Minggu, 07 Juli 2019

Penjelasan singkat kitab Ash-Shaum dari Sahih Bukhari; Bab (11) Jika kalian melihat hilal

بسم الله الرحمن الرحيم


A.    Penjelasan pertama.

Bab kesebelas kitab "Ash-Shaum" dari Shahih Bukhari adalah:
بَابُ قَوْلِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِذَا رَأَيْتُمُ الهِلاَلَ فَصُومُوا، وَإِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَأَفْطِرُوا
Bab sabda Nabi shallallahu ' alaihi wasallam: "Jika kalian melihat hilal (bulan Ramadhan) maka berpuasalah kalian, dan jika kalian melihat hilal (bulan Syawwal) maka berbukalah (berhari raya) kalian".

Dalam bab ini Imam Bukhari –rahimahullah- menjelaskan tentang penentuan awal dan akhri bulan Ramadhan, kapan seseorang memulai puasa dan kapan berakhir.

~ Judul bab ini adalah potongan hadits dari Ibnu Umar, telah diriwayatkan oleh imam Bukhari pada bab kelima.
Ibnu 'Umar radliallahu 'anhuma berkata; Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
إِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَصُومُوا وَإِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَأَفْطِرُوا فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوا لَهُ
"Jika kamu melihatnya maka berpuasalah dan jika kamu melihatnya lagi maka berbukalah. Apabila kalian terhalang oleh awan maka perkirakanlah jumlahnya (jumlah hari disempurnakan) ".
Dalam riwayat lain: " ... melihat hilal bulan Ramadhan".  [Shahih Bukhari]

~ Dalam bab ini Imam Bukhari -rahimahullah- menyebutkan 1 hadits secara mu'allaq (tanpa sanad) dari 'Ammar bin Yasir, dan meriwayatkan 6 hadits muttashil (sanadnya lengkap). 
Tiga hadits diriwayatkan dari Ibnu Umar, dan masing-masing satu hadits dari Abu Hurairah, Ummi Salamah, dan Anas bin Malik radhiyallahu ‘ anhum.

B.    Penjelasan kedua.

Hadits pertama dari 'Ammar bin Yasir disebutkan oleh imam Bukhari secara mu'allaq, beliau berkata:
وَقَالَ صِلَةُ [بن زفر الكوفي العبسي، من كبار التابعين وفضلائهم]، عَنْ عَمَّارٍ: مَنْ صَامَ يَوْمَ الشَّكِّ فَقَدْ عَصَى أَبَا القَاسِمِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Dan Shilah [bin Zufar Al-Kufiy Al-'Absiy, salah seorang tabi'iy senior dan mulia] meriwayatkan dari 'Ammar: "Barangsiapa yang berpuasa pada hari yang diragukan, maka ia telah mendurhakai Abu Al-Qasim shallallahu ‘ alaihi wa sallam.

~ Hadits ini diriwayatkan dengan sanad yang utuh oleh Abu Daud dalam Sunan-Nya, kitab Ash-Shaum, bab dimakruhkan puasa pada hari keraguan (2/300) no. 2334, At-Tirmidziy dalam Sunan-Nya, kitab Ash-Shaum, bab tentang dimakruhkan puasa pada hari keraguan (3/61) no. 686, At-Tirmidziy mengatakan: “hadits ini adalah hadits hasan shahih”, An-Nasa’iy dalam Sunan-Nya, kitab Ash-Shiyam, bab puasa pada hari keraguan (4/153) no. 2188, Ibnu Majah dalam Sunan-Nya, kitab Ash-Shiyam, bab tentang puasa pada hari keraguan (1/527) no. 1645, dan Al-Hakim dalam Al-Mustadrak, kitab Ash-Shaum (1/585) no. 1542. 

Lafadz yang sama dengan yang disebutkan Imam Bukhari adalah lafadz Al-Hakim:
عَنْ صِلَةَ بْنِ زُفَرَ، قَالَ: كُنَّا عِنْدَ عَمَّارِ بْنِ يَاسِرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ فَأَمَرَ بِشَاةٍ مَصْلِيَّةٍ، فَقَالَ: «كُلُوا» فَتَنَحَّى بَعْضُ الْقَوْمِ، فَقَالَ: إِنِّي صَائِمٌ، فَقَالَ عَمَّارٌ: «مَنْ صَامَ يَوْمَ الشَّكِّ فَقَدْ عَصَى أَبَا الْقَاسِمِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ»
Dari Shilah bin Zufar, ia berkata: Kami pernah berada di sisi ‘Ammar bin Yasisr radhiyallahu ‘anhu, kemudian beliau memerintahkan untuk dihidangkan kambing panggang, kemudian berkata: “Makanlah kalian!”, namun sebagian orang menghindar dan mengatakan: Sesungguhnya aku sendang puasa. Maka Ammar berkata: “Barangsiapa yang berpuasa pada hari keraguan (apakah sudah masuk Ramadhan atau belum) maka ia telah menyalahi Abu Al-Qasim shallallahu ‘alaihi wasallam”.
Al-Hakim -rahimahullah- mengatakan: “Hadits ini shahih sesuai dengan syarat Syaikhain (Bukhari dan Muslim) dan keduanya tidak meriwayatkan hadits ini”.

Dalam riwayat lain; Shilah bin Zufar berkata:
كُنَّا عِنْدَ عَمَّارِ بْنِ يَاسِرٍ فَأُتِيَ بِشَاةٍ مَصْلِيَّةٍ فَقَالَ كُلُوا فَتَنَحَّى بَعْضُ الْقَوْمِ فَقَالَ إِنِّي صَائِمٌ فَقَالَ عَمَّارٌ مَنْ صَامَ الْيَوْمَ الَّذِي يَشُكُّ فِيهِ النَّاسُ فَقَدْ عَصَى أَبَا الْقَاسِمِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Ketika kami bersama 'Ammar bin Yasir lalu dihidangkan kambing yang telah dibakar, kemudian dia berkata, Makanlah. Lantas sebagian orang beranjak mundur sambil berkata, saya sedang berpuasa, dia berkata, "Barangsiapa yang berpuasa pada hari syak (yang diragukan apakah tanggal tiga puluh Sya'ban atau awal Ramadlan) maka dia telah durhaka terhadap Abul Qasim (Rasulullah)."
At-Tirmidziy -rahimahullah- berkata: Dalam bab ini (ada juga riwayat) dari Abu Hurairah dan Anas. Hadits 'Ammar merupakan hadits hasan shahih dan diamalkan oleh kebanyakan ulama dari kalangan shahabat Nabi Shalallahu 'alaihi wa salam dan orang-orang sepeninggal mereka dari para tabi'in, ini juga pendapat Sufyan Ats-Tsauriy, Malik bin Anas, Abdullah bin Al Mubarak, Syafi'y, Ahmad dan Ishaq, mereka membenci orang yang berpuasa pada hari syak, jika ternyata hari itu adalah awal Ramadlan, maka dia wajib mengqadla' satu hari sebagai gantinya. [Sunan Tirmidziy: Shahih]

Dalam riwayat lain: Rib'iy berkata: Bahwasanya 'Ammar dan beberapa orang bersamanya dihidangkan untuk mereka daging panggang pada hari yang diragukan apakah sudah masuk Ramadhan atau tidak. Maka ,ereka berkumpul untuk mencicipi hidangan sedangkan seseorang dari mereka menghindar. Maka 'Ammar berkata kepadanya: Sinilah dan makan. Orang itu menjawab: Aku sedang puasa. Maka 'Ammar berkata kepadanya: 
إن كنت تؤمن باللَّه واليوم الآخر، فتعالَ، وكل
"Jika engkau beriman kepada Allah dan hari akhirat maka sinilah dan makan". [Ibnu Abi Syaibah: Shahih]

~ Hadits ini dishahihkan juga oleh Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, Ad-Daraquthniy, dan Al-Baihaqiy -rahimahumullah-.

Penjelasan singkat hadits ini:

1.      'Ammar bin Yasir bin 'Amir bin Malik Al-'Anasiy, Abu Al-Yaqdzaan -radhiyallahu 'anhu.


2.      Imam Bukhari menyebutkan hadits ‘Ammar dalam bab ini menunjukkan bahwa penentuan masuknya bulan Ramadhan tidak boleh dengan keraguan, harus dengan suatu yang meyakinkan dengan meliihat hilal bulan Ramadhan atau dengan menyempurnakan bilangan bulan Sya’ban 30 hari jika langit berawan.

3.      Hadits ini menunjukkan keharaman puasa pada hari yang diragukan.

4.      Hari "syak" adalah hari yang diragukan antara akhir bulan Sya'ban atau awal Ramadhan.

> Terjadi jika setelah tenggelam matahari 29 Sya'ban ada awan mendung yang menghalangi penampakan hilal Ramadhan.
> Atau orang-orang menganggap hari tersebut adalah awal Ramadhan tanpa bukti.
> Atau ada yang bersaksi telah melihat hilal Ramadhan tapi persaksiaanya tidak diterima oleh hakim.

5.      Orang yang melanggar larangan disebut durhaka.

6.      Abu Al-Qasim adalah kuniah Nabi shallallahu ' alaihi wasallam

Ada dua sebab beliau berkuniah Abu Al-Qasim:
a) Beliau punya anak yang bernama Al-Qasim.
b) Beliau punya gelar "Al-Qasim".

Kuniah ini disebutkan Ammar sebagai isyarat bahwa Nabi yang bergelar "Al-Qasim", punya hak untuk membagi hukum Allah kepada hamba-Nya sesuai waktu dan tempat.

● Jabir bin 'Abdullah -radliallahu 'anhuma- berkata; "Seorang dari kami Kaum Anshar dikaruniakan anak lalu dia hendak memberi nama dengan Muhammad.  Aku bawa anak itu dengan kugendong di atas tengkukku untuk kutemui Nabi Shallallahu'alaihi wasallam". Beliau Shallallahu'alaihi wasallam bersabda:
سَمُّوا بِاسْمِي وَلَا تَكَنَّوْا بِكُنْيَتِي فَإِنِّي إِنَّمَا جُعِلْتُ قَاسِمًا أَقْسِمُ بَيْنَكُمْ
"Berikanlah nama dengan namaku tapi jangan dengan kuniahku, sebab aku dinamakan sebagai Qasim karena aku adalah yang membagi-bagi di antara kalian". [Shahih Bukhari dan Muslim]

7.      Dzahir hadits ini mauquf dari perkataan sahabat, tapi ulama menghukuminya marfu' dari Nabi.

Contoh lain, Abu Sya'tsa' berkata; "Ketika kami tengah duduk-duudk di masjid bersama Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, dan ketika muadzin mengumandangkan adzan, seseorang berdiri meninggalkan masjid sambil berjalan. Abu Hurairah terus mengawasinya hingga laki-laki keluar dari masjid. Abu Hurairah lalu berkata;
أَمَّا هَذَا فَقَدْ عَصَى أَبَا الْقَاسِمِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
"Orang ini telah membangkang Abul Qasim shallallahu 'alaihi wasallam." [Shahih Muslim]

8.      Perselisihan ulama tentang puasa hari "syak":

a)      Wajib berpuasa dengan niat hari tersebut adalah adalah 1 Ramadhan.
b)      Tidak boleh dengan niat Ramadhan, tapi boleh dengan niat sunnah Sya'ban.
c)       Tidak boleh puasa wajib maupun sunnah, kecuali bertepatan dengan puasa rutinnya, atau nadzar, atau kaffarah.
d)      Mengikuti keputusan imam/pemerintah.

Pendapat yang kuat adalah pendapat ketiga, dengan dalil:
● Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
لَا يَتَقَدَّمَنَّ أَحَدُكُمْ رَمَضَانَ بِصَوْمِ يَوْمٍ أَوْ يَوْمَيْنِ إِلَّا أَنْ يَكُونَ رَجُلٌ كَانَ يَصُومُ صَوْمَهُ فَلْيَصُمْ ذَلِكَ الْيَوْمَ
"Janganlah seorang dari kalian mendahului bulan Ramadhan dengan berpuasa satu atau dua hari kecuali apabila seseorang sudah biasa melaksanakan puasa (sunnat) maka pada hari itu dia dipersilahkan untuk melaksanakannya". [Shahih Bukhari dan Muslim]

Simak berkata; Aku masuk menemui 'Ikrimah di hari yang dipermasalahkan, 'Apakah hari itu ia berada di bulan Ramadlan atau masih berada di bulan Sya'ban?! ' Sementara saat ia sedang makan roti, sayur dan susu, lalu ia berkata kepadaku; "Kemarilah." 
Aku berkata; "Aku sedang berpuasa." 
Ia berkata dengan bersumpah atas nama Allah; sungguh kamu benar-benar akan berbuka." 
Aku berkata; "Subhanallah" -dua kali-, setelah aku melihatnya bersumpah dengan tidak ada pengecualian (tidak mengucapkan Insya Allah), maka aku maju seraya kukatakan; "Sekarang berikan -hujjah- yang ada padamu!" 
Ia berkata; "Aku mendengar Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma berkata; "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ حَالَ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُ سَحَابَةٌ أَوْ ظُلْمَةٌ فَأَكْمِلُوا الْعِدَّةَ عِدَّةَ شَعْبَانَ وَلَا تَسْتَقْبِلُوا الشَّهْرَ اسْتِقْبَالًا وَلَا تَصِلُوا رَمَضَانَ بِيَوْمٍ مِنْ شَعْبَانَ
"Berpuasalah kalian karena melihatnya dan berbukalah karena melihatnya. Jika ada mendung atau gelap yang menghalangi antara kalian dan hilal, maka sempurnakanlah bilangan -bulan-, yaitu bilangan bulan Sya'ban. Dan janganlah kalian menghadap bulan (Ramadlan) serta menyambung bulan Ramadlan dengan satu hari dari bulan Sya'ban." [Sunan An-Nasa'iy: Shahih]

C.     Penjelasan ketiga.

Hadits kedua, ketiga, dan keempat dari Ibnu Umar, diriwayatkan oleh imam Bukhari secara muttashil, beliau berkata:
1807 - حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ [القعنبي]، حَدَّثَنَا مَالِكٌ، عَنْ نَافِعٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَكَرَ رَمَضَانَ فَقَالَ: لاَ تَصُومُوا حَتَّى تَرَوُا الْهِلَالَ، وَلاَ تُفْطِرُوا حَتَّى تَرَوْهُ، فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوا لَهُ
1807 - Telah menceritakan kepada kami: 'Abdullah bin Maslamah [Al-Qa'nabiy], telah menceritakan kepada kami: Malik, dari Nafi', dari 'Abdullah bin 'Umar -radhiallahu 'anhuma-, bahwa Rasulullah -shallallahu 'alaihi wasallam- menceritakan tentang bulan Ramadhan lalu Beliau bersabda: "Janganlah kalian berpuasa hingga kalian melihat hilal dan jangan pula kalian berbuka hingga kalian melihatnya. Apabila kalian terhalang oleh awan maka perkirakanlah jumlahnya (jumlah hari disempurnakan) ".

1808 - حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ، حَدَّثَنَا مَالِكٌ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: الشَّهْرُ تِسْعٌ وَعِشْرُونَ لَيْلَةً، فَلاَ تَصُومُوا حَتَّى تَرَوْهُ، فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا العِدَّةَ ثَلاَثِينَ
1808 - Telah menceritakan kepada kami: 'Abdullah bin Maslamah, telah menceritakan kepada kami: Malik, dari 'Abdullah bin Dinar, dari 'Abdullah bin 'Umar -radhiyallahu 'anhuma-, bahwa Rasulullah -shallallahu 'alaihi wasallam- bersabda: "Satu bulan itu berjumlah dua puluh sembilan malam (hari) maka janganlah kalian berpuasa hingga kalian melihatnya. Apabila kalian terhalang oleh awan maka sempurnakanlah jumlahnya menjadi tiga puluh".

1809 - حَدَّثَنَا أَبُو الوَلِيد [هشام بن عبد الملك البصرِي]، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ جَبَلَةَ بْنِ سُحَيْمٍ، قَالَ: سَمِعْتُ ابْنَ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، يَقُولُ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «الشَّهْرُ هَكَذَا وَهَكَذَا» وَخَنَسَ الإِبْهَامَ فِي الثَّالِثَةِ
1809 - Telah menceritakan kepada kami: Abu Al-Walid [Hisyam bin Abdil Malik Al-Bashriy], telah menceritakan kepada kami: Syu'bah, dari Jabalah bin Suhaim, ia berkata: Aku mendengar Ibnu 'Umar -radliallahu 'anhuma- berkata: Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Bulan itu begini begini". Lalu Beliau mengepalkan ibu jari tangannya saat menyebutkan hitungan yang ketiga.

Penjelasan singkat hadits ini:

1)      Abdullah bin Umar bin Khattab -radhiyallahu 'anhuma-.

Ibnu Umar -radhiyallahu 'anhuma- berkata; "Sudah menjadi kebiasaan seseorang pada masa hidup Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bila bermimpi, biasanya dia menceritakannya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Aku pun berharap bermimpi hingga aku dapat mengisahkannya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Saat itu aku masih remaja. Pada suatu hari di jaman Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam aku tidur di masjid lalu aku bermimpi ada dua malaikat memegangku lalu membawaku ke dalam neraka, aku melihat neraka yang ternyata adalah lubang besar bagaikan lubang sumur (atau jurang). Neraka itu memiliki dua emperan dan aku melihat di dalamnya ada orang-orang yang sebelumnya aku sudah mengenal mereka. Dengan melihat mereka, membuat aku berkata: "Aku berlindung kepada Allah dari neraka".
Dia berkata; "Kemudian kami berjumpa dengan malaikat lain lalu dia berkata kepadaku; "Janganlah kamu takut". 
Kemudian aku ceritakan mimpiku itu kepada Hafshah, lalu Hafshah menceritakannya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Maka Beliau pun bersabda:
نِعْمَ الرَّجُلُ عَبْدُ اللَّهِ لَوْ كَانَ يُصَلِّي مِنْ اللَّيْلِ
"Sebaik-baik lelaki adalah 'Abdullah (bin 'Umar), bila dia mendirikan shalat malam".
Setelah peristiwa ini 'Abdullah bin 'Umar tidak tidur malam kecuali sedikit". [Shahih Bukhari dan Muslim]

● Ibnu 'Umar -radhiyallahu 'anhuma- berkata; Aku bermimpi seakan-akan di tanganku ada seutas kain sutra. Dan tidaklah suatu tempat yang aku inginkan di surga, kecuali aku dapat melihatnya. Lalu aku menceritakannya kepada Hafshah, kemudian Hafshah menceritakannya lagi kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
أَرَى عَبْدَ اللَّهِ رَجُلًا صَالِحًا
"Aku melihat Abdullah (bin Umar) sebagai lelaki yang shalih." [Shahih Muslim]


2)      Larangan berpuasa sampai melihat hilal Ramadhan, dan larangan berbuka sampai melihat hilal Syawwal.

3)      Melihat hilal Ramadhan di malam ke 30 Syaban, jika hilal Ramadhan sudah terlihat maka besok puasa 1 Ramadhan, jika hilal tidak terlihat maka besok adalah hari 30 Sya’ban.

4)      Begitu pula dengan hilal Syawal, dilihat pada malam ke 30 Ramadhan, jika hilal Syawal terlihat maka besok idul Fitri, jika tidak terlihat maka besok adalah 30 Ramadhan.

5)      Jika pada malam 30 Sya'ban mendung, maka bulan Sya'ban disempurnakan menjadi 30 hari.

6)      Jumlah hari dalam bulan hijriyah minimal 29 hari, atau mayoritas bilangan bulan hijriyah 29 hari.

● Ibnu Mas'ud -radhiyallahu 'anhu- berkata;
لَمَا صُمْنَا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تِسْعًا وَعِشْرِينَ أَكْثَرَ مِمَّا صُمْنَا مَعَهُ ثَلَاثِينَ
"Sungguh kami berpuasa bersama Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dua puluh sembilan hari lebih sering daripada kami berpuasa bersamanya tiga puluh hari." [Sunan Abi Dawud: Shahih]

7)      Hadits ini menunjukkan bahwa penetapan hukum dengan isyarat tangan dan anggota badan yang bisa dipahami, dianggap sah dalam syari’at Islam.

8)      Melihat hilal dengan mata telanjang, adapun teropong hanya sebagai alat bantu saja.

9)      Sebagian ulama menafsirkan sabda Nabi (فاقدروا له) bermakna memperkirakan bahwa besok adalah awal Ramadhan.

Ada juga yang menafsirkan dengan perhitungan hisab peredaran bulan.
> Akan tetapi penafsiran ini dibantah dengan adanya riwayat lain yang menyebutkan bahwa maksudnya adalah menyempurnakan bilangan bulan Sya'ban 30 hari.
● Dari Ibnu Umar radhiyallahu 'anhumaa bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menyebutkan bulan Ramadlan dan beliau menepukkan kedua tangannya seraya bersabda:
الشَّهْرُ هَكَذَا وَهَكَذَا وَهَكَذَا ثُمَّ عَقَدَ إِبْهَامَهُ فِي الثَّالِثَةِ فَصُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ أُغْمِيَ عَلَيْكُمْ فَاقْدِرُوا لَهُ ثَلَاثِينَ
"Hitungan bulan itu begini, bigini dan begini (beliau menekuk jempolkan pada kali yang ketiga). Karena itu, berpuasalah kalian setelah melihat hilal (Ramadhan), dan berbukalah pada saat kaliat melihatnya (hilal Syawwal). Dan jika bulan tertutup dari pandanganmu, mmaka hitunglah menjadi tiga puluh hari." [Shahih Muslim]

10)  Berapa jumlah saksi untuk menerapkan hilal Ramadhan?

a.       Jumhur ulama berpendapat bahwa cukup satu saksi yang terpercaya untuk menetapkan hilal Ramadhan.

● Ibnu Umar -radhiyallahu 'anhuma- berkata;
تَرَاءَى النَّاسُ الْهِلَالَ فَأَخْبَرْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنِّي رَأَيْتُهُ فَصَامَهُ وَأَمَرَ النَّاسَ بِصِيَامِهِ
Orang-orang berusaha untuk melihat hilal, kemudian aku beritahukan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bahwa aku telah melihatnya. Kemudian beliau berpuasa dan memerintahkan orang-orang agar berpuasa. [Sunan Abi Dawud: Shahih]

~ Adapun hilal Syawwal, maka harus dua saksi:
'Abdurrahman bin Zaid bin Al-Khaththab -rahimahullah- berkhutbah di hadapan manusia di hari yang diragukan untuk berpuasa di dalamnya. Lalu ia berkata; "Ketahuilah aku pernah duduk bersama sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, dan aku bertanya kepada mereka. Mereka menceritakan kepadaku bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ وَانْسُكُوا لَهَا فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا ثَلَاثِينَ فَإِنْ شَهِدَ شَاهِدَانِ فَصُومُوا وَأَفْطِرُوا
"Berpuasalah kalian karena melihatnya, berbukalah kalian karena melihatnya dan sembelihlah kurban karena melihatnya pula. Jika -hilal- itu tertutup dari pandangan kalian, sempurnakanlah menjadi tiga puluh hari, jika ada dua orang saksi, berpuasa dan berbukalah kalian." [Sunan An-Nasa'iy: Shahih]

b.      Pendapat yang lain mengatakan harus dua saksi untuk menetapkan hilal Ramadhan.

11)  Apakah jika terlihat hilal di suatu daerah, maka daerah yang lainnya harus mengikut?

Pendapat pertama: Jika hilal terlihat di suatu tempat maka semua umat Islam harus berpuasa atau berbuka di mana pun ia berada.

● Dari Abu Hurairah -radhiyallahu 'anhu-; Nabi Shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda:
الصَّوْمُ يَوْمَ تَصُومُونَ وَالْفِطْرُ يَوْمَ تُفْطِرُونَ وَالْأَضْحَى يَوْمَ تُضَحُّونَ
"Berpuasa itu pada hari kalian berpuasa dan berbuka itu pada hari dimana kalian semua berbuka, demikian juga dengan Idul Adha, yaitu pada hari kalian semuanya berkurban." [Sunan Tirmidziy: Shahih]

Dari 'Aisyah -radhiyallahu 'anha-; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
الْفِطْرُ يَوْمَ يُفْطِرُ النَّاسُ وَالْأَضْحَى يَوْمَ يُضَحِّي النَّاسُ
"Idul Fitri ialah hari di mana orang-orang berbuka dan Idul Adlha ialah hari di mana orang-orang berkurban." [Sunan Tirmidziy: Shahih]

Pendapat kedua: Setiap daerah punya rukyah tersendiri.
a.       Sesuai dengan perbedaan tempat munculnya hilal.
b.      Sesuai jarak bolehnya mengqashar shalat.
c.       Sesuai perbedaan iklim.
d.      Ada kemungkinan tidaknya hilal terlihat di daerah tersebut.

Dari Kuraib bahwasanya; Ummul Fadhl binti Al-Harits mengutusnya menghadap Mu'awiyah di Syam. Kuraib berkata; Aku pun datang ke Syam dan menyampaikan keperluannya kepadanya. Ketika itu aku melihat hilal awal Ramadhan pada saat masih berada di Syam, aku melihatnya pada malam Jum'at. Kemudian aku sampai di Madinah pada akhir bulan. Maka Abdullah bin Abbas -radhiyallahu 'anhuma- bertanya kepadaku tentang hilal, ia bertanya, "Kapan kalian melihatnya?"
Aku menjawab, "Kami melihatnya pada malam Jum'at."
Ia bertanya lagi, "Apakah kamu yang melihatnya?"
Aku menjawab, "Ya, orang-orang juga melihatnya sehingga mereka mulai melaksanakan puasa begitu juga Mu'awiyah."
Ibnu Abbas berkata, "Akan tetapi kami melihatnya pada malam Sabtu. Dan kamipun sekarang masih berpuasa untuk menggenapkannya menjadi tiga puluh hari atau hingga kami melihat hilal."
Aku pun bertanya, "Tidakkah cukup bagimu untuk mengikuti ru'yah Mu'awiyah dan puasanya?"
Ia menjawab:
لَا هَكَذَا أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
"Tidak, beginilah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan kepada kami." [Shahih Muslim]

D.    Penjelasan keempat:

Hadits kelima dari Abu Hurairah, diriwayatkan oleh imam Bukhari secara muttashil, beliau berkata:
1810 - حَدَّثَنَا آدَمُ [بن أبي إياس]، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ زِيَادٍ، قَالَ: سَمِعْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، يَقُولُ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَوْ قَالَ: قَالَ أَبُو القَاسِمِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ، فَإِنْ غُبِّيَ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلاَثِينَ
1810 - Telah menceritakan kepada kami: Adam [bin Abi Iyaas], telah menceritakan kepada kami: Syu'bah, telah menceritakan kepada kami: Muhammad bin Ziyad, ia berkata: Aku mendengar Abu Hurairah -radhiallahu 'anhu- berkata; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, atau katanya Abu Al-Qasim shallallahu 'alaihi wasallam telah bersabda: "Berpuasalah kalian dengan melihatnya (hilal) dan berbukalah dengan melihatnya pula. Apabila kalian terhalang oleh awan maka sempurnakanlah jumlah bilangan hari bulan Sya'ban menjadi tiga puluh".

Penjelasan singkat hadits ini:

1)      Abu Hurairah radhiyallahu ' anhu.


2)      Perintah berpuasa jika melihat hilal Ramadhan, dan berbuka jika melihat hilal Syawwal.

3)      Makna hadits Abu Hurairah mirip dengan makna hadits Ibnu Umar, hanya saja dalam riwayat ini ada penekanan bahwa makna sabda Nabi  (فاقدروا له) adalah perintah menyempurnakan jumlah hari bulan Sya'ban 30 hari.

● Aisyah radliallahu 'anha berkata;
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَحَفَّظُ مِنْ شَعْبَانَ مَا لَا يَتَحَفَّظُ مِنْ غَيْرِهِ ثُمَّ يَصُومُ لِرُؤْيَةِ رَمَضَانَ فَإِنْ غُمَّ عَلَيْهِ عَدَّ ثَلَاثِينَ يَوْمًا ثُمَّ صَامَ
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memperhatikan Bulan Sya'ban tidak seperti perhatian beliau kepada selainnya, kemudian beliau berpuasa karena melihat Ramadhan, apabila terhalang untuk melihatnya maka beliau menggenapkan bilangan tiga puluh hari kemudian beliau berpuasa. [Sunan Abi Dawud: Shahih]

E.     Penjelasan kelima.

Hadits keenam dari Ummi Salamah, diriwayatkan oleh imam Bukhari -rahimahullah-secara muttashil, beliau berkata:
1811 - حَدَّثَنَا أَبُو عَاصِمٍ [الضحاك بن مخلد]، عَنِ ابْنِ جُرَيْجٍ [عبد الملك بن عبد العزيز]، عَنْ يَحْيَى بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ صَيْفِيٍّ، عَنْ عِكْرِمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آلَى مِنْ نِسَائِهِ شَهْرًا، فَلَمَّا مَضَى تِسْعَةٌ وَعِشْرُونَ يَوْمًا، غَدَا أَوْ رَاحَ فَقِيلَ لَهُ: إِنَّكَ حَلَفْتَ أَنْ لاَ تَدْخُلَ شَهْرًا، فَقَالَ: إِنَّ الشَّهْرَ يَكُونُ تِسْعَةً وَعِشْرِينَ يَوْمًا
1811 - Telah menceritakan kepada kami: Abu 'Ashim [Adh-Dhahhak bin Makhlad], dari Ibnu Juraij [Abdul Malik bin Abdil 'Aziz], dari Yahya bin 'Abdullah bin Shayfiy, dari 'Ikrimah bin 'Abdurrahman, dari Ummu Salamah -radhiallahu 'anha-, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah bersumpah untuk tidak mendatangi para isteri Beliau selama satu bulan. Ketika telah melewati dua puluh sembilan hari, Beliau keluar untuk mendatangi mereka pada pagi hari atau siang hari. Lalu dikatakan kepada Beliau; "Lho, baginda telah bersumpah untuk tidak mendatangi mereka selama sebulan. Maka Beliau shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Satu bulan itu bisa jadi berjumlah dua puluh sembilan hari".

Penjelasan singkat hadits ini:

1.      Ummu Salamah radhiyallahu ' anha, istri Nabi shallallahu ' alaihi wasallam.


2.      Suami dibolehkan untuk meng-iilaa' istrinya.

Allah subhanahu wa ta'aalaa berfirman:
{وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ ۖ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا} [النساء: 34]
Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuzuznya, maka nasehatilah mereka dan jauhilah mereka di tempat tidur mereka, dan pukuatilah mereka dan jauhilah mereka di tempat tidur mereka, dan pukuka dan jauhilah mereka di tempat tidur mereka, dan puku mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar. [An-Nisaa: 34]

~ Iilaa' adalah suami bersumpah untuk tidak mendatangi (menggauli) istrinya untuk beberapa waktu.
Allah subhanahu wa ta'aalaa berfirman:
{لِّلَّذِينَ يُؤْلُونَ مِن نِّسَائِهِمْ تَرَبُّصُ أَرْبَعَةِ أَشْهُرٍ ۖ فَإِن فَاءُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ (226) وَإِنْ عَزَمُوا الطَّلَاقَ فَإِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ} [البقرة : 226-227]
Kepada orang-orang yang meng-ilaa' isterinya diberi tangguh empat bulan (lamanya). Kemudian jika mereka kembali (kepada isterinya), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan jika mereka berazam (bertetap hati untuk) talak, maka sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. [Al-Baqarah: 226-227]

~ Batas waktu iilaa' adalah 4 bulan, jika melebihi maka sebagian ulama berpendapat bahwa talak satu secara langsung telah jatuh.
Sedangkan pendapat lain bahwa istri berhak mengadukan kepada hakim, kemudian hakim memberi pilihan kepada suami untuk mempergauli istrinya kembali atau menceraikannya.
Jika suami tidak ingin kembali dan tidak ingin menceraikan maka hakim berhak menjatuhkan talak, dan talak yang jatuh adalah talak "baain" bukan "raj'iy" untuk mencegah kedzliman suami.

3.      Penyebab Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam meng-ilaa' istrinya:

Penyebabnya ketika Allah subhanahu wata’alaa menurunkan surah At-Tahrim menegur Rasulullah shallallahu alaihi wasallam karena mengharamkan minum madu dan mengharamkan dirinya mendatangi Mariyah  (budak Nabi).
Dan istri-istri Beliau meminta tambahan nafkah.

● 'Abdullah bin 'Abbas radliallahu 'anhuma berkata: "Aku selalu antusias untuk bertanya kepada 'Umar tentang dua wanita diantara isteri-isteri Nabi shallallahu 'alaihi wasallam yang Allah berfirman kepada keduanya:
{إِن تَتُوبَا إِلَى اللَّهِ فَقَدْ صَغَتْ قُلُوبُكُمَا ۖ وَإِن تَظَاهَرَا عَلَيْهِ فَإِنَّ اللَّهَ هُوَ مَوْلَاهُ وَجِبْرِيلُ وَصَالِحُ الْمُؤْمِنِينَ ۖ وَالْمَلَائِكَةُ بَعْدَ ذَٰلِكَ ظَهِيرٌ}
"Jika kamu berdua bertaubat kepada Allah, maka sesungguhnya hati kamu berdua telah condong (untuk menerima kebaikan) …” [At-Tahrim 4].
Maka aku menunaikan ibadah haji bersamanya, suatu waktu ia menjauh dan aku susul dia dengan membawa kantong terbuat dari kulit berisi air, kemudian ia buang hajat hingga dia datang, lalu aku tuangkan air dari kantong air tadi ke atas kedua tangannya hingga dia berwudhu' lalu aku tanya: "Wahai amirul mu'minin, siapakah dua wanita dari isteri Nabi shallallahu 'alaihi wasallam yang Allah berfirman kepadanya {"Jika kamu berdua bertaubat kepada Allah, maka sesungguhnya hati kamu berdua telah condong (untuk menerima kebaikan) …}?
Maka Umar menjawab: "Aku heran kepadamu wahai Ibnu 'Abbas! Dia adalah 'Aisyah dan Hafshah".
Kemudian 'Umar menyebutkan hadits, katanya: "Aku dan tetanggaku dari Anshar berada di desa Banu Umayyah bin Zaid, salah satu daerah daratan tinggi di Madinah dan kami saling bergantian menemui Rasul shallallahu 'alaihi wasallam. Sehari dia yang menemui Beliau shallallahu 'alaihi wasallam, hari lain aku yang menemui Beliau shallallahu 'alaihi wasallam. Jika giliranku menemui Beliau, aku menyampaikan kepadanya seputar wahyu yang turun hari itu dan perkara lainnya. Dan jika giliran tetangguku itu, ia pun melakukan hal sama. 
Kami adalah kaum Quraisy yang bisa menundukkan para isteri, hingga ketika kami mendatangi Kaum Anshar, ternyata mereka adalah sebuah kaum yang ditundukkan oleh isteri-isteri mereka. Lalu isteri-isteri kami segera saja meniru kebiasaan wanita Anshar tersebut. Suatu hari aku nasehati isteriku tapi dia membantahku dan aku larang dia membantahku tapi dia berkata: "Kenapa kamu melarang aku membantahmu? Demi Allah, sesungguhnya hari ini isteri-isteri Nabi Shallallahu 'alaihiwasallam telah membantah Beliau bahkan seorang dari mereka tidak berbicara kepada Beliau hingga malam hari".
Aku kaget mendengar itu lalu aku katakan: "Sangat celakalah diantara mereka orang yang berbuat hal seperti ini".
Kemudian aku bergegas untuk menemui Hafshah lalu aku bertanya: "Wahai Hafshah, apakah salah seorang dari kalian hari ini telah membuat marah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam hingga malam hari?"
Dia menjawab: "Iya".
Aku katakan: "Celaka dan rugilah. Apakah kalian merasa aman dari murka Allah disebabkan Rasul-Nya -shallallahu 'alaihi wasallam- marah lalu kalian menjadi binasa? Janganlah kalian menuntut terlalu banyak kepada Rasulullah -shallallahu 'alaihi wasallam- dan jangan kalian membantahnya tentang suatu apapun dan jangan pula kalian menghindar untuk berbicara dengan Beliau. Mintalah kepadaku apa yang menjadi keperluanmu dan jangan kamu cemburu bila ada (isteri Nabi shallallahu 'alaihi wasallam), madu kamu, yang lebih cantik dan lebih dicintai oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam". Yang dimaksudkannya adalah 'Aisyah radliallahu 'anha.
Suatu hari kami membicarakan suku Ghossan mereka menyiapkan pasukan untuk memerangi kami (umat Islam). Maka sahabatku pergi (menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam) pada hari gilirannya lalu dia kembali pada waktu 'Isya dengan mengetuk rumahku dengan sangat keras seraya berkata: "Apakah dia sudah tidur?"
Aku kaget lalu keluar menemuinya. Dia berkata: "Telah terjadi masalah besar".
Aku bertanya: "Masalah apa itu? Apakah suku Ghassan sudah datang (menyerang)?"
Dia menjawab: "Bukan, bahkan urusannya lebih penting dan lebih panjang dari masalah itu. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah menceraikan isteri-isteri Beliau.
'Umar berkata: "Sungguh celaka dan rugilah Hafshah. Aku sudah mengira hal ini akan terjadi. Maka aku pakai pakaianku kemudian aku shalat Shubuh bersama Nabi shallallahu 'alaihi wasallam lalu Beliau memasuki bilik yang tinggi dan mengasingkan diri disana. Maka aku menemui Hafshah yang ternyata sedang menangis lalu aku bertanya: "Apa yang membuatmu menangis, bukankah aku sudah peringatkan kamu? Apakah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah menceraikan kalian?"
Dia menjawab: "Aku tidak tahu, sekarang Beliau berada di tempat pengasingannya".
Maka aku keluar lalu mendatangi mimbar ternyata di sekelilingnya ada sejumlah orang (kurang dari sepuluh) yang sedang berkumpul diantaranya ada yang menangis. Maka aku duduk bersama mereka sebentar lalu aku sangat ingin mendatangi tempat pengasingan tempat Beliau berdiam di sana. Aku katakan kepada Aswad, anak kecil pembantu Beliau: "Mintakanlah izin untuk 'Umar?"
Maka dia masuk dan berbicara dengan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam lalu keluar dan berkata: "Aku sudah sampaikan tentang maksudmu namun Beliau diam saja".
Maka kemudian aku kembali dan berkumpul bersama orang-orang yang berada dekat mimbar. Sesaat kemudian timbul lagi keinginanku maka aku temui anak kecil itu lalu aku sampaikan maksudku seperti tadi dan diapun menjawab seperti tadi pula. Maka aku kembali duduk bersama orang-orang yang berada dekat mimbar. Ternyata timbul lagi keinginanku, maka aku datangi lagi anak kecil itu dan aku katakan: "Mintakanlah izin untuk 'Umar?"
Maka dia menjawab seperti tadi pula. Ketika aku hendak kembali, anak kecil itu memanggilku dan berkata: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengizinkan kamu masuk".
Maka aku masuk menemui Beliau yang ketika itu Beliau sedang berbaring di atas tikar sebagai kasurnya, dan tidak ada kasur yang menengahi antara tikar dan beliau sehingga tikar itu membekas pada sisi badan Beliau, Beliau bersandar di atas bantal yang terbuat dari kulit yang isinya sabut. Aku memberi salam kepada Beliau lalu aku berkata dalam posisi tetap berdiri: "Apakah anda telah menceraikan isteri-isteri anda?".
Maka Beliau memandang ke arahku lalu berkata: "Tidak".
Kemudian aku katakan: "Bolehkan aku duduk wahai Rasulullah?" Kita ini adalah orang Quraisy yang biasa menundukkan isteri-isteri. Ketika kita datang di sini bertemu dengan Kaum yang mereka ditundukkan oleh isteri-isteri mereka". Maka 'Umar menceritakan. Lalu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tersenyum.
Kemudian aku katakan: "Bagaimana seandainya anda melihatku menemui Hafshah dan aku katatakan kepadanya: "Jangan kamu cemburu bila ada (isteri Nabi shallallahu 'alaihi wasallam), madu kamu, yang lebih cantik dan lebih dicintai oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam". Yang dimaksudkan Umar adalah 'Aisyah radliallahu 'anha.
Maka Beliau tersenyum lagi. Lalu aku duduk ketika melihat Beliau tersenyum lalu aku memandang ke rumah Beliau. Demi Allah, aku tidak melihat apapun disana, yang bisa membalikkan pandangan kecuali tiga lembar ahabah (kulit hewan yang belum disamak). Lalu aku katakan: "Mintalah kepada Allah agar melapangkan dunia buat ummat anda karena bangsa Persia dan Ramawi saja dilapangkan dan diberikan dunia padahal mereka tidak menyembah Allah".
Saat itu Beliau sedang berbaring lalu berkata:
أَوَفِي شَكٍّ أَنْتَ يَا ابْنَ الْخَطَّابِ أُولَئِكَ قَوْمٌ عُجِّلَتْ لَهُمْ طَيِّبَاتُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا
"Apakah kamu ragu wahai Ibnu Al-Khaththob? Mereka itulah kaum yang telah disegerakan kebaikan mereka dalam kehidupan dunia ini".
Aku katakan: "Wahai Rasulullah, mohonkanlah ampun buatku".
Dan ternyata Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengasingkan diri (dari istri-istrinya) disebabkan ketika Hafshah menyampaikan (rahasia Nabi) kepada 'Aisyah radliallahu 'anha. Sebelumnya Beliau telah berkata: “Aku tidak akan menemui mereka selama satu bulan” karena disebabkan sangat kesalnya Beliau terhadap mereka setelah Allah menegur Beliau.
Ketika telah berlalu masa selama dua puluh sembilan hari, yang pertama kali Beliau datangi adalah 'Aisyah. Maka 'Aisyah berkata, kepada Beliau: "Anda sudah bersumpah untuk tidak mendatangi kami selama satu bulan, sedangkan hari ini kita baru melewati malam kedua puluh sembilan, aku sudah menghitungnya".
Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berkata: "Bulan ini berjumlah dua puluh sembilan hari". Pada bulan itu memang berjumlah dua puluh sembilan hari.
Kemudian 'Aisyah radliallahu 'anha berkata: "Maka turunlah ayat takhyiir (pilihan). Maka Beliau memulainya dari aku sebagai yang pertama dari isteri-isteri Beliau. Beliau berkata:
إِنِّي ذَاكِرٌ لَكِ أَمْرًا وَلَا عَلَيْكِ أَنْ لَا تَعْجَلِي حَتَّى تَسْتَأْمِرِي أَبَوَيْكِ 
"Sesungguhnya aku mengingatkan kamu pada suatu urusan dan tidak perlu kamu tergesa-gesa (memilih) hingga kamu meminta pendapat kedua orangtuamu". 
'Aisyah radliallahu 'anha berkata: "Aku sudah mengetahui bahwa kedua orang tuaku tidaklah menyuruh aku untuk bercerai dari anda" 
Kemudian Beliau berkata: "Sesungguhnya Allah telah berfirman: 
{يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُل لِّأَزْوَاجِكَ إِن كُنتُنَّ تُرِدْنَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا فَتَعَالَيْنَ أُمَتِّعْكُنَّ وَأُسَرِّحْكُنَّ سَرَاحًا جَمِيلًا (28) وَإِن كُنتُنَّ تُرِدْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَالدَّارَ الْآخِرَةَ فَإِنَّ اللَّهَ أَعَدَّ لِلْمُحْسِنَاتِ مِنكُنَّ أَجْرًا عَظِيمًا}
("Wahai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu … hingga sampai pada firmanNya: … pahala yang besar) [Al-Ahzab: 28 -29]. 
Aisyah radliallahu 'anha berkata: "Apakah dengan masalah ini aku minta pendapat kedua orang tuaku? Sungguh aku lebih memilih Allah, Rasul-Nya dan kehidupan akhirat". 
Kemudian Beliau meminta para isteri Beliau yang lain untuk memilih, dan mereka berkata, seperti yang diucapkan 'Aisyah radliallahu 'anha. [Shahih Bukhari no.2288]

4.      Rasulullah juga manusia biasa, yang bisa marah, terluka, dan merasa kesakitan.

Allah subhanahu wata’aalaa berfirman:
{قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ} [الكهف: 110، فصلت: 6]
Katakanlah: “Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku”. [Al-Kahfi:110, dan Fushilat: 6]

5.      Perselisihan dalam rumah tangga kadang terjadi bahkan pada orang-orang shalih.

Sahl bin Sa'd radhiyallahu 'anhuma berkata: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam datang ke rumah Fatimah namun 'Ali tidak ada di rumah. Beliau lalu bertanya: "Kemana putera pamanmu?"
Fatimah menjawab: "Antara aku dan dia terjadi sesuatu hingga dia marah kepadaku, lalu dia pergi dan tidak tidur siang di rumah."
Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berkata kepada seseorang: "Carilah, dimana dia!" Kemudian orang itu kembali dan berkata, "Wahai Rasulullah, dia ada di masjid sedang tidur." Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mendatanginya, ketika itu Ali sedang berbaring sementara kain selendangnya jatuh di sisinya hingga ia tertutupi debu. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam membersihkannya seraya berkata:
«قُمْ أَبَا تُرَابٍ، قُمْ أَبَا تُرَابٍ»
"Bangunlah wahai Abu Thurab, bangunlah wahai Abu Thurab." [Shahih Bukhari dan Muslim]

6.      Hadits Ummi Salamah disebutkan dalam bab ini untuk memperkuat bahwa satu bulan dalam hitungan syari'at cukup 29 hari.

F.     Penjelasan keenam.

Hadits ketujuh dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu, diriwayatkan oleh imam Bukhari secara muttashil, beliau berkata:
1812 - حَدَّثَنَا عَبْدُ العَزِيزِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ، حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ بِلاَلٍ، عَنْ حُمَيْدٍ [بن أبي حميد]، عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: آلَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ نِسَائِهِ، وَكَانَتْ انْفَكَّتْ رِجْلُهُ، فَأَقَامَ فِي مَشْرُبَةٍ تِسْعًا وَعِشْرِينَ لَيْلَةً، ثُمَّ نَزَلَ فَقَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ آلَيْتَ شَهْرًا، فَقَالَ: إِنَّ الشَّهْرَ يَكُونُ تِسْعًا وَعِشْرِينَ
1812 - Telah menceritakan kepada kami: 'Abdul 'Aziz bin 'Abdullah, telah menceritakan kepada kami: Sulaiman bin Bilal, dari Humaid [bin Abi Humaid], dari Anas -radliallahu 'anhu- berkata: Rasulullah -shallallahu 'alaihi wasallam- pernah bersumpah untuk tidak mendatangi para isteri Beliau dan kaki Beliau telah mengalami keletihan maka Beliau tinggal di tempat yang tinggi selama dua puluh sembilan hari lalu turun. Orang-orang berkata: "Wahai Rasulullah, anda telah bersumpah selama satu bulan. Maka Beliau shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Satu bulan itu bisa jadi berjumlah dua puluh sembilan hari". 

Penjelasan singkat hadits ini:

1)      Anas bin Malik bin An-Nadhr, Abu Hamzah Al-Anshariy Al-Khazrajiy -radhiyallahu ‘anhu-. Pelayan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.

Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu berkata: Ibuku meminta: Wahai Rasulullah, pelayanmu Anas, berdo’alah kepada Allah untuknya!
Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berdo'a:
«اللَّهُمَّ أَكْثِرْ مَالَهُ، وَوَلَدَهُ، وَبَارِكْ لَهُ فِيمَا أَعْطَيْتَهُ»
“Ya Allah, perbanyaklah harta dan anaknya, dan berkahilah untuknya pada apa yang Engkau berikan padanya” [Shahih Bukhari dan Muslim]

Dalam riwayat lain:
" ... وَأَطِلْ حَيَاتَهُ – وفي رواية: وَأَطِلْ عُمُرَهُوَاغْفِرْ لَهُ " [الأدب المفرد للبخاري: صححه الألباني]
"..., dan panjangkanlah kehidupannya (umurnya), dan ampuni dosanya!". [Al-Adab Al-Mufrad: Sahih]

2)      Makna hadits ini sama dengan makana hadits Ummi Salamah .

Wallahu a’lam! 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar anda adalah pelajaran berharga bagi saya ...