بسم الله الرحمن الرحيم
Contoh lain, Abu Sya'tsa' berkata; "Ketika kami tengah duduk-duudk di masjid bersama Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, dan ketika muadzin mengumandangkan adzan, seseorang berdiri meninggalkan masjid sambil berjalan. Abu Hurairah terus mengawasinya hingga laki-laki keluar dari masjid. Abu Hurairah lalu berkata;
A.
Penjelasan pertama.
Bab kesebelas kitab
"Ash-Shaum" dari Shahih Bukhari adalah:
بَابُ قَوْلِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِذَا رَأَيْتُمُ الهِلاَلَ فَصُومُوا، وَإِذَا رَأَيْتُمُوهُ
فَأَفْطِرُوا
Bab sabda Nabi shallallahu
' alaihi wasallam: "Jika kalian melihat hilal (bulan Ramadhan) maka
berpuasalah kalian, dan jika kalian melihat hilal (bulan Syawwal) maka
berbukalah (berhari raya) kalian".
Dalam bab ini Imam Bukhari –rahimahullah-
menjelaskan tentang penentuan awal dan akhri bulan Ramadhan, kapan seseorang
memulai puasa dan kapan berakhir.
~ Judul bab ini adalah potongan
hadits dari Ibnu Umar, telah diriwayatkan oleh imam Bukhari pada bab kelima.
Ibnu 'Umar radliallahu
'anhuma berkata; Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda:
إِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَصُومُوا وَإِذَا
رَأَيْتُمُوهُ فَأَفْطِرُوا فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوا لَهُ
"Jika kamu melihatnya maka
berpuasalah dan jika kamu melihatnya lagi maka berbukalah. Apabila kalian
terhalang oleh awan maka perkirakanlah jumlahnya (jumlah hari disempurnakan)
".
Dalam riwayat lain: "
... melihat hilal bulan Ramadhan". [Shahih Bukhari]
~ Dalam bab ini Imam Bukhari -rahimahullah-
menyebutkan 1 hadits secara mu'allaq (tanpa sanad) dari 'Ammar
bin Yasir, dan meriwayatkan 6 hadits muttashil (sanadnya
lengkap).
Tiga hadits diriwayatkan dari
Ibnu Umar, dan masing-masing satu hadits dari Abu Hurairah, Ummi Salamah, dan
Anas bin Malik radhiyallahu ‘ anhum.
B.
Penjelasan kedua.
Hadits pertama dari 'Ammar bin Yasir disebutkan
oleh imam Bukhari secara mu'allaq, beliau berkata:
وَقَالَ صِلَةُ [بن زفر الكوفي العبسي، من
كبار التابعين وفضلائهم]، عَنْ عَمَّارٍ: مَنْ صَامَ يَوْمَ الشَّكِّ فَقَدْ عَصَى
أَبَا القَاسِمِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Dan Shilah [bin Zufar Al-Kufiy
Al-'Absiy, salah seorang tabi'iy senior dan mulia] meriwayatkan dari 'Ammar:
"Barangsiapa yang berpuasa pada hari yang diragukan, maka ia telah
mendurhakai Abu Al-Qasim shallallahu ‘ alaihi wa sallam.
~ Hadits ini diriwayatkan dengan sanad yang utuh oleh Abu Daud
dalam Sunan-Nya, kitab Ash-Shaum, bab dimakruhkan puasa pada hari keraguan
(2/300) no. 2334, At-Tirmidziy
dalam Sunan-Nya, kitab Ash-Shaum, bab tentang dimakruhkan puasa pada hari
keraguan (3/61) no. 686,
At-Tirmidziy mengatakan: “hadits ini adalah hadits hasan shahih”, An-Nasa’iy
dalam Sunan-Nya, kitab Ash-Shiyam, bab puasa pada hari keraguan (4/153) no.
2188, Ibnu Majah dalam Sunan-Nya,
kitab Ash-Shiyam, bab tentang puasa pada hari keraguan (1/527) no. 1645, dan Al-Hakim dalam Al-Mustadrak,
kitab Ash-Shaum (1/585) no. 1542.
Lafadz yang sama dengan yang disebutkan Imam Bukhari adalah lafadz Al-Hakim:
عَنْ صِلَةَ بْنِ زُفَرَ، قَالَ: كُنَّا عِنْدَ عَمَّارِ بْنِ يَاسِرٍ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُ فَأَمَرَ بِشَاةٍ مَصْلِيَّةٍ، فَقَالَ: «كُلُوا» فَتَنَحَّى بَعْضُ
الْقَوْمِ، فَقَالَ: إِنِّي صَائِمٌ، فَقَالَ عَمَّارٌ: «مَنْ صَامَ يَوْمَ الشَّكِّ
فَقَدْ عَصَى أَبَا الْقَاسِمِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ»
Dari Shilah bin Zufar, ia berkata: Kami pernah
berada di sisi ‘Ammar bin Yasisr radhiyallahu ‘anhu, kemudian beliau
memerintahkan untuk dihidangkan kambing panggang, kemudian berkata: “Makanlah
kalian!”, namun sebagian orang menghindar dan mengatakan: Sesungguhnya aku
sendang puasa. Maka Ammar berkata: “Barangsiapa yang berpuasa pada hari keraguan (apakah sudah masuk
Ramadhan atau belum) maka ia telah menyalahi Abu Al-Qasim shallallahu ‘alaihi
wasallam”.
Al-Hakim -rahimahullah- mengatakan: “Hadits ini shahih sesuai dengan syarat Syaikhain
(Bukhari dan Muslim) dan keduanya tidak meriwayatkan hadits ini”.
● Dalam riwayat lain;
Shilah bin Zufar berkata:
كُنَّا عِنْدَ عَمَّارِ بْنِ يَاسِرٍ
فَأُتِيَ بِشَاةٍ مَصْلِيَّةٍ فَقَالَ كُلُوا فَتَنَحَّى بَعْضُ الْقَوْمِ فَقَالَ
إِنِّي صَائِمٌ فَقَالَ عَمَّارٌ مَنْ صَامَ الْيَوْمَ الَّذِي يَشُكُّ فِيهِ
النَّاسُ فَقَدْ عَصَى أَبَا الْقَاسِمِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Ketika kami bersama 'Ammar bin
Yasir lalu dihidangkan kambing yang telah dibakar, kemudian dia berkata,
Makanlah. Lantas sebagian orang beranjak mundur sambil berkata, saya sedang
berpuasa, dia berkata, "Barangsiapa yang berpuasa pada hari syak (yang
diragukan apakah tanggal tiga puluh Sya'ban atau awal Ramadlan) maka dia telah
durhaka terhadap Abul Qasim (Rasulullah)."
At-Tirmidziy -rahimahullah- berkata: Dalam bab
ini (ada juga riwayat) dari Abu Hurairah dan Anas. Hadits 'Ammar merupakan
hadits hasan shahih dan diamalkan oleh kebanyakan ulama dari kalangan shahabat
Nabi Shalallahu 'alaihi wa salam dan orang-orang sepeninggal mereka dari para
tabi'in, ini juga pendapat Sufyan Ats-Tsauriy, Malik bin Anas, Abdullah bin Al
Mubarak, Syafi'y, Ahmad dan Ishaq, mereka membenci orang yang berpuasa pada
hari syak, jika ternyata hari itu adalah awal Ramadlan, maka dia wajib
mengqadla' satu hari sebagai gantinya. [Sunan Tirmidziy: Shahih]
◆ Dalam riwayat lain: Rib'iy
berkata: Bahwasanya 'Ammar dan beberapa orang bersamanya dihidangkan untuk
mereka daging panggang pada hari yang diragukan apakah sudah masuk Ramadhan
atau tidak. Maka ,ereka berkumpul untuk mencicipi hidangan sedangkan seseorang
dari mereka menghindar. Maka 'Ammar berkata kepadanya: Sinilah dan makan. Orang
itu menjawab: Aku sedang puasa. Maka 'Ammar berkata kepadanya:
إن كنت تؤمن باللَّه واليوم الآخر، فتعالَ،
وكل
"Jika engkau beriman kepada
Allah dan hari akhirat maka sinilah dan makan". [Ibnu Abi Syaibah: Shahih]
~ Hadits ini dishahihkan juga oleh
Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, Ad-Daraquthniy, dan Al-Baihaqiy -rahimahumullah-.
Penjelasan singkat hadits ini:
1.
'Ammar bin Yasir bin 'Amir bin Malik Al-'Anasiy, Abu
Al-Yaqdzaan -radhiyallahu 'anhu.
Lihat biografinya di: https://umar-arrahimy.blogspot.com/Keistimewaan-'Ammar-bin-Yasir.html
2.
Imam Bukhari menyebutkan hadits ‘Ammar dalam bab ini
menunjukkan bahwa penentuan masuknya bulan Ramadhan tidak boleh dengan
keraguan, harus dengan suatu yang meyakinkan dengan meliihat hilal bulan
Ramadhan atau dengan menyempurnakan bilangan bulan Sya’ban 30 hari jika langit
berawan.
3.
Hadits ini menunjukkan keharaman puasa pada hari yang
diragukan.
4.
Hari "syak" adalah hari yang diragukan antara
akhir bulan Sya'ban atau awal Ramadhan.
> Terjadi jika setelah
tenggelam matahari 29 Sya'ban ada awan mendung yang menghalangi penampakan
hilal Ramadhan.
> Atau orang-orang menganggap
hari tersebut adalah awal Ramadhan tanpa bukti.
> Atau ada yang bersaksi telah
melihat hilal Ramadhan tapi persaksiaanya tidak diterima oleh hakim.
5.
Orang yang melanggar larangan disebut durhaka.
6.
Abu Al-Qasim adalah kuniah Nabi shallallahu '
alaihi wasallam.
Ada dua sebab beliau berkuniah
Abu Al-Qasim:
a) Beliau punya anak yang bernama
Al-Qasim.
b) Beliau punya gelar
"Al-Qasim".
Kuniah ini disebutkan Ammar
sebagai isyarat bahwa Nabi yang bergelar "Al-Qasim", punya hak untuk
membagi hukum Allah kepada hamba-Nya sesuai waktu dan tempat.
● Jabir bin 'Abdullah -radliallahu
'anhuma- berkata; "Seorang dari kami Kaum Anshar dikaruniakan anak
lalu dia hendak memberi nama dengan Muhammad. Aku bawa anak itu dengan
kugendong di atas tengkukku untuk kutemui Nabi Shallallahu'alaihi
wasallam". Beliau Shallallahu'alaihi wasallam bersabda:
سَمُّوا بِاسْمِي وَلَا تَكَنَّوْا
بِكُنْيَتِي فَإِنِّي إِنَّمَا جُعِلْتُ قَاسِمًا أَقْسِمُ بَيْنَكُمْ
"Berikanlah nama dengan
namaku tapi jangan dengan kuniahku, sebab aku dinamakan sebagai Qasim karena
aku adalah yang membagi-bagi di antara kalian". [Shahih Bukhari dan
Muslim]
7.
Dzahir hadits ini mauquf dari perkataan
sahabat, tapi ulama menghukuminya marfu' dari Nabi.
Contoh lain, Abu Sya'tsa' berkata; "Ketika kami tengah duduk-duudk di masjid bersama Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, dan ketika muadzin mengumandangkan adzan, seseorang berdiri meninggalkan masjid sambil berjalan. Abu Hurairah terus mengawasinya hingga laki-laki keluar dari masjid. Abu Hurairah lalu berkata;
أَمَّا هَذَا فَقَدْ عَصَى أَبَا
الْقَاسِمِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
"Orang ini telah membangkang
Abul Qasim shallallahu 'alaihi wasallam." [Shahih Muslim]
8.
Perselisihan ulama tentang puasa hari "syak":
a) Wajib berpuasa dengan niat hari tersebut adalah adalah 1
Ramadhan.
b) Tidak boleh dengan niat Ramadhan, tapi boleh dengan niat sunnah
Sya'ban.
c) Tidak boleh puasa wajib maupun sunnah, kecuali bertepatan dengan
puasa rutinnya, atau nadzar, atau kaffarah.
d) Mengikuti keputusan imam/pemerintah.
Pendapat yang kuat adalah
pendapat ketiga, dengan dalil:
● Dari Abu Hurairah radhiallahu
'anhu; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
لَا يَتَقَدَّمَنَّ أَحَدُكُمْ رَمَضَانَ بِصَوْمِ
يَوْمٍ أَوْ يَوْمَيْنِ إِلَّا أَنْ يَكُونَ رَجُلٌ كَانَ يَصُومُ صَوْمَهُ
فَلْيَصُمْ ذَلِكَ الْيَوْمَ
"Janganlah seorang dari
kalian mendahului bulan Ramadhan dengan berpuasa satu atau dua hari kecuali
apabila seseorang sudah biasa melaksanakan puasa (sunnat) maka pada hari itu
dia dipersilahkan untuk melaksanakannya". [Shahih Bukhari dan Muslim]
■
Simak berkata; Aku masuk menemui 'Ikrimah di hari yang dipermasalahkan, 'Apakah
hari itu ia berada di bulan Ramadlan atau masih berada di bulan Sya'ban?! '
Sementara saat ia sedang makan roti, sayur dan susu, lalu ia berkata kepadaku;
"Kemarilah."
Aku berkata; "Aku sedang
berpuasa."
Ia berkata dengan bersumpah atas
nama Allah; sungguh kamu benar-benar akan berbuka."
Aku berkata;
"Subhanallah" -dua kali-, setelah aku melihatnya bersumpah dengan
tidak ada pengecualian (tidak mengucapkan Insya Allah), maka aku maju seraya
kukatakan; "Sekarang berikan -hujjah- yang ada padamu!"
Ia berkata; "Aku
mendengar Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma berkata; "Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda:
صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا
لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ حَالَ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُ سَحَابَةٌ أَوْ ظُلْمَةٌ
فَأَكْمِلُوا الْعِدَّةَ عِدَّةَ شَعْبَانَ وَلَا تَسْتَقْبِلُوا الشَّهْرَ
اسْتِقْبَالًا وَلَا تَصِلُوا رَمَضَانَ بِيَوْمٍ مِنْ شَعْبَانَ
"Berpuasalah kalian karena
melihatnya dan berbukalah karena melihatnya. Jika ada mendung atau gelap yang
menghalangi antara kalian dan hilal, maka sempurnakanlah bilangan -bulan-,
yaitu bilangan bulan Sya'ban. Dan janganlah kalian menghadap bulan (Ramadlan)
serta menyambung bulan Ramadlan dengan satu hari dari bulan Sya'ban."
[Sunan An-Nasa'iy: Shahih]
C.
Penjelasan ketiga.
Hadits kedua, ketiga, dan keempat
dari Ibnu Umar, diriwayatkan oleh imam Bukhari secara muttashil,
beliau berkata:
1807 - حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ [القعنبي]، حَدَّثَنَا
مَالِكٌ، عَنْ نَافِعٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُمَا: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَكَرَ
رَمَضَانَ فَقَالَ: لاَ تَصُومُوا حَتَّى تَرَوُا الْهِلَالَ، وَلاَ تُفْطِرُوا
حَتَّى تَرَوْهُ، فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوا لَهُ
1807 - Telah menceritakan kepada
kami: 'Abdullah bin Maslamah [Al-Qa'nabiy], telah menceritakan kepada kami:
Malik, dari Nafi', dari 'Abdullah bin 'Umar -radhiallahu 'anhuma-, bahwa
Rasulullah -shallallahu 'alaihi wasallam- menceritakan tentang bulan Ramadhan
lalu Beliau bersabda: "Janganlah kalian berpuasa hingga kalian melihat
hilal dan jangan pula kalian berbuka hingga kalian melihatnya. Apabila kalian
terhalang oleh awan maka perkirakanlah jumlahnya (jumlah hari disempurnakan)
".
1808 - حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ، حَدَّثَنَا مَالِكٌ، عَنْ
عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُمَا، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ:
الشَّهْرُ تِسْعٌ وَعِشْرُونَ لَيْلَةً، فَلاَ تَصُومُوا حَتَّى تَرَوْهُ، فَإِنْ
غُمَّ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا العِدَّةَ ثَلاَثِينَ
1808 - Telah menceritakan kepada
kami: 'Abdullah bin Maslamah, telah menceritakan kepada kami: Malik, dari
'Abdullah bin Dinar, dari 'Abdullah bin 'Umar -radhiyallahu 'anhuma-, bahwa
Rasulullah -shallallahu 'alaihi wasallam- bersabda: "Satu bulan itu
berjumlah dua puluh sembilan malam (hari) maka janganlah kalian berpuasa hingga
kalian melihatnya. Apabila kalian terhalang oleh awan maka sempurnakanlah
jumlahnya menjadi tiga puluh".
1809 - حَدَّثَنَا أَبُو الوَلِيد [هشام بن عبد الملك البصرِي]، حَدَّثَنَا
شُعْبَةُ، عَنْ جَبَلَةَ بْنِ سُحَيْمٍ، قَالَ: سَمِعْتُ ابْنَ عُمَرَ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُمَا، يَقُولُ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
«الشَّهْرُ هَكَذَا وَهَكَذَا» وَخَنَسَ الإِبْهَامَ فِي الثَّالِثَةِ
1809 - Telah menceritakan kepada
kami: Abu Al-Walid [Hisyam bin Abdil Malik Al-Bashriy], telah menceritakan
kepada kami: Syu'bah, dari Jabalah bin Suhaim, ia berkata: Aku mendengar Ibnu
'Umar -radliallahu 'anhuma- berkata: Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: "Bulan itu begini begini". Lalu Beliau mengepalkan ibu jari
tangannya saat menyebutkan hitungan yang ketiga.
Penjelasan singkat hadits ini:
1)
Abdullah bin Umar bin
Khattab -radhiyallahu 'anhuma-.
Ibnu Umar -radhiyallahu 'anhuma- berkata;
"Sudah menjadi kebiasaan seseorang pada masa hidup Nabi shallallahu
'alaihi wasallam bila bermimpi, biasanya dia menceritakannya kepada
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Aku pun berharap bermimpi
hingga aku dapat mengisahkannya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam.
Saat itu aku masih remaja. Pada suatu hari di jaman Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam aku tidur di masjid lalu aku bermimpi ada dua malaikat
memegangku lalu membawaku ke dalam neraka, aku melihat neraka yang ternyata
adalah lubang besar bagaikan lubang sumur (atau jurang). Neraka itu memiliki
dua emperan dan aku melihat di dalamnya ada orang-orang yang sebelumnya aku
sudah mengenal mereka. Dengan melihat mereka, membuat aku berkata: "Aku
berlindung kepada Allah dari neraka".
Dia berkata; "Kemudian kami
berjumpa dengan malaikat lain lalu dia berkata kepadaku; "Janganlah kamu
takut".
Kemudian aku ceritakan mimpiku
itu kepada Hafshah, lalu Hafshah menceritakannya kepada Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam. Maka Beliau pun bersabda:
نِعْمَ الرَّجُلُ عَبْدُ اللَّهِ لَوْ
كَانَ يُصَلِّي مِنْ اللَّيْلِ
"Sebaik-baik lelaki adalah
'Abdullah (bin 'Umar), bila dia mendirikan shalat malam".
Setelah peristiwa ini 'Abdullah
bin 'Umar tidak tidur malam kecuali sedikit". [Shahih Bukhari dan Muslim]
● Ibnu 'Umar -radhiyallahu 'anhuma- berkata;
Aku bermimpi seakan-akan di tanganku ada seutas kain sutra. Dan tidaklah suatu
tempat yang aku inginkan di surga, kecuali aku dapat melihatnya. Lalu aku
menceritakannya kepada Hafshah, kemudian Hafshah menceritakannya lagi kepada
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
أَرَى عَبْدَ اللَّهِ رَجُلًا صَالِحًا
"Aku melihat Abdullah (bin Umar) sebagai lelaki yang shalih." [Shahih Muslim]
2)
Larangan berpuasa
sampai melihat hilal Ramadhan, dan larangan berbuka sampai melihat hilal
Syawwal.
3)
Melihat hilal Ramadhan
di malam ke 30 Syaban, jika hilal Ramadhan sudah terlihat maka besok puasa 1
Ramadhan, jika hilal tidak terlihat maka besok adalah hari 30 Sya’ban.
4) Begitu
pula dengan hilal Syawal, dilihat pada malam ke 30 Ramadhan, jika hilal Syawal
terlihat maka besok idul Fitri, jika tidak terlihat maka besok adalah 30
Ramadhan.
5)
Jika pada malam 30
Sya'ban mendung, maka bulan Sya'ban disempurnakan menjadi 30 hari.
6)
Jumlah hari dalam bulan
hijriyah minimal 29 hari, atau mayoritas bilangan bulan hijriyah 29 hari.
● Ibnu Mas'ud -radhiyallahu 'anhu- berkata;
لَمَا صُمْنَا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تِسْعًا وَعِشْرِينَ أَكْثَرَ مِمَّا صُمْنَا مَعَهُ
ثَلَاثِينَ
"Sungguh kami berpuasa
bersama Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dua puluh sembilan
hari lebih sering daripada kami berpuasa bersamanya tiga puluh hari."
[Sunan Abi Dawud: Shahih]
7)
Hadits ini menunjukkan
bahwa penetapan hukum dengan isyarat tangan dan anggota badan yang bisa
dipahami, dianggap sah dalam syari’at Islam.
8)
Melihat hilal dengan
mata telanjang, adapun teropong hanya sebagai alat bantu saja.
9)
Sebagian ulama
menafsirkan sabda Nabi (فاقدروا له) bermakna memperkirakan bahwa besok adalah
awal Ramadhan.
Ada juga yang menafsirkan dengan perhitungan
hisab peredaran bulan.
> Akan tetapi penafsiran ini
dibantah dengan adanya riwayat lain yang menyebutkan bahwa maksudnya adalah
menyempurnakan bilangan bulan Sya'ban 30 hari.
● Dari Ibnu Umar radhiyallahu
'anhumaa bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menyebutkan
bulan Ramadlan dan beliau menepukkan kedua tangannya seraya bersabda:
الشَّهْرُ هَكَذَا وَهَكَذَا وَهَكَذَا
ثُمَّ عَقَدَ إِبْهَامَهُ فِي الثَّالِثَةِ فَصُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا
لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ أُغْمِيَ عَلَيْكُمْ فَاقْدِرُوا لَهُ ثَلَاثِينَ
"Hitungan bulan itu begini,
bigini dan begini (beliau menekuk jempolkan pada kali yang ketiga). Karena itu,
berpuasalah kalian setelah melihat hilal (Ramadhan), dan berbukalah pada saat
kaliat melihatnya (hilal Syawwal). Dan jika bulan tertutup dari pandanganmu,
mmaka hitunglah menjadi tiga puluh hari." [Shahih Muslim]
10)
Berapa jumlah saksi
untuk menerapkan hilal Ramadhan?
a.
Jumhur ulama berpendapat bahwa cukup satu saksi yang
terpercaya untuk menetapkan hilal Ramadhan.
● Ibnu Umar -radhiyallahu 'anhuma- berkata;
تَرَاءَى النَّاسُ الْهِلَالَ فَأَخْبَرْتُ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنِّي رَأَيْتُهُ فَصَامَهُ
وَأَمَرَ النَّاسَ بِصِيَامِهِ
Orang-orang berusaha untuk
melihat hilal, kemudian aku beritahukan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bahwa aku telah melihatnya. Kemudian beliau berpuasa dan memerintahkan
orang-orang agar berpuasa. [Sunan Abi Dawud: Shahih]
~ Adapun hilal Syawwal, maka
harus dua saksi:
'Abdurrahman bin Zaid bin
Al-Khaththab -rahimahullah- berkhutbah di hadapan manusia di hari yang diragukan untuk
berpuasa di dalamnya. Lalu ia berkata; "Ketahuilah aku pernah duduk
bersama sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, dan aku bertanya
kepada mereka. Mereka menceritakan kepadaku bahwa Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda:
صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا
لِرُؤْيَتِهِ وَانْسُكُوا لَهَا فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا ثَلَاثِينَ
فَإِنْ شَهِدَ شَاهِدَانِ فَصُومُوا وَأَفْطِرُوا
"Berpuasalah kalian karena
melihatnya, berbukalah kalian karena melihatnya dan sembelihlah kurban karena
melihatnya pula. Jika -hilal- itu tertutup dari pandangan kalian,
sempurnakanlah menjadi tiga puluh hari, jika ada dua orang saksi, berpuasa dan
berbukalah kalian." [Sunan An-Nasa'iy: Shahih]
b.
Pendapat yang lain mengatakan harus dua saksi untuk
menetapkan hilal Ramadhan.
11)
Apakah jika terlihat
hilal di suatu daerah, maka daerah yang lainnya harus mengikut?
Pendapat pertama: Jika
hilal terlihat di suatu tempat maka semua umat Islam harus berpuasa atau
berbuka di mana pun ia berada.
● Dari Abu Hurairah -radhiyallahu 'anhu-;
Nabi Shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda:
الصَّوْمُ يَوْمَ تَصُومُونَ وَالْفِطْرُ
يَوْمَ تُفْطِرُونَ وَالْأَضْحَى يَوْمَ تُضَحُّونَ
"Berpuasa itu pada hari
kalian berpuasa dan berbuka itu pada hari dimana kalian semua berbuka, demikian
juga dengan Idul Adha, yaitu pada hari kalian semuanya berkurban." [Sunan
Tirmidziy: Shahih]
■
Dari 'Aisyah -radhiyallahu 'anha-; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
الْفِطْرُ يَوْمَ يُفْطِرُ النَّاسُ
وَالْأَضْحَى يَوْمَ يُضَحِّي النَّاسُ
"Idul Fitri ialah hari di
mana orang-orang berbuka dan Idul Adlha ialah hari di mana orang-orang
berkurban." [Sunan Tirmidziy: Shahih]
Pendapat kedua: Setiap
daerah punya rukyah tersendiri.
a. Sesuai dengan perbedaan tempat munculnya hilal.
b. Sesuai jarak bolehnya mengqashar shalat.
c. Sesuai perbedaan iklim.
d. Ada kemungkinan tidaknya hilal terlihat di daerah tersebut.
◆ Dari Kuraib bahwasanya; Ummul
Fadhl binti Al-Harits mengutusnya menghadap Mu'awiyah di Syam. Kuraib berkata;
Aku pun datang ke Syam dan menyampaikan keperluannya kepadanya. Ketika itu aku
melihat hilal awal Ramadhan pada saat masih berada di Syam, aku melihatnya pada
malam Jum'at. Kemudian aku sampai di Madinah pada akhir bulan. Maka Abdullah
bin Abbas -radhiyallahu 'anhuma- bertanya kepadaku tentang hilal, ia bertanya, "Kapan
kalian melihatnya?"
Aku menjawab, "Kami
melihatnya pada malam Jum'at."
Ia bertanya lagi, "Apakah
kamu yang melihatnya?"
Aku menjawab, "Ya,
orang-orang juga melihatnya sehingga mereka mulai melaksanakan puasa begitu
juga Mu'awiyah."
Ibnu Abbas berkata, "Akan
tetapi kami melihatnya pada malam Sabtu. Dan kamipun sekarang masih berpuasa
untuk menggenapkannya menjadi tiga puluh hari atau hingga kami melihat
hilal."
Aku pun bertanya, "Tidakkah
cukup bagimu untuk mengikuti ru'yah Mu'awiyah dan puasanya?"
Ia menjawab:
لَا هَكَذَا أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
"Tidak, beginilah Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam memerintahkan kepada kami." [Shahih Muslim]
D.
Penjelasan keempat:
Hadits kelima dari Abu
Hurairah, diriwayatkan oleh imam Bukhari secara muttashil, beliau berkata:
1810 - حَدَّثَنَا آدَمُ [بن أبي إياس]، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ زِيَادٍ، قَالَ: سَمِعْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ،
يَقُولُ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَوْ قَالَ: قَالَ
أَبُو القَاسِمِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ
وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ، فَإِنْ غُبِّيَ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا عِدَّةَ
شَعْبَانَ ثَلاَثِينَ
1810 - Telah menceritakan kepada
kami: Adam [bin Abi Iyaas], telah menceritakan kepada kami: Syu'bah, telah
menceritakan kepada kami: Muhammad bin Ziyad, ia berkata: Aku mendengar Abu
Hurairah -radhiallahu 'anhu- berkata; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda, atau katanya Abu Al-Qasim shallallahu 'alaihi wasallam telah
bersabda: "Berpuasalah kalian dengan melihatnya (hilal) dan berbukalah
dengan melihatnya pula. Apabila kalian terhalang oleh awan maka sempurnakanlah
jumlah bilangan hari bulan Sya'ban menjadi tiga puluh".
Penjelasan singkat hadits ini:
1)
Abu Hurairah radhiyallahu ' anhu.
Lihat biografinya di: https://umar-arrahimy.blogspot.com/Abu-Hurairah-dan-keistimewaannya.html
2)
Perintah berpuasa jika melihat hilal Ramadhan, dan berbuka jika
melihat hilal Syawwal.
3)
Makna hadits Abu Hurairah mirip dengan makna hadits Ibnu Umar,
hanya saja dalam riwayat ini ada penekanan bahwa makna sabda Nabi (فاقدروا له) adalah perintah
menyempurnakan jumlah hari bulan Sya'ban 30 hari.
● Aisyah radliallahu
'anha berkata;
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَحَفَّظُ مِنْ شَعْبَانَ مَا لَا يَتَحَفَّظُ مِنْ غَيْرِهِ
ثُمَّ يَصُومُ لِرُؤْيَةِ رَمَضَانَ فَإِنْ غُمَّ عَلَيْهِ عَدَّ ثَلَاثِينَ
يَوْمًا ثُمَّ صَامَ
Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam memperhatikan Bulan Sya'ban tidak seperti perhatian beliau kepada
selainnya, kemudian beliau berpuasa karena melihat Ramadhan, apabila terhalang
untuk melihatnya maka beliau menggenapkan bilangan tiga puluh hari kemudian
beliau berpuasa. [Sunan Abi Dawud: Shahih]
E.
Penjelasan kelima.
Hadits keenam dari Ummi
Salamah, diriwayatkan oleh imam Bukhari -rahimahullah-secara muttashil,
beliau berkata:
1811 - حَدَّثَنَا أَبُو عَاصِمٍ [الضحاك بن مخلد]، عَنِ ابْنِ جُرَيْجٍ [عبد
الملك بن عبد العزيز]، عَنْ يَحْيَى بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ صَيْفِيٍّ، عَنْ
عِكْرِمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا،
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آلَى مِنْ نِسَائِهِ شَهْرًا،
فَلَمَّا مَضَى تِسْعَةٌ وَعِشْرُونَ يَوْمًا، غَدَا أَوْ رَاحَ فَقِيلَ لَهُ: إِنَّكَ
حَلَفْتَ أَنْ لاَ تَدْخُلَ شَهْرًا، فَقَالَ: إِنَّ الشَّهْرَ يَكُونُ تِسْعَةً
وَعِشْرِينَ يَوْمًا
1811 - Telah menceritakan kepada
kami: Abu 'Ashim [Adh-Dhahhak bin Makhlad], dari Ibnu Juraij [Abdul Malik bin
Abdil 'Aziz], dari Yahya bin 'Abdullah bin Shayfiy, dari 'Ikrimah bin
'Abdurrahman, dari Ummu Salamah -radhiallahu 'anha-, bahwa Nabi shallallahu
'alaihi wasallam pernah bersumpah untuk tidak mendatangi para isteri Beliau
selama satu bulan. Ketika telah melewati dua puluh sembilan hari, Beliau keluar
untuk mendatangi mereka pada pagi hari atau siang hari. Lalu dikatakan kepada
Beliau; "Lho, baginda telah bersumpah untuk tidak mendatangi mereka selama
sebulan. Maka Beliau shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Satu bulan
itu bisa jadi berjumlah dua puluh sembilan hari".
Penjelasan singkat hadits ini:
1.
Ummu Salamah radhiyallahu ' anha, istri
Nabi shallallahu ' alaihi wasallam.
Lihat biografinya di: https://umar-arrahimy.blogspot.com/Keistimewaan-Ummu-Salamah.html
2.
Suami dibolehkan untuk meng-iilaa' istrinya.
Allah subhanahu wa
ta'aalaa berfirman:
{وَاللَّاتِي تَخَافُونَ
نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ ۖ فَإِنْ
أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا
كَبِيرًا} [النساء: 34]
Wanita-wanita yang kamu
khawatirkan nusyuzuznya, maka nasehatilah mereka dan jauhilah mereka di tempat
tidur mereka, dan pukuatilah mereka dan jauhilah mereka di tempat tidur mereka,
dan pukuka dan jauhilah mereka di tempat tidur mereka, dan puku mereka, dan
pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu
mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi
Maha Besar. [An-Nisaa: 34]
~ Iilaa' adalah suami
bersumpah untuk tidak mendatangi (menggauli) istrinya untuk beberapa waktu.
Allah subhanahu wa
ta'aalaa berfirman:
{لِّلَّذِينَ يُؤْلُونَ
مِن نِّسَائِهِمْ تَرَبُّصُ أَرْبَعَةِ أَشْهُرٍ ۖ فَإِن فَاءُوا فَإِنَّ اللَّهَ
غَفُورٌ رَّحِيمٌ (226) وَإِنْ عَزَمُوا الطَّلَاقَ فَإِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ
عَلِيمٌ} [البقرة : 226-227]
Kepada orang-orang yang
meng-ilaa' isterinya diberi tangguh empat bulan (lamanya). Kemudian jika mereka
kembali (kepada isterinya), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang. Dan jika mereka berazam (bertetap hati untuk) talak, maka
sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. [Al-Baqarah:
226-227]
~ Batas waktu iilaa' adalah 4
bulan, jika melebihi maka sebagian ulama berpendapat bahwa talak satu secara
langsung telah jatuh.
Sedangkan pendapat lain bahwa
istri berhak mengadukan kepada hakim, kemudian hakim memberi pilihan kepada
suami untuk mempergauli istrinya kembali atau menceraikannya.
Jika suami tidak ingin kembali
dan tidak ingin menceraikan maka hakim berhak menjatuhkan talak, dan talak yang
jatuh adalah talak "baain" bukan "raj'iy" untuk mencegah
kedzliman suami.
3.
Penyebab Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam meng-ilaa'
istrinya:
Penyebabnya ketika Allah subhanahu
wata’alaa menurunkan surah At-Tahrim menegur Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam karena mengharamkan minum madu dan mengharamkan dirinya
mendatangi Mariyah (budak Nabi).
Dan istri-istri Beliau meminta
tambahan nafkah.
● 'Abdullah bin 'Abbas radliallahu
'anhuma berkata: "Aku selalu antusias untuk bertanya kepada 'Umar
tentang dua wanita diantara isteri-isteri Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
yang Allah berfirman kepada keduanya:
{إِن تَتُوبَا إِلَى
اللَّهِ فَقَدْ صَغَتْ قُلُوبُكُمَا ۖ وَإِن تَظَاهَرَا عَلَيْهِ فَإِنَّ اللَّهَ
هُوَ مَوْلَاهُ وَجِبْرِيلُ وَصَالِحُ الْمُؤْمِنِينَ ۖ وَالْمَلَائِكَةُ بَعْدَ
ذَٰلِكَ ظَهِيرٌ}
"Jika kamu berdua
bertaubat kepada Allah, maka sesungguhnya hati kamu berdua telah condong (untuk
menerima kebaikan) …” [At-Tahrim 4].
Maka aku menunaikan ibadah haji
bersamanya, suatu waktu ia menjauh dan aku susul dia dengan membawa kantong
terbuat dari kulit berisi air, kemudian ia buang hajat hingga dia datang, lalu
aku tuangkan air dari kantong air tadi ke atas kedua tangannya hingga dia
berwudhu' lalu aku tanya: "Wahai amirul mu'minin, siapakah dua wanita dari
isteri Nabi shallallahu 'alaihi wasallam yang Allah berfirman kepadanya {"Jika
kamu berdua bertaubat kepada Allah, maka sesungguhnya hati kamu berdua telah
condong (untuk menerima kebaikan) …}?
Maka Umar menjawab: "Aku
heran kepadamu wahai Ibnu 'Abbas! Dia adalah 'Aisyah dan Hafshah".
Kemudian 'Umar menyebutkan
hadits, katanya: "Aku dan tetanggaku dari Anshar berada di desa Banu
Umayyah bin Zaid, salah satu daerah daratan tinggi di Madinah dan kami saling
bergantian menemui Rasul shallallahu 'alaihi wasallam. Sehari dia yang menemui
Beliau shallallahu 'alaihi wasallam, hari lain aku yang menemui Beliau
shallallahu 'alaihi wasallam. Jika giliranku menemui Beliau, aku menyampaikan
kepadanya seputar wahyu yang turun hari itu dan perkara lainnya. Dan jika
giliran tetangguku itu, ia pun melakukan hal sama.
Kami adalah kaum Quraisy yang
bisa menundukkan para isteri, hingga ketika kami mendatangi Kaum Anshar,
ternyata mereka adalah sebuah kaum yang ditundukkan oleh isteri-isteri mereka.
Lalu isteri-isteri kami segera saja meniru kebiasaan wanita Anshar tersebut.
Suatu hari aku nasehati isteriku tapi dia membantahku dan aku larang dia
membantahku tapi dia berkata: "Kenapa kamu melarang aku membantahmu? Demi
Allah, sesungguhnya hari ini isteri-isteri Nabi Shallallahu 'alaihiwasallam
telah membantah Beliau bahkan seorang dari mereka tidak berbicara kepada Beliau
hingga malam hari".
Aku kaget mendengar itu lalu aku
katakan: "Sangat celakalah diantara mereka orang yang berbuat hal seperti
ini".
Kemudian aku bergegas untuk
menemui Hafshah lalu aku bertanya: "Wahai Hafshah, apakah salah seorang
dari kalian hari ini telah membuat marah Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam hingga malam hari?"
Dia menjawab: "Iya".
Aku katakan: "Celaka dan
rugilah. Apakah kalian merasa aman dari murka Allah disebabkan Rasul-Nya -shallallahu
'alaihi wasallam- marah lalu kalian menjadi binasa? Janganlah kalian
menuntut terlalu banyak kepada Rasulullah -shallallahu 'alaihi wasallam- dan
jangan kalian membantahnya tentang suatu apapun dan jangan pula kalian
menghindar untuk berbicara dengan Beliau. Mintalah kepadaku apa yang menjadi
keperluanmu dan jangan kamu cemburu bila ada (isteri Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam), madu kamu, yang lebih cantik dan lebih dicintai oleh Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam". Yang dimaksudkannya adalah 'Aisyah
radliallahu 'anha.
Suatu hari kami membicarakan suku
Ghossan mereka menyiapkan pasukan untuk memerangi kami (umat Islam). Maka
sahabatku pergi (menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam) pada hari
gilirannya lalu dia kembali pada waktu 'Isya dengan mengetuk rumahku dengan
sangat keras seraya berkata: "Apakah dia sudah tidur?"
Aku kaget lalu keluar menemuinya.
Dia berkata: "Telah terjadi masalah besar".
Aku bertanya: "Masalah apa
itu? Apakah suku Ghassan sudah datang (menyerang)?"
Dia menjawab: "Bukan, bahkan
urusannya lebih penting dan lebih panjang dari masalah itu. Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam telah menceraikan isteri-isteri Beliau.
'Umar berkata: "Sungguh
celaka dan rugilah Hafshah. Aku sudah mengira hal ini akan terjadi. Maka aku
pakai pakaianku kemudian aku shalat Shubuh bersama Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam lalu Beliau memasuki bilik yang tinggi dan mengasingkan diri disana.
Maka aku menemui Hafshah yang ternyata sedang menangis lalu aku bertanya:
"Apa yang membuatmu menangis, bukankah aku sudah peringatkan kamu? Apakah
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah menceraikan kalian?"
Dia menjawab: "Aku tidak
tahu, sekarang Beliau berada di tempat pengasingannya".
Maka aku keluar lalu mendatangi
mimbar ternyata di sekelilingnya ada sejumlah orang (kurang dari sepuluh) yang
sedang berkumpul diantaranya ada yang menangis. Maka aku duduk bersama mereka
sebentar lalu aku sangat ingin mendatangi tempat pengasingan tempat Beliau
berdiam di sana. Aku katakan kepada Aswad, anak kecil pembantu Beliau:
"Mintakanlah izin untuk 'Umar?"
Maka dia masuk dan berbicara
dengan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam lalu keluar dan berkata: "Aku
sudah sampaikan tentang maksudmu namun Beliau diam saja".
Maka kemudian aku kembali dan
berkumpul bersama orang-orang yang berada dekat mimbar. Sesaat kemudian timbul
lagi keinginanku maka aku temui anak kecil itu lalu aku sampaikan maksudku
seperti tadi dan diapun menjawab seperti tadi pula. Maka aku kembali duduk
bersama orang-orang yang berada dekat mimbar. Ternyata timbul lagi keinginanku,
maka aku datangi lagi anak kecil itu dan aku katakan: "Mintakanlah izin
untuk 'Umar?"
Maka dia menjawab seperti tadi
pula. Ketika aku hendak kembali, anak kecil itu memanggilku dan berkata:
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengizinkan kamu masuk".
Maka aku masuk menemui Beliau
yang ketika itu Beliau sedang berbaring di atas tikar sebagai kasurnya, dan
tidak ada kasur yang menengahi antara tikar dan beliau sehingga tikar itu
membekas pada sisi badan Beliau, Beliau bersandar di atas bantal yang terbuat
dari kulit yang isinya sabut. Aku memberi salam kepada Beliau lalu aku berkata dalam
posisi tetap berdiri: "Apakah anda telah menceraikan isteri-isteri
anda?".
Maka Beliau memandang ke arahku
lalu berkata: "Tidak".
Kemudian aku katakan:
"Bolehkan aku duduk wahai Rasulullah?" Kita ini adalah orang Quraisy
yang biasa menundukkan isteri-isteri. Ketika kita datang di sini bertemu dengan
Kaum yang mereka ditundukkan oleh isteri-isteri mereka". Maka 'Umar
menceritakan. Lalu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tersenyum.
Kemudian aku katakan:
"Bagaimana seandainya anda melihatku menemui Hafshah dan aku katatakan
kepadanya: "Jangan kamu cemburu bila ada (isteri Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam), madu kamu, yang lebih cantik dan lebih dicintai oleh Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam". Yang dimaksudkan Umar adalah 'Aisyah
radliallahu 'anha.
Maka Beliau tersenyum lagi. Lalu
aku duduk ketika melihat Beliau tersenyum lalu aku memandang ke rumah Beliau.
Demi Allah, aku tidak melihat apapun disana, yang bisa membalikkan pandangan
kecuali tiga lembar ahabah (kulit hewan yang belum disamak). Lalu aku katakan:
"Mintalah kepada Allah agar melapangkan dunia buat ummat anda karena
bangsa Persia dan Ramawi saja dilapangkan dan diberikan dunia padahal mereka
tidak menyembah Allah".
Saat itu Beliau sedang berbaring
lalu berkata:
أَوَفِي شَكٍّ أَنْتَ يَا ابْنَ الْخَطَّابِ
أُولَئِكَ قَوْمٌ عُجِّلَتْ لَهُمْ طَيِّبَاتُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا
"Apakah kamu ragu wahai Ibnu
Al-Khaththob? Mereka itulah kaum yang telah disegerakan kebaikan mereka dalam
kehidupan dunia ini".
Aku katakan: "Wahai
Rasulullah, mohonkanlah ampun buatku".
Dan ternyata Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam mengasingkan diri (dari istri-istrinya) disebabkan
ketika Hafshah menyampaikan (rahasia Nabi) kepada 'Aisyah radliallahu 'anha.
Sebelumnya Beliau telah berkata: “Aku tidak akan menemui mereka selama satu
bulan” karena disebabkan sangat kesalnya Beliau terhadap mereka setelah Allah
menegur Beliau.
Ketika telah berlalu masa selama
dua puluh sembilan hari, yang pertama kali Beliau datangi adalah 'Aisyah. Maka
'Aisyah berkata, kepada Beliau: "Anda sudah bersumpah untuk tidak
mendatangi kami selama satu bulan, sedangkan hari ini kita baru melewati malam
kedua puluh sembilan, aku sudah menghitungnya".
Maka Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam berkata: "Bulan ini berjumlah dua puluh sembilan hari".
Pada bulan itu memang berjumlah dua puluh sembilan hari.
Kemudian 'Aisyah radliallahu
'anha berkata: "Maka turunlah ayat takhyiir (pilihan). Maka Beliau
memulainya dari aku sebagai yang pertama dari isteri-isteri Beliau. Beliau
berkata:
إِنِّي ذَاكِرٌ لَكِ أَمْرًا وَلَا
عَلَيْكِ أَنْ لَا تَعْجَلِي حَتَّى تَسْتَأْمِرِي أَبَوَيْكِ
"Sesungguhnya aku
mengingatkan kamu pada suatu urusan dan tidak perlu kamu tergesa-gesa (memilih)
hingga kamu meminta pendapat kedua orangtuamu".
'Aisyah radliallahu 'anha
berkata: "Aku sudah mengetahui bahwa kedua orang tuaku tidaklah menyuruh
aku untuk bercerai dari anda"
Kemudian Beliau berkata:
"Sesungguhnya Allah telah berfirman:
{يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ
قُل لِّأَزْوَاجِكَ إِن كُنتُنَّ تُرِدْنَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا
فَتَعَالَيْنَ أُمَتِّعْكُنَّ وَأُسَرِّحْكُنَّ سَرَاحًا جَمِيلًا (28) وَإِن
كُنتُنَّ تُرِدْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَالدَّارَ الْآخِرَةَ فَإِنَّ اللَّهَ
أَعَدَّ لِلْمُحْسِنَاتِ مِنكُنَّ أَجْرًا عَظِيمًا}
("Wahai Nabi, katakanlah
kepada isteri-isterimu … hingga sampai pada firmanNya: … pahala yang besar)
[Al-Ahzab: 28 -29].
Aisyah radliallahu 'anha berkata:
"Apakah dengan masalah ini aku minta pendapat kedua orang tuaku? Sungguh
aku lebih memilih Allah, Rasul-Nya dan kehidupan akhirat".
Kemudian Beliau meminta para
isteri Beliau yang lain untuk memilih, dan mereka berkata, seperti yang
diucapkan 'Aisyah radliallahu 'anha. [Shahih Bukhari no.2288]
4.
Rasulullah
juga manusia biasa, yang bisa marah, terluka, dan merasa kesakitan.
Allah subhanahu wata’aalaa berfirman:
{قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى
إِلَيَّ} [الكهف: 110،
فصلت: 6]
Katakanlah: “Sesungguhnya aku ini manusia biasa
seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku”. [Al-Kahfi:110, dan Fushilat: 6]
5.
Perselisihan
dalam rumah tangga kadang terjadi bahkan pada orang-orang shalih.
Sahl bin Sa'd radhiyallahu 'anhuma berkata: "Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam datang ke rumah Fatimah namun 'Ali tidak ada di rumah.
Beliau lalu bertanya: "Kemana putera pamanmu?"
Fatimah menjawab: "Antara aku dan dia
terjadi sesuatu hingga dia marah kepadaku, lalu dia pergi dan tidak tidur siang
di rumah."
Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
berkata kepada seseorang: "Carilah, dimana dia!" Kemudian orang itu
kembali dan berkata, "Wahai Rasulullah, dia ada di masjid sedang
tidur." Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mendatanginya,
ketika itu Ali sedang berbaring sementara kain selendangnya jatuh di sisinya
hingga ia tertutupi debu. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
membersihkannya seraya berkata:
«قُمْ أَبَا تُرَابٍ، قُمْ أَبَا تُرَابٍ»
"Bangunlah wahai Abu Thurab, bangunlah
wahai Abu Thurab." [Shahih Bukhari dan Muslim]
6.
Hadits Ummi Salamah disebutkan dalam bab ini untuk
memperkuat bahwa satu bulan dalam hitungan syari'at cukup 29 hari.
F.
Penjelasan keenam.
Hadits ketujuh dari Anas
bin Malik radhiyallahu 'anhu, diriwayatkan oleh imam Bukhari secara muttashil, beliau berkata:
1812 - حَدَّثَنَا عَبْدُ العَزِيزِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ، حَدَّثَنَا
سُلَيْمَانُ بْنُ بِلاَلٍ، عَنْ حُمَيْدٍ [بن أبي حميد]، عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: آلَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
مِنْ نِسَائِهِ، وَكَانَتْ انْفَكَّتْ رِجْلُهُ، فَأَقَامَ فِي مَشْرُبَةٍ تِسْعًا
وَعِشْرِينَ لَيْلَةً، ثُمَّ نَزَلَ فَقَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ آلَيْتَ
شَهْرًا، فَقَالَ: إِنَّ الشَّهْرَ يَكُونُ تِسْعًا وَعِشْرِينَ
1812 - Telah menceritakan kepada
kami: 'Abdul 'Aziz bin 'Abdullah, telah menceritakan kepada kami: Sulaiman bin
Bilal, dari Humaid [bin Abi Humaid], dari Anas -radliallahu 'anhu-
berkata: Rasulullah -shallallahu 'alaihi wasallam- pernah bersumpah untuk tidak
mendatangi para isteri Beliau dan kaki Beliau telah mengalami keletihan maka
Beliau tinggal di tempat yang tinggi selama dua puluh sembilan hari lalu turun.
Orang-orang berkata: "Wahai Rasulullah, anda telah bersumpah selama satu
bulan. Maka Beliau shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Satu
bulan itu bisa jadi berjumlah dua puluh sembilan hari".
Penjelasan singkat hadits ini:
1)
Anas bin Malik bin An-Nadhr, Abu Hamzah Al-Anshariy
Al-Khazrajiy -radhiyallahu ‘anhu-. Pelayan Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam.
Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu berkata: Ibuku meminta:
Wahai Rasulullah, pelayanmu Anas, berdo’alah kepada Allah untuknya!
Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
berdo'a:
«اللَّهُمَّ أَكْثِرْ مَالَهُ،
وَوَلَدَهُ، وَبَارِكْ لَهُ فِيمَا أَعْطَيْتَهُ»
“Ya Allah, perbanyaklah harta dan anaknya, dan
berkahilah untuknya pada apa yang Engkau berikan padanya” [Shahih Bukhari dan
Muslim]
Dalam riwayat lain:
"
... وَأَطِلْ حَيَاتَهُ – وفي رواية: وَأَطِلْ عُمُرَهُ -، وَاغْفِرْ لَهُ " [الأدب المفرد للبخاري: صححه الألباني]
"..., dan panjangkanlah
kehidupannya (umurnya), dan ampuni dosanya!". [Al-Adab Al-Mufrad: Sahih]
2)
Makna hadits ini sama dengan makana hadits Ummi Salamah .
Wallahu a’lam!
Lihat juga: Penjelasan
singkat kitab Ash-Shaum dari Sahih Bukhari; Bab (10) Puasa bagi yang khawatir
terhadap dirinya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar anda adalah pelajaran berharga bagi saya ...