بسم الله الرحمن الرحيم
Diantara
udzur yang membolehkah untuk tidak shalat berjama’ah di mesjid:
1.
Rasa takut terhadap bahaya yang akan menimpa dirinya,
keluarga atau hartanya.
Seperti menjaga orang sakit yang tidak bisa
ditinggal. Allah ‘azza wajalla berfirman:
{وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ
حَرَجٍ} [الحج: 78]
Dan Dia sekali-kali tidak menjadikan
untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. [Al-Hajj:78]
{مَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ حَرَجٍ} [المائدة:
6]
Allah tidak hendak menyulitkan kamu.
[Al-Maidah:6]
Ø Dari Ibnu 'Abbas radhiyallahu 'anhuma; Rasulullah ﷺ bersabda:
«لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ» [سنن ابن ماجه: صحيح
لغيره]
"Tidak boleh merusak orang
lain dan tidak boleh merusak diri sendiri" [Sunan Ibnu Majah: Shahih
ligairih]
2.
Sakit parah.
Al-Aswad –rahimahullah- berkata:
Kami pernah bersama 'Aisyah radhiyallahu 'anha ketika kami
menceritakan tentang masalah menekuni shalat berjamaah dan mengutamakannya.
Maka Aisyah pun berkata:
لَمَّا مَرِضَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ مَرَضَهُ
الَّذِي مَاتَ فِيهِ، فَحَضَرَتِ الصَّلاَةُ، فَأُذِّنَ فَقَالَ: «مُرُوا أَبَا
بَكْرٍ فَلْيُصَلِّ بِالنَّاسِ» [صحيح البخاري ومسلم]
"Ketika Rasulullah ﷺ sedang sakit yang membawa pada
ajalnya, waktu shalat tiba dan dikumandangkanlah azan. Beliau lalu bersabda
(kepada para istrinya): "Suruhlah Abu Bakar untuk memimpin shalat bersama
orang-orang." [Shahih Bukhari dan Muslim]
Ø Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu 'anhu mengatakan:
«لَقَدْ رَأَيْتُنَا
وَمَا يَتَخَلَّفُ عَنِ الصَّلَاةِ إِلَّا مُنَافِقٌ قَدْ عُلِمَ نِفَاقُهُ، أَوْ
مَرِيضٌ، إِنْ كَانَ الْمَرِيضُ لَيَمْشِي بَيْنَ رَجُلَيْنِ حَتَّى يَأْتِيَ
الصَّلَاةِ» [صحيح مسلم]
"Kami dahulu berpendapat, bahwa
tidaklah seseorang yang tidak menghadiri shalat (jama’ah) melainkan ia seorang
munafik yang telah jelas kemunafikannya, atau kalaulah ia sakit, maka ia
berjalan dengan cara dipapah diantara dua orang hingga ia hadiri shalat."
[Shahih Muslim]
3.
Hujan.
Abdullah bin Abbas radhiyallahu
'anhuma mengatakan kepada muadzinnya ketika turun hujan:
" إِذَا قُلْتَ:
أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ، أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ،
فَلَا تَقُلْ: حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ، قُلْ: صَلُّوا فِي بُيُوتِكُمْ "،
قَالَ: فَكَأَنَّ النَّاسَ اسْتَنْكَرُوا ذَاكَ، فَقَالَ: «أَتَعْجَبُونَ مِنْ ذَا،
قَدْ فَعَلَ ذَا مَنْ هُوَ خَيْرٌ مِنِّي، إِنَّ الْجُمُعَةَ عَزْمَةٌ، وَإِنِّي
كَرِهْتُ أَنْ أُحْرِجَكُمْ فَتَمْشُوا فِي الطِّينِ وَالدَّحْضِ» [صحيح البخاري ومسلم]
“Jika engkau telah mengucapkan "Asyhadu
an laa ilaaha illallaah, asyhadu anna Muhammadan Rasulullah" maka
janganlah kamu mengucapkan "Hayya alash shalaah" namun
ucapkanlah “shalluu fii buyuutikum” (Shalatlah kalian di rumah
kalian)."
Ternyata orang-orang sepertinya tidak
menyetujui hal ini, maka Abdullah bin Abbas berkata, "Apakah kalian merasa
heran terhadap ini semua? Padahal yang demikian pernah dilakukan oleh orang
yang lebih baik dariku (maksudnya Rasulullah ﷺ). Shalat Jumat memang
wajib, namun aku tidak suka jika harus membuat kalian sulit sehingga kalian
berjalan di lumpur dan comberan." [Shahih Bukhari dan Muslim]
Ø Abu Malih bin Usamah bin ‘Umair Al-Hudzliy –rahimahullah-
berkata;
خَرَجْتُ إِلَى الْمَسْجِدِ فِي
لَيْلَةٍ مَطِيرَةٍ، فَلَمَّا رَجَعْتُ اسْتَفْتَحْتُ، فَقَالَ أَبِي: مَنْ هَذَا؟
قَالُوا: أَبُو الْمَلِيحِ، قَالَ: لَقَدْ رَأَيْتُنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ زَمَنَ
الْحُدَيْبِيَةِ، وَأَصَابَتْنَا سَمَاءٌ لَمْ تَبُلَّ أَسَافِلَ نِعَالِنَا،
فَنَادَى مُنَادِي رَسُولِ اللَّهِ ﷺ: «أَنْ صَلُّوا فِي رِحَالِكُمْ» [مسند أحمد: صحيح]
Aku keluar di saat malam turunnya hujan
menuju masjid, ketika aku pulang dan minta dibukakan pintu, Ayahku bertanya,
"Siapa ini?." Mereka menjawab, "Abu Malih." Ayahkku
berkata, "Sungguh kami telah menyaksikan bersama Nabi ﷺ
saat perjanjian Hudaibiyah, kami kehujanan padahal hujan tidak sampai membasahi
sandal-sandal kami, lantas mu`adzin Rasulullah ﷺ
menyerukan, "Shalatlah kalian di persinggahan masing-masing." [Musnad
Ahmad: Shahih]
Batasan hujan yang membolehkan tidak hadir
shalat berjama'ah di mesjid adalah hujan yang bisa menyebabkan baju basah atau
banjir, atau tanah becek.
Adapun hadits Usamah bin ‘Umair radhiyallahu
'anhu; Jumhur ulama memberikan beberapa jawaban:
a) Dalam riwayat lain menyebutkan bahwa kejadian tersebut pada hari
Jum'at:
Dari Abu Al-Malih ('Amir bin Usamah bin
'Umair), dari ayahnya (Usamah bin 'Umair bin 'Amir -radhiyallahu
'anhu-);
" أَنَّهُ شَهِدَ النَّبِيَّ ﷺ زَمَنَ الْحُدَيْبِيَةِ فِي يَوْمِ جُمُعَةٍ وَأَصَابَهُمْ مَطَرٌ
لَمْ تَبْتَلَّ أَسْفَلُ نِعَالِهِمْ، فَأَمَرَهُمْ أَنْ يُصَلُّوا فِي
رِحَالِهِمْ "
Bahwa dia melihat Nabi ﷺ pada peristiwa Hudaibiyah ketika
hari Jum'at, mereka kehujanan yang tidak sampai mengenai bagian bawah sandal
mereka, maka beliau memerintahkan mereka untuk mengerjakan shalat di
persinggahan mereka." [Sunan Abi Daud: Shahih]
Sebagian ulama berpendapat dengan hadits
ini bahwa boleh tidak ikut shalat Jum'at jika hujun turun sekalipun hujan
ringan.
Namun Jumhur ulama membantah dengan alasan
bahwa sekalipun kejadian tersebut pada hari Jum'at tapi belum tentu itu adalah
shalat Jum'at, bisa jadi shalat fardhu lain di hari Jum'at.
Dan kejadian ini ketika Rasulullah ﷺ musafir (bepergian Jauh), dan
shalat Jum'at dan berjama'ah tidak wajib bagi musafir.
b) Riwayat Imam Ahmad di atas menujukkan bahwa Usamah bin 'Umair -radhiyallahu
'anhu- memahami hadits tersebut secara umum sekalipun bukan musafir:
Jumhur ulama tidak memahami hadits ini
secara umum, karena rukhshah adalah keringanan saat ada kesulitan, dan hujan
ringan tidak mengandung kesulitan untuk hadir berjama'ah di mesjid. Bahkan
Rasulullah ﷺ terkadang
sengaja keluar rumah untuk berhujan hujan sampai basah kuyup.
Anas -radhiyallahu 'anhu-
berkata;
أَصَابَنَا وَنَحْنُ مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ مَطَرٌ، قَالَ: فَحَسَرَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
ثَوْبَهُ، حَتَّى أَصَابَهُ مِنَ الْمَطَرِ، فَقُلْنَا: يَا رَسُولَ اللهِ لِمَ
صَنَعْتَ هَذَا؟ قَالَ: «لِأَنَّهُ حَدِيثُ عَهْدٍ بِرَبِّهِ تَعَالَى»
Kami diguyur hujan ketika bersama
Rasulullah ﷺ,
beliau membuka pakaiannya sehingga terkena hujan, lalu kami pun bertanya,
"Wahai Rasulullah, kenapa Anda melakukan hal itu?" Beliau menjawab:
"Karena hujan ini merupakan rahmat yang (baru saja) diberikan oleh Allah
ta'ala." [Shahih Muslim]
Dan tidak menutup kemungkinan saat itu
beliau melihat ada kesulitan untuk shalat berjama'ah sebagaimana umumnya
musafir, sehingga beliau memerintahkan sahabatnya untuk shalat di tempat
masing-masing. Wallahu a'lam!
Lihat: Hasyiah Ibnu Qayyim 'alaa Abi Daud
3/237.
Boleh shalat berjama’ah sekalipun turun hujan.
Abu Sa'id Al-Khudriy radhiyallahu
'anhu berkata:
جَاءَتْ سَحَابَةٌ، فَمَطَرَتْ حَتَّى
سَالَ السَّقْفُ، وَكَانَ مِنْ جَرِيدِ النَّخْلِ، فَأُقِيمَتِ الصَّلاَةُ،
«فَرَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ يَسْجُدُ فِي المَاءِ وَالطِّينِ، حَتَّى رَأَيْتُ
أَثَرَ الطِّينِ فِي جَبْهَتِهِ» [صحيح البخاري]
"Pada suatu hari ada banyak awan
(mendung) lalu turun hujan lebat hingga atap Masjid menjadi bocor oleh air
hujan. Waktu itu atap masih terbuat dari daun pohon kurma. Ketika shalat
dilaksanakan, aku melihat Rasulullah ﷺ
sujud di atas air dan lumpur hingga tampak sisa tanah becek pada dahi
beliau." [Shahih Bukhari]
Lihat: Tuntunan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam saat musim hujan
4.
Angin kencang.
Nafi’ –rahimahullah- berkata:
أَنَّ ابْنَ عُمَرَ أَذَّنَ
بِالصَّلاَةِ فِي لَيْلَةٍ ذَاتِ بَرْدٍ وَرِيحٍ، ثُمَّ قَالَ: أَلاَ صَلُّوا فِي
الرِّحَالِ، ثُمَّ قَالَ: إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ كَانَ يَأْمُرُ المُؤَذِّنَ
إِذَا كَانَتْ لَيْلَةٌ ذَاتُ بَرْدٍ وَمَطَرٍ، يَقُولُ: «أَلاَ صَلُّوا فِي
الرِّحَالِ» [صحيح البخاري ومسلم]
Ibnu 'Umar -radhiyallahu 'anhuma-
pernah mengumandangkan azan pada suatu hari yang dingin dan berangin.
Kemudian ia berkata, "Shalatlah di tempat tinggal kalian." Ia
melanjutkan perkataannya: "Jika malam sangat dingin dan hujan Rasulullah ﷺ memerintahkan seorang muadzin untuk
mengucapkan, "Hendaklah kalian shalat di tempat tinggal kalian."
[Shahih Bukhari dan Muslim]
Lihat: Syarah Kitab Tauhid bab (58); Larangan mencaci maki angin
5.
Cuaca yang sangat dingin.
Nu'aim bin An-Nahham radhiyallahu
'anhuberkata:
" نُودِيَ
بِالصُّبْحِ فِي يَوْمٍ بَارِدٍ وَأَنَا فِي مِرْطِ امْرَأَتِي، فَقُلْتُ: لَيْتَ
الْمُنَادِيَ قَالَ: مَنْ قَعَدَ فَلَا حَرَجَ عَلَيْهِ، فَنَادَى مُنَادِي
النَّبِيِّ ﷺ فِي آخِرِ أَذَانِهِ: «وَمَنْ قَعَدَ فَلَا
حَرَجَ عَلَيْهِ» [مسند أحمد: صحيح]
"Shalat Subuh diserukan saat hari yang
sangat dingin, sementara aku masih berada di dalam selimut istriku. Maka aku
pun berkata, "Semoga sang muadzin akan mengumandangkan 'Barangsiapa duduk
(shalat di rumahnya) maka tidak ada dosa baginya.'" Maka sang muadzin Nabi
ﷺ pun mengumandangkan pada akhir adzannya,
"MAN QA'ADA FALAA HARAJ (Barangsiapa duduk -shalat di rumahnya-
maka tidak ada dosa baginya)." [Musnad Ahmad: Shahih]
6.
Orang yang sudah memakan makanan yang berbau.
Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu
'anhuma; Rasulullah ﷺ bersabda:
" مَنْ أَكَلَ الْبَصَلَ وَالثُّومَ وَالْكُرَّاثَ فَلَا
يَقْرَبَنَّ مَسْجِدَنَا، فَإِنَّ الْمَلَائِكَةَ تَتَأَذَّى مِمَّا يَتَأَذَّى
مِنْهُ بَنُو آدَمَ " [صحيح البخاري ومسلم]
"Barangsiapa yang makan
bawang merah, bawang putih, dan yang sejenisnya, maka jangalah ia mendekati
mesjid kami, karena sesungguhnya para malaikat terganggu dari semua yang
mengganggu anak cucu Adam". [Shahih Bukhari dan Muslim]
7.
Makanan telah dihidangkan bagi yang sangat membutuhkannya.
Dari Ibnu Umar radhiyallahu
'anhuma; Rasulullah ﷺ bersabda:
«إِذَا وُضِعَ عَشَاءُ أَحَدِكُمْ وَأُقِيمَتِ الصَّلاَةُ،
فَابْدَءُوا بِالعَشَاءِ وَلاَ يَعْجَلْ حَتَّى يَفْرُغَ مِنْهُ» [صحيح
البخاري ومسلم]
"Jika makan malam seseorang
dari kalian sudah dihidangkan kemudian iqamah untuk shalat dikumandangkan, maka
mulailah dengan makan malam, dan jangan terburu-buru sampai ia selesai dari
makannya". [Sahih Bukhari dan Muslim]
Lihat: Adab makan dalam Islam
8.
Menahan buang hajat.
Dari Aisyah radhiyallahu 'anha;
Rasulullah ﷺ bersabda:
«لَا صَلَاةَ بِحَضْرَةِ الطَّعَامِ، وَلَا هُوَ يُدَافِعُهُ
الْأَخْبَثَانِ» [صحيح مسلم]
"Tidak sepurnah shalat ketika
telah hadir hidangan makanan, dan tidak pula ketika ia menahan buang
hajat". [Sahih Muslim]
Ø Dari Abdullah bin Al-Arqam radhiyallahu 'anhu,
bahwasanya dia keluar untuk menunaikan haji atau umrah bersama sekelompok orang
dan dia mengimami shalat mereka. Tatkala suatu hari dia mendirikan Shalat
Subuh, dia berkata, "Majulah salah seorang dari kalian,"
Lalu dia pergi ke WC, (dia berkata); Sesungguhnya
saya telah mendengar Rasulullah ﷺ
bersabda:
«إِذَا أَرَادَ
أَحَدُكُمْ أَنْ يَذْهَبَ الْخَلَاءَ وَقَامَتِ الصَّلَاةُ، فَلْيَبْدَأْ
بِالْخَلَاءِ» [سنن أبي داود: صحيح]
"Apabila salah seorang dari kalian
ingin pergi ke WC sedangkan shalat telah didirikan, hendaklah dia memulai
dengan pergi ke WC terlebih dahulu." [Sunan Abi Daud: Shahih]
9.
Bacaan imam terlalu panjang.
Jabir -radhiyallahu 'anhu-
berkata: Mu'adz bin Jabal Al-Anshariy -radhiyallahu 'anhu- shalat Isya'
mengimami para sahabatnya, lalu dia memanjangkan bacaannya atas mereka, maka
seorang laki-laki dari kalangan kami berpaling, lalu shalat sendirian. Lalu
Mu'adz diberitahu tentangnya, maka dia berkata: 'Dia seorang yang munafik.'
Ketika hal tersebut sampai pada laki-laki
tersebut maka dia mengunjungi Rasulullah ﷺ lalu mengabarkan
kepadanya sesuatu yang dikatakan Mu'adz. Maka Nabi ﷺ bersabda kepadanya:
" أَتُرِيدُ أَنْ تَكُونَ فَتَّانًا يَا مُعَاذ؟ ُ إِذَا
أَمَمْتَ النَّاسَ فَاقْرَأْ بِـ {الشَّمْسِ وَضُحَاهَا} وَ{سَبِّحْ اسْمَ رَبِّكَ
الْأَعْلَى}، وَ {اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ} وَ {اللَّيْلِ إِذَا يَغْشَى} "
'Apakah kamu ingin menjadi
pemfitnah (yang membuat orang lain lari dari agama) wahai Mu'adz? Apabila kamu
mengimami manusia, maka bacalah surat {Asy-Syams wa dhuhaha}, serta {Sabbihisma
Rabbika al-A'la}, dan {Iqra' Bismi Rabbika}, serta {Waal-Laili
idza Yaghsya'}." [Shahih Muslim]
Ø Dalam riwayat lain: Mu'adz bin Jabal radhiyallahu
'anhu pernah shalat bersama Nabi ﷺ, dia lalu kembali pulang dan mengimami
kaumnya shalat 'Isya dengan membaca surah Al-Baqarah. Kemudian
ada seorang laki-laki keluar dan pergi, Mu'adz seakan menyebut orang tersebut
dengan keburukan. Kejadian ini kemudian sampai kepada Nabi ﷺ, maka beliau pun
bersabda:
«فَتَّانٌ، فَتَّانٌ، فَتَّانٌ»
"Apa engkau akan membuat
fitnah? Apa engkau akan membuat fitnah? Apa engkau akan membuat membuat fitnah?"
Beliau ucapkanhingga tiga kali. [Sahih Bukhari dan Muslim]
10.Segala halangan yang menyulitkan.
'Itban bin Malik radhiyallahu
'anhu seorang sahabat Rasulullah ﷺ
yang pernah ikut perang Badar dari kalangan Anshar, dia pernah menemui
Rasulullah ﷺ seraya mengatakan:
يَا رَسُولَ اللَّهِ قَدْ أَنْكَرْتُ
بَصَرِي، وَأَنَا أُصَلِّي لِقَوْمِي، فَإِذَا كَانَتِ الأَمْطَارُ سَالَ الوَادِي
الَّذِي بَيْنِي وَبَيْنَهُمْ، لَمْ أَسْتَطِعْ أَنْ آتِيَ مَسْجِدَهُمْ
فَأُصَلِّيَ بِهِمْ، وَوَدِدْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَنَّكَ تَأْتِينِي
فَتُصَلِّيَ فِي بَيْتِي، فَأَتَّخِذَهُ مُصَلًّى، قَالَ: فَقَالَ لَهُ رَسُولُ
اللَّهِ ﷺ: «سَأَفْعَلُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ» [صحيح البخاري ومسلم]
"Wahai Rasulullah, pandanganku sudah
buruk sedang aku ini sering memimpin shalat kaumku. Apabila turun hujan, maka
air menggenangi lembah yang menghalangi antara aku dan mereka, sehingga aku
tidak bisa pergi ke masjid untuk memimpin shalat. Aku menginginkan engkau
mengunjungi aku lalu shalat di rumahku yang akan aku jadikan sebagai tempat
shalat." Mahmud berkata, "Kemudian Rasulullah ﷺ bersabda kepadanya, "Aku akan lakukan insya Allah."
[Sahih Bukhari dan Muslim]
Ø Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu berkata:
«قَالَ رَجُلٌ مِنَ الأَنْصَارِ:
إِنِّي لاَ أَسْتَطِيعُ الصَّلاَةَ مَعَكَ، وَكَانَ رَجُلًا ضَخْمًا، فَصَنَعَ
لِلنَّبِيِّ ﷺ طَعَامًا، فَدَعَاهُ إِلَى مَنْزِلِهِ،
فَبَسَطَ لَهُ حَصِيرًا، وَنَضَحَ طَرَفَ الحَصِيرِ فَصَلَّى عَلَيْهِ
رَكْعَتَيْنِ» [صحيح
البخاري]
"Seorang laki-laki Anshar berkata,
"Aku tidak dapat shalat bersama Tuan." Lelaki tersebut seorang yang
besar badannya. Dia menyiapkan makanan untuk Nabi ﷺ,
lalu dia mengundang beliau datang ke rumahnya, kemudian dia menghamparkan tikar
dan memercikinya dengan air untuk beliau gunakan shalat. Setelah itu beliau
shalat dua rakaat di atas tikar tersebut." [Shahih Bukhari]
Wallahu a’lam!
Lihat juga: Kewajiban Shalat Jama'ah - Keutamaan salat jama'ah - Perempuan shalat jama’ah di masjid
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar anda adalah pelajaran berharga bagi saya ...