بسم الله الرحمن الرحيم
Dalam bab ini, syekh Muhammad bin Abdil
Wahhab rahimahullah menyebutkan 2 ayat dan 1 hadits yang menunjukkan larangan mengucapkan kata “seandainya”
sebagai bentuk penginkaran terhadap ketetapan Allah ‘azza wajalla.
a. Firman Allah ta’aalaa:
{ثُمَّ أَنزَلَ عَلَيْكُم
مِّن بَعْدِ الْغَمِّ أَمَنَةً نُّعَاسًا يَغْشَى طَائِفَةً مِّنكُمْ وَطَائِفَةٌ
قَدْ أَهَمَّتْهُمْ أَنفُسُهُمْ يَظُنُّونَ بِاللَّهِ غَيْرَ الْحَقِّ ظَنَّ
الْجَاهِلِيَّةِ يَقُولُونَ هَل لَّنَا مِنَ الْأَمْرِ مِن شَيْءٍ قُلْ إِنَّ
الْأَمْرَ كُلَّهُ لِلَّهِ يُخْفُونَ فِي أَنفُسِهِم مَّا لَا يُبْدُونَ لَكَ يَقُولُونَ
لَوْ كَانَ لَنَا مِنَ الْأَمْرِ شَيْءٌ مَّا قُتِلْنَا هَاهُنَا قُل لَّوْ
كُنتُمْ فِي بُيُوتِكُمْ لَبَرَزَ الَّذِينَ كُتِبَ عَلَيْهِمُ الْقَتْلُ إِلَى
مَضَاجِعِهِمْ وَلِيَبْتَلِيَ اللَّهُ مَا فِي صُدُورِكُمْ وَلِيُمَحِّصَ مَا فِي
قُلُوبِكُمْ وَاللَّهُ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ} [آل
عمران: 154]
Kemudian setelah kamu berdukacita, Allah
menurunkan kepada kamu keamanan (berupa) kantuk yang meliputi segolongan dari
pada kamu, sedang segolongan lagi telah dicemaskan oleh diri mereka sendiri,
mereka menyangka yang tidak benar terhadap Allah seperti sangkaan jahiliyah.
Mereka berkata: "Apakah ada bagi kita barang sesuatu (hak campur tangan)
dalam urusan ini?". Katakanlah: "Sesungguhnya urusan itu seluruhnya
di tangan Allah". Mereka menyembunyikan dalam hati mereka apa yang tidak
mereka terangkan kepadamu; mereka berkata: "Sekiranya ada bagi kita
barang sesuatu (hak campur tangan) dalam urusan ini, niscaya kita tidak akan
dibunuh (dikalahkan) di sini". Katakanlah: "Sekiranya kamu berada
di rumahmu, niscaya orang-orang yang telah ditakdirkan akan mati terbunuh itu
keluar (juga) ke tempat mereka terbunuh". Dan Allah (berbuat demikian)
untuk menguji apa yang ada dalam dadamu dan untuk membersihkan apa yang ada
dalam hatimu. Allah Maha Mengetahui isi hati. [Ali 'Imran: 154]
b. Firman Allah ta’aalaa:
{الَّذِينَ
قَالُوا لِإِخْوَانِهِمْ وَقَعَدُوا لَوْ أَطَاعُونَا مَا قُتِلُوا قُلْ
فَادْرَءُوا عَنْ أَنْفُسِكُمُ الْمَوْتَ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ} [آل عمران: 168]
“Orang-orang (munafiq) yang mengatakan
kepada saudara-saudaranya dan mereka takut pergi berperang: "seandainya
mereka mengikuti kita tentulah mereka tidak terbunuh. Katakanlah:
"Tolaklah kematian itu dari dirimu, jika kamu orang-orang yang benar.”
[Ali Imran: 168]
Ø Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
" الْمُؤْمِنُ
الْقَوِيُّ، خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ، وَفِي
كُلٍّ خَيْرٌ، احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللهِ وَلاَ تَعْجَزْ،
وَإِنْ أَصَابَكَ شَيْءٌ فَلاَ تَقُلْ: لَوْ أَنِّيْ فَعَلْتُ لَكَانَ كَذَا
وَكَذَا!، وَلَكِنْ قُلْ: قَدَّرَ اللهُ وَمَا شَاءَ فَعَلَ!، فَإِنَّ لَوْ
تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ "
“Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih
dicintai Allah daripada mukmin yang lemah, dan pada keduanya ada kebaikan, bersungguh-sungguhlah
dalam mencari apa yang bermanfaat bagimu, dan mohonlah pertolongan kepada Allah
(dalam segala urusanmu), dan janganlah sekali-kali kamu bersikap lemah, dan
jika kamu tertimpa suatu kegagalan, maka janganlah kamu mengatakan:
"seandainya aku berbuat demikian, tentu tidak akan begini atau begitu'',
tetapi katakanlah: "ini telah ditentukan oleh Allah, dan Allah akan
melakukan apa yang Ia kehendaki", karena kata “seandainya” itu akan
membuka pintu perbuatan syetan.” [Shahih Bukhari dan Muslim]
Dari ayat dan hadits di atas, syekh –rahimahullah-
menyebutkan 6 poin penting:
1.
Penjelasan tentang ayat dalam surat Ali Imran.
Kedua ayat di atas
menunjukkan adanya larangan untuk mengucapkan kata “seandainya” atau
“andaikata” dalam hal-hal yang telah ditakdirkan oleh Allah terjadi, dan ucapan
demikian termasuk sifat-sifat orang munafik; juga menunjukkan bahwa konsekwensi
iman ialah pasrah dan ridha kepada takdir Allah, serta rasa khawatir seseorang
tidak akan dapat menyelamatkan dirinya dari takdir tersebut.
2.
Larangan mengucapkan kata “andaikata” atau “seandainya”
apabila mendapat suatu musibah atau kegagalan.
Kata “seandainya atau andai kata”
dipergunakan dalam beberapa bentuk:
Pertama: Sebagai pengingkaran terhadap syari’at, maka ini
hukumnya haram seperti yang dilakukan kaum munafiqin di perang Uhud.
{وَمَا أَصَابَكُمْ يَوْمَ الْتَقَى
الْجَمْعَانِ فَبِإِذْنِ اللَّهِ وَلِيَعْلَمَ الْمُؤْمِنِينَ (166) وَلِيَعْلَمَ
الَّذِينَ نَافَقُوا وَقِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْا قَاتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ
أَوِ ادْفَعُوا قَالُوا لَوْ نَعْلَمُ قِتَالًا لَاتَّبَعْنَاكُمْ هُمْ
لِلْكُفْرِ يَوْمَئِذٍ أَقْرَبُ مِنْهُمْ لِلْإِيمَانِ يَقُولُونَ بِأَفْوَاهِهِمْ
مَا لَيْسَ فِي قُلُوبِهِمْ وَاللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا يَكْتُمُونَ} [آل
عمران: 166-167]
Dan apa yang menimpa kamu pada hari
bertemunya dua pasukan, maka (kekalahan) itu adalah dengan izin (takdir) Allah,
dan agar Allah mengetahui siapa orang-orang yang beriman. Dan supaya Allah
mengetahui siapa orang-orang yang munafik. Kepada mereka dikatakan:
"Marilah berperang di jalan Allah atau pertahankanlah (dirimu)".
Mereka berkata: "Sekiranya kami mengetahui akan terjadi peperangan,
tentulah kami mengikuti kamu". Mereka pada hari itu lebih dekat kepada
kekafiran dari pada keimanan, mereka mengatakan dengan mulutnya apa yang tidak
terkandung dalam hatinya. Dan Allah lebih mengetahui apa yang mereka
sembunyikan dalam hatinya. [Ali 'Imran: 166-167]
Kedua:
Sebagai pengingkaran terhadap takdir, maka ini hukumnya haram.
Allah subhanahu wata’aalaa
berfirman:
{يَاأَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا لَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ كَفَرُوا وَقَالُوا لِإِخْوَانِهِمْ إِذَا
ضَرَبُوا فِي الْأَرْضِ أَوْ كَانُوا غُزًّى لَوْ كَانُوا عِنْدَنَا مَا
مَاتُوا وَمَا قُتِلُوا لِيَجْعَلَ اللَّهُ ذَلِكَ حَسْرَةً فِي قُلُوبِهِمْ
وَاللَّهُ يُحْيِي وَيُمِيتُ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ} [آل عمران: 156]
Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu
seperti orang-orang kafir yang mengatakan kepada saudara-saudaranya apabila
mereka mengadakan perjalanan di bumi atau berperang, “Sekiranya mereka tetap
bersama kita, tentulah mereka tidak mati dan tidak terbunuh.” (Dengan perkataan)
yang demikian itu, karena Allah hendak menimbulkan rasa penyesalan di hati
mereka. Allah menghidupkan dan mematikan, dan Allah Maha Melihat apa yang kamu
kerjakan. [Ali 'Imran: 156]
Ketiga:
Sebagai penyesalan, maka ini juga haram hukumnya.
Ibnu Ad-Dailamiy -rahimahullah-
berkata: "Aku mendatangi Ubay bin Ka'b radhiyallahu 'anhu,
lalu aku katakan kepadanya, "Ada sesuatu yang mengganjal dalam hatiku
tentang perkara takdir, maka ceritakanlah kepadaku tentang sesuatu semoga Allah
menghilangkan keresahan itu dari dalam hatiku."
Ubay -radhiyallahu 'anhu- menjawab:
«لَوْ أَنَّ اللَّهَ عَذَّبَ أَهْلَ سَمَاوَاتِهِ وَأَهْلَ أَرْضِهِ
عَذَّبَهُمْ وَهُوَ غَيْرُ ظَالِمٍ لَهُمْ، وَلَوْ رَحِمَهُمْ كَانَتْ رَحْمَتُهُ
خَيْرًا لَهُمْ مِنْ أَعْمَالِهِمْ، وَلَوْ أَنْفَقْتَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا فِي
سَبِيلِ اللَّهِ مَا قَبِلَهُ اللَّهُ مِنْكَ حَتَّى تُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ،
وَتَعْلَمَ أَنَّ مَا أَصَابَكَ لَمْ يَكُنْ لِيُخْطِئَكَ، وَأَنَّ مَا أَخْطَأَكَ
لَمْ يَكُنْ لِيُصِيبَكَ، وَلَوْ مُتَّ عَلَى غَيْرِ هَذَا لَدَخَلْتَ النَّارَ» [سنن أبي
داود: صحيح]
"Jika Allah menyiksa semua
makluk yang ada di langit dan di bumi, maka itu bukanlah suatu kezhaliman yang
Dia lakukan atas mereka, dan sekiranya Dia memberikan rahmat kepada mereka,
sesungguhnya rahmat-Nya adalah lebih baik dari amalan yang telah mereka
lakukan. Jika engkau bersedekah dengan emas sebesar gunung Uhud di jalan Allah,
maka Allah tidak akan menerimanya hingga engkau beriman dengan takdir. Dan
engkau mengetahui bahwa apa saja yang ditakdirkan menjadi bagianmu tidak akan
meleset darimu, dan apa yang tidak ditakdirkan untuk menjadi bagianmu tidak
akan engkau dapatkan. Jika engkau meninggal bukan di atas keyakinan yang
demikian ini, maka engkau akan masuk neraka."
Abu Ad-Dailamiy berkata, "Kemudian aku
mendatangi Abdullah bin Mas'ud, lalu ia mengatakan seperti itu pula. Aku lalu
mendatangi Hudzaifah bin Al-Yaman, lalu ia mengatakan seperti itu pula.
Kemudian aku mendatangi Zaid bin Tsabit, lalu ia menceritakan kepadaku sebuah
hadits Nabi shallallahu 'alaihi wasallam seperti itu pula." [Sunan Abi
Daud: Shahih]
Keempat:
Sebagai alasan untuk bermkasiat, maka ini hukumnya haram.
Allah subhanahu wata’aalaa
berfirman:
{سَيَقُولُ الَّذِينَ أَشْرَكُوا لَوْ شَاءَ
اللَّهُ مَا أَشْرَكْنَا وَلَا آبَاؤُنَا وَلَا حَرَّمْنَا مِنْ شَيْءٍ كَذَلِكَ
كَذَّبَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ حَتَّى ذَاقُوا بَأْسَنَا قُلْ هَلْ عِنْدَكُمْ
مِنْ عِلْمٍ فَتُخْرِجُوهُ لَنَا إِنْ تَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَإِنْ
أَنْتُمْ إِلَّا تَخْرُصُونَ (148) قُلْ فَلِلَّهِ الْحُجَّةُ الْبَالِغَةُ فَلَوْ
شَاءَ لَهَدَاكُمْ أَجْمَعِينَ} [الأنعام: 148، 149]
Orang-orang yang mempersekutukan Tuhan,
akan mengatakan: "Jika Allah menghendaki, niscaya kami dan bapak-bapak
kami tidak mempersekutukan-Nya dan tidak (pula) kami mengharamkan barang
sesuatu apapun." Demikian pulalah orang-orang sebelum mereka telah
mendustakan (para rasul) sampai mereka merasakan siksaan Kami. Katakanlah:
"Adakah kamu mempunyai sesuatu pengetahuan (akan kehendak kauniyah Allah)
sehingga dapat kamu mengemukakannya kepada Kami?" Kamu tidak mengikuti
kecuali persangkaan belaka, dan kamu tidak lain hanyalah berdusta. Katakanlah:
"Allah mempunyai hujjah yang jelas lagi kuat; maka jika Dia menghendaki,
pasti Dia memberi petunjuk kepada kamu semuanya". [Al-An'am: 148-149]
{وَقَالَ الَّذِينَ أَشْرَكُوا لَوْ شَاءَ
اللَّهُ مَا عَبَدْنَا مِنْ دُونِهِ مِنْ شَيْءٍ نَحْنُ وَلَا آبَاؤُنَا وَلَا
حَرَّمْنَا مِنْ دُونِهِ مِنْ شَيْءٍ كَذَلِكَ فَعَلَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ
فَهَلْ عَلَى الرُّسُلِ إِلَّا الْبَلَاغُ الْمُبِينُ} [النحل: 35]
Dan berkatalah orang-orang musyrik:
"Jika Allah menghendaki, niscaya kami tidak akan menyembah sesuatu apapun
selain Dia, baik kami maupun bapak-bapak kami, dan tidak pula kami mengharamkan
sesuatupun tanpa (izin)-Nya". Demikianlah yang diperbuat orang-orang
sebelum mereka; Maka tidak ada kewajiban atas para rasul, selain dari
menyampaikan (amanat Allah) dengan terang. [An-Nahl:35]
{وَقَالُوا لَوْ شَاءَ الرَّحْمَنُ مَا عَبَدْنَاهُمْ مَا لَهُمْ
بِذَلِكَ مِنْ عِلْمٍ إِنْ هُمْ إِلَّا يَخْرُصُونَ} [الزخرف: 20]
Dan mereka berkata: "Jikalau Allah yang
Maha Pemurah menghendaki tentulah kami tidak menyembah mereka (malaikat)".
Mereka tidak mempunyai pengetahuan sedikitpun tentang itu (kehendak kauniyah
Allah), mereka tidak lain hanyalah menduga-duga belaka. [Az-Zukhruf:20]
Kelima:
Dipergunakan untuk angan-angan, maka boleh jika angan-angannya baik dan tidak
boleh jika angan-angannya buruk.
Dari Abu Kabsyah Al-Anmaariy radhiyallahu
'anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
" إِنَّمَا
الدُّنْيَا لِأَرْبَعَةِ نَفَرٍ، عَبْدٍ رَزَقَهُ اللَّهُ مَالًا وَعِلْمًا فَهُوَ
يَتَّقِي فِيهِ رَبَّهُ، وَيَصِلُ فِيهِ رَحِمَهُ، وَيَعْلَمُ لِلَّهِ فِيهِ
حَقًّا، فَهَذَا بِأَفْضَلِ المَنَازِلِ، وَعَبْدٍ رَزَقَهُ اللَّهُ عِلْمًا
وَلَمْ يَرْزُقْهُ مَالًا فَهُوَ صَادِقُ النِّيَّةِ يَقُولُ: لَوْ أَنَّ لِي
مَالًا لَعَمِلْتُ بِعَمَلِ فُلَانٍ فَهُوَ بِنِيَّتِهِ فَأَجْرُهُمَا سَوَاءٌ،
وَعَبْدٍ رَزَقَهُ اللَّهُ مَالًا وَلَمْ يَرْزُقْهُ عِلْمًا، فَهُوَ يَخْبِطُ فِي
مَالِهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ لَا يَتَّقِي فِيهِ رَبَّهُ، وَلَا يَصِلُ فِيهِ
رَحِمَهُ، وَلَا يَعْلَمُ لِلَّهِ فِيهِ حَقًّا، فَهَذَا بِأَخْبَثِ المَنَازِلِ،
وَعَبْدٍ لَمْ يَرْزُقْهُ اللَّهُ مَالًا وَلَا عِلْمًا فَهُوَ يَقُولُ: لَوْ
أَنَّ لِي مَالًا لَعَمِلْتُ فِيهِ بِعَمَلِ فُلَانٍ فَهُوَ بِنِيَّتِهِ فَوِزْرُهُمَا
سَوَاءٌ " [سنن الترمذي: صحيح]
"Sesungguhnya dunia itu untuk empat
orang; (Pertama), seorang hamba yang dikarunia Allah harta dan ilmu, dengan
ilmu ia bertakwa kepada Allah dan dengan harta ia menyambung silaturrahim dan
ia mengetahui Allah memiliki hak padanya dan ini adalah tingkatan yang paling
baik. (Kedua), selanjutnya hamba yang diberi Allah ilmu tapi tidak diberi
harta, niatnya tulus, ia berkata: Andai saja aku memiliki harta niscaya aku
akan melakukan seperti amalan si Fulan!, maka ia mendapatkan apa yang ia
niatkan, pahala mereka berdua sama. (Ketiga), selanjutnya hamba yang diberi
harta oleh Allah tapi tidak diberi ilmu, ia melangkah serampangan tanpa ilmu
menggunakan hartanya, ia tidak takut kepada Rabbinya dengan harta itu dan tidak
menyambung silaturrahimnya serta tidak mengetahui hak Allah padanya, ini adalah
tingkatan terburuk. (Keempat), selanjutnya orang yang tidak diberi Allah harta
atau pun ilmu, ia bekata: Andai aku punya harta tentu aku akan melakukan
seperti yang dilakukan si Fulan (yang serampangan mengelola hartanya)! maka ia
mendapatkan apa yang ia niatkan, dan dosa keduanya sama." [Sunan
Tirmidziy: Sahih]
Keenam: Diperguanakan sebagai pemberitaan keadaan, maka
ini hukumnya boleh.
Aisyah radhiyallahu 'anha mengatakan:
Rasulullah ﷺ bersabda:
«لَوِ اسْتَقْبَلْتُ مِنْ
أَمْرِي مَا اسْتَدْبَرْتُ مَا سُقْتُ الهَدْيَ، وَلَحَلَلْتُ مَعَ النَّاسِ حِينَ
حَلُّوا» [صحيح البخاري]
"Jika aku bisa mengulang kembali apa
yang telah lewat, niscaya tidak kutuntun binatang korban ini, dan aku
bertahalul bersama orang-orang ketika mereka bertahalul (yang berhaji tamattu’)."
[Shahih Bukhari]
Ø Abu Qatadah radhiyallahu 'anhu berkata; Aku
mendengar Rasulullah ﷺ bersabda kepada kaum Anshar di atas mimbar:
«لَوْ سَلَكَ النَّاسُ وَادِيًا وَسَلَكَتِ الْأَنْصَارُ شِعْبَةً
لَاتَّبَعْتُ شِعْبَةَ الْأَنْصَارِ، وَلَوْلَا الْهِجْرَةُ لَكُنْتُ رَجُلًا مِنَ
الْأَنْصَارِ» [مسند أحمد: حسن]
"Andai manusia menempuh satu lembah
sementara Anshar melewati celah bukit, pastilah aku mengikuti celah bukit
Anshar, andai bukan karena hijrah aku pasti menjadi seorang Anshar”. [Musnad:
Ahmad: Hasan]
3.
Alasannya, karena kata tersebut (seandainya/andaikata) akan
membuka pintu perbuatan syetan.
Diantaranya, membuat manusia bersedih, Allah
subhanahu wata’aalaa berfirman:
{إِنَّمَا النَّجْوَى مِنَ الشَّيْطَانِ
لِيَحْزُنَ الَّذِينَ آمَنُوا وَلَيْسَ بِضَارِّهِمْ شَيْئًا إِلَّا بِإِذْنِ
اللَّهِ وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ} [المجادلة:
10]
Sesungguhnya pembicaraan rahasia itu
adalah dari syaitan, supaya orang-orang yang beriman itu berduka cita,
sedang pembicaraan itu tiadalah memberi mudharat sedikitpun kepada mereka,
kecuali dengan izin Allah dan kepada Allah-lah hendaknya orang-orang yang
beriman bertawakkal. [Al-Mujadilah:10]
Lihat: Sifat Iblis dan Syaitan dalam Al-Qur'an
4.
Petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam (ketika menjumpai suatu kegagalan atau mendapat suatu musibah) supaya
mengucapkan ucapan yang baik (dan bersabar serta mengimani bahwa apa yang
terjadi adalah takdir Allah).
Aisyah radhiyallahu 'anha
berkata: Rasulullah ﷺ jika melihat sesuatu
yang menyenangkannya beliau mengatakan ..
"الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَات"
"Segala puji bagi Allah yang
dengan nikmatnya sempuna segala amal saleh".
Dan jika melihat sesuatu yang tidak
menyenangkannya beliau ﷺ mengatakan
...
"الْحَمْدُ لِلَّهِ عَلَى كُلِّ حَالٍ"
"Segala puji bagi Allah atas
segala hal". [Sunan Ibnu Majah: Hasan]
5.
Perintah untuk bersungguh-sungguh dalam mencari segala yang
bermanfaat (untuk di dunia dan di akhirat) dengan senantiasa memohon
pertolongan Allah.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu
'anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
«مِنْ حُسْنِ إِسْلَامِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لَا يَعْنِيهِ» [سنن ابن
ماجه: صحيح]
"Diantara kebaikan islma
seseorang adalah meninggalkan apa yang tidak penting baginya". [Sunan Ibnu
Majah: Shahih]
Lihat: Syarah Arba’in hadits (12) Abu Hurairah; Meninggalkan perkara yang tidak bermanfaat
6.
Larangan bersikap sebaliknya, yaitu bersikap lemah.
Allah subhanahu wata'aalaa berfirman:
{وَلَا تَيْأَسُوا مِنْ رَوْحِ اللَّهِ إِنَّهُ لَا يَيْأَسُ مِنْ
رَوْحِ اللَّهِ إِلَّا الْقَوْمُ الْكَافِرُونَ} [يوسف: 87]
"Dan
jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya yang berputus asa dari
rahmat Allah, hanyalah orang-orang yang kafir." [Yusuf: 87]
Wallahu a’lam!
Lihat juga: Syarah Kitab Tauhid bab (56); Tidak meminta dengan menyebut wajah Allah kecuali surga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar anda adalah pelajaran berharga bagi saya ...