan tetapi yang tetap ada adalah jihad dan niat. Maka jika kalian diperintahkan berangkat jihad, maka berangkatlah!”. [Shahih Bukhari dan Muslim]
Hijrah yang dimaksud dalam hadits ini adalah hijrah menuju Madinah, adapun hijrah menuju tempat yang lebih baik kondisi beragamanya maka tetap ada sampai hari kiamat.

Dari Mu’awiyah radhiyallahu ‘anhu; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
«لَا تَنْقَطِعُ الْهِجْرَةُ حَتَّى تَنْقَطِعَ التَّوْبَةُ، وَلَا تَنْقَطِعُ التَّوْبَةُ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ مِنْ مَغْرِبِهَا» [سنن أبي داود: صحيح]
"Tidaklah hijrah terputus hingga taubat terputus, dan tidaklah taubat terputus hingga matahari terbit dari barat." [Sunan Abi Daud: Shahih]


12.  Peringatan akan bahaya cobaan dan godaan dunia khususnya wanita.

Allah subhanahu wata’aalaa berfirman:
{إِنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ فَلَا تَغُرَّنَّكُمُ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا} [لقمان: 33]
Sesungguhnya janji Allah adalah benar, maka janganlah sekali-kali kehidupan dunia memperdayakan kamu. [Luqman:33]

Dari Abu Sa'id Al-Khudry radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
إِنَّ الدُّنْيَا حُلْوَةٌ خَضِرَةٌ، وَإِنَّ اللَّهَ مُسْتَخْلِفُكُمْ فِيهَا، فَيَنْظُرُ كَيْفَ تَعْمَلُونَ، فَاتَّقُوا الدُّنْيَا وَاتَّقُوا النِّسَاءَ، فَإِنَّ أَوَّلَ فِتْنَةِ بَنِى إِسْرَائِيلَ كَانَتْ فِى النِّسَاءِ
"Sesungguhnya dunia ini adalah kenikmatan yang menggiurkan, dan sesungguhnya Allah menjadikan kamu khalifah (penghuni) di dalamnya, kemudian meperhatikan bagaimana kalian menjalaninya. Maka hati-hatilah dengan dunia, dan hati-hatilah dengan wanita, karena sesungguhnya cobaan pertama yang menimpa kaum Bani Israil adalah cobaan wanita." [Sahih Muslim]

Dari Usamah bin Zaid radhiyallahu 'anhuma, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
مَا تَرَكْتُ بَعْدِي فِتْنَةً أَضَرَّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ
"Aku tidak meninggalkan fitnah (cobaan) setelah aku meninggal lebih berbahaya bagi laki-laki dari cobaan wanita." [Sahih Bukhari]


Wallahu a’lam!

Lihat juga: Al-Arba'uun An-Nawawiyah & syarahnya - Takhrij hadits; Keutamaan hafal 40 hadits - Hadits Malik bin Al-Huwairits; Shalatlah seperti kalian melihatku shalat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar anda adalah pelajaran berharga bagi saya ...