Jumat, 20 November 2020

Akhlak ulama dan penuntut ilmu

 بسم الله الرحمن الرحيم

Diantara akhlak yang mesti dimiliki seorang ulama dan penuntut ilmu dari beberapa ucapan ulama salaf:

1.      Menuntut ilmu yang bermanfaat.

Abu Ad-Darda` radhiyallaahu 'anhu berkata:

«لَا تَكُونُ عَالِمًا حَتَّى تَكُونَ مُتَعَلِّمًا، وَلَا تَكُونُ بِالْعِلْمِ عَالِمًا حَتَّى تَكُونَ بِهِ عَامِلًا، وَكَفَى بِكَ إِثْمًا أَنْ لَا تَزَالَ مُخَاصِمًا، وَكَفَى بِكَ إِثْمًا أَنْ لَا تَزَالَ مُمَارِيًا، وَكَفَى بِكَ كَاذِبًا أَنْ لَا تَزَالَ مُحَدِّثًا فِي غَيْرِ ذَاتِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ»

"Kamu tidak akan menjadi seorang ulama hingga kamu menjadi sorang penuntut ilmu (lebih dahulu), dan dengan ilmu pun kamu tidak akan menjadi seorang ulama hingga kamu mengamalkannya, kamu dianggap berdosa jika kamu bersikap membantah, kamu dianggap berdosa jika kamu suka berdebat (hanya untuk menang), serta kamu dianggap sebagai pendusta jika kamu bercerita selain Dzat Allah ‘azza wajalla (tidak berdasarkan dalil)". [Sunan Ad-Darimiy: Hasan]

Ø  Abdul A'la At-Taimiy -rahimahullah- (w.140H) berkata:

«مَنْ أُوتِيَ مِنَ الْعِلْمِ مَا لَا يُبْكِيهِ، لَخَلِيقٌ أَنْ لَا يَكُونَ أُوتِيَ عِلْمًا يَنْفَعُهُ، لِأَنَّ اللَّهَ تَعَالَى نَعَتَ الْعُلَمَاءَ ثُمَّ قَرَأَ: {إِنَّ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ مِنْ قَبْلِهِ إِذَا يُتْلَى عَلَيْهِمْ يَخِرُّونَ لِلْأَذْقَانِ سُجَّدًا (107) وَيَقُولُونَ سُبْحَانَ رَبِّنَا إِنْ كَانَ وَعْدُ رَبِّنَا لَمَفْعُولًا (108) وَيَخِرُّونَ لِلْأَذْقَانِ يَبْكُونَ وَيَزِيدُهُمْ خُشُوعًا} [الإسراء: 107 - 109]»

“Barangsiapa yang dianugerahi ilmu dan ilmunya tidak membuatnya menangis kepada Allah, berarti ia mendapatkan ilmu yang tidak bermanfaat, karena Allah telah mensifati para ulama, kemudian ia membaca (firman Allah yang artinya): {Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya apabila Al-Quran dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud. Dan mereka berkata: "Maha Suci Tuhan kami, sesungguhnya janji Tuhan kami pasti dipenuhi". Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyu'} [Al-Israa': 107-109] ". [Sunan Ad-Darimiy: Sanadnya bagus]

Ø  Imam Asy-Syafi'iy -rahimahullah- (204H) berkata:

«لَيْسَ الْعِلْمُ مَا حُفِظَ، الْعِلْمُ مَا نَفَعَ»

“Ilmu bukanlah yang dihafal (diketahui), tapi ilmu adalah yang bermanfaat (diamalkan).” [Manaqib Asy-Syafi’iy karya Al-Baihaqiy]

2.      Mengamalkan ilmu.

Amir Asy-Sya'biy -rahimahullah- (103H) berkata:

«إِنَّا لَسْنَا بِالفُقَهَاءِ، وَلَكِنَّا سَمِعنَا الحَدِيْثَ فَرَوَيْنَاهُ، وَلَكِنَّ الفُقَهَاءَ مَنْ إِذَا عَلِمَ، عَمِلَ»

“Kami bukanlah seorang ulama, kami hanya mendengarkan hadits dan meriwayatkannya, akan tetapi ulama itu adalah orang yang jika ia mengetahui sesuatu maka ia mengamalkannya”. [Al-Muttafiq wal Muftariq karya Al-Khathib]

Ø  Ibrahim bin Ahmad Al-Khawwash -rahimahullah- (w.291H) berkata:

«لَيْسَ الْعِلْمُ بِكَثْرَةِ الرِّوَايَةِ، إِنَّمَا الْعَالِمُ مَنِ اتَّبَعَ الْعِلْمَ وَاسْتَعْمَلَهُ، وَاقْتَدَى بِالسُّنَنِ، وَإِنْ كَانَ قَلِيلَ الْعِلْمِ»

“Ilmu itu bukanlah dari banyaknya periwayatan, akan tetapi orang yang berilmu adalah orang yang mengikuti ilmu dan mengamalkannya, mengikuti Sunnah, sekalipun ilmu yang dimilikinya sedikit”. [Syu’abul Iman karya Al-Baihaqiy]

Ø  Al-Khathiib Al-Bagdadiy -rahimahullah- (463H) berkata:

«إِنَّ الْعِلْمَ شَجَرَةٌ وَالْعَمَلَ ثَمَرَةٌ ، وَلَيْسَ يُعَدُّ عَالِمًا مَنْ لَمْ يَكُنْ بِعِلْمِهِ عَامِلًا»

“Sesungguhnya ilmu itu ibarat pohon sedangkan amalan adalah buah. Dan seorang tidak dianggap berilmu selama ia tidak mengamalkan ilmunya”. [Iqtidhaa' Al-'Ilmi Al-'Amal karya Al-Khathib]

Lihat: Mengamalkan ilmu yang dimiliki

3.      Sedikit bicara banyak beramal.

Abdurrahman Al-Auza'iy -rahimahullah- (157H) berkata:

«إِنَّ الْمُؤْمِنَ يَقُولُ قَلِيلًا وَيَعْمَلُ كَثِيرًا، وَإِنَّ الْمُنَافِقَ يَقُولُ كَثِيرًا وَيَعْمَلُ قَلِيلًا»

“Orang beriman sedikit bicara banyak beramal, sedangkan orang munafiq banyak bicara sedikit beramal.” [Hilyatul Auliyaa’ karya Abu Nu’aim]

4.      Tidak suka berdebat.

Abdurrahman Al-Auza'iy -rahimahullah- berkata:

«إذا أراد الله بقوم شراً فتح عليهم باب الجدل، ومنعهم العمل، وكذلك العكس بالعكس، وإذا أراد بقوم خيراً فتح لهم باب العمل، وأغلق عنهم باب الجدل»

“Jika Allah menghendaki pada suatu kaum keburukan maka Allah membukakan kepada mereka pintu jidal (suka berdebat) dan menahan mereka dari beramal. Demikian pula sebaliknya, jika Allah menghendaki pada suatu kaum kebaikan maka Allah membukakan bagi mereka pintu amal (banyak beribadah) dan menutup bagi mereka pintu jidal.”  [Min a’laam As-Salaf karya Ahmad Farid]

Lihat: Adab berselisih pendapat

5.      Wara' dan penyantun.

Imam Asy-Syafi'iy -rahimahullah- berkata:  

«زِينَةُ الْعِلْمِ الْوَرَعُ وَالْحِلْمُ»

“Hiasan ilmu adalah sifat wara’ (berhati-hati) dan sifat hilm (penyantun).”  [Al-Madkhal ila As-Sunan Al-Kubra karya Al-Baihaqiy]

6.      Zuhud dan banyak beribadah.

Al-Hasan Al-Bashriy -rahimahullah- (110H) berkata:

«إِنَّمَا الْفَقِيهُ الزَّاهِدُ فِي الدُّنْيَا، الرَّاغِبُ فِي الْآخِرَةِ، الْبَصِيرُ بِأَمْرِ دِينِهِ، الْمُدَاوِمُ عَلَى عِبَادَةِ رَبِّهِ»

“Seorang faqih (ahli agama) itu hanya orang yang zuhud dalam dunia, dan mengharapkan kebaikan akhirat, pandai dalam urusan agamanya, dan senantiasa beribadah kepada Rabb-nya.” [Sunan Ad-Darimiy: Shahih]

7.      Jauh dari fitnah.

Al-Hasan Al-Bashriy -rahimahullah- berkata:

«إِنَّ هَذِهِ الْفِتْنَةَ إِذَا أَقْبَلَتْ عَرَفَهَا كُلُّ عَالِمٍ، وَإِذَا أَدْبَرَتْ عَرَفَهَا كُلُّ جَاهِلٍ»

“Fitnah (godaan) ini, jika akan terjadi maka semua ulama mengetahuinya, dan jika sudah berlalu maka semua orang bodoh juga bisa mengetahuinya”.  [Ath-Thabaqat karya Ibnu Sa’ad]

Lihat: Motifasi hijrah di zaman fitnah

8.      Tidak pemalu (dalam kebaikan) dan tidak sombong.

Mujahid -rahimahullah- (w.101H) berkata:

«لاَ يَتَعَلَّمُ العِلْمَ مُسْتَحْيٍ وَلاَ مُسْتَكْبِرٌ»

“Seorang pemalu (sehingga tidak mau belajar) tidak akan bisa menuntut ilmu dan tidak pula seorang yang angkuh”. [Shahih Bukhari: Mu’allaq]

Ø  Yahya bin Abi Katsir -rahimahullah- (w.132H) berkata:

«ما علمَ مُستَحي ولا مُتكبرٌ قطُّ»

“Tidak akan berilmu orang yang pemalu (sehingga tidak mau belajar) dan tidak juga seorang yang angkuh/sombong (merasa sudah pintar)” [Ma’mu’ fiihi mushannafaat Ibnu Al-Hamamiy]

Lihat: Kenapa harus malu?

9.      Selalu tahu diri.

Al-Fudhail bin 'Iyadh -rahimahullah- (187H) berkata:

«يَا مِسْكِيْنُ! أَنْتَ مُسِيءٌ وَتَرَى أَنَّكَ مُحْسِنٌ، وَأَنْتَ جَاهِلٌ وَتَرَى أَنَّكَ عَالِمٌ، وَتَبْخَلُ وَترَى أَنَّكَ كَرِيْمٌ، وَأَحْمَقُ وَتَرَى أَنَّك عَاقِلٌ، أَجَلُكَ قَصِيْرٌ، وَأَمَلُكَ طَوِيْلٌ»

“Wahai si malang, engkau merusak tapi merasa dirimu telah berbuat baik, engkau bodoh tapi merasa dirimu pintar, engkau kikir tapi merasa dirimu dermawan, engakau dungu tapi merasa dirimu cerdas. Umurmu singkat sedangakan angan-anganmu panjang”. [Tarikh Dimasyq karya Ibnu ‘Asakir]

Ø  Abdullah bin Al-Mu'taz -rahimahullah- berkata:

«الْمُتَوَاضِعُ فِي طِلابِ الْعِلْمِ أَكْثَرُهُمْ عِلْمًا، كَمَا أَنَّ الْمَكَانَ الْمُنْخَفِضَ أَكْثَرُ الْبِقَاعِ مَاءً»

"Orang tawadhu' di antara penuntut ilmu adalah orang yang paling banyak ilmunyaa, sebagaimana tempat yang rendah lebih banyak menampung air". [Al-Jaami' liakhlaqirrawi]

10.  Takut kepada Allah 'azza wajalla.

Ibnu Mas’ud -radhiyallahu ‘anhu- berkata:

«لَيْسَ الْعِلْمُ بِكَثْرَةِ الرِّوَايَةِ وَلَكِنَّ الْعِلْمَ الْخَشْيَةُ»

“Ilmu itu bukan dari banyaknya riwayat (hadits), akan tetapi ilmu itu adalah sifat khasyah (senantiasa takut dan tunduk kepada Allah)” [Az-Zuhd karya Imam Ahmad]

Ø  Masruuq bin Al-Ajda' (62H) rahimahullah berkata:

«بحسب امرئ من العلم أن يخشى الله، وبحسب امرئ من الجهل أن يعجب بعلمه»

"Cukuplah seorang itu dikatakan berilmu apabila dia takut kepada Allah, dan cukuplah seorang itu dikatakan bodoh apabila dia bangga dengan ilmunya" [Akhlaq Al-'Ulama' karya Al-Ajurriy]

Ø  Mujahid -rahimahullah- berkata:

«إِنَّمَا الْعَالِمُ مَنْ خَشِيَ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ»

“Ulama itu hanya orang yang takut kepada Allah ‘azza wajalla” [Tafsir Al-Qurthubiy]

Ø  Malik bun Migwal -rahimahullah- berkata; "Seorang laki-laki berkata kepada Asy-Sya'biy; “Wahai orang alim, berikanlah untukku fatwa!”

Asy-Sya'biy -rahimahullah- menjawab:

«الْعَالِمُ مَنْ يَخَافُ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ»

“Yang disebut orang alim itu adalah orang yang takut kepada Allah". [Sunan Ad-Darimiy: Shahih]

Ø  Yahya bin Abi Katsir -rahimahullah- berkata:

«الْعَالِمُ مَنْ يَخْشَى اللهَ عَزَّ وَجَلَّ»

“Orang berilmu itu adalah orang yang takut kepada Allah ‘azza wajalla” [Hilyatul Auliyaa’ karya Abu Nu’aim]

Ø  Al-Fudhail bin 'Iyadh -rahimahullah- berkata:

«أَعْلَمُ النَّاسِ بِاللهِ أَخْوَفُهُمْ لَهُ»

“Manusia yang paling mengenal Allah adalah yang paling takut kepadaNya” [Hilyatul Auliya’ karya Abu Nu’aim]

Ø  Ar-Rabi’ bin Anas -rahimahullah- berkata:

«من لم يخش الله، فليس بعالم»

“Siapa yang tidak takut kepada Allah, maka ia bukan ulama” [Majmu’ Rasail Ibnu Rajab]

Lihat: Sifat Khasyah; Takut karena pengagungan hanya untuk Allah

11.  Meninggalkan maksiat.

Harim bin Hayyan -rahimahullah- (w.46H) berkata:

«إِيَّاكُمْ وَالْعَالِمَ الْفَاسِقَ»

"Hendaklah kalian berhati-hati terhadap ulama fasik.

Pernyataan ini sampai ke telinga Umar bin Al-Khatthab radhiyallahu 'anhu, kontan ia langsung menulis surat kepada Harim bin Hayyan, dengan setengah mengingatkan, Umar bertanya: 'Apa yang kamu maksud seorang ulama yang fasik? '

Harim membalas surat dengan mengatakan:

«يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ وَاللَّهِ مَا أَرَدْتُ بِهِ إِلَّا الْخَيْرَ، يَكُونُ إِمَامٌ يَتَكَلَّمُ بِالْعِلْمِ، وَيَعْمَلُ بِالْفِسْقِ، فَيُشَبِّهُ عَلَى النَّاسِ، فَيَضِلُّوا»

'Wahai amirul mu`minin, aku tidak menginginkan dengan hal itu kecuali kebaikan semata, yang kumaksud adalah imam berbicara dengan ilmu tetapi beramal dengan kefasikan, (sikapnya yang demikian membuat) menipu di depan manusia, hingga mereka menjadi sesat' ". [Sunan Ad-Darimiy: Shahih]

Ø  Amir Asy-Sya'biy -rahimahullah- berkata:

«اتَّقُوا الْفَاجِرَ مِنَ الْعُلَمَاءِ، وَالْجَاهِلَ مِنَ الْمُتَعَبِّدِينَ؛ فَإِنَّهُمَا آفَةٌ لِكُلِّ مَفْتُونٍ»

“Hindarilah pelaku maksiat dari kalangan ulama, dan orang bodoh dari kalangan ahli ibadah; Karena keduanya adalah sebab dari semua orang yang terkena fitnah (musibah dalam agama)”. [Sy’abul Iman karya Al-Baihaqiy]

Lihat: Akibat maksiat

12.  Semangat yang kuat.

Yahya bin Abi Katsir -rahimahullah- berkata:

«لَا يَأْتِي الْعِلْمُ بِرَاحَةِ الْجَسَدِ»

“Ilmu tidak akan datang dengan tubuh yang santai”. [Hilyatul Auliya’ karya Abu Nu’aim]

Ø  Ayyub bin ‘Utbah -rahimahullah- (w.160H) berkata:

«لا يَسْتَقِيمُ طَلَبُ الْعِلْمِ بِرَاحَةِ الْجَسَدِ»

“Tidak benar cara menuntut ilmu dengan tubuh yang santai”. [Al-Masyayikh Al-Bagdadiyah karya Abu Thahir As-Silafiy]

13.  Memilih ilmu yang paling baik dan utama.

Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata:

«الْعِلْمُ أَكْثَرُ مِنْ أَنْ يُحْصَى، فَخُذُوا مِنْ كُلِّ شَيْءٍ أَحْسَنَهُ»

“Ilmu itu lebih banyak daripada yang terhitung, maka ambillah dari setiap bidang ilmu yang terbaik darinya”. [Jami’ Bayanul ‘Ilmi wa Fadhlihi karya Al-Qurthubiy]

Ø  Amir Asy-Sya'biy -rahimahullah- berkata:

«العلم أكثر من أن يُحصى فخذ من كل شيء أحسنه»

“Ilmu itu lebih banyak daripada yang terhitung, maka ambillah dari setiap bidang ilmu yang terbaik darinya”. [Tarikh Dimasyq karya Ibnu ‘Asakir]

14.  Memilih guru yang baik.

Muhammad bin Sirin -rahimahullah- (110H) berkata:

«إِنَّ هَذَا الْعِلْمَ دِينٌ، فَانْظُرُوا عَمَّنْ تَأْخُذُونَ دِينَكُمْ»

“Ilmu ini adalah agama, maka lihatlah dari siapa kalian mengambil agama kalian”. [Muqaddimah shahih Muslim]

15.  Sifat yang tenang.

Imam Malik -rahimahullah- (179H) berkata:

«إن حقاً على طالب العلم أن يكون له وقار وسكينة وخشية، وأن يكون متبعاً لأثر من مضى قبله»

“Sesungguhnya wajib bagi setiap penuntut ilmu untuk memiliki sifat wibawa, tenang, dan tunduk, dan hendaknya ia selalu mengikuti jalan orang-orang yang telah terdahulu sebelumnya”. [Min A’laam As-Salaf karya Ahmad Farid]

Wallahu a’lam!

Lihat juga: Mutiara Salaf - Nasehat Ibrahim bin Adham; Sepuluh penyebab hati mati - Kisah Yahya Al-Laitsiy dan gajah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar anda adalah pelajaran berharga bagi saya ...