Selasa, 26 April 2011

Kaedah nama dan sifat Allah I *



Mengimani nama-nama dan sifat-sifat Allah adalah bagian dari keimanan kepada Allah subhanahu wata'ala . Ulama telah membagi tauhid kepada tiga bagian: tauhid ar-rububiya, tauhid al-uluhiya, dan tauhid al-asmaa' wa as-sifaat. Ketiga jenis tauhid ini disebutkan dalam satu ayat Al-Qur'an, Allah berfirman:
{رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا فَاعْبُدْهُ وَاصْطَبِرْ لِعِبَادَتِهِ هَلْ تَعْلَمُ لَهُ سَمِيًّا} [مريم: 65]
Artinya:
"Tuhan (yang menguasai) langit dan bumi dan apa-apa yang ada di antara keduanya [tauhid rububiyah], Maka sembahlah dia dan berteguh hatilah dalam beribadat kepada-Nya [tauhid uluhiyah]. apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia ?" [tauhid asma' wassifat].
Tauhid Ar-Rubuubiya adalah mengesakan Allah dalam menciptakan, memiliki, dan mengatur alam semesta. Tauhid Al-Uluuhiya atau Tauhid Al-'Ibadah yaitu mengesakan Allah dalam ibadah dan yang berhak disembah hanyalah Allah semata. Tauhid Al-Asmaa' wa Ash-Shifaat yaitu mengesakan Allah pada nama-nama dan sifat-sifat-Nya.
Pada pembahasan al-asmaa' wa as-sifaat banyak dari kelompok-kelompok Islam yang tergelincir dalam memahaminya. Hal tesebut disebabkan karena ketidak-tahuan atau karena ta'assub/fanatisme yang menyelimuti.
Golongan yang mengingkari nama dan sifat Allah disebut al-mu'athilah, sama halnya pengingkaran itu secara keseluruhan atau sebagiannya. Golongan ini terbagi menjadi empat kelompok:
1-      Al-asya'irah, Al-maturidiyah dan yang sealiran dengan mereka. Kelompok ini mengakui semua nama Allah namun mengingkari sebagian sifat-Nya.
2-      Al-Mu'tazilah dan yang sealiran dengannya dari ahli kalam, mengakui semua nama Allah dan mengingkari semua sifat-Nya.
3-      Fanatik Al-Jahmiyah, Al-Qaramitha, Al-Bathiniya, dan yang sealiran dengan mereka. Kelompok ini mengaingkari semua nama dan  sifat Allah.
4-      Fanatik dari kaum falsafa, mereka tidak mengakui dan tidak juga mengingkari.
Oleh sebab itu para ulama menetapkan kaidah dalam memahami al-asmaa' wa as-sifaat supaya kita tidak terjerumus ke dalam pemahaman batil yang dampaknya sangat berat bagi kesahihan iman seseorang.
Berikut ini beberapa kaedah yang saya kutip dari buku "al-qawaidu al-mutslaa fi sifatillahi wa asmaaihi alhusna" oleh syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah. Dalam maqalah ini saya berusaha memberikan sedikit penjelasan dari kaedah2 tersebut semoga dapat lebih mudah memahaminya.

Kaedah nama-nama Allah.
Kaedah yang pertama:
أسماء الله تعالى كلها حسنى ، أي بالغة في الحسن غايته . قال تعالى  {وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى} [الأعراف: 180]، وذلك لأنها متضمنة لصفات كاملة لا نقص فيها بوجه من الوجوه، لا احتمالا ولا تقديرا.
Semua nama-nama Allah adalah  husna yang berarti puncak dari segala keindahan dan keelokan, Allah berfirman: "Hanya milik Allah asmaa-ul husna".
Selain karena nama-nama tersebut mengandung sifat-sifat yang sempurna bagi Allah yang tiada celanya sedikitpun, juga dikarenakan nama-nama tersebut sangat indah didengar dan punya pengaruh yang kuat bagi perasaan.
Diantara nama Allah, ada yang sempurnah jika berpasangan seperti : القابض والباسط  , dalam bentuk pemberitaan seperti : الضار النافع ، المعز المذل ، الخافض الرافع .
           
Kaedah yang kedua:
أسماء الله تعالى أعلام وأوصاف، أعلام باعتبار دلالتها على الذات وأوصاف باعتبار ما دلت عليه المعاني، وهي باعتبار الأول مترادفة لدلالتها على مسمى واحد، وهو الله عز وجل ، وباعتبار الثاني متباينة لدلالة كل واحد منهما على معناه الخاص.
Qaedah ini merupakan bantahan terhadap golongan al-mu'athilah dari kaum al-mu'tazilah yang mengatakan bahwasanya Allah adalah Yang Maha Mendengar tapi tidak memiliki sifat mendengar, Yang Maha Melihat tapi tidak memiliki sifat melihat.
            Mereka beralasan bahwasanya sifat-sifat tersebut adalah qadimah, dan dengan mengakui sifat-sifat tersebut berarti kita mengakui adanya beberapa al-qadim (zat yang tidak didahului oleh ketidak-adaan atau yang tidak ada seseuatu sebelumnya).
            Qaedah ini menjelaskan bahwa keberagaman asma al husna tetap menunjukkan kepada satu zat yaitu Allah dan tidak berarti bahwa yang dinamai itu banyak dan beragam. Akan tetapi dari segi makna nama-nama tersebut masing-masing memiliki makna yang berbeda-beda.
            Contoh: "الرحمن" adalah Allah, "الرزاق" juga Allah, tapi makna Ar-Rahman berbeda dengan makna Ar-Razzaq.
Tidak satupun nama Allah yang dibentuk dari isim jamid karena isim jamid tidak mengandung sifat dan makna, apalagi yang sempurna.

            Kaedah yang ketiga:
أسماء الله تعالى ، إن دلت على وصف متعد ، تضمنت ثلاثة أمور :
أحدها : ثبوت ذلك الاسم لله عز وجل .
الثاني : ثبوت الصفة التي تضمنها لله عز وجل .
الثالث : ثبوت حكمها ومقتضاها .
Nama-nama Allah, jika mengandung sifat muta'addi, maka syarat mengimaninya ada tiga:
Pertama: Mengakui nama tersebut bagi Allah.
Kedua: Mengakui sifat yang dikandung nama tersebut bagi Allah.
Ketiga: Mengakui hukum yang dikandung sifat tersebut.
Contoh: "العليم" (Yang Maha Mengetahui), adalah salah satu dari nama-nama Allah yang husna, menunjukkan bahwasanya Allah memiliki sifat mengetahui, dan Allah mengetahui segala sesuatu tampa terkecuali.
Contoh lain: "السميع ، البصير ، الخالق " .
وإن دلت على وصف غير متعد ، تضمنت أمرين :
أحدهما : ثبوت ذلك الاسم لله عز وجل .
الثاني : ثبوت الصفة التي تضمنها لله عز وجل .
Dan jika nama-nama Allah mengandung sifat tidak muta'addi, maka syarat mengimaninya hanya dua:
Pertama: Mengakui nama tersebut bagi Allah.
Kedua: Mengakui sifat yang dikandung nama tersebut bagi Allah.
Contoh: Nama Allah "الحي" (Yang Hidup), adalah salah satu dari nama-nama Allah yang husna, menunjukkan bahwasanya Allah memiliki sifat hidup. Contoh lain: "العظيم ، المتعال ، الأعلى ، الجميل ، الواحد ، الأحد ، الوتر " .
            Yang dimaksud dengan nama Alah yang mengandung sifat muta'adi adalah nama yang ada hubungannya dengan makhluk, sedangkan yang tidak muta'adi adalah nama yang tidak ada hubungannya dengan makhluk.

            Kaedah yang keempat:
دلالة أسماء الله تعالى على ذاته وصفاته تكون بالمطابقة وبالتضمن وبالالتزام .
            Kandungan nama Allah yang menunjukkan pada zat dan sifat-Nya bisa dengan dalil al-muthabaqah (kesamaan), atau at-tadhammun (mencakup), atau al-iltizam (keharusan).
Contoh: Nama Allah "الخالق" , dengan dalil al-muthabaqah menunjukkan bahwasanya Yang Maha Pencipta itu adalah Allah, dan dengan dalil at-tadhammun menunjukkan bahwasanya Allah memiliki sifat mencipta, dan dengan dalil al-iltizam menunjukkan bahwasanya Allah memiliki sifat "العلم", "القدرة", dan "الإرادة", karena untuk menciptakan sesuatu harus ada pengetahuan, kemampuan, dan keinginan.

            Kaedah yang kelima:
أسماء الله تعالى توقيفية لا مجال للعقل فيها ، قال الله تعالى {وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا} [الإسراء: 36]
Penentukan nama-nama Allah adalah tauqifiyah harus bersumber dari Al-qur'an dan As-sunnah yang shahih, akal tidak punya hak dalam hal ini. Allah berfirman: " Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya " .

            Kaedah yang keenam:
أسماء الله تعالى غير محصورة بعدد معين، لقول النبي صلى الله عليه وسلم  : "أسألك بكل اسم هو لك سميت به نفسك أو أنزلته في كتابك أو علمته أحدا من خلقك أو استأثرت به في علم الغيب عندك".
Nama-nama Allah tidak terbatas pada jumlah tertentu, dalilnya sabda Rasulullah dalam sebuah do'a: "Aku meminta kepada-Mu dengan semua nama yang Engkau miliki, yang Engkau namai diri-Mu sendiri, baik yang Engkau sebutkan dalam kitab suci-Mu, atau yang Engkau ajarkan pada seorang hamba-Mu, atau yang Engkau sembunyikan di alam gaib yang ada pada-Mu ...".
Adapun sabda Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam: "إن لله تسعة وتسعين اسما مائة إلا واحدا من أحصاها دخل الجنة" , tidak menunjukkan kalau nama-nama Allah hanya berjumlah sembilan puluh sembilan saja. Akan tetapi makna hadits tersebut adalah sesungguhnya Allah memiliki beberapa nama, diantaranya ada sembilan puluh sembilan nama yang bagi siapa saja yang mampu memahami maknanya dan mengamalkan kewajiban-kewajiban yang dikandungnya, ia akan masuk surga.

Kaedah yang ketujuh:
الإلحاد في أسماء الله تعالى هو الميل بها عما يجب فيها، وهو أنواع :
الأول : أن ينكر شيئا منها أو مما دلت عليه ومن الصفات والأحكام .
الثاني : أن يجعلها دالة على صفات تشابه صفات المخلوقين .
الثالث : أن يسمي الله تعالى بما لم يسم به نفسه .
الرابع : أن يشتق من أسمائه أسماء للأصنام .
قال الله تعالى {وَذَرُوا الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِي أَسْمَائِهِ سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوا يَعْمَلُون} [الأعراف: 180]
            Penyimpangan terhadap nama-nama Allah adalah penyelewengan terhadap apa yang seharusnya kita yakini dengan nama-nama tersebut. Penyimpangan ini ada beberapa macam:
            Pertama: Mengingkari salah satu dari nama-nama tersebut, atau mengingkari sifat dan hukum yang dikandungnya.
            Kedua: Menjadikan sifat yang dikandung nama-nama tersebut menyerupai sifat makhluk.
            Ketiga: Menamai Allah dengan nama yang tidak disebutkan dalam Al-Qur'an atau hadits sahih.
            Keempat: Mengambil nama-nama tersebut sebagai nama berhala.
            Allah berfirman: "Dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan".
Penyimpangan dalam nama-nama Allah dengan segala bentuknya hukumya haram karena Allah mengancam pelakunya dengan siksaan. Dan bisa jadi masuk dalam kategori kesyirikan atau kekafiran, tergantung dalil syar'I yang menunjukkan hal itu.

Bersambung ke bagian II

* Pernah dipresentasikan pada diskusi mingguan DPD-PPMI Mansura, 1 Dzul Hijjah 1429 H .

Lihat juga: - Pembagian Tauhid
                  - Urgensi Ilmu Aqidah
                  - "Asmaa-ul husna"

4 komentar:

  1. saya hanya blogwalking >>
    jika anda berminat kunjungi blog saya

    BalasHapus
  2. bagus bacaannya...jazaakumullaahukhoiron

    BalasHapus
    Balasan
    1. Baarakallahu fiik, wajazaakallahu mitslah!

      Hapus

Komentar anda adalah pelajaran berharga bagi saya ...