بسم الله الرحمن الرحيم
Dalam bab ini, syekh Muhammad bin Abdil
Wahhab rahimahullah menyebutkan 4
ayat, dan 3 hadits yang
menunjukkan larangan berhukum kepada selain Allah dan RasulNya.
a. Firman Allah ta’aalaa:
{أَلَمْ تَرَ إِلَى
الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ آمَنُوا بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ
مِنْ قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَنْ يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا
أَنْ يَكْفُرُوا بِهِ وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُضِلَّهُمْ ضَلَالًا بَعِيدًا
(60) وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْا إِلَى مَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَإِلَى
الرَّسُولِ رَأَيْتَ الْمُنَافِقِينَ يَصُدُّونَ عَنْكَ صُدُودًا (61) فَكَيْفَ
إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ بِمَا قَدَّمَتْ أَيْدِيهِمْ ثُمَّ جَاءُوكَ يَحْلِفُونَ
بِاللَّهِ إِنْ أَرَدْنَا إِلَّا إِحْسَانًا وَتَوْفِيقًا (62) أُولَئِكَ
الَّذِينَ يَعْلَمُ اللَّهُ مَا فِي قُلُوبِهِمْ فَأَعْرِضْ عَنْهُمْ وَعِظْهُمْ
وَقُلْ لَهُمْ فِي أَنْفُسِهِمْ قَوْلًا بَلِيغًا} [النساء:
60 - 63]
“Tidakkah kamu memperhatikan orang-orang
yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu, dan
kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada Thaghut,
padahal mereka telah diperintahkan untuk mengingkari Thaghut itu, dan syetan
bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh- jauhnya. Apabila
dikatakan kepada mereka: “Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang Allah telah
turunkan dan kepada hukum Rasul”, niscaya kamu lihat orang-orang munafik itu
menghalangi (manusia) dari (mendekati) kamu dengan sekuat-kuatnya. Maka
bagaimanakah halnya, apabila mereka ditimpa sesuatu musibah disebabkan
perbuatan tangan mereka sendiri, kemudian mereka datang kepadamu seraya
bersumpah: “Demi Allah, sekali kali kami tidak menghendaki selain penyelesain
yang baik dan perdamaian yang sempurna.” Mereka itu adalah orang-orang
yang Allah mengetahui apa yang di dalam hati mereka. Karena itu berpalinglah
kamu dari mereka, dan berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka
perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. [An-Nisaa': 60-63]
b. Firman Allah ta’aalaa:
{وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ
لَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ قَالُوا إِنَّمَا نَحْنُ مُصْلِحُونَ (11) أَلَا
إِنَّهُمْ هُمُ الْمُفْسِدُونَ وَلَكِنْ لَا يَشْعُرُونَ} [البقرة: 11، 12]
Dan bila dikatakan kepada mereka:
"Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi". Mereka menjawab:
"Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan." Ingatlah,
sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka
tidak sadar. [Al-Baqarah: 11-12]
c. Firman Allah ta’aalaa:
{وَلَا تُفْسِدُوا فِي
الْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَاحِهَا} [الأعراف: 56]
“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di
muka bumi ini sesudah Allah memperbaiki.” [Al-A’raf: 56]
d. Firman Allah ta’aalaa:
{وَأَنِ احْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ
اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ وَاحْذَرْهُمْ أَنْ يَفْتِنُوكَ عَنْ
بَعْضِ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ إِلَيْكَ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَاعْلَمْ أَنَّمَا
يُرِيدُ اللَّهُ أَنْ يُصِيبَهُمْ بِبَعْضِ ذُنُوبِهِمْ وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ
النَّاسِ لَفَاسِقُونَ (49) أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ
مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ} [المائدة: 49، 50]
Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di
antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti
hawa nafsu mereka. dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka
tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah
kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka
ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan mushibah kepada
mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan
manusia adalah orang-orang yang fasik. Apakah hukum
Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada
(hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin? [Al-Maidah: 49-50]
1) Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma;
Rasulullah ﷺ
bersabda:
«لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يَكُوْنَ
هَوَاهُ تَبَعًا لِمَا جِئْتُ بِهِ»
“Tidaklah beriman (dengan sempurna) seseorang
di antara kamu, sebelum keinginan dirinya mengikuti apa yang telah aku bawa
(dari Allah).” [Imam Nawawi menyatakan hadits ini shahih]
2) Asy-Sya’by –rahimahullah- menuturkan: “Pernah terjadi
pertengkaran antara orang munafik dan orang Yahudi. Orang Yahudi itu berkata:
“Mari kita berhakim kepada Muhammad”, karena ia mengetahui bahwa beliau tidak
menerima suap. Sedangkan orang munafik tadi berkata: “Mari kita berhakim kepada
orang Yahudi”, karena ia tahu bahwa mereka mau menerima suap. Maka bersepakatlah
keduanya untuk berhakim kepada seorang dukun di Juhainah, maka turunlah ayat:
{أَلَمْ تَرَ إِلَى
الَّذِينَ يَزْعُمُونَ ... } الآية.
“Tidakkah kamu memperhatikan orang-orang
yang mengaku dirinya … ”. [An-Nisa’: 60] [Sanadnya mursal terputus)
3) Ada pula yang menyatakan bahwa ayat di atas turun berkenaan
dengan dua orang yang bertengkar, salah seorang dari mereka berkata: “Mari kita
bersama-sama mengadukan kepada Nabi Muhammad ﷺ, sedangkan yang
lainnya mengadukan kepada Ka’ab bin Asyraf”, kemudian keduanya mengadukan
perkara mereka kepada Umar radhiyallahu ‘anhu. Salah seorang di
antara keduanya menjelaskan kepadanya tentang permasalahan yang terjadi,
kemudian Umar bertanya kepada orang yang tidak rela dengan keputusan Rasulullah
ﷺ:
“Benarkah demikian? Ia menjawab: “Ya,
benar”. Akhirnya dihukumlah orang itu oleh Umar dengan dipancung pakai pedang.
[Hadits Palsu]
Dari ayat dan hadits di atas, syekh –rahimahullah-
menyebutkan 8 poin penting:
1.
Penjelasan tentang ayat yang terdapat dalam surat An-Nisa’ (ayat
60), yang di dalamnya terdapat keterangan yang bisa membantu untuk memahami
makna Thaghut.
Ayat ini
menunjukkan kewajiban berhakim kepada Kitabullah dan Sunnah Rasulullah ﷺ,
dan menerima hukum keduanya dengan ridha dan tunduk. Barangsiapa yang berhakim
kepada selainnya, berarti berhakim kepada thagut, apapun sebutannya. Dan
menunjukkan kewajiban mengingkari thaghut, serta menjauhkan diri dan waspada
terhadap tipu daya syetan.
Dan menunjukkan
pula bahwa barangsiapa yang diajak berhakim dengan hukum Allah dan Rasul-Nya
haruslah menerima; apabila menolak maka dia adalah munafik, dan apapun dalih
yang dikemukakan seperti menghendaki penyelesaian yang baik dan perdamaian yang
sempurna bukanlah merupakan alasan baginya untuk menerima selain hukum Allah dan
Rasul-Nya.
'Abdullah bin
Az-Zubair radhiyallahu 'anhuma menceritakan:
أَنَّ رَجُلًا مِنَ الأَنْصَارِ
خَاصَمَ الزُّبَيْرَ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي
شِرَاجِ الحَرَّةِ، الَّتِي يَسْقُونَ بِهَا النَّخْلَ، فَقَالَ الأَنْصَارِيُّ:
سَرِّحِ المَاءَ يَمُرُّ، فَأَبَى عَلَيْهِ؟ فَاخْتَصَمَا عِنْدَ النَّبِيِّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ لِلزُّبَيْرِ: «أَسْقِ يَا زُبَيْرُ، ثُمَّ أَرْسِلِ المَاءَ إِلَى
جَارِكَ»، فَغَضِبَ الأَنْصَارِيُّ، فَقَالَ: أَنْ كَانَ ابْنَ عَمَّتِكَ؟
فَتَلَوَّنَ وَجْهُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، ثُمَّ
قَالَ: «اسْقِ يَا زُبَيْرُ، ثُمَّ احْبِسِ المَاءَ حَتَّى يَرْجِعَ إِلَى
الجَدْرِ»، فَقَالَ الزُّبَيْرُ: " وَاللَّهِ إِنِّي لَأَحْسِبُ هَذِهِ
الآيَةَ نَزَلَتْ فِي ذَلِكَ: {فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ
فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا
قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا} [النساء: 65]
"
Bahwa ada seorang dari kalangan Anshar bersengketa
dengan Az-Zubair di hadapan Nabi ﷺ tentang aliran air di daerah Al-Harrah
yang mereka gunakan untuk menyirami pepohonan kurma. Berkata orang Anshar
tersebut: "Bukalah air agar bisa mengalir?"
Az-Zubair menolaknya lalu keduanya bertengkar di
hadapan Nabi ﷺ. Maka Rasulullah ﷺ berkata kepada Az Zubair: "Wahai
Zubair, berilah air dan kirimlah buat tetanggamu".
Maka orang Anshar itu marah seraya berkata;
"Tentu saja kamu bela dia karena dia putra bibimu".
Maka wajah Rasulullah ﷺ memerah kemudian berkata: "Wahai Zubair,
berilah air kemudian bendunglah hingga air itu kembali ke dasar ladang".
Maka Az-Zubair berkata: "Demi Allah, sungguh aku
menganggap bahwa ayat ini turun tentang kasus ini, yaitu firman Allah: {Maka
demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan
kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak
merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan,
dan mereka menerima dengan sepenuhnya}. [An-Nisaa':65] [Shahih Bukhari dan
Muslim]
Lihat: Berhukum dengan selain hukum Allah
2.
Penjelasan tentang ayat yang ada dalam surat Al-Baqarah
(ayat 11).
Ayat ini
menunjukkan bahwa barangsiapa yang mengajak berhukum kepada selain hukum yang
diturunkan Allah, maka ia telah berbuat kerusakan yang sangat berat di muka
bumi, dan dalih mengadakan perbaikan bukan alasan sama sekali untuk
meninggalkan hukum-Nya; menunjukkan pula bahwa orang yang sakit hatinya akan
memutar balikkan nilai-nilai, di mana yang hak dijadikan batil dan yang batil
dijadikan hak.
Allah subhanahu wa ta'aalaa
berfirman:
{وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مَسْجِدًا ضِرَارًا وَكُفْرًا
وَتَفْرِيقًا بَيْنَ الْمُؤْمِنِينَ وَإِرْصَادًا لِمَنْ حَارَبَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ
مِنْ قَبْلُ وَلَيَحْلِفُنَّ إِنْ أَرَدْنَا إِلَّا الْحُسْنَى وَاللَّهُ يَشْهَدُ
إِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ (107) لَا تَقُمْ فِيهِ أَبَدًا} [التوبة: 107،
108]
Dan (di
antara orang-orang munafik itu) ada orang-orang yang mendirikan masjid untuk
menimbulkan kemudharatan (pada orang-orang mukmin), untuk kekafiran dan untuk
memecah belah antara orang-orang mukmin serta menunggu kedatangan
orang-orang yang telah memerangi Allah dan rasul-Nya sejak dahulu. Mereka
sesungguhnya bersumpah: "Kami tidak menghendaki selain kebaikan." Dan
Allah menjadi saksi bahwa sesungguhnya mereka itu adalah pendusta (dalam sumpahnya).
Janganlah kamu bersembahyang dalam mesjid itu selama-lamanya. [At-Taubah: 107-108]
Lihat: Surah Al-Munaafiquun; Sifat orang munafiq
3.
Penjelasan tentang ayat yang terdapat dalam surat Al-A’raf
(ayat 56).
Ayat ini
menunjukkan bahwa barangsiapa yang mengajak berhukum kepada selain hukum Allah,
maka ia telah berbuat kerusakan yang sangat berat di muka bumi, dan menunjukkan
bahwa perbaikan di muka bumi adalah dengan menerapkan hukum yang diturunkan
Allah.
Allah subhanahu wa ta'aalaa
berfirman:
{وَمِنَ
النَّاسِ مَنْ يُعْجِبُكَ قَوْلُهُ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيُشْهِدُ اللَّهَ عَلَى
مَا فِي قَلْبِهِ وَهُوَ أَلَدُّ الْخِصَامِ (204) وَإِذَا تَوَلَّى سَعَى فِي الْأَرْضِ
لِيُفْسِدَ فِيهَا وَيُهْلِكَ الْحَرْثَ وَالنَّسْلَ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ الْفَسَادَ
(205) وَإِذَا قِيلَ لَهُ اتَّقِ اللَّهَ أَخَذَتْهُ الْعِزَّةُ بِالْإِثْمِ فَحَسْبُهُ
جَهَنَّمُ وَلَبِئْسَ الْمِهَادُ} [البقرة: 204 - 206]
Dan di antara manusia ada orang yang ucapannya
tentang kehidupan dunia menarik hatimu, dan dipersaksikannya kepada Allah
(atas kebenaran) isi hatinya, padahal ia adalah penantang yang paling keras.
Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi untuk mengadakan
kerusakan padanya, dan merusak tanam-tanaman dan binatang ternak, dan Allah
tidak menyukai kebinasaan. Dan apabila dikatakan kepadanya: "Bertakwalah
kepada Allah", bangkitlah kesombongannya yang menyebabkannya berbuat dosa.
Maka cukuplah (balasannya) neraka jahannam, dan sungguh neraka Jahannam itu
tempat tinggal yang seburuk-buruknya. [Al-Baqarah: 204-206]
{وَجَحَدُوا
بِهَا وَاسْتَيْقَنَتْهَا أَنْفُسُهُمْ ظُلْمًا وَعُلُوًّا فَانْظُرْ كَيْفَ كَانَ
عَاقِبَةُ الْمُفْسِدِينَ} [النمل: 14]
Dan mereka mengingkarinya karena kezaliman dan
kesombongan (mereka) padahal hati mereka meyakini (kebenaran)nya. Maka
perhatikanlah betapa kesudahan orang-orang yang berbuat kebinasaan. [An-Naml: 14]
4.
Penjelasan tentang ayat yang ada dalam surat Al-Ma’idah
(ayat 50).
Ayat ini
menunjukkan bahwa orang yang menghendaki salain hukum Allah, berarti ia
menghendaki hukum Jahiliyah.
Macam-macam orang
yang tidak berhukum kepada hukum Allah:
a) Menolak
dan mengingkari hukum Allah.
b) Membolehkan
berhukum dengan selain hukum Allah.
c) Menyamakan
hukum Allah dengan hukum selainnya.
d) Mengutamakan
hukum selain hukum Allah.
e) Berhukum
dengan hukum selain Allah dan meyakininya bahwa itu adalah hukum Allah.
Lima
keadaan di atas disepakati ulama bahwa hukumnya kafir.
f)
Berhukum dengan hukum selain
Allah karena dorongan hawa nafsu atau terpaksa.
Yang
terakhir ini hukumnya diperselisihkan, dan yang kuat adalah mereka tidak kafir
hanya dosa besar.
5.
Penjelasan As-Sya’biy
tentang sebab turunnya ayat yang pertama (yang terdapat dalam surat An-Nisa’).
Ibnu
‘Abbas radhiyallahu
‘anhuma berkata:
"كَانَ أَبُو
بَرْزَةَ الْأَسْلَمِيُّ كَاهِنًا يَقْضِي بَيْنَ الْيَهُودِ فِيمَا
يَتَنَافَرُونَ إِلَيْهِ، فتنافرَ إِلَيْهِ نَاسٌ مِنَ الْمُسْلِمِينَ، فَأَنْزَلَ
اللهُ عَزَّ وَجَلَّ {أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ آمَنُوا
بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَنْ
يَتَحاكَمُوا إِلَى الطاغوتِ وَقَدْ أُمِرُوا أَنْ يَكْفُرُوا بِهِ} إِلَى قَوْلِهِ:
{إِنْ أَرَدْنَا إِلَّا إِحْسَانًا} [النساء: 60-62] "
[المعجم الكبير للطبراني: صححه الشيخ مقبل]
“Abu Barzah Al-Aslamiy dahulu adalah
seorang dukun yang memberi keputusan di antara kaum Yahudi terhadap perkara
yang mereka ajukan kepadanya. Lalu beberapa orang muslim ikut meminta keputusan
kepadanya, maka Allah ‘azza wajalla menurunkan firmanNya: {“Tidakkah
kamu memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa
yang diturunkan kepadamu, dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka
hendak berhakim kepada Thaghut, padahal mereka telah diperintahkan untuk
mengingkari Thaghut itu}, sampai firmanNya: {“Sekali kali kami
tidak menghendaki selain penyelesain yang baik.”} [An-Nisaa': 60-62]
[Al-Mu’jam Al-Kabir karya Ath-Thabaraniy: Dishahihkan oleh syekh Muqbil]
6.
Penjelasan tentang iman yang benar dan iman yang palsu.
Iman yang benar, yaitu: berhakim kepada
kitab Allah dan sunnah Rasulullah ﷺ, dan iman yang palsu yaitu: mengaku
beriman tetapi tidak mau berhakim kepada Kitab Allah dan Sunnah Rasulullah ﷺ, bahkan berhakim
kepada thaghut. Allah subhanahu wa ta'aalaa berfirman:
{وَيَقُولُونَ آمَنَّا بِاللَّهِ وَبِالرَّسُولِ
وَأَطَعْنَا ثُمَّ يَتَوَلَّى فَرِيقٌ مِنْهُمْ مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ وَمَا أُولَئِكَ
بِالْمُؤْمِنِينَ (47) وَإِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ
إِذَا فَرِيقٌ مِنْهُمْ مُعْرِضُونَ (48) وَإِنْ يَكُنْ لَهُمُ الْحَقُّ يَأْتُوا إِلَيْهِ
مُذْعِنِينَ (49) أَفِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ أَمِ ارْتَابُوا أَمْ يَخَافُونَ أَنْ يَحِيفَ
اللَّهُ عَلَيْهِمْ وَرَسُولُهُ بَلْ أُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ} [النور: 47 -
50]
Dan mereka
berkata: "Kami telah beriman kepada Allah dan Rasul, dan kami mentaati
(keduanya)." Kemudian sebagian dari mereka berpaling sesudah itu,
sekali-kali mereka itu bukanlah orang-orang yang beriman. Dan apabila mereka
dipanggil (bertahkim) kepada Allah dan Rasul-Nya, agar Rasul menghukum
(mengadili) di antara mereka, tiba-tiba sebagian dari mereka menolak untuk
datang. Tetapi jika keputusan itu untuk (kemaslahatan) mereka, mereka datang
kepada Rasul dengan patuh. Apakah (ketidak datangan mereka itu karena) dalam
hati mereka ada penyakit, atau (karena) mereka ragu-ragu ataukah (karena) takut
kalau-kalau Allah dan Rasul-Nya berlaku zalim kepada mereka? Sebenarnya, mereka
itulah orang-orang yang zalim. [An-Nuur:
47-50]
7.
Kisah Umar dengan orang munafik.
Bahwa Umar bin Khathab radhiyallahu
‘anhu memenggal leher orang munafik tersebut, karena dia tidak rela dengan
keputusan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam.
Kisah ini disebutkan oleh Al-Wahidiy
–rahimahullah- dalam kitabnya “Asbabun Nuzul” hal.166:
قَالَ الْكَلْبِيُّ،
عَنْ أَبِي صَالِحٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ:
نَزَلَتْ فِي رَجُلٍ مِنَ الْمُنَافِقِينَ كَانَ بَيْنَهُ وَبَيْنَ يَهُودِيٍّ
خُصُومَةٌ، فَقَالَ الْيَهُودِيُّ: انْطَلِقْ بِنَا إِلَى مُحَمَّدٍ! وَقَالَ
الْمُنَافِقُ: بَلْ نَأْتِي كَعْبَ بْنَ الْأَشْرَفِ- وَهُوَ الَّذِي سَمَّاهُ
اللَّهُ تَعَالَى الطَّاغُوتَ-! فَأَبَى الْيَهُودِيُّ إِلَّا أَنْ يُخَاصِمَهُ
إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. فَلَمَّا رَأَى
الْمُنَافِقُ ذَلِكَ أَتَى مَعَهُ إِلَى رسول اللَّه صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ،
فاختصامه إِلَيْهِ، فَقَضَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
لِلْيَهُودِيِّ. فَلَمَّا خَرَجَا مِنْ عِنْدِهِ لَزِمَهُ الْمُنَافِقُ وَقَالَ:
نَنْطَلِقُ إِلَى عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ! فَأَقْبَلَا إِلَى عُمَرَ، فقال
اليهودي: اختصمت أَنَا وَهَذَا إِلَى مُحَمَّدٍ فَقَضَى لِي عَلَيْهِ، فَلَمْ
يَرْضَ بِقَضَائِهِ، وَزَعَمَ أَنَّهُ مُخَاصِمٌ إِلَيْكَ، وَتَعَلَّقَ بِي
فَجِئْتُ مَعَهُ! فَقَالَ عُمَرُ لِلْمُنَافِقِ: أَكَذَلِكَ؟ قَالَ:
نَعَمْ، فَقَالَ لَهُمَا: رُوَيْدًا حَتَّى أَخْرُجَ إِلَيْكُمَا. فَدَخَلَ عُمَرُ
الْبَيْتَ، وَأَخَذَ السَّيْفَ فَاشْتَمَلَ عَلَيْهِ، ثُمَّ خَرَجَ إِلَيْهِمَا
وَضَرَبَ بِهِ الْمُنَافِقَ حَتَّى بَرَدَ، وَقَالَ: هَكَذَا أَقْضِي لِمَنْ لَمْ
يَرْضَ بِقَضَاءِ اللَّهِ وَقَضَاءِ رَسُولِهِ. وَهَرَبَ الْيَهُودِيُّ،
وَنَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ.
Al-Kalbiy berkata:
Dari Abu Shalih, dari Ibnu ‘Abbas: Telah
turun ayat pada seorang munafiq yang ada pertengkaran antara ia dan seorang
Yahudi, maka Yahudi itu berkata: “Mari kita bersama-sama mengadukan kepada
Muhammad -ﷺ-!”,
sedangkan si munafiq berkata: Tidak, sebaiknya kita mengadukan kepada Ka’ab bin
Asyraf –dialah yang dinamai oleh Allah ta’aalaa sebagai Thaqut-”. Tapi si
Yahudi tidak mau kecuali mengadukan perkaranya kepada Rasulullah ﷺ. Maka ketika si
munafiq melihat hal itu maka ia datang bersamanya kepada Rasulullah ﷺ dan mengadukan perkaranya kepada
beliau, lalu Rasulullah ﷺ memutuskan perkara untuk kemenagan bagi si Yahudi.
Setelah mereka keluar dari beliau, si munafiq mengikuti si Yahudi dan berkata:
Mari kita pergi kepada Umar bin Khathab! Maka keduanya menemui Umar bin
Khathab, dan si Yahudi berkata: Aku mengadukan perkara bersama orang ini kepada
Muhammad, dan beliau memutuskannya untukku dan orang ini tidak menerima
keputusannya, dan ia beranggapan untuk meminta keputusan darimu, dan ia tidak
mau meninggalkanku maka aku datang bersamanya! Umar berkata kepada si munafiq:
Apakah betul demikan? Ia menjawab: Iya. Maka Umar berkata kepada keduanya:
Tunggu sebentar sampai aku keluar! Lalu Umar masuk rumah dan mengambil pedang
dan menghunuskannya, kemudian keluar menemui keduanya dan menebas leher si
munafiq sampai mati, sambil berkata: Seperti ini aku memutuskan kepada orang
yang tidak rela dengan keputusan Allah dan RasulNya! Lalu si Yahudi lari, dan
turunlah ayat ini (An-Nisaa': 60-62).
Hadits ini palsu
kerena tiga cacat:
a)
Al-Kalbiy[1]
namanya Muhammad bin As-Saib Abu An-Nadhr Al-Kufiy (w.146H); Ia tertuduh
sebagai seorang pendusta.
b)
Abu
Shalih[2]
namanya Badzam ada yang mengatakan Badzan, ia mantan budak Ummu Hani’
binti Abi Thalib. Periwayatan haditsnya ditolak (matruk) terkhusus jika
yang meriwayatkan darinya adalah Al-Kalbiy.
c)
Sanadnya terputus karena Abu Shalih tidak pernah mendengarkan
hadits dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma.
8.
Seseorang tidak akan beriman (sempurna dan benar) sebelum
keinginan dirinya mengikuti tuntunan yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam.
Allah subhanahu wa ta'aalaa
berfirman:
{وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ
وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ
يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا} [الأحزاب:
36]
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang
mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya
telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain)
tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan rasul-Nya maka
sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata". [Al-Ahzab:36]
Lihat: Syarah
Arba'in hadits (41) Ibnu 'Amr; Nafsu harus tunduk kepada tuntunan Nabi
Wallahu a’lam!
[1] Lihat
biografi " Al-Kalbiy " dalam
kitab: Adh-Dhu'afaa' Ash-Shagiir karya Al-Bukhariy hal.105 , Adh-Dhu'afaa'
karya An-Nasa'iy hal.211, Adh-Dhu'afaa' Al-Kabiir karya Al-'Uqaily 4/1236,
Al-Majruhiin karya Ibnu Hibban 2/262, Al-Kaamil karya Ibnu 'Adiy 7/273,
Adh-Dhu'afaa' karya Ad-Daraquthniy hal.216, Adh-Dhu'afaa' karya Abu Nu'aim
hal.138 , Adh-Dhu'afaa' karya Ibnu Al-Jauziy 3/62, Tahdziib Al-Kamaal karya
Al-Mizziy 25/246, Al-Kasyif karya Adz-Dzahabiy 2/174,
Al-Kasyf Al-Hatsits karya Ibnu Al-'Ajamiy hal.230 , Taqriib At-Tahdziib karya
Ibnu Hajar hal.847.
[2] Lihat
biografi " Abu Shalih " dalam
kitab: Adh-Dhu'afaa' Ash-Shagiir karya Al-Bukhariy hal.27, Adh-Dhu'afaa' karya
An-Nasa'iy hal.158, Adh-Dhu'afaa' Al-Kabiir karya Al-'Uqaily 1/165, Al-Jarh wa
At-Ta'diil karya Ibnu Abi Hatim 2/431, Al-Majruhiin karya Ibnu Hibban 1/185,
Al-Kaamil karya Ibnu 'Adiy 2/68, Adh-Dhu'afaa' karya Ibnu Al-Jauziy 1/135,
Al-Kasyif karya Adz-Dzahabiy 1/263, Jami’ut Tahshil karya Al-‘Alaiy hal.148,
Taqriib At-Tahdziib karya Ibnu Hajar hal.163.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar anda adalah pelajaran berharga bagi saya ...