بسم
الله الرحمن الرحيم
Assalamu’alaikum Warahmatullahi
Wabarakatuh.
Alhamdulillah, wash-sholatu
was-salamu ‘ala Rasulillah. Amma ba’du.
Hadirin yang dimuliakan Allah,
Ketika gempa bumi mengguncang, banjir
bandang menyapu, atau gunung meletus memuntahkan laharnya, seringkali hati kita
dihantui pertanyaan yang mendalam: “Apakah ini azab dari Allah untuk
orang-orang yang zalim? Atau peringatan untuk kita semua? Atau sekadar ujian
dan sunnatullah (hukum alam) semata?”
Pertanyaan ini wajar, tetapi
jawabannya memerlukan kehati-hatian dan panduan yang jelas dari Al-Qur’an dan
Sunnah. Kita tidak boleh gegabah menuduh suatu kelompok terkena azab, namun
juga tidak boleh mengabaikan isyarat dan pelajaran yang Allah berikan melalui
peristiwa besar ini.
Marilah kita renungkan bersama dalam
kesempatian ini, dengan mengedepankan ilmu dan sikap pertengahan.
1. Bencana dalam Perspektif Al-Qur’an:
Multi Makna
Allah subhanahu wata’aalaa
menjelaskan berbagai hikmah di balik musibah dan bencana:
a.
Sebagai Azab yang Disegerakan (Adzabun
‘Ajil):
Ini ditujukan kepada kaum-kaum pendusta
yang telah melampaui batas. Contoh nyata dalam Al-Qur’an: Banjir besar zaman
Nabi Nuh ‘alaihissalam, angin topan untuk kaum ‘Ad, letusan gunung
berapi dan gempa untuk kaum Luth, dan lain-lain. Allah subhanahu wata’aalaa
berfirman:
{فَكُلًّا أَخَذْنَا بِذَنبِهِ ۖ فَمِنْهُم
مَّنْ أَرْسَلْنَا عَلَيْهِ حَاصِبًا وَمِنْهُم مَّنْ أَخَذَتْهُ الصَّيْحَةُ
وَمِنْهُم مَّنْ خَسَفْنَا بِهِ الْأَرْضَ وَمِنْهُم مَّنْ أَغْرَقْنَا ۚ وَمَا
كَانَ اللَّهُ لِيَظْلِمَهُمْ وَلَٰكِن كَانُوا أَنفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ} [العنكبوت
: 40]
“Maka
masing-masing Kami siksa disebabkan dosanya. Di antara mereka ada yang Kami
timpakan kepadanya hujan batu kerikil, ada yang ditimpa suara keras yang
mengguntur, ada yang Kami benamkan ke dalam bumi, dan ada pula yang Kami
tenggelamkan. Allah sama sekali tidak hendak menzalimi mereka, tetapi merekalah
yang menzalimi diri sendiri.” [Al-‘Ankabut: 40]
Azab seperti ini bersifat pasti, final, kebinasaan bagi orang-orang kafir dan menjadi pelajaran
bagi generasi setelahnya.
b.
Sebagai Peringatan ('Ibrah wa Tadzkir):
Allah mengingatkan manusia agar
kembali ke jalan-Nya. Bencana bisa menjadi “teguran” sebelum azab yang lebih
besar. Allah subhanahu wata’aalaa berfirman:
{وَلَقَدْ أَخَذْنَا آلَ فِرْعَوْنَ
بِالسِّنِينَ وَنَقْصٍ مِنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَذَّكَّرُونَ} [الأعراف:
130]
Dan Sesungguhnya kami
Telah menghukum (Fir'aun dan) kaumnya dengan (mendatangkan) musim kemarau yang
panjang dan kekurangan buah-buahan, supaya mereka mengambil pelajaran. [Al-A'raaf:130]
{وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا إِلَىٰ أُمَمٍ مِّن
قَبْلِكَ فَأَخَذْنَاهُم بِالْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ لَعَلَّهُمْ يَتَضَرَّعُونَ}
[الأنعام : 42]
“Dan sungguh, Kami
telah mengutus (rasul-rasul) kepada umat-umat sebelum engkau (Muhammad),
kemudian Kami siksa mereka dengan (menimpakan) kesengsaraan dan kemelaratan,
agar mereka memohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri.” [Al-An’am: 42]
Artinya, bencana kecil atau sedang bisa jadi adalah “alarm”
agar kita segera bertaubat, sebelum datang ketetapan akhir yang membinasakan.
c.
Sebagai Ujian, Penghapus dosa-dosa dan
Pengangkat Derajat (Ibtila’ wa Darajat):
Bagi orang-orang beriman, musibah
adalah ujian kesabaran dan ketabahan. Allah subhanahu wata’aalaa berfirman:
{أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ
يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ . وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ
قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ}
[العنكبوت: 2-3]
Apakah manusia itu
mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami Telah
beriman", sedang mereka tidak diuji lagi? Dan Sesungguhnya kami Telah
menguji orang-orang yang sebelum mereka, Maka Sesungguhnya Allah mengetahui
orang-orang yang benar dan Sesungguhnya dia mengetahui orang-orang yang dusta. [Al-'Ankabuut: 2-3]
Ø Dari Abu Sa'id dan Abu Hurairah radhiyallahu
'anhuma; Rasulullah ﷺ bersabda:
"مَا يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ
وَلَا وَصَبٍ وَلَا هَمٍّ وَلَا حُزْنٍ وَلَا أَذًى وَلَا غَمٍّ حَتَّى
الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلَّا كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاه" [صحيح
البخاري ومسلم]
“Tidaklah menimpa seorang muslim suatu kelelahan, penyakit,
kecemasan, kesedihan, gangguan, hingga duri yang menusuknya, melainkan Allah
akan menghapuskan dosa-dosanya dengan musibah itu.” [Shahih Bukhari dan Muslim]
Ø Dari Aisyah radhiyallahu 'anha; Rasulullah ﷺ bersabda:
"مَا مِنْ مُسْلِمٍ يُشَاكُ شَوْكَةً
فَمَا فَوْقَهَا إِلاَّ كُتِبَتْ لَهُ بِهَا دَرَجَةٌ وَمُحِيَتْ عَنْهُ بِهَا
خَطِيئَةٌ " [صحيح
مسلم]
“Tidak seorang muslimpun tertusuk duri atau yang lebih parah
kecuali Allah mencatat untuknya satu derajat dan dihapus darinya satu dosa”. [Shahih
Muslim]
Lihat: Hikmah di balik musibah
Bencana besar seperti gempa bisa menjadi ujian kolektif yang
menguji solidaritas, kepemimpinan, dan keimanan suatu masyarakat.
d.
Sebagai Konsekuensi Sunatullah (Hukum
Alam):
Allah menciptakan alam dengan
sebab-akibat. Tinggal di daerah rawan gempa, menebang hutan sembarangan,
membuang sampah di sungai, adalah pelanggaran terhadap hukum keseimbangan alam
yang Allah tetapkan. Bencana dalam hal ini adalah akibat logis dari kelalaian
manusia. Allah subhanahu wata’aalaa berfirman:
{ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ
بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا
لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ} [الروم: 41]
“Telah tampak kerusakan
di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki
agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka
kembali (ke jalan yang benar).” [Ar-Rum: 41]
Ø Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu; Rasulullah ﷺ bersabda:
"مَنْ نَامَ وَفِي يَدِهِ غَمَرٌ،
وَلَمْ يَغْسِلْهُ فَأَصَابَهُ شَيْءٌ، فَلَا يَلُومَنَّ إِلَّا نَفْسَهُ" [سنن أبي
داود: صحيح]
“Barang siapa yang tidur sementara di tangannya ada sisa
makanan (lemak daging) dan ia tidak mencucinya kemudian ia ditimpa sesuatu,
maka jangan menyalahkan kecuali dirinya sendiri”. [Sunan Abi Daud: Sahih]
Lihat: Adab makan dalam Islam
Ini menunjukkan adanya sebab-akibat yang bisa dipelajari
(ilmiah).
Allah subhanahu
wata’aalaa berfirman:
{سُنَّةَ اللَّهِ الَّتِي قَدْ خَلَتْ مِن
قَبْلُ ۖ وَلَن تَجِدَ لِسُنَّةِ اللَّهِ تَبْدِيلًا} [الفتح
: 23]
Sebagai suatu sunnatullah yang telah berlaku sejak dahulu,
kamu sekali-kali tiada akan menemukan perubahan bagi sunnatullah itu. [Al-Fath: 23]
2. Siapa yang Berhak Menyimpulkan?
Ini poin kritis. Kita, sebagai
individu, tidak berhak memutuskan/menghukum secara khusus: “Ini pasti azab
untuk daerah A!” atau “Ini cuma bencana alam biasa!” Mengapa?
a)
Bahaya Sikap Merasa Suci: Kita bisa terjatuh pada
kesombongan, seolah-olah kita selamat karena kita lebih baik.
Allah subhanahu wata’aalaa mengingatkan:
{فَلَا تُزَكُّوا أَنفُسَكُمْ} [النجم
: 32]
“Maka janganlah kamu
menganggap dirimu suci.” [An-Najm: 32]
{وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُوا
وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ
وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ(96) أَفَأَمِنَ أَهْلُ الْقُرَى
أَنْ يَأْتِيَهُمْ بَأْسُنَا بَيَاتًا وَهُمْ نَائِمُونَ(97) أَوَأَمِنَ أَهْلُ الْقُرَى
أَنْ يَأْتِيَهُمْ بَأْسُنَا ضُحًى وَهُمْ يَلْعَبُونَ(98) أَفَأَمِنُوا مَكْرَ اللَّهِ فَلَا يَأْمَنُ
مَكْرَ اللَّهِ إِلَّا الْقَوْمُ الْخَاسِرُونَ} [الأعراف:
96 – 99]
Dan sekiranya penduduk
negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah
dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka
Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan. Maka apakah
penduduk negeri itu merasa aman dari siksaan Kami yang datang malam hari ketika
mereka sedang tidur? Atau apakah penduduk negeri itu merasa aman dari siksaan
Kami yang datang pada pagi hari ketika mereka sedang bermain? Atau apakah mereka merasa aman dari siksaan
Allah (yang tidak terduga-duga)? Tidak ada yang merasa aman dari siksaan Allah
selain orang-orang yang rugi. [Al-A'raf: 96-99]
Lihat: Syarah Kitab Tauhid bab (34); Merasa aman dari siksa Allah dan berputus asa dari rahmatNya
b)
Urusan Gaib: Mengetahui hakikat di balik suatu bencana secara pasti (azab atau
ujian) adalah ilmu gaib yang hanya Allah yang tahu.
Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu berkata, Rasulullahﷺ bersabda:
"كَانَ رَجُلَانِ
فِي بَنِي إِسْرَائِيلَ مُتَوَاخِيَيْنِ فَكَانَ أَحَدُهُمَا يُذْنِبُ وَالْآخَرُ مُجْتَهِدٌ
فِي الْعِبَادَةِ فَكَانَ لَا يَزَالُ الْمُجْتَهِدُ يَرَى الْآخَرَ عَلَى الذَّنْبِ
فَيَقُولُ: أَقْصِرْ! فَوَجَدَهُ يَوْمًا عَلَى ذَنْبٍ فَقَالَ لَهُ: أَقْصِرْ! فَقَالَ:
خَلِّنِي وَرَبِّي أَبُعِثْتَ عَلَيَّ رَقِيبًا؟ فَقَالَ: وَاللَّهِ لَا يَغْفِرُ اللَّهُ
لَكَ أَوْ لَا يُدْخِلُكَ اللَّهُ الْجَنَّةَ! فَقَبَضَ أَرْوَاحَهُمَا
فَاجْتَمَعَا عِنْدَ رَبِّ الْعَالَمِينَ فَقَالَ لِهَذَا الْمُجْتَهِدِ: أَكُنْتَ
بِي عَالِمًا أَوْ كُنْتَ عَلَى مَا فِي يَدِي قَادِرًا؟! وَقَالَ لِلْمُذْنِبِ:
اذْهَبْ فَادْخُلْ الْجَنَّةَ بِرَحْمَتِي! وَقَالَ لِلْآخَرِ: اذْهَبُوا بِهِ
إِلَى النَّارِ"
"Ada dua orang laki-laki dari bani Isra'il yang saling
bersaudara; salah seorang dari mereka suka berbuat dosa sementara yang lain
giat dalam beribadah. Orang yang giat dalam beribdah itu selalu melihat
saudaranya berbuat dosa hingga ia berkata, "Berhentilah." Lalu pada
suatu hari ia kembali mendapati suadaranya berbuat dosa, ia berkata lagi,
"Berhentilah." Orang yang suka berbuat dosa itu berkata,
"Biarkan aku bersama Tuhanku, apakah engkau diutus untuk selalu
mengawasiku!" Ahli ibadah itu berkata, "Demi Allah, sungguh Allah
tidak akan mengampunimu, atau tidak akan memasukkanmu ke dalam surga."
Allah kemudian mencabut nyawa keduanya, sehingga keduanya berkumpul di sisi
Rabb semesta alam. Allah kemudian bertanya kepada ahli ibadah: "Apakah
kamu lebih tahu dari-Ku? Atau, apakah kamu mampu melakukan apa yang ada dalam
kekuasaan-Ku?" Allah lalu berkata kepada pelaku dosa: "Pergi dan
masuklah kamu ke dalam surga dengan rahmat-Ku." Dan berkata kepada ahli
ibadah: "Bawalah ia ke dalam neraka."
Abu Hurairah berkata:
"وَالَّذِي
نَفْسِي بِيَدِهِ لَتَكَلَّمَ بِكَلِمَةٍ أَوْبَقَتْ دُنْيَاهُ وَآخِرَتَهُ"
"Demi Dzat yang jiwaku ada dalam tangan-Nya, sungguh ia
telah mengucapkan satu ucapan yang mampu merusak dunia dan akhiratnya."
[Sunan Abi Daud:Shahih]
Lihat: Syarah Kitab Tauhid bab (64); Larangan bersumpah mendahului Allah
Yang wafat karena bencana alam dari orang beriman bisa jadi termasuk syahid di
sisi Allah.
Dari Abu Hurairah radhiallahu'anhu;
Rasulullah ﷺ
bersabda:
"الشُّهَدَاءُ خَمْسَةٌ: الْمَطْعُونُ
وَالْمَبْطُونُ وَالْغَرِقُ وَصَاحِبُ الْهَدْمِ وَالشَّهِيدُ فِي سَبِيلِ اللهِ"
«Para syuhada ada lima: orang yang terkena wabah penyakit
pes, orang yang terkena penyakit perut, orang yang tenggelam, orang yang
tertimpa reruntuhan, dan orang yang syahid di jalan Allah.» [Shahih Bukhari dan
Muslim]
c) Rasulullah ﷺ memberi teladan: Beliau tidak mudah menjatuhkan vonis kepada seorang tertentu.
Umar bin Khathab radhiyallahu 'anhu berkata:
أَنَّ رَجُلًا عَلَى عَهْدِ النَّبِيِّ ﷺ كَانَ اسْمُهُ عَبْدَ اللهِ،
وَكَانَ يُلَقَّبُ حِمَارًا، وَكَانَ يُضْحِكُ رَسُولَ اللهِ ﷺ، وَكَانَ
النَّبِيُّ ﷺ قَدْ جَلَدَهُ فِي الشَّرَابِ، فَأُتِيَ بِهِ يَوْمًا فَأَمَرَ بِهِ
فَجُلِدَ، فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ الْقَوْمِ: اللَّهُمَّ الْعَنْهُ، مَا أَكْثَرَ مَا
يُؤْتَى بِهِ؟ فَقَالَ النَّبِيُّ ﷺ: "لَا تَلْعَنُوهُ، فَوَاللهِ مَا
عَلِمْتُ أَنَّهُ يُحِبُّ اللهَ وَرَسُولَهُ"
«Bahwa ada seorang laki-laki pada masa Nabi ﷺ yang namanya Abdullah, dan
dijuluki 'himar' (keledai), dan dia sering membuat Rasulullah ﷺ tertawa. Nabi ﷺ pernah menghukumnya karena
minum khamar. Suatu hari dia didatangkan (karena pelanggaran yang sama) lalu
diperintahkan untuk dihukum. Seorang laki-laki dari kaum itu berkata: "Ya
Allah, laknatlah dia! Betapa sering ia didatangkan (karena pelanggaran
ini)?" Maka Nabi ﷺ bersabda: "Jangan kalian melaknatnya! Demi Allah, aku tahu
bahwa dia mencintai Allah dan Rasul-Nya."» [Shahih Bukhari]
3. Sikap Muslim yang Benar Menghadapi
Bencana
Lalu, apa yang harus kita lakukan?
a.
Introspeksi Diri dan Kolektif (Muhasabah):
Bencana harus menjadi momen untuk
melihat ke dalam:dosa-dosa apa yang telah merajalela? Kezaliman, korupsi,
meninggalkan shalat, maksiat terang-terangan, durhaka pada orang tua, memutus
silaturahmi? Allah subhanahu wata'aalaa
berfirman:
{وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا
كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ} [الشورى:
30]
Dan apa saja musibah
yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan
Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu). [Asy-Syuraa: 30]
Lihat: Tingkatan orang yang ditimpa musibah
Bencana mengingatkan kita untuk segera bertaubat nasuha.
b.
Bersabar dan Membantu (Shabar wa Ta’awun):
Bagi korban dan keluarga, sikap utama
adalah sabar. Bagi yang selamat, kewajiban utama adalah membantu dengan harta,
tenaga, doa, dan dukungan moril. Solidaritas ini adalah wujud keimanan.
Allah subhanahu
wata'aalaa berfirman:
{إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ
بِغَيْرِ حِسَابٍ} [الزمر: 10]
Sesungguhnya hanya
orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas. [Az-Zumar: 10]
Lihat: Kiat tegar di atas Musibah
Ø Dari An-Nu'man bin Basyir radhiyallahu 'anhuma; Rasulullahﷺ bersabda:
"مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي
تَوَادِّهِمْ، وَتَرَاحُمِهِمْ، وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى
مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى" [صحيح
البخاري ومسلم]
“Perumpamaan orang beriman dalam kecintaan, kasih sayang, dan
kelembutan mereka, seperti satu tubuh jika salah satu anggotanya merasa sakit
maka anggota tubuh lainnya juga merasakan dengan susah tidur dan demam.” [Sahih
Bukhari dan Muslim]
Lihat: Meraih surga dengan persaudaraan
c.
Meningkatkan Ketakwaan dan Persiapan
Ilmiah:
Takwa bukan hanya ritual, tetapi juga
mencakup menjaga dan memakmurkan bumi sesuai syariat. Ini berarti:
· Mematuhi aturan tata ruang dan lingkungan.
· Membangun dengan standar aman gempa.
· Melestarikan lingkungan, menanam pohon.
· Mempersiapkan sistem peringatan dini dan tanggap bencana.
Ini semua adalah bagian dari taqwa
kepada Allah dengan menjalankan perintah-Nya untuk tidak berbuat kerusakan. Allah subhanahu wata'aalaa berfirman:
{إِنْ أَحْسَنتُمْ أَحْسَنتُمْ لِأَنفُسِكُمْ
ۖ وَإِنْ أَسَأْتُمْ فَلَهَا} [الإسراء : 7]
Jika kamu berbuat baik
(berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat,
maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri. [Al-Israa ': 7]
d.
Berdoa dan Memohon Perlindungan:
Perbanyak doa,istighfar, dan memohon
agar dilindungi dari segala bentuk musibah. Bencana mengajarkan kita akan
betapa lemahnya manusia di hadapan kekuasaan Allah.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"تَعَوَّذُوا بِاللَّهِ مِنْ جَهْدِ
البَلاَءِ، وَدَرَكِ الشَّقَاءِ، وَسُوءِ القَضَاءِ، وَشَمَاتَةِ الأَعْدَاءِ"
[صحيح البخاري]
"Mintalah perlindungan kepada Allah dari cobaan (bala)
yang menyulitkan, kesengsaraan yang menderitakan, takdir yang buruk dan cacian
musuh." [Shahih Bukhari]
Lihat: Amalan penolak bala
Ø Dari Utsman radhiyallahu 'anhu; Nabi shallallahu
'alaihi wasallam bersabda:
"مَنْ قَالَ:
بِسْمِ اللهِ الَّذِي لَا يَضُرُّ مَعَ اسْمِهِ شَيْءٌ فِي الْأَرْضِ وَلا فِي السَّمَاءِ
وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ، ثَلاثَ مَرَّاتٍ، لَمْ تَفْجَأْهُ فَاجِئَةُ بَلاءٍ
حَتَّى اللَّيْلِ، وَمَنْ قَالَهَا حِينَ يُمْسِي، لَمْ تَفْجَأْهُ فَاجِئَةُ بَلاءٍ
حَتَّى يُصْبِحَ إِنْ شَاءَ اللهُ"
Barangsiapa mengucapkan (ketika pagi hari): "Bismillahilladzi
laa yadhurru ma'asmihi syai'un fil ardhi wa laa fis samaa', wa huwas samii'ul
'aliim" (Dengan nama Allah yang dengan nama-Nya tidak ada sesuatu pun
yang membahayakan, baik di bumi maupun di langit, dan Dia Maha Mendengar lagi
Maha Mengetahui), sebanyak tiga kali, maka tidak akan menimpa nya musibah yang
datang tiba-tiba hingga malam hari. Dan barangsiapa mengucapkannya ketika sore
hari (sebanyak tiga kali), maka tidak akan menimpanya musibah yang datang
tiba-tiba hingga pagi hari, insya Allah. [Musnad Ahmad: Hasan]
Lihat: Zikir pagi dan sore
4. Pelajaran Akhir: Ambillah Ibrah Tanpa
Menghakimi
Hadirin yang dirahmati Allah,
Bencana alam adalah ayat-ayat kauniyah
(tanda-tanda kekuasaan Allah) yang terbentang. Ia bisa mengandung unsur
peringatan, ujian, konsekuensi sunatullah, atau bahkan azab.
Tugas kita bukanlah menghakimi
korban, tetapi:
1.
Mengambil pelajaran ('Ibrah) untuk diri sendiri dan
masyarakat.
2.
Memperbaiki diri dan sistem kehidupan kita.
3.
Membantu mereka yang terkena musibah.
4.
Meyakini bahwa semua ketetapan Allah mengandung
hikmah, meski kita tak selalu memahaminya.
Allah tidak menzalimi manusia sedikitpun. Manusia sendirilah
yang menzalimi diri mereka sendiri.
Allah subhanahu wata'aalaa berfirman:
{وَمَا ظَلَمَهُمُ اللَّهُ وَلَٰكِنْ
أَنفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ} [آل عمران : 117]
Allah tidak menganiaya
mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri. [Ali 'Imran: 117]
Rangkuman:
Bencana adalah panggilan untuk:
· Taubat bagi yang berdosa.
· Sabar bagi yang tertimpa musibah.
· Bergerak membantu bagi yang selamat.
· Berpikir dan memperbaiki sistem bagi para pemimpin dan
cendekiawan.
· Tunduk dan mengakui keagungan Allah bagi semua.
Doa
Penutup:
Ya Allah,lindungilah negeri kami, negeri-negeri kaum
muslimin, dari segala bala’ dan bencana.
Ya Allah,jadikanlah musibah yang terjadi sebagai pembersih
dosa-dosa kami, dan pelajaran agar kami kembali kepada-Mu.
Ya Allah,ampuni saudara-saudara kami yang menjadi korban.
Tinggikan derajat mereka yang wafat karena musibah ini. Berikan kesabaran dan
ketabahan kepada keluarga yang ditinggalkan. Selamatkan dan pulihkan mereka
yang selamat.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
---
Sumber: “IA DeepSeek” dengan sedikit koreksi dan tambahan beberapa
ayat dan hadits.
Lihat juga: Cara menyikapi takdir baik dan buruk - Petaka di pengujung tahun - Hidup adalah ujian

Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar anda adalah pelajaran berharga bagi saya ...