بسم الله الرحمن الرحيم
A. Bab 13.
Imam
Bukhari -rahimahullah- berkata:
بَابٌ: مَنْ
يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ
“Bab: Barangsiapa yang Allah kehendaki menjadi
baik maka Allah faqihkan dia terhadap agama”
Dalam bab ini, imam Bukhari menjelaskan tentang
pentingnya pemahaman yang benar dalam agama dengan meriwayatkan hadits Mu’awiyah
radhiyallahu ‘anhu. Ia berkata:
71 -
حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ [كثير بن] عُفَيْرٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا [عبد الله] ابْنُ
وَهْبٍ، عَنْ يُونُسَ [بن يزيد الأيلي]، عَنِ ابْنِ شِهَابٍ، قَالَ: قَالَ
حُمَيْدُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، سَمِعْتُ مُعَاوِيَةَ خَطِيبًا يَقُولُ:
سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: «مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ،
وَإِنَّمَا أَنَا قَاسِمٌ وَاللَّهُ يُعْطِي، وَلَنْ تَزَالَ هَذِهِ الأُمَّةُ
قَائِمَةً عَلَى أَمْرِ اللَّهِ، لاَ يَضُرُّهُمْ مَنْ خَالَفَهُمْ، حَتَّى
يَأْتِيَ أَمْرُ اللَّهِ»
Telah
menceritakan kepada kami Sa'id bin [Katsir bin] 'Ufair, ia berkata: Telah menceritakan kepada kami [Abdullah] Ibnu
Wahab, dari Yunus [bin Yazid Al-Ailiy], dari Ibnu Syihab, ia berkata: Humaid
bin Abdurrahman berkata; Aku mendengar Mu'awiyyah berkhutbah, dia
berkata; Aku mendengar Nabi ﷺ
bersabda, "Barangsiapa yang Allah kehendaki menjadi
baik maka Allah faqihkan dia terhadap agama. Aku hanyalah yang membagi-bagikan
sedang Allah yang memberi. Dan senantiasa (sebagian dari) umat ini akan tegak
di atas perintah Allah, mereka tidak akan celaka karena adanya orang-orang yang
menyelisihi mereka hingga datang keputusan Allah".
Penjelasan singkat
hadits ini:
1.
Biografi
Mu’awiyah bin Abi Sufyan radhiyallahu ‘anhuma.
Lihat di sini: https://umar-arrahimy.blogspot.com/
2.
Sifat iradah
bagi Allah.
Kehendak (masyi-ah), keinginan (iraadah), ketetapan (qadhaa),
dan perintah (awaamir) Allah subhanahu wa ta'aalaa ada dua macam:
“Kauniyah” dan “syar'iyah”.
a) Kehendak
kauniyah adalah
kehendak yang mesti terjadi di alam semesta ini tapi tidak semua kehendak itu
dicintai-Nya.
Dengan kehendak ini Allah menciptakan yang baik dan yang buruk, tidak
ada sesuatupun yang terjadi di alam semesta kecuali atas kehendak Allah subhanahu
wata'ala Yang Maha mengetahui dan bertindak dengan penuh hikmah.
Allah subhanahu wata'ala berfirman:
{فَمَن يُرِدِ اللَّهُ أَن يَهْدِيَهُ يَشْرَحْ صَدْرَهُ
لِلْإِسْلَامِ وَمَن يُرِدْ أَن يُضِلَّهُ يَجْعَلْ صَدْرَهُ ضَيِّقًا حَرَجًا
كَأَنَّمَا يَصَّعَّدُ فِي السَّمَاءِ كَذَلِكَ يَجْعَلُ اللَّهُ الرِّجْسَ عَلَى
الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ} [الأنعام: 125]
Barangsiapa yang Allah menghendaki akan
memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk
agama) Islam. Dan barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya
Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki
langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman.
[Al-An'aam: 125]
b)
Kehendak syar'iyah adalah kehendak Allah kepada makhluk untuk
melakukan kebaikan yang dicintai oleh Allah.
Allah subhanahu wata'ala berfirman:
{يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ
الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ} [البقرة: 185]
Allah menghendaki kemudahan bagimu (dengan
syari'at-Nya), dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. [Al-Baqarah: 185]
Perbedaan antara kehendak kauniyah
dan syar'iyah:
1) Kehendak kauniyah ada yang baik dan ada yang
buruk, sedangkan kehendak syar'iyah semuanya baik.
2) Kehendak kauniyah mesti terjadi, sedangkan
kehendak syar'iyah tidak mesti terlaksana.
3) Kehendak kauniayah berkaitan dengan
perbuatan dan tindakan Allah subhanahu wata'ala kepada makhlukNya, oleh
sebab itu kehendak ini mesti terjadi karena tidak ada yang bisa menghalangi
sesuatu yang dikehendaki-Nya.
Sedangkan kehendak syar'iyah berhubungan dengan perbuatan
dan tindakan makhluk dalam menjalankan syari'at Allah. Dan ini tidak akan
terlaksana kecuali dengan pertolongan Allah Yang Maha Berkehendak.
4)
Setiap
makhluk tidak ada yang tahu apa kehendak kauniyah Allah pada dirinya.
Sedangkan kehendak syar'iyah Allah dapat diketahui melauli kitab Suci, Nabi
dan Rasul Allah subhanahu wata'ala.
Lihat: Kehendak Allah kauniyah dan syar’iyah
3.
Pemahaman agama adalah
karuniah dari Allah.
Allah subhanahu wata’aalaa berfirman:
{اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ (1) خَلَقَ الْإِنْسَانَ
مِنْ عَلَقٍ (2) اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ (3) الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ
(4) عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ} [العلق: 1 - 5]
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang
Menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan
Tuhanmulah yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam,
Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. [Al-'Alaq: 1-5]
4.
Pemahaman
agama adalah
pintu kebaikan.
Allah subhanahu wata’aalaa berfirman:
{يُؤْتِي
الْحِكْمَةَ مَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُؤْتَ الْحِكْمَةَ فَقَدْ أُوتِيَ خَيْرًا كَثِيرًا
وَمَا يَذَّكَّرُ إِلَّا أُولُو الْأَلْبَابِ} [البقرة: 269]
Allah
menganugerahkan Al-hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al-Quran dan As-Sunnah)
kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia
benar-benar Telah dianugerahi karunia yang banyak. dan Hanya orang-orang yang
berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah). [Al-Baqarah: 269]
Ø
Imam Syafi’iy -rahimahullah- berkata:
"
مَن أرادَ الدُنيا فعَلَيهِ بالعِلم، ومَن أرادَ الآخرةَ فعَلَيهِ بالعِلم" [مناقب الشافعي للبيهقي (2/ 139)]
“Siapa yang menginginkan kenikmatan dunia maka
hendaklah ia memiliki ilmu, dan siapa yang menginginkan kenikmatan akhirat maka
handaklah ia memiliki ilmu”. [Manaqib Asy-Syafi’iy karya Al-Baihaqiy 2/139]
Lihat: Kitab Ilmu bab 1; Keutamaan ilmu
5.
Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam hanya sebagai pembagi karuniah Allah, sedangkan yang
memberi hanya Allah subhanahu wata’aalaa.
Allah subhanahu wata'ala berfirman:
{إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَن
يَشَاءُ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ} [القصص: 56]
Sesungguhnya kamu tidak akan dapat
memberi petunjuk (taufiq) kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi
petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui
orang-orang yang mau menerima petunjuk. [Al-Qashash: 56]
Lihat: Syarah Kitab tauhid bab (18); Hanya Allah yang bisa memberi hidayah
6. Sebagian
ulama menyebutkan bahwa diantara nama-nama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
adalah “Al-Qasim” (yang membagikan).
7. Diantara
“asmaul husna” bagi Allah adalah “Al-Mu’thii”.
Sebagaimana
disebutkan dalam riwayat lain:
«وَاللَّهُ المُعْطِي» [صحيح البخاري]
“Dan
Allah-lah yang Maha Memberi.” [Shahih Bukhari]
Lihat: 108 “Asmaul Husna” bagi Allah
8.
Penjagaan Allah
terhadap umat Islam.
Dari
Jabir binn Abdillah radhiyallahu 'anhuma; Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda:
«لَا تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي يُقَاتِلُونَ
عَلَى الْحَقِّ، ظَاهِرِينَ
إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ» [صحيح مسلم]
“Senantiasa
akan ada sekelompok dari umatku yang berperang di atas kebenaran, mereka menang
sampai hari kiamat”. [Sahih Muslim]
Ø Dari Qurrah bin Iyas
Al-Muzaniy radhiyallahu 'anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda:
«لَا تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي
مَنْصُورِينَ لَا يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ حَتَّى تَقُومَ السَّاعَةُ» [سنن الترمذي: صححه الألباني]
"Senantiasa ada sekelompok dari umatku yang
mendapatkan pertolongan, mereka tidak dibahayakan oleh orang-orang yang
meninggalkan mereka sampai datangnnya hari kiamat". [Sunan Tirmidziy:
Sahih]
Lihat:
Keistimewaan umat Islam
9.
Imam
Bukhari berpendapat bahwa yang dimaksud dengan golongan yang tegak di atas
agama Allah adalah ulama.
Sebagaimana
beliau sebutkan pada satu bab dari kitab Al-I’tisham dalam “Ash-Shahih”:
" بَابُ
قَوْلِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «لاَ تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ
أُمَّتِي ظَاهِرِينَ عَلَى الحَقِّ» يُقَاتِلُونَ وَهُمْ أَهْلُ العِلْمِ "
“Bab sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:
“Senantiasa ada sekelompok dari umatku yang nampak di atas kebanaran” mereka senantiasa
berjuang, dan mereka adalah ulama”
10.
Sifat
golongan yang mendapatkan pertolongan Allah:
Diantaranya:
a) Berpegang teguh pada syari’at Allah.
b) Senantiasa nampak untuk melawan kebatilan
dengan senjata atau lisan (argumen).
c) Tidak terpengaruh dengan orang-orang yang menyelisihinya.
d) Terus bertahan sampai hari kiamat.
Abdurrahman
bin Syimamah Al-Mahriy -rahimahullah- berkata: "Ketika saya berada
di tempat Maslamah bin Mukhallad yang saat itu ada Abdullah bin 'Amru bin
Al-'Ash radhiyallahu
'anhuma. Abdullah berkata:
لَا تَقُومُ السَّاعَةُ إِلَّا عَلَى
شِرَارِ الْخَلْقِ، هُمْ شَرٌّ مِنْ أَهْلِ الْجَاهِلِيَّةِ، لَا يَدْعُونَ اللهَ
بِشَيْءٍ إِلَّا رَدَّهُ عَلَيْهِمْ
"Hari
kiamat itu tidak akan menimpa kecuali atas makhluk yang paling jahat. Mereka
lebih jahat daripada orang-orang yang hidup di masa jahiliah. Tidaklah mereka
memohon sesuatu kepada Allah kecuali Dia pasti akan menolaknya (tidak
mengabulkannya)."
Ketika
mereka bercakap-cakap demikian, tiba-tiba datanglah ‘Uqbah bin 'Amir radhiyallahu 'anhu. Maka Maslamah berkata kepadanya, "Wahai
Uqbah, dengarkanlah apa yang dikatakan Abdullah."
Lantas
'Uqbah berkata, "Dia lebih mengetahui. Adapun saya, sesungguhnya saya juga
pernah mendengar Rasulullah ﷺ
bersabda:
«لَا تَزَالُ عِصَابَةٌ
مِنْ أُمَّتِي يُقَاتِلُونَ عَلَى أَمْرِ اللهِ، قَاهِرِينَ لِعَدُوِّهِمْ، لَا
يَضُرُّهُمْ مَنْ خَالَفَهُمْ، حَتَّى تَأْتِيَهُمُ السَّاعَةُ وَهُمْ عَلَى
ذَلِكَ»
'Akan
senantiasa ada dari umatku satu kelompok yang berperang di atas perkara Allah,
mereka mengalahkan musuh-musuh mereka, dan orang-orang yang menyelisihi mereka
tidak akan dapat membahayakan mereka sedikitpun hingga datang hari kiamat
sedangkan mereka masih dalam keadaan seperti itu."
Abdullah
pun menimpali:
«أَجَلْ، ثُمَّ يَبْعَثُ
اللهُ رِيحًا كَرِيحِ الْمِسْكِ مَسُّهَا مَسُّ الْحَرِيرِ، فَلَا تَتْرُكُ
نَفْسًا فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ حَبَّةٍ مِنَ الْإِيمَانِ إِلَّا قَبَضَتْهُ،
ثُمَّ يَبْقَى شِرَارُ النَّاسِ عَلَيْهِمْ تَقُومُ السَّاعَةُ»
"Benar."
Kemudian Allah mengirim sebuah angin yang baunya seperti bau misk dan lembutnya
seperti lembut sutra, tidaklah ia melewati seseorang yang di dalam hatinya
terdapat keimanan meskipun hanya seberat biji benih, kecuali ia pasti akan
diwafatkannya. Maka tinggallah orang-orang jahat saja, lalu terjadilah hari
kiamat." [Shahih Muslim]
B. Bab 14.
Imam
Bukhari -rahimahullah- berkata:
بَابُ الفَهْمِ فِي العِلْمِ
“Bab: Pemahaman
dalam ilmu”
Dalam bab ini, imam Bukhari menjelaskan bahwa
pemahaman manusia dalam ilmu bertingkat-tingkat, dengan meriwayatkan hadits Ibnu
‘Umar radhiyallahu ‘anhuma. Ia berkata:
72 - حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ
اللَّهِ [ابن المديني]، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ [بن عيينة]، قَالَ: قَالَ لِي [عبد
الله] ابْنُ أَبِي نَجِيحٍ، عَنْ مُجَاهِدٍ، قَالَ: صَحِبْتُ ابْنَ عُمَرَ إِلَى
المَدِينَةِ فَلَمْ أَسْمَعْهُ يُحَدِّثُ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَّا حَدِيثًا وَاحِدًا، قَالَ: كُنَّا عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأُتِيَ بِجُمَّارٍ، فَقَالَ: «إِنَّ مِنَ الشَّجَرِ
شَجَرَةً، مَثَلُهَا كَمَثَلِ المُسْلِمِ»، فَأَرَدْتُ أَنْ أَقُولَ: هِيَ
النَّخْلَةُ، فَإِذَا أَنَا أَصْغَرُ القَوْمِ، فَسَكَتُّ، قَالَ النَّبِيُّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «هِيَ النَّخْلَةُ»
Telah
menceritakan kepada kami Ali bin Abdullah [Ibnu Al-Madiniy], ia berkata: Telah
menceritakan kepada kami Sufyan [bin ‘Uyainan], ia berkata: Telah berkata
kepadaku [Abdullah] Ibnu Abu Najih, dari Mujahid, ia berkata; Aku pernah menemani
Ibnu Umar pergi ke Madinah, namun aku tidak mendengar dia membicarakan
tentang Rasulullah ﷺ kecuali satu kejadian dimana dia berkata: Kami pernah bersama
Nabi ﷺ lalu beliau dihidangkan dengan jummar (bagian dalam dari pucuk
pohon kurma). Kemudian beliau bersabda, "Sesungguhnya diantara pohon ada
suatu pohon yang merupakan perumpamaan bagi seorang muslim". Aku ingin
mengatakan bahwa itu adalah pohon kurma namun karena aku yang termuda maka aku
diam. Maka kemudian Nabi ﷺ bersabda, "Itu adalah pohon
kurma".
Penjelasan singkat
hadits ini:
1)
Hadits ini telah dijelaskan pada Bab 4 dan 5; Hadits Ibnu ‘Umar
2)
Sahabat Nabi tidak terlalu banyak
menyampaikan hadits.
Anas
bin Malik radhiyallahu
‘anhu berkata: Sesungguhnya yang mencegahku menyampaikan hadits yang
banyak, adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
«مَنْ
تَعَمَّدَ عَلَيَّ كَذِبًا، فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ» [صحيح البخاري ومسلم]
“Barangsiapa
yang sengaja berdusta atas namaku, maka persiapakanlah tempat duduknya dari api
neraka”. [Sahih Bukhari dan Muslim]
Lihat: Hadits larangan berdusta atas nama Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
3)
Ibnu Umar radhiyallahu
‘anhuma mengetahui jawaban pertanyaan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
karena isyarat yang ia pahami dari jummar yang dihidangkan.
'Aisyah radhiyallahu 'anha berkata:
أَنَّ امْرَأَةً سَأَلَتِ النَّبِيَّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ غُسْلِهَا مِنَ المَحِيضِ، فَأَمَرَهَا
كَيْفَ تَغْتَسِلُ، قَالَ: «خُذِي فِرْصَةً مِنْ مَسْكٍ، فَتَطَهَّرِي بِهَا»
قَالَتْ: كَيْفَ أَتَطَهَّرُ؟ قَالَ: «تَطَهَّرِي بِهَا»، قَالَتْ: كَيْفَ؟،
قَالَ: «سُبْحَانَ اللَّهِ، تَطَهَّرِي» فَاجْتَبَذْتُهَا إِلَيَّ، فَقُلْتُ:
تَتَبَّعِي بِهَا أَثَرَ الدَّمِ [صحيح البخاري]
"Seorang wanita bertanya kepada Nabi shallallahu
'alaihi wasallam tentang cara mandi dari haid. Beliau lalu memerintahkan wanita itu
bagaimana cara mandi. Beliau bersabda, "Ambillah sepotong kapas yang
diberi wewangian lalu bersucilah." Wanita itu bertanya, "Bagaimana
aku bersucinya? Beliau menjawab, "Bersucilah dengan kapas itu!"
Wanita itu berkata lagi, "Bagaimana caranya aku bersuci?" Beliau
bersabda, "Bersucilah dengan menggunakan kapas itu!" Wanita itu
bertanya lagi, "Bagaimana caranya?" Maka beliau berkata, "Subhaanallah.
Bersucilah kamu!" Lalu aku manarik wanita itu kearahku, lalu aku katakan,
"Kamu bersihkan sisa darahnya dengan kapas itu." [Shahih Bukhari]
4)
Pentingnya pemahaman dalam ilmu.
Allah subhanahu wata’aalaa
berfirman:
{فَفَهَّمْنَاهَا سُلَيْمَانَ وَكُلًّا
آتَيْنَا حُكْمًا وَعِلْمًا} [الأنبياء: 79]
Maka Kami telah memberikan pengertian kepada
Sulaiman tentang hukum (yang lebih tepat); dan kepada masing-masing (Daud dan
Sulaiman) mereka telah Kami berikan hikmah dan ilmu. [Al-Anbiyaa':79]
5) Ilmu tanpa pemahaman yang baik akan merusak
Abu Hurairah -radhiyallahu 'anhu- berkata: Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam sambil berkata beliau memberikan kedua
sandalnya kepadaku:
«اذْهَبْ
بِنَعْلَيَّ هَاتَيْنِ، فَمَنْ لَقِيتَ مِنْ وَرَاءِ هَذَا الْحَائِطَ يَشْهَدُ
أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ مُسْتَيْقِنًا بِهَا قَلْبُهُ، فَبَشِّرْهُ
بِالْجَنَّةِ»
'Wahai Abu Hurairah,
bawalah kedua sandalku ini, dan siapapun yang kau temui di balik kebun ini ia
bersaksi bahwa tidak tuhan (yang berhak disembah) selain Allah dan ia
menancapkan keyakinan ini dalam hatinya, maka berilah kabar gembira kepadanya
dengan surga.'
Dan kebetulan orang yang pertama kali bertemu denganku
ialah Umar -radhiyallahu 'anhu-, maka iapun bertanya, 'Ada apa dengan
kedua sandal itu wahai Abu Hurairah? '
Aku menjawab, 'Ini adalah kedua sandal Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam, beliau menyuruhku untuk membawanya dan menyampaikan kabar
gembira surga kepada orang yang pertama kali bertemu denganku sedang ia
bersaksi bahwa tiada tuhan (yang berhak disembah) selain Allah, dan ia
menyakininya dengan hatinya.'
Maka Umar pun memukulku dengan tangannya tepat di
tengah-tengah dadaku (ulu hati) hingga aku jatuh duduk, lalu berkata,
'Kembalilah wahai Abu Hurairah! '
Maka akupun kembali menemui Rasulullah dengan wajah
menahan tangis, dan ternyata Umar saat itu juga mengikutiku. Seketika itu
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bertanya: 'Ada apa denganmu
wahai Abu Hurairah? '
Aku menjawab, 'Aku telah bertemu dengan Umar, lalu aku
kabarkan kepadanya mengenai apa yang telah engkau perintahkan kepadaku namun
tiba-tiba ia memukulku dengan keras tepat di ulu hatiku hingga aku jatuh
lunglai, setelah itu dia berkata, 'Kembalilah! '
Maka Rasul pun berkata, 'Wahai Umar, kenapa kamu
berbuat demikian? '
Umar menjawab, 'Wahai Rasulullah, apa benar engkau
telah mengutus Abu Hurairah dengan kedua sandalmu itu dan menyuruhnya memberi
kabar gembira dengan surga bagi orang yang pertama kali ditemuinya sedang ia
bersaksi bahwa tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Allah dengan keyakinan
yang mantap dalam hatinya? '
Beliau menjawab: 'Ya, benar.'
Umar berkata:
فَلَا تَفْعَلْ فَإِنِّي أَخْشَى أَنْ
يَتَّكِلَ النَّاسُ عَلَيْهَا فَخَلِّهِمْ يَعْمَلُونَ
'Sebaiknya engkau
tidak berbuat demikian wahai Rasulullah, karena sesungguhnya aku sangat
khawatir kalau-kalau manusia akan bergantung padanya, dan biarkanlah mereka
melaksanakan amalan-amalan yang baik.'
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berkata
(kepada Abu Hurairah): 'Biarkanlah mereka (tidak mengetahui hadits ini)
'." [Shahih Muslim]
Wallahu a’lam!
Lihat juga: Kitab Ilmu bab 11 dan 12; Memilih waktu untuk menyampaikan dan menimba ilmu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar anda adalah pelajaran berharga bagi saya ...