Rabu, 26 Maret 2025

Hukum seputar puasa bagi orang yang bepergian jauh (musafir)

بسم الله الرحمن الرحيم

A.    Orang yang musafir tidak wajib berpuasa Ramadhan tapi wajib menggantinya di hari yang lain.

Allah subhanahu wa ta'aalaa berfirman:

{يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ (183) أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ} [البقرة: 183، 184]

Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa, (yaitu) beberapa hari tertentu. Maka barangsiapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain. [Al-Baqarah: 183-184]

{شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ} [البقرة: 185]

Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur. [Al-Baqarah:185]

Ø  Dari Anas radhiyallahu ‘anhu; Nabi bersabda:

"إِنَّ اللَّهَ وَضَعَ عَنْ الْمُسَافِرِ نِصْفَ الصَّلَاةِ وَالصَّوْمَ"

"Sungguh Allah telah membebaskan setengah shalat dan puasa dari orang-orang yang bepergian, dan dari wanita yang hamil serta menyusui." [Sunan An-Nasa'iy: Hasan]

B.     Mana yang lebih baik; Berpuasa atau berbuka?

Pendapat pertama: Bepuasa lebih baik.

Dengan dalil:

1.       Rasulullah ﷺ berpuasa ketika musafir.

Ibnu Abu Awfa radhiyallahu 'anhu berkata;

كُنَّا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ فِي سَفَرٍ فَقَالَ لِرَجُلٍ: «انْزِلْ فَاجْدَحْ لِي»، قَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، الشَّمْسُ؟ قَالَ: «انْزِلْ فَاجْدَحْ لِي»، قَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ الشَّمْسُ؟ قَالَ: «انْزِلْ فَاجْدَحْ لِي»، فَنَزَلَ فَجَدَحَ لَهُ فَشَرِبَ، ثُمَّ رَمَى بِيَدِهِ هَا هُنَا، ثُمَّ قَالَ: «إِذَا رَأَيْتُمُ اللَّيْلَ أَقْبَلَ مِنْ هَا هُنَا، فَقَدْ أَفْطَرَ الصَّائِمُ»

Kami pernah bersama Rasulullah dalam suatu perjalanan yang ketika itu beliau berkata kepada seseorang: "Turunlah di sini dan siapkan minuman buatku". Orang itu berkata: "Wahai Rasulullah, bukankah masih ada matahari?" Beliau berkata, lagi: "Turunlah (berhenti di sini) dan siapkan minuman buatku". Orang itu berkata, lagi: "Wahai Rasulullah, bukankah masih ada matahari?" Beliau berkata, lagi: "Turunlah dan siapkan minuman buatku". Maka orang itu berhenti lalu memberikan minuman kepada Beliau, lalu Beliau minum kemudian menunjukkan tangan Beliau ke suatu arah lalu bersabda: "Apabila kalian telah melihat malam sudah datang dari arah sana maka orang yang puasa sudah boleh berbuka ". [Shahih Bukhari]

Ø  Abu Ad-Dardaa’ radhiyallahu 'anhu berkata:

«خَرَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللهِ فِي شَهْرِ رَمَضَانَ فِي حَرٍّ شَدِيدٍ، حَتَّى إِنْ كَانَ أَحَدُنَا لَيَضَعُ يَدَهُ عَلَى رَأْسِهِ مِنْ شِدَّةِ الْحَرِّ، وَمَا فِينَا صَائِمٌ، إِلَّا رَسُولُ اللهِ وَعَبْدُ اللهِ بْنُ رَوَاحَةَ» [صحيح البخاري ومسلم]

"Kami pernah keluar bersama Rasulullah di bulan Ramadhan saat terik matahari begitu menyengat hingga salah seorang dari kami meletakkan tangannya di atas kepala. Di antara kami tidak ada yang berpuasa kecuali Rasulullah dan Abdullah bin Rawahah." [Shahih Bukhari dan Muslim]

2.       Berpuasa di bulan Ramadhan lebih ringan dari pada berpuasa di luar Ramadhan.

Pendapat kedua: Berbuka (tidak puasa) lebih baik.

Diantar dalilnya:

1)      Mengambil keringanan lebih utama.

Dari Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma; Rasulullah ﷺ bersabda:

«إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ أَنْ تُؤْتَى رُخَصُهُ، كَمَا يَكْرَهُ أَنْ تُؤْتَى مَعْصِيَتُهُ» [مسند أحمد: صحيح]

"Sungguh Allah senang jika rukhshah (keringanan)-Nya dilaksanakan sebagaimana Dia benci jika kemaksiatan terhadap-Nya terjadi." [Musnad Ahmad: Shahih]

2)      Rasulullah ﷺ membatalkan puasanya ketika musafir.

Dari Ibnu 'Abbas radhiyallahu 'anhuma;

«أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ خَرَجَ إِلَى مَكَّةَ فِي رَمَضَانَ، فَصَامَ حَتَّى بَلَغَ الكَدِيدَ، أَفْطَرَ، فَأَفْطَرَ النَّاسُ»

“Bahwa Rasulullah pergi menuju Makkah dalam bulan Ramadhan dan Beliau berpuasa. Ketika sampai di daerah Kadid (90 km dari Mekah), Beliau berbuka yang kemudian orang-orang turut pula berbuka”. [Shahih Bukhari]

Ø  Umar bin Khathab radhiyallahu 'anhu berkata:

" غَزَوْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ غَزْوَتَيْنِ فِي شَهْرِ رَمَضَانَ: يَوْمَ بَدْرٍ، وَيَوْمَ الْفَتْحِ، فَأَفْطَرْنَا فِيهِمَا " [مسند أحمد: حديث قوي]

"Kami berperang bersama Rasulullah sebanyak dua kali pada bulan Ramadhan, yaitu perang Badar dan penaklukan kota Makkah, kemudian kami berbuka (tidak berpuasa) pada perang tersebut." [Musnad Ahmad: Hadits ini kuat]

3)      Larangan berpuasa ketika musafir.

Qaza'ah rahimahullah berkata; Aku pernah mendatangi Abu Sa'id Al-Khudriy -radhiyallahu ‘anhu- yang saat itu sedang dikerumuni oleh orang banyak. Ketika mereka telah membubarkan diri aku berkata kepadanya, "Aku tidak ingin menanyakan apa yang telah mereka tanyakan. Aku hanya ingin menanyakan perihal puasa dalam safar."

Maka ia pun menjawab:

سَافَرْنَا مَعَ رَسُولِ اللهِ إِلَى مَكَّةَ وَنَحْنُ صِيَامٌ، قَالَ: فَنَزَلْنَا مَنْزِلًا، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ : «إِنَّكُمْ قَدْ دَنَوْتُمْ مِنْ عَدُوِّكُمْ، وَالْفِطْرُ أَقْوَى لَكُمْ» فَكَانَتْ رُخْصَةً، فَمِنَّا مَنْ صَامَ، وَمِنَّا مَنْ أَفْطَرَ، ثُمَّ نَزَلْنَا مَنْزِلًا آخَرَ، فَقَالَ: «إِنَّكُمْ مُصَبِّحُو عَدُوِّكُمْ، وَالْفِطْرُ أَقْوَى لَكُمْ، فَأَفْطِرُوا» وَكَانَتْ عَزْمَةً، فَأَفْطَرْنَا، ثُمَّ قَالَ: لَقَدْ رَأَيْتُنَا نَصُومُ، مَعَ رَسُولِ اللهِ بَعْدَ ذَلِكَ، فِي السَّفَرِ

"Kami dulu pernah bepergian ke kota Makkah bersama Rasulullah dan kami saat itu sedang berpuasa. Lalu kami singgah di suatu tempat, kemudian Rasulullah bersabda: "Jarak kalian dengan musuh kalian sudah semakin dekat, dan makan (tidak berpuasa) akan dapat membuat kalian lebih kuat”. Dan ini adalah sebuah rukhshah (keringanan), maka di antara kamipun ada yang masih berpuasa dan ada pula yang tidak berpuasa. Setelah itu, kami singgah lagi pada sebuah tempat, lalu beliau bersabda: "Sesungguhnya kalian besok pagi kalian akan menghadapi musuh sedangkan berbuka akan membuat kalian lebih kuat, maka berbukalah kalian”. Dan ini adalah suatu ketetapan, maka sesudah itu, kami pun berbuka. Abu Sa'id berkata; Sungguh, semenjak itu aku telah melihat kami berpuasa bersama Rasulullah dalam perjalanan. [Shahih Muslim]

4)      Pujian bagi yang berbuka ketika musafir.

Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu berkata:

كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ ، أَكْثَرُنَا ظِلًّا الَّذِي يَسْتَظِلُّ بِكِسَائِهِ، وَأَمَّا الَّذِينَ صَامُوا فَلَمْ يَعْمَلُوا شَيْئًا، وَأَمَّا الَّذِينَ أَفْطَرُوا فَبَعَثُوا الرِّكَابَ وَامْتَهَنُوا وَعَالَجُوا، فَقَالَ النَّبِيُّ : «ذَهَبَ المُفْطِرُونَ اليَوْمَ بِالأَجْرِ» [صحيح البخاري]

"Kami pernah bersama Nabi ﷺ, dimana kebanyakan dari kami berlindung dengan kainnya masing-masing (karena panas terik) ". Adapun orang yang tetap berpuasa mereka tidak melakukan apa-apa, dan yang berbuka mereka mengerahkan tunggangan mereka, bekerja keras dan mengurus (orang-orang yang berpuasa). Kemudian Nabi ﷺ bersabda: "Orang-orang yang berbuka pada hari ini telah bepergian dengan mendapatkan pahala". [Shahih Bukhari]

Pendapat ketiga: Sama-sama baik.

Dari 'Aisyah radhiyallahu 'anha, isteri Nabi ;

أَنَّ حَمْزَةَ بْنَ عَمْرٍو الأَسْلَمِيَّ قَالَ لِلنَّبِيِّ : أَأَصُومُ فِي السَّفَرِ؟ - وَكَانَ كَثِيرَ الصِّيَامِ -، فَقَالَ: «إِنْ شِئْتَ فَصُمْ، وَإِنْ شِئْتَ فَأَفْطِرْ»

Bahwa Hamzah bin 'Amru Al Aslamiy berkata, kepada Nabi : "Apakah aku boleh berpuasa saat bepergian? Dia adalah orang yang banyak berpuasa. Maka Beliau menawab: "Jika kamu mau berpuasalah dan jika kamu mau berbukalah". [Shahih Bukhari]

Ø  Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu berkata;

«كُنَّا نُسَافِرُ مَعَ النَّبِيِّ فَلَمْ يَعِبِ الصَّائِمُ عَلَى المُفْطِرِ، وَلاَ المُفْطِرُ عَلَى الصَّائِمِ»

"Kami pernah bepergian bersama Nabi , yang berpuasa tidak mencela yang berbuka dan yang berbuka juga tidak mencela yang berpuasa". [Shahih Bukhari]

Ø  Ibnu 'Abbas radhiyallahu 'anhuma berkata:

«قَدْ صَامَ رَسُولُ اللَّهِ وَأَفْطَرَ، فَمَنْ شَاءَ صَامَ وَمَنْ شَاءَ أَفْطَرَ»

“Rasulullah juga pernah berpuasa dalam suatu perjalanan Beliau dan juga pernah berbuka. Maka siapa yang mau silakan berpuasa dan siapa yang mau silakan berbuka". [Shahih Bukhari]

Pendapt keempat: Disesuaikan dengan kondisi mana yang dirasa lebih ringan.

Allah subhanahu wa ta'aalaa berfirman:

{يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ} [البقرة: 185]

Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. [Al-Baqarah:185]

Ø  Aisyah radhiyallahu 'anha berkata:

«مَا خُيِّرَ رَسُولُ اللهِ بَيْنَ أَمْرَيْنِ، أَحَدُهُمَا أَيْسَرُ مِنَ الْآخَرِ، إِلَّا اخْتَارَ أَيْسَرَهُمَا، مَا لَمْ يَكُنْ إِثْمًا، فَإِنْ كَانَ إِثْمًا، كَانَ أَبْعَدَ النَّاسِ مِنْهُ» [صحيح البخاري ومسلم]

“Rasulullah ﷺ tidak disuruh memilih antara dua hal, salah satunya lebih mudah dari yang lainnya, kecuali beliau memilih yang paling mudah dari keduanya, selama itu bukan dosa, tapi kalau yang lebih mudah itu dosa maka beliau adalah orang yang paling penjauhinya”. [Sahih Bukhari dan Muslim]

a)      Jika kuat dan tidak memberatkan diri dan orang lain, maka puasa lebih baik.

Abu Sa’id Al-Khudriy radhiyallahu 'anhu berkata:

«كُنَّا نَغْزُو مَعَ رَسُولِ اللهِ فِي رَمَضَانَ، فَمِنَّا الصَّائِمُ وَمِنَّا الْمُفْطِرُ، فَلَا يَجِدُ الصَّائِمُ عَلَى الْمُفْطِرِ، وَلَا الْمُفْطِرُ عَلَى الصَّائِمِ، يَرَوْنَ أَنَّ مَنْ وَجَدَ قُوَّةً فَصَامَ، فَإِنَّ ذَلِكَ حَسَنٌ، وَيَرَوْنَ أَنَّ مَنْ وَجَدَ ضَعْفًا، فَأَفْطَرَ فَإِنَّ ذَلِكَ حَسَنٌ» [صحيح مسلم]

"Kami pernah ikut berperang bersama Rasulullah ﷺ di bulan Ramadhan. Di antara kami ada yang berpuasa dan ada pula yang berbuka. Orang yang berpuasa tidak mencela orang yang berbuka begitu juga orang yang berbuka tidak mencela orang yang berpuasa. Mereka berpendapat bahwa siapa yang kuat lalu ia berpuasa, maka itu adalah baik, dan siapa yang merasa lemah hingga ia berbuka, maka itu pun juga baik." [Shahih Muslim]

b)      Jika menyulitkan, maka berbuka lebih baik.

Jabir bin Abdillah radhiyallahu 'anhuma berkata:

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ مَرَّ بِرَجُلٍ فِي ظِلِّ شَجَرَةٍ يُرَشُّ عَلَيْهِ الْمَاءُ، قَالَ: «مَا بَالُ صَاحِبِكُمْ هَذَا؟» قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ صَائِمٌ، قَالَ: «إِنَّهُ لَيْسَ مِنَ الْبِرِّ أَنْ تَصُومُوا فِي السَّفَرِ، وَعَلَيْكُمْ بِرُخْصَةِ اللَّهِ الَّتِي رَخَّصَ لَكُمْ فَاقْبَلُوهَا» [سنن النسائي: صحيح]

Bahwa Rasulullah melewati seseorang yang berada di bawah naungan pohon, dirinya disiram air, beliau bertanya: "Apa yang telah terjadi pada teman kalian ini?!" Mereka menjawab; "Wahai Rasulullah, ia sedang berpuasa." Beliau bersabda: "Bukan termasuk kebajikan jika kalian berpuasa dalam perjalanan dan hendaklah kalian mengambil keringanan yang Allah berikan kepada kalian, terimalah keringanan tersebut." [Sunan An-Nasa’iy: Shahih]

Ø  Dalam riwayat lain;

أَنَّ رَسُولَ اللهِ خَرَجَ عَامَ الْفَتْحِ إِلَى مَكَّةَ فِي رَمَضَانَ فَصَامَ حَتَّى بَلَغَ كُرَاعَ الْغَمِيمِ، فَصَامَ النَّاسُ، ثُمَّ دَعَا بِقَدَحٍ مِنْ مَاءٍ فَرَفَعَهُ، حَتَّى نَظَرَ النَّاسُ إِلَيْهِ، ثُمَّ شَرِبَ، فَقِيلَ لَهُ بَعْدَ ذَلِكَ: إِنَّ بَعْضَ النَّاسِ قَدْ صَامَ، فَقَالَ: «أُولَئِكَ الْعُصَاةُ، أُولَئِكَ الْعُصَاةُ» [صحيح مسلم]

Bahwa pada tahun Fathu Makkah (pembebasan kota Mekkah) Rasulullah keluar menuju Makkah, yakni tepatnya pada bulan Ramadhan. Saat itu, beliau berpuasa hingga sampai di Kuraa' Al-Ghamim, dan para sahabat pun ikut berpuasa. Kemudian beliau meminta segayung air, lalu beliau mengangkatnya hingga terlihat oleh para sahabat kemudian beliau meminumnya. Setelah itu dikatakanlah kepada beliau, "Sesungguhnya sebagian sahabat ada yang terus berpuasa." Maka beliau bersabda: "Mereka adalah orang-orang yang bermaksiat (kepadaku), mereka adalah orang-orang yang bermaksiat (kepadaku)." [Shahih Muslim]

Ø  Dalam riwayat lain:

فَقِيلَ لَهُ: إِنَّ النَّاسَ قَدْ شَقَّ عَلَيْهِمِ الصِّيَامُ، وَإِنَّمَا يَنْظُرُونَ فِيمَا فَعَلْتَ، فَدَعَا بِقَدَحٍ مِنْ مَاءٍ بَعْدَ الْعَصْرِ [صحيح مسلم]

Lalu dikatakan kepada beliau; "Sebenarnya orang-orang merasa berat untuk melaksanakan puasa, tapi berhubung mereka melihat Tuan melaksanakannya maka merekapun berpuasa." Akhirnya beliau meminta segayung air setelah shalat 'Ashar. [Shahih Muslim]

C.     Kapan dibolehkan berbuka bagi orang yang bepergian jauh di bulan Ramadhan?

Jika ia berangkat sebelum fajar maka ia boleh tidak berpuasa pada hari itu. Adapun jika ia berangkat setelah fajar terbit maka ulama berselisih pendapat dalam masalah ini:

Pendapat pertama: Ia wajib berpuasa pada hari itu.

Ini adalah pendapat jumhur ulama, dengan alasan bahwa ibadah puasa hukumnya berbeda saat bepergian jauh atau tidak (muqim), maka ketika bercampur antara bepergian jauh dan tidak maka hukum muqim lebih kuat sehingga ia harus berpuasa pada hari itu.

Pendapat kedua: Ia boleh tidak berpuasa pada hari itu.

Hanya saja mereka berselisih, kapan boleh membatalkan puasanya.

Ada yang berpendapat ketika sudah meninggalkan kampung halamannya. Ini adalah pendapat imam Ahmad, dan diriwayatkan dari Ibnu Umar dan Asy-Sya’biy. Dengan dalil hadits Ibnu ‘Abbas bahwa Nabi ﷺ membatalkan puasanya ketika berada di Kadid.

Ada juga yang berpendapat ketika menaiki kendaraannya. Ini adalah pendapat Daud Adh-Dzahiriy.

Dan ada yang berpendapat ketika sudah mempersiapkan keberangkatannya. Ini adalah pendapat Anas bin Malik, dan Al-Hasan Al-Bashriy, dan dikuatkan oleh syekh Albaniy rahimahullah. [Lihat kitab “تصحيح حديث إفطار الصائم قبل سفره بعد الفجر”]

Dan pendapat terakhir ini adalah pendapat yang paling kuat, Dengan dalil:

a.       Keumuman firman Allah:

{فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ} [البقرة: 185]

Barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu (Ramadhan), maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan jauh (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) pada hari-hari yang lain. [Al-Baqarah:185]

b.       Muhammad bin Ka'ab -rahimahullah- berkata;

أَتَيْتُ أَنَسَ بْنِ مَالِكٍ فِي رَمَضَانَ وَهُوَ يُرِيدُ سَفَرًا، وَقَدْ رُحِلَتْ لَهُ رَاحِلَتُهُ، وَلَبِسَ ثِيَابَ السَّفَرِ، فَدَعَا بِطَعَامٍ فَأَكَلَ، فَقُلْتُ لَهُ: سُنَّةٌ؟ قَالَ: «سُنَّةٌ» ثُمَّ رَكِبَ

"Saya menemui Anas bin Malik pada bulan Ramadhan, ketika itu hendak melakukan perjalanan, dia telah mempersiapkan kendaraannya. Dia mengenakan pakaian khusus kemudian meminta dihidangkan makanan lalu beliau memakannya." Aku bertanya: "Apakah ini sunnah?" Dia menjawab: "Sunnah." Kemudian dia menaiki kendaraannya. [Sunan Tirmidziy: Shahih]

Ø  Ja'far bin Jabr -rahimahullah- berkata;

كُنْتُ مَعَ أَبِي بَصْرَةَ الْغِفَارِيِّ صَاحِبِ النَّبِيِّ فِي سَفِينَةٍ مِنَ الْفُسْطَاطِ فِي رَمَضَانَ، فَرُفِعَ ثُمَّ قُرِّبَ غَدَاهُ، فَلَمْ يُجَاوِزِ الْبُيُوتَ حَتَّى دَعَا بِالسُّفْرَةِ، قَالَ: اقْتَرِبْ قُلْتُ: أَلَسْتَ تَرَى الْبُيُوتَ؟!، قَالَ أَبُو بَصْرَةَ: «أَتَرْغَبُ عَنْ سُنَّةِ رَسُولِ اللَّهِ ؟» فَأَكَلَ

Aku pernah bersama Abu Bashrah Al-Ghifariy seorang sahabat Nabi dalam sebuah kapal dari Al-Fusthath pada bulan Ramadhan, kemudian dihidangkan makan siangnya. Ia belum melewati rumah-rumah hingga ia meminta sufrah (makanan musafir). Ia berkata; Mendekatlah! Aku katakan; Bukankah engkau masih melihat rumah-rumah tersebut (belum meninggalkan pemukiman)? Abu Bashrah mengatakan; “Apakah engkau membenci sunah Rasulullah ?” Kemudian ia memakannya. [Sunan Abi Daud: Shahih]

D.    Orang yang bepergian jauh di bulan Ramadhan boleh tidak berpuasa selama tidak berniat muqim (tinggal menetap).

Ibnu ‘Abbas radhiyallahu 'anhuma berkata:

«صَامَ رَسُولُ اللَّهِ حَتَّى إِذَا بَلَغَ الكَدِيدَ - المَاءَ الَّذِي بَيْنَ قُدَيْدٍ وَعُسْفَانَ - أَفْطَرَ، فَلَمْ يَزَلْ مُفْطِرًا حَتَّى انْسَلَخَ الشَّهْرُ» [صحيح البخاري]

“Rasulullah pernah berpuasa, hingga ketika beliau sampai Kadid, sebuah mata air antara Qudaid dan Usfan, beliau membatalkan puasanya dan terus beliau tidak puasa hingga bulan yang dijadikan beliau puasa selesai”. [Shahih Bukhari]

Nb: Rasulullah membebaskan kota Mekah sepuluh hari sebelum Ramadhan berakhir, dengan demikian beliau tidak berpuasa selama di Mekah selama sepuluh atau sebelas hari karena tidak ada niat untuk menetap di sana.

E.     Orang yang berpuasa di bulan Ramadhan saat bepergian jauh, apakah harus mengqadha’ atau tidak?

Ulama berselisih pendapat dalam masalah ini:

Pendapat pertama: Harus mengqadha di hari lain.

Dengan dalil:

a)       Dzhirnya firman Allah subhanahu wa ta'aalaa:

{أَيَّامًا مَّعْدُودَاتٍ فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ} [البقرة: 184]

(Kewajiban puasa) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan, maka (wajiblah baginya berpuasa) pada hari-hari yang lain. [Al-Baqarah: 184]

{فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ} [البقرة: 185]

Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu (Ramadhan), maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan, maka (wajiblah baginya berpuasa) pada hari-hari yang lain. [Al-Baqarah:185]

b)      Dzahirnya hadits yang menunjukkan bahwa berpuasa saat bepergian jauh bukan suatu kebaikan, lawan kebaikan adalah keburukan atau dosa.

Jika puasanya mengandung dosa maka puasa tersebut tidak diterima.

Pendapat kedua: Puasanya sah dan tidak ada qadha baginya.

Ini adalah pendapat jumhur ulama, adapun ayat yang memerintahkan untuk menqadha’ bagi musafir maka yang dimaksud adalah orang musafir yang tidak berpuasa dalam perjalanannya, adapun orang yang berpuasa dalam perjalanannya maka ia tidak diperintahkan untuk mengqadha.

Demikian pula hadits larangan berpuasa saat bepergian jauh, yang dimaksud adalah orang yang memaksakan diri untuk berpuasa sehingga menyiksa dirinya. Jadi yang menyebabkan dosa adalah karena memaksakan diri bukan karena puasanya.

F.     Orang yang rutin berpuasa kemudian tidak berpuasa karena bepergian jauh, maka pahala puasa rutinnya tetap tercatat untuknya.

Dari Abu Musa radhiyallahu 'anhu; Rasulullah ﷺ bersabda:

«إِذَا مَرِضَ العَبْدُ، أَوْ سَافَرَ، كُتِبَ لَهُ مِثْلُ مَا كَانَ يَعْمَلُ مُقِيمًا صَحِيحًا» [صحيح البخاري]

"Jika seorang hamba sakit atau bepergian (dan tidak bisa melaksanakan ibadah rutinnya), maka ditulis baginya pahala seperti ketika dia beramal saat muqim dan dalam keadaan sehat". [Sahih Bukhari]

Wallahu a’lam!

Lihat juga: Kitab Ash-Shaum dari Sahih Bukhari; Bab (33) Berpuasa dan berbuka saat bepergian jauh - Bab (34) Jika seseorang berpuasa beberapa hari di bulan Ramadhan kemudian bepergian jauhBab (35) Sabda Nabi ﷺ kepada seorang yang dinaungi saat panas terik “Tidak termasuk kebajikan berpuasa dalam perjalanan" - Bab (36) Para sahabat Nabi ﷺ tidak mencela satu sama lain dalam berpuasa atau tidak - Bab (37) Orang yang membatalkan puasa dalam perjalanan jauh untuk dilihat orang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar anda adalah pelajaran berharga bagi saya ...