بسم الله الرحمن الرحيم
A. Orang
yang musafir tidak wajib berpuasa Ramadhan tapi wajib menggantinya di hari yang
lain.
Allah subhanahu wa ta'aalaa
berfirman:
{يَاأَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ
قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ (183) أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ فَمَنْ كَانَ
مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ} [البقرة: 183، 184]
Wahai orang-orang yang beriman!
Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu
agar kamu bertakwa, (yaitu) beberapa hari tertentu. Maka barangsiapa di antara
kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib
mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain.
[Al-Baqarah: 183-184]
{شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ
الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ
شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ
فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ
بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا
هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ} [البقرة: 185]
Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya
diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan
penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan
yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya)
di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit
atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya
berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.
Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan
hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah
atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.
[Al-Baqarah:185]
Ø Dari Anas radhiyallahu
‘anhu; Nabi ﷺ bersabda:
"إِنَّ اللَّهَ وَضَعَ عَنْ
الْمُسَافِرِ نِصْفَ الصَّلَاةِ وَالصَّوْمَ"
"Sungguh Allah telah membebaskan setengah
shalat dan puasa dari orang-orang yang bepergian, dan dari wanita yang hamil
serta menyusui." [Sunan An-Nasa'iy: Hasan]
B. Mana
yang lebih baik; Berpuasa atau berbuka?
Pendapat pertama: Bepuasa lebih
baik.
Dengan dalil:
1. Rasulullah ﷺ berpuasa ketika musafir.
Ibnu
Abu Awfa radhiyallahu 'anhu
berkata;
كُنَّا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ فِي سَفَرٍ فَقَالَ
لِرَجُلٍ: «انْزِلْ فَاجْدَحْ لِي»، قَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، الشَّمْسُ؟
قَالَ: «انْزِلْ فَاجْدَحْ لِي»، قَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ الشَّمْسُ؟ قَالَ:
«انْزِلْ فَاجْدَحْ لِي»، فَنَزَلَ فَجَدَحَ لَهُ فَشَرِبَ، ثُمَّ رَمَى بِيَدِهِ
هَا هُنَا، ثُمَّ قَالَ: «إِذَا رَأَيْتُمُ اللَّيْلَ أَقْبَلَ مِنْ هَا هُنَا،
فَقَدْ أَفْطَرَ الصَّائِمُ»
Kami
pernah bersama Rasulullah ﷺ dalam
suatu perjalanan yang ketika itu beliau berkata kepada seseorang:
"Turunlah di sini dan siapkan minuman buatku". Orang itu berkata:
"Wahai Rasulullah, bukankah masih ada matahari?" Beliau berkata,
lagi: "Turunlah (berhenti di sini) dan siapkan minuman buatku". Orang
itu berkata, lagi: "Wahai Rasulullah, bukankah masih ada matahari?"
Beliau berkata, lagi: "Turunlah dan siapkan minuman buatku". Maka orang
itu berhenti lalu memberikan minuman kepada Beliau, lalu Beliau minum kemudian
menunjukkan tangan Beliau ke suatu arah lalu bersabda: "Apabila
kalian telah melihat malam sudah datang dari arah sana maka orang yang puasa
sudah boleh berbuka ". [Shahih Bukhari]
Ø
Abu Ad-Dardaa’ radhiyallahu
'anhu berkata:
«خَرَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللهِ ﷺ فِي شَهْرِ رَمَضَانَ فِي
حَرٍّ شَدِيدٍ، حَتَّى إِنْ كَانَ أَحَدُنَا لَيَضَعُ يَدَهُ عَلَى رَأْسِهِ مِنْ
شِدَّةِ الْحَرِّ، وَمَا فِينَا صَائِمٌ، إِلَّا رَسُولُ اللهِ ﷺ وَعَبْدُ اللهِ بْنُ
رَوَاحَةَ» [صحيح البخاري ومسلم]
"Kami pernah keluar bersama Rasulullah ﷺ di
bulan Ramadhan saat terik matahari begitu menyengat hingga salah seorang dari
kami meletakkan tangannya di atas kepala. Di antara kami tidak ada yang
berpuasa kecuali Rasulullah ﷺ dan Abdullah bin Rawahah." [Shahih
Bukhari dan Muslim]
2. Berpuasa di bulan Ramadhan lebih ringan dari pada berpuasa di luar
Ramadhan.
Pendapat kedua: Berbuka (tidak
puasa) lebih baik.
Diantar dalilnya:
1) Mengambil keringanan lebih utama.
Dari Ibnu Umar radhiyallahu
'anhuma; Rasulullah ﷺ bersabda:
«إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ أَنْ تُؤْتَى
رُخَصُهُ، كَمَا يَكْرَهُ أَنْ تُؤْتَى مَعْصِيَتُهُ» [مسند
أحمد: صحيح]
"Sungguh Allah senang jika rukhshah
(keringanan)-Nya dilaksanakan sebagaimana Dia benci jika kemaksiatan
terhadap-Nya terjadi." [Musnad Ahmad: Shahih]
2) Rasulullah ﷺ membatalkan puasanya ketika musafir.
Dari
Ibnu 'Abbas radhiyallahu 'anhuma;
«أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ خَرَجَ إِلَى مَكَّةَ فِي
رَمَضَانَ، فَصَامَ حَتَّى بَلَغَ الكَدِيدَ، أَفْطَرَ، فَأَفْطَرَ النَّاسُ»
“Bahwa
Rasulullah ﷺ pergi menuju
Makkah dalam bulan Ramadhan dan Beliau berpuasa. Ketika sampai di daerah Kadid
(90 km dari Mekah), Beliau berbuka yang kemudian orang-orang turut pula
berbuka”. [Shahih Bukhari]
Ø Umar bin Khathab radhiyallahu 'anhu berkata:
" غَزَوْنَا مَعَ
رَسُولِ اللَّهِ ﷺ
غَزْوَتَيْنِ فِي شَهْرِ رَمَضَانَ: يَوْمَ بَدْرٍ، وَيَوْمَ
الْفَتْحِ، فَأَفْطَرْنَا فِيهِمَا " [مسند
أحمد: حديث قوي]
"Kami
berperang bersama Rasulullah ﷺ sebanyak
dua kali pada bulan Ramadhan, yaitu perang Badar dan penaklukan kota Makkah,
kemudian kami berbuka (tidak berpuasa) pada perang tersebut." [Musnad
Ahmad: Hadits ini kuat]
3) Larangan berpuasa ketika musafir.
Qaza'ah rahimahullah berkata; Aku pernah
mendatangi Abu Sa'id Al-Khudriy -radhiyallahu ‘anhu- yang saat itu sedang dikerumuni oleh orang banyak.
Ketika mereka telah membubarkan diri aku berkata kepadanya, "Aku tidak
ingin menanyakan apa yang telah mereka tanyakan. Aku hanya ingin menanyakan
perihal puasa dalam safar."
Maka ia pun menjawab:
سَافَرْنَا
مَعَ رَسُولِ اللهِ ﷺ إِلَى
مَكَّةَ وَنَحْنُ صِيَامٌ، قَالَ: فَنَزَلْنَا مَنْزِلًا، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ: «إِنَّكُمْ قَدْ دَنَوْتُمْ مِنْ
عَدُوِّكُمْ، وَالْفِطْرُ أَقْوَى لَكُمْ» فَكَانَتْ رُخْصَةً، فَمِنَّا مَنْ
صَامَ، وَمِنَّا مَنْ أَفْطَرَ، ثُمَّ نَزَلْنَا مَنْزِلًا آخَرَ، فَقَالَ:
«إِنَّكُمْ مُصَبِّحُو عَدُوِّكُمْ، وَالْفِطْرُ أَقْوَى لَكُمْ، فَأَفْطِرُوا»
وَكَانَتْ عَزْمَةً، فَأَفْطَرْنَا، ثُمَّ قَالَ: لَقَدْ رَأَيْتُنَا نَصُومُ،
مَعَ رَسُولِ اللهِ ﷺ بَعْدَ
ذَلِكَ، فِي السَّفَرِ
"Kami dulu pernah bepergian ke kota Makkah bersama
Rasulullah ﷺ dan kami saat itu sedang berpuasa. Lalu kami singgah di suatu tempat,
kemudian Rasulullah ﷺ bersabda: "Jarak kalian dengan musuh kalian sudah semakin dekat,
dan makan (tidak berpuasa) akan dapat membuat kalian lebih kuat”. Dan ini
adalah sebuah rukhshah (keringanan), maka di antara kamipun ada yang masih
berpuasa dan ada pula yang tidak berpuasa. Setelah itu, kami singgah lagi pada
sebuah tempat, lalu beliau bersabda: "Sesungguhnya kalian besok pagi
kalian akan menghadapi musuh sedangkan berbuka akan membuat kalian lebih kuat,
maka berbukalah kalian”. Dan ini adalah suatu ketetapan, maka sesudah itu, kami
pun berbuka. Abu Sa'id berkata; Sungguh, semenjak itu aku telah melihat kami
berpuasa bersama Rasulullah ﷺ dalam perjalanan. [Shahih Muslim]
4) Pujian bagi yang berbuka ketika musafir.
Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu
berkata:
كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ ﷺ، أَكْثَرُنَا ظِلًّا
الَّذِي يَسْتَظِلُّ بِكِسَائِهِ، وَأَمَّا الَّذِينَ صَامُوا فَلَمْ يَعْمَلُوا
شَيْئًا، وَأَمَّا الَّذِينَ أَفْطَرُوا فَبَعَثُوا الرِّكَابَ وَامْتَهَنُوا
وَعَالَجُوا، فَقَالَ النَّبِيُّ ﷺ: «ذَهَبَ المُفْطِرُونَ اليَوْمَ
بِالأَجْرِ» [صحيح البخاري]
"Kami pernah bersama Nabi ﷺ, dimana
kebanyakan dari kami berlindung dengan kainnya masing-masing (karena panas
terik) ". Adapun orang yang tetap berpuasa mereka tidak melakukan apa-apa,
dan yang berbuka mereka mengerahkan tunggangan mereka, bekerja keras dan
mengurus (orang-orang yang berpuasa). Kemudian Nabi ﷺ bersabda:
"Orang-orang yang berbuka pada hari ini telah bepergian dengan mendapatkan
pahala". [Shahih Bukhari]
Pendapat ketiga: Sama-sama baik.
Dari
'Aisyah radhiyallahu 'anha, isteri Nabi ﷺ;
أَنَّ حَمْزَةَ بْنَ عَمْرٍو
الأَسْلَمِيَّ قَالَ لِلنَّبِيِّ ﷺ: أَأَصُومُ فِي السَّفَرِ؟ - وَكَانَ
كَثِيرَ الصِّيَامِ -، فَقَالَ: «إِنْ شِئْتَ فَصُمْ، وَإِنْ شِئْتَ فَأَفْطِرْ»
Bahwa
Hamzah bin 'Amru Al Aslamiy berkata, kepada Nabi ﷺ: "Apakah aku boleh berpuasa saat
bepergian? Dia adalah orang yang banyak berpuasa. Maka Beliau menawab:
"Jika kamu mau berpuasalah dan jika kamu mau berbukalah".
[Shahih Bukhari]
Ø
Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu berkata;
«كُنَّا
نُسَافِرُ مَعَ النَّبِيِّ ﷺ فَلَمْ يَعِبِ الصَّائِمُ عَلَى المُفْطِرِ، وَلاَ المُفْطِرُ عَلَى
الصَّائِمِ»
"Kami
pernah bepergian bersama Nabi ﷺ,
yang berpuasa tidak mencela yang berbuka dan yang berbuka juga tidak mencela
yang berpuasa". [Shahih Bukhari]
Ø Ibnu 'Abbas radhiyallahu 'anhuma berkata:
«قَدْ صَامَ رَسُولُ
اللَّهِ ﷺ
وَأَفْطَرَ، فَمَنْ شَاءَ صَامَ وَمَنْ شَاءَ أَفْطَرَ»
“Rasulullah
ﷺ juga pernah berpuasa dalam
suatu perjalanan Beliau dan juga pernah berbuka. Maka siapa yang mau silakan
berpuasa dan siapa yang mau silakan berbuka". [Shahih Bukhari]
Pendapt keempat: Disesuaikan
dengan kondisi mana yang dirasa lebih ringan.
Allah subhanahu wa ta'aalaa
berfirman:
{يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ} [البقرة:
185]
Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak
menghendaki kesukaran bagimu. [Al-Baqarah:185]
Ø Aisyah radhiyallahu 'anha berkata:
«مَا خُيِّرَ رَسُولُ اللهِ ﷺ بَيْنَ
أَمْرَيْنِ، أَحَدُهُمَا أَيْسَرُ مِنَ الْآخَرِ، إِلَّا اخْتَارَ أَيْسَرَهُمَا،
مَا لَمْ يَكُنْ إِثْمًا، فَإِنْ كَانَ إِثْمًا، كَانَ أَبْعَدَ النَّاسِ مِنْهُ» [صحيح
البخاري ومسلم]
“Rasulullah ﷺ tidak disuruh memilih antara
dua hal, salah satunya lebih mudah dari yang lainnya, kecuali beliau memilih
yang paling mudah dari keduanya, selama itu bukan dosa, tapi kalau yang lebih
mudah itu dosa maka beliau adalah orang yang paling penjauhinya”. [Sahih
Bukhari dan Muslim]
a) Jika kuat dan tidak memberatkan diri dan orang lain, maka puasa lebih
baik.
Abu Sa’id Al-Khudriy radhiyallahu
'anhu berkata:
«كُنَّا نَغْزُو مَعَ
رَسُولِ اللهِ ﷺ
فِي رَمَضَانَ، فَمِنَّا الصَّائِمُ وَمِنَّا الْمُفْطِرُ، فَلَا
يَجِدُ الصَّائِمُ عَلَى الْمُفْطِرِ، وَلَا الْمُفْطِرُ عَلَى الصَّائِمِ،
يَرَوْنَ أَنَّ مَنْ وَجَدَ قُوَّةً فَصَامَ، فَإِنَّ ذَلِكَ حَسَنٌ، وَيَرَوْنَ
أَنَّ مَنْ وَجَدَ ضَعْفًا، فَأَفْطَرَ فَإِنَّ ذَلِكَ حَسَنٌ» [صحيح مسلم]
"Kami pernah ikut berperang bersama
Rasulullah ﷺ di bulan Ramadhan. Di antara kami ada yang berpuasa dan ada pula
yang berbuka. Orang yang berpuasa tidak mencela orang yang berbuka begitu juga
orang yang berbuka tidak mencela orang yang berpuasa. Mereka berpendapat bahwa
siapa yang kuat lalu ia berpuasa, maka itu adalah baik, dan siapa yang merasa
lemah hingga ia berbuka, maka itu pun juga baik." [Shahih Muslim]
b) Jika menyulitkan, maka berbuka lebih baik.
Jabir
bin Abdillah radhiyallahu
'anhuma berkata:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ مَرَّ بِرَجُلٍ فِي ظِلِّ
شَجَرَةٍ يُرَشُّ عَلَيْهِ الْمَاءُ، قَالَ: «مَا بَالُ صَاحِبِكُمْ هَذَا؟»
قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ صَائِمٌ، قَالَ: «إِنَّهُ لَيْسَ مِنَ الْبِرِّ أَنْ
تَصُومُوا فِي السَّفَرِ، وَعَلَيْكُمْ بِرُخْصَةِ اللَّهِ الَّتِي رَخَّصَ لَكُمْ
فَاقْبَلُوهَا» [سنن النسائي: صحيح]
Bahwa
Rasulullah ﷺ melewati seseorang
yang berada di bawah naungan pohon, dirinya disiram air, beliau bertanya:
"Apa yang telah terjadi pada teman kalian ini?!" Mereka menjawab;
"Wahai Rasulullah, ia sedang berpuasa." Beliau bersabda: "Bukan
termasuk kebajikan jika kalian berpuasa dalam perjalanan dan hendaklah kalian
mengambil keringanan yang Allah berikan kepada kalian, terimalah keringanan
tersebut." [Sunan An-Nasa’iy: Shahih]
Ø Dalam riwayat lain;
أَنَّ رَسُولَ اللهِ ﷺ خَرَجَ عَامَ الْفَتْحِ
إِلَى مَكَّةَ فِي رَمَضَانَ فَصَامَ حَتَّى بَلَغَ كُرَاعَ الْغَمِيمِ، فَصَامَ
النَّاسُ، ثُمَّ دَعَا بِقَدَحٍ مِنْ مَاءٍ فَرَفَعَهُ، حَتَّى نَظَرَ النَّاسُ
إِلَيْهِ، ثُمَّ شَرِبَ، فَقِيلَ لَهُ بَعْدَ ذَلِكَ: إِنَّ بَعْضَ النَّاسِ قَدْ
صَامَ، فَقَالَ: «أُولَئِكَ الْعُصَاةُ، أُولَئِكَ الْعُصَاةُ» [صحيح مسلم]
Bahwa
pada tahun Fathu Makkah (pembebasan kota Mekkah) Rasulullah ﷺ keluar menuju Makkah, yakni tepatnya pada
bulan Ramadhan. Saat itu, beliau berpuasa hingga sampai di Kuraa' Al-Ghamim,
dan para sahabat pun ikut berpuasa. Kemudian beliau meminta segayung air, lalu
beliau mengangkatnya hingga terlihat oleh para sahabat kemudian beliau
meminumnya. Setelah itu dikatakanlah kepada beliau, "Sesungguhnya sebagian
sahabat ada yang terus berpuasa." Maka beliau bersabda: "Mereka
adalah orang-orang yang bermaksiat (kepadaku), mereka adalah orang-orang yang
bermaksiat (kepadaku)." [Shahih Muslim]
Ø Dalam riwayat lain:
فَقِيلَ لَهُ: إِنَّ النَّاسَ قَدْ
شَقَّ عَلَيْهِمِ الصِّيَامُ، وَإِنَّمَا يَنْظُرُونَ فِيمَا فَعَلْتَ، فَدَعَا
بِقَدَحٍ مِنْ مَاءٍ بَعْدَ الْعَصْرِ [صحيح مسلم]
Lalu
dikatakan kepada beliau; "Sebenarnya orang-orang merasa berat untuk
melaksanakan puasa, tapi berhubung mereka melihat Tuan melaksanakannya maka
merekapun berpuasa." Akhirnya beliau meminta segayung air setelah shalat
'Ashar. [Shahih Muslim]
C. Kapan dibolehkan berbuka bagi orang yang bepergian jauh di
bulan Ramadhan?
Jika
ia berangkat sebelum fajar maka ia boleh tidak berpuasa pada hari itu. Adapun
jika ia berangkat setelah fajar terbit maka ulama berselisih
pendapat dalam masalah ini:
Pendapat pertama:
Ia wajib berpuasa pada hari
itu.
Ini adalah pendapat jumhur ulama, dengan alasan bahwa ibadah puasa
hukumnya berbeda saat bepergian jauh atau tidak (muqim), maka ketika bercampur
antara bepergian jauh dan tidak maka hukum muqim lebih kuat sehingga ia harus
berpuasa pada hari itu.
Pendapat kedua:
Ia boleh tidak berpuasa pada
hari itu.
Hanya saja mereka berselisih, kapan boleh membatalkan puasanya.
Ada yang berpendapat ketika sudah meninggalkan kampung halamannya. Ini
adalah pendapat imam Ahmad, dan diriwayatkan dari Ibnu Umar dan Asy-Sya’biy.
Dengan dalil hadits Ibnu ‘Abbas bahwa Nabi ﷺ membatalkan puasanya ketika
berada di Kadid.
Ada juga yang berpendapat ketika menaiki kendaraannya. Ini adalah
pendapat Daud Adh-Dzahiriy.
Dan ada yang berpendapat ketika sudah mempersiapkan keberangkatannya.
Ini adalah pendapat Anas bin Malik, dan Al-Hasan Al-Bashriy, dan
dikuatkan oleh syekh Albaniy rahimahullah. [Lihat kitab “تصحيح حديث إفطار الصائم قبل سفره بعد الفجر”]
Dan pendapat terakhir ini adalah pendapat yang paling kuat, Dengan
dalil:
a. Keumuman firman Allah:
{فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ
الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ
أَيَّامٍ أُخَرَ} [البقرة: 185]
Barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat
tinggalnya) di bulan itu (Ramadhan), maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu,
dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan jauh (lalu ia berbuka), maka
(wajiblah baginya berpuasa) pada hari-hari yang lain. [Al-Baqarah:185]
b.
Muhammad bin Ka'ab -rahimahullah- berkata;
أَتَيْتُ
أَنَسَ بْنِ مَالِكٍ فِي رَمَضَانَ وَهُوَ يُرِيدُ سَفَرًا، وَقَدْ رُحِلَتْ لَهُ
رَاحِلَتُهُ، وَلَبِسَ ثِيَابَ السَّفَرِ، فَدَعَا بِطَعَامٍ فَأَكَلَ، فَقُلْتُ
لَهُ: سُنَّةٌ؟ قَالَ: «سُنَّةٌ» ثُمَّ رَكِبَ
"Saya menemui Anas bin Malik pada bulan
Ramadhan, ketika itu hendak melakukan perjalanan, dia telah mempersiapkan
kendaraannya. Dia mengenakan pakaian khusus kemudian meminta dihidangkan
makanan lalu beliau memakannya." Aku bertanya: "Apakah ini
sunnah?" Dia menjawab: "Sunnah." Kemudian dia menaiki
kendaraannya. [Sunan Tirmidziy: Shahih]
Ø
Ja'far bin Jabr -rahimahullah- berkata;
كُنْتُ مَعَ أَبِي بَصْرَةَ
الْغِفَارِيِّ صَاحِبِ النَّبِيِّ ﷺ
فِي سَفِينَةٍ مِنَ الْفُسْطَاطِ فِي رَمَضَانَ، فَرُفِعَ ثُمَّ
قُرِّبَ غَدَاهُ، فَلَمْ يُجَاوِزِ الْبُيُوتَ حَتَّى دَعَا بِالسُّفْرَةِ، قَالَ:
اقْتَرِبْ قُلْتُ: أَلَسْتَ تَرَى الْبُيُوتَ؟!، قَالَ أَبُو بَصْرَةَ:
«أَتَرْغَبُ عَنْ سُنَّةِ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ ؟» فَأَكَلَ
Aku pernah bersama Abu Bashrah Al-Ghifariy
seorang sahabat Nabi ﷺ dalam sebuah kapal dari Al-Fusthath pada bulan
Ramadhan, kemudian dihidangkan makan siangnya. Ia belum melewati rumah-rumah
hingga ia meminta sufrah (makanan musafir). Ia berkata; Mendekatlah! Aku
katakan; Bukankah engkau masih melihat rumah-rumah tersebut (belum meninggalkan
pemukiman)? Abu Bashrah mengatakan; “Apakah engkau membenci sunah Rasulullah ﷺ?” Kemudian ia
memakannya. [Sunan Abi Daud: Shahih]
D. Orang yang bepergian jauh di bulan Ramadhan boleh tidak
berpuasa selama tidak berniat muqim (tinggal menetap).
Ibnu
‘Abbas radhiyallahu
'anhuma berkata:
«صَامَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ حَتَّى إِذَا بَلَغَ
الكَدِيدَ - المَاءَ الَّذِي بَيْنَ قُدَيْدٍ وَعُسْفَانَ - أَفْطَرَ، فَلَمْ
يَزَلْ مُفْطِرًا حَتَّى انْسَلَخَ الشَّهْرُ» [صحيح
البخاري]
“Rasulullah
ﷺ pernah berpuasa, hingga
ketika beliau sampai Kadid, sebuah mata air antara Qudaid dan Usfan, beliau
membatalkan puasanya dan terus beliau tidak puasa hingga bulan yang dijadikan
beliau puasa selesai”. [Shahih Bukhari]
Nb: Rasulullah ﷺ membebaskan kota Mekah sepuluh hari sebelum
Ramadhan berakhir, dengan demikian beliau tidak berpuasa selama di Mekah selama
sepuluh atau sebelas hari karena tidak ada niat untuk menetap di sana.
E.
Orang yang berpuasa di bulan Ramadhan saat bepergian
jauh, apakah harus mengqadha’ atau tidak?
Ulama berselisih pendapat dalam masalah ini:
Pendapat pertama: Harus mengqadha di hari lain.
Dengan dalil:
a) Dzhirnya
firman Allah subhanahu wa ta'aalaa:
{أَيَّامًا مَّعْدُودَاتٍ فَمَن كَانَ
مِنكُم مَّرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ} [البقرة: 184]
(Kewajiban
puasa) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada
yang sakit atau dalam perjalanan, maka (wajiblah baginya berpuasa) pada
hari-hari yang lain.
[Al-Baqarah: 184]
{فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ
فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ
أُخَرَ} [البقرة: 185]
Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di
negeri tempat tinggalnya) di bulan itu (Ramadhan), maka hendaklah ia berpuasa
pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan, maka (wajiblah
baginya berpuasa) pada hari-hari yang lain. [Al-Baqarah:185]
b)
Dzahirnya hadits yang menunjukkan bahwa berpuasa
saat bepergian jauh bukan suatu kebaikan, lawan kebaikan adalah keburukan atau
dosa.
Jika puasanya mengandung dosa maka puasa tersebut
tidak diterima.
Pendapat kedua: Puasanya sah dan
tidak ada qadha baginya.
Ini adalah pendapat jumhur ulama, adapun ayat yang
memerintahkan untuk menqadha’ bagi musafir maka yang dimaksud adalah orang
musafir yang tidak berpuasa dalam perjalanannya, adapun orang yang berpuasa
dalam perjalanannya maka ia tidak diperintahkan untuk mengqadha.
Demikian pula hadits larangan berpuasa saat bepergian
jauh, yang dimaksud adalah orang yang memaksakan diri untuk berpuasa sehingga
menyiksa dirinya. Jadi yang menyebabkan dosa adalah karena memaksakan diri
bukan karena puasanya.
F. Orang
yang rutin berpuasa kemudian tidak berpuasa karena bepergian jauh, maka pahala
puasa rutinnya tetap tercatat untuknya.
Dari Abu Musa radhiyallahu 'anhu;
Rasulullah ﷺ bersabda:
«إِذَا مَرِضَ العَبْدُ، أَوْ سَافَرَ، كُتِبَ لَهُ مِثْلُ مَا كَانَ
يَعْمَلُ مُقِيمًا صَحِيحًا» [صحيح البخاري]
"Jika seorang hamba sakit
atau bepergian (dan tidak bisa melaksanakan ibadah rutinnya), maka ditulis
baginya pahala seperti ketika dia beramal saat muqim dan dalam keadaan
sehat". [Sahih Bukhari]
Wallahu a’lam!
Lihat juga: Kitab Ash-Shaum dari Sahih Bukhari; Bab (33) Berpuasa dan berbuka saat bepergian jauh - Bab (34) Jika seseorang berpuasa beberapa hari di bulan Ramadhan kemudian bepergian jauh –
Bab (35) Sabda Nabi ﷺ kepada seorang yang dinaungi saat panas terik “Tidak
termasuk kebajikan berpuasa dalam perjalanan" - Bab (36) Para
sahabat Nabi ﷺ tidak mencela satu sama lain dalam berpuasa atau tidak - Bab (37) Orang yang membatalkan puasa dalam perjalanan jauh untuk dilihat orang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar anda adalah pelajaran berharga bagi saya ...