Selasa, 25 Februari 2025

Kitab I’tisham, bab (12) dan (13)

بسم الله الرحمن الرحيم

A.    Bab 12.

Imam Bukhari -rahimahullah- berkata:

بَابُ مَنْ شَبَّهَ أَصْلًا مَعْلُومًا بِأَصْلٍ مُبَيَّنٍ، قَدْ بَيَّنَ اللَّهُ حُكْمَهُمَا، لِيُفْهِمَ السَّائِلَ

“Bab: Orang yang memberi perumpamaan suatu hukum dengan sesuatu yang telah Allah jelaskan hukumnya agar dipahami oleh si penanya”

Dalam bab ini imam Bukhari menjelaskan bahwa kias dibolehkan apabila berlandaskan dengan dalil yang kuat, karena Nabi terkadang memakai kias dalam menjawab pertanyaan sahabatnya, sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Hurairah dan Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhum.

Lihat bab sebelumnya: Kitab I’tisham, bab (07): Logika yang tercela dan qiyas yang berlebihan

Hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu.

Imam Bukhari -rahimahullah- berkata:

7314 - حَدَّثَنَا أَصْبَغُ بْنُ الفَرَجِ، حَدَّثَنِي [عبد الله] ابْنُ وَهْبٍ، عَنْ يُونُسَ [بن يزيد الأيلي]، عَنِ ابْنِ شِهَابٍ، عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ: أَنَّ أَعْرَابِيًّا أَتَى رَسُولَ اللَّهِ ﷺ، فَقَالَ: إِنَّ امْرَأَتِي وَلَدَتْ غُلاَمًا أَسْوَدَ، وَإِنِّي أَنْكَرْتُهُ، فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: «هَلْ لَكَ مِنْ إِبِلٍ؟»، قَالَ: نَعَمْ، قَالَ: «فَمَا أَلْوَانُهَا؟»، قَالَ: حُمْرٌ، قَالَ: «هَلْ فِيهَا مِنْ أَوْرَقَ؟»، قَالَ: إِنَّ فِيهَا لَوُرْقًا، قَالَ: «فَأَنَّى تُرَى ذَلِكَ جَاءَهَا»، قَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، عِرْقٌ نَزَعَهَا، قَالَ: «وَلَعَلَّ هَذَا عِرْقٌ نَزَعَهُ»، وَلَمْ يُرَخِّصْ لَهُ فِي الِانْتِفَاءِ مِنْهُ

Telah menceritakan kepada kami Asbagh bin Al-Faraj, ia berkata: Telah menceritakan kepadaku [Abdullah] Ibnu Wahb, dari Yunus [bin Yazid Al-Ailiy], dari Ibn Syihab, dari Abu Salamah bin Abdurrahman, dari Abu Hurairah, bahwa ada seorang laki-laki Arab Badui (nomade, primitive) mendatagi Rasulullah dan berujar, "Istriku melahirkan bayi hitam pekat dan aku memungkirinya." Maka Rasulullah bertanya, "Apakah engkau mempunyai unta?" Ia menjawab, "Benar." Nabi bertanya lagi, "Lalu, apa warnanya?' Ia menjawab, "Merah." Nabi bertanya lagi, "Bukankah di sana juga ada belang kecoklatan?" Si Arab Badui menjawab, "Betul, di sana ada belang warna coklat." Nabi bertanya lagi, "Lantas dari mana warna itu datang?" Si Arab Badui menjawab, "Boleh jadi akar keturunan yang menurunkan warna itu”, Nabi bersabda: “Maka bisa jadi anakmu ini dari akar keturunan yang menurukan warna itu”, dan Nabi tidak memberi ruang untuk menolak anak itu sama sekali."

Penjelasan singkat hadits ini:

1)      Biografi Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu.

Lihat: Abu Hurairah dan keistimewaannya

2)      Nabi mengkiaskan kondisi manusia dengan hewan dalam reproduksi.

3)      Memberi udzur kepada orang yang nampak melakukan kesalahan.

4)      Berbaik sangka kepada orang lain, terkhusus kepada pasangan.

Lihat: Berbaik sangka kepada saudaramu

Hadits Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma.

Imam Bukhari -rahimahullah- berkata:

7315 - حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ، حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانَةَ [الوضاح بن عبد الله]، عَنْ أَبِي بِشْرٍ [جعفر بن إياس]، عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ امْرَأَةً جَاءَتْ إِلَى النَّبِيِّ ﷺ، فَقَالَتْ: إِنَّ أُمِّي نَذَرَتْ أَنْ تَحُجَّ فَمَاتَتْ قَبْلَ أَنْ تَحُجَّ، أَفَأَحُجَّ عَنْهَا؟ قَالَ: «نَعَمْ، حُجِّي عَنْهَا، أَرَأَيْتِ لَوْ كَانَ عَلَى أُمِّكِ دَيْنٌ أَكُنْتِ قَاضِيَتَهُ؟»، قَالَتْ: نَعَمْ، فَقَالَ: «اقْضُوا اللَّهَ الَّذِي لَهُ، فَإِنَّ اللَّهَ أَحَقُّ بِالوَفَاءِ»

Telah menceritakan kepada kami Musaddad, ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Abu 'Awanah [Al-Waddhah bin Abdillah], dari Abu Bisyr [Ja’far bin Iyas], dari Sa'id bin Jubair, dari Ibnu Abbas, bahwa seorang wanita menemui Nabi dan berujar, "Ibuku bernadzar untuk haji, hanya terburu meninggal dunia, bolehkah aku menggantikan hajinya?" Nabi menjawab, "Silakan, berhajilah engkau untuk menggantikannya, bukankah engkau sependapat sekiranya ibumu mempunyai utang, bukankah engkau yang melunasi?" Wanita itu menjawab, "Ya." Lantas Nabi berkata, "Penuhilah utang Allah, sebab Allah lebih berhak untuk dilunasi utangnya."

Nb: Hadits ini sudah diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam kitab Puasa dengan lafadz yang berbeda yaitu menanyakan tentang nazar puasa ibunya yang telah wafat. Lihat: ،itab Ash-Shaum dari Sahih Bukhari; Bab (41) Orang yang wafat dan meninggalkan hutang puasa

Penjelasan singkat hadits ini:

1.      Biografi Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma.

Lihat: Keistimewaan Abdullah bin ‘Abbas

2.      Berilmu sebelum beramal.

Lihat: Kitab Ilmu bab 10; Berilmu sebelum berucap dan beramal

3.      Berbaki kepada orang tua setelah wafatnya dengan melunasi utang-utangnya.

Allah subhanahu wata’aalaa berfirman:

{مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِي بِهَا أَوْ دَيْنٍ} [النساء: 11]

(Pembagian warisan) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. [An-Nisaa’:11]

Lihat: Bagaimana berbakti pada kedua orang tua

4.      Dalam riwayat lain, yang bertanya adalah lelaki dan yang bernazar adalah saudarinya.

Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata:

أَتَى رَجُلٌ النَّبِيَّ ﷺ فَقَالَ لَهُ: إِنَّ أُخْتِي قَدْ نَذَرَتْ أَنْ تَحُجَّ، وَإِنَّهَا مَاتَتْ، فَقَالَ النَّبِيُّ ﷺ: «لَوْ كَانَ عَلَيْهَا دَيْنٌ أَكُنْتَ قَاضِيَهُ» قَالَ: نَعَمْ، قَالَ: «فَاقْضِ اللَّهَ، فَهُوَ أَحَقُّ بِالقَضَاءِ» [صحيح البخاري]

Seorang laki-laki mendatangi Nabi dan berujar, "Saudariku bernadzar untuk menunaikan haji, namun terburu meninggal." Maka Nabi bertanya, "Kalaulah dia mempunyai utang, apakah kamu berkewajiban melunasinya?" 'Iya' jawabnya. Nabi melanjutkan, "Maka lunasilah (utang) kepada Allah, karena ia lebih berhak untuk dipenuhi." [Shahih Bukhari]

5.      Nabi mengkiaskan hak hamba dengan hak Allah ta'aalaa.

6.      Diantara dalil yang membolehkan kias.

Firman Allah ta’alaa:

{فَاعْتَبِرُوا يَا أُولِي الْأَبْصَارِ} [الحشر: 2]

Maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, wahai orang-orang yang mempunyai pandangan! [Al-Hasyr: 2]

{إِنَّ مَثَلَ عِيسَى عِنْدَ اللَّهِ كَمَثَلِ آدَمَ} [آل عمران: 59]

Sesungguhnya misal (penciptaan) Isa di sisi Allah, adalah seperti (penciptaan) Adam. [Ali 'Imran:59]

{أَأَنْتُمْ أَشَدُّ خَلْقًا أَمِ السَّمَاءُ بَنَاهَا} [النازعات: 27]

Apakah penciptaan kamu yang lebih hebat ataukah langit yang telah dibangun-Nya? [An-Naazi'at: 27]

{قَالَ مَنْ يُحْيِ الْعِظَامَ وَهِيَ رَمِيمٌ (78) قُلْ يُحْيِيهَا الَّذِي أَنْشَأَهَا أَوَّلَ مَرَّةٍ وَهُوَ بِكُلِّ خَلْقٍ عَلِيمٌ} [يس: 78 - 79]

Ia berkata: "Siapakah yang dapat menghidupkan tulang belulang, yang Telah hancur luluh?" Katakanlah: "Ia akan dihidupkan oleh Tuhan yang menciptakannya kali yang pertama, dan Dia Maha mengetahui tentang segala makhluk. [Yaasiin: 78 - 79]

Ø  Sahabat bertanya: Ya Raslullah, apakah seorang dari kami melampiaskan syahwatnya dan ia mendapatkan pahalah dengan itu?

Rasulullah menjawab:

«أَرَأَيْتُمْ لَوْ وَضَعَهَا فِي حَرَامٍ أَكَانَ عَلَيْهِ فِيهَا وِزْرٌ؟ فَكَذَلِكَ إِذَا وَضَعَهَا فِي الْحَلَالِ كَانَ لَهُ أَجْرٌ» [صحيح مسلم]

"Bagaimana seandainya jika ia melampiaskannya pada yang haram, apakah ia mendapatkan dosa pada hal tersebut? Maka demikian pula jika ia melampiaskannya pada yang halal ia mendapatkan pahala". [Sahih Muslim]

Ø  Umar bin Al-Khathab radhiyallahu 'anhu berkata;

هَشَشْتُ، فَقَبَّلْتُ وَأَنَا صَائِمٌ، فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، صَنَعْتُ الْيَوْمَ أَمْرًا عَظِيمًا قَبَّلْتُ، وَأَنَا صَائِمٌ، قَالَ: «أَرَأَيْتَ لَوْ مَضْمَضْتَ مِنَ الْمَاءِ، وَأَنْتَ صَائِمٌ»، قُلْتُ: لَا بَأْسَ بِهِ، ثُمَّ اتَّفَقَا، قَالَ: «فَمَهْ»

Aku merasakan senang lalu aku mencium (istriku) sementara aku dalam keadaan berpuasa. Lalu aku katakan; Wahai Rasulullah, pada hari ini aku telah melakukan suatu perkara yang besar. Saya mencium (istriku) sementara saya sedang berpuasa. Beliau berkata: "Bagaimana pendapatmu apabila engkau berkumur-kumur menggunakan air sementara engkau sedang berpuasa?" Aku katakan; Tidak mengapa. Beliau berkata; "Maka mencium juga tidak mengapa!" [Sunan Abi Daud: Shahih]

B.     Bab 13.

Imam Bukhari -rahimahullah- berkata:

بَابُ مَا جَاءَ فِي اجْتِهَادِ القُضَاةِ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ تَعَالَى

“Bab: Tentang ijtihad seorang hakim dengan berlandaskan hukum yang Allah ta’aalaa turunkan”

Dalam bab ini, imam Bukhari menjelaskan bolehnya seorang hakim berijtihad dalam menetapkan hukum sesuai dengan hukum yang Allah turunnka. Dengan menyebutkan dalil dari Al-Qur’an dan 2 hadits dari Nabi .

Imam Bukhari -rahimahullah- berkata:

لِقَوْلِهِ: {وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ} [المائدة: 45]

Karena firman Allah: {Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim} [Al-Maidah: 45]

Lihat: Berhukum dengan selain hukum Allah

Imam Bukhari -rahimahullah- berkata:

«وَمَدَحَ النَّبِيُّ ﷺ صَاحِبَ الحِكْمَةِ حِينَ يَقْضِي بِهَا وَيُعَلِّمُهَا» لاَ يَتَكَلَّفُ مِنْ قِبَلِهِ، وَمُشَاوَرَةِ الخُلَفَاءِ وَسُؤَالِهِمْ أَهْلَ العِلْمِ

“Dan Nabi memuci orang yang memiliki ilmu ketika ia mengamalkannya dan mengajarkannya”, dan ia tidak membebani diri dengan berpaling dari ilmunya. Begitu pula para Khulafa’ bermusyawarah dan mereka bertanya kepada yang punya ilmu”.

Hadits pertama: Imam Bukhari -rahimahullah- berkata:

7316 - حَدَّثَنَا شِهَابُ بْنُ عَبَّادٍ [العبدي]، حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ حُمَيْدٍ [الرُّؤَاسِيُّ]، عَنْ إِسْمَاعِيلَ [بن أبي خالد]، عَنْ قَيْسٍ [بن أبي حازم]، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ [بن مسعود]، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: " لاَ حَسَدَ إِلَّا فِي اثْنَتَيْنِ: رَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ مَالًا فَسُلِّطَ عَلَى هَلَكَتِهِ فِي الحَقِّ، وَآخَرُ آتَاهُ اللَّهُ حِكْمَةً، فَهُوَ يَقْضِي بِهَا وَيُعَلِّمُهَا "

Telah menceritakan kepada kami Syihab bin Abbad [Al-‘Abdiy], ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Humaid [Ar-Ruasiy], dari Ismail [bin Abi Khalid], dari Qais [bin Abi Hazim], dari 'Abdullah [bin Mas’ud] mengatakan, "Rasulullah bersabda, "Tidak boleh dengki kecuali dalam dua hal; Seseorang yang Allah beri harta, lantas ia mengelola perbelanjaannya dalam rangka kebenaran, dan seseorang yang Allah beri hikmah (ilmu) kemudian ia pergunakan untuk memutuskan masalah dan ia ajarkan."

Nb: Hadits ini sudah dijelaskan pada Kitab Ilmu bab 15; Iri dalam ilmu dan hikmah

Hadits kedua: Imam Bukhari -rahimahullah- berkata:

7317 - 7318 - حَدَّثَنَا مُحَمَّدٌ [بن سلام البيكندي]، أَخْبَرَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ [محمد بن خازم الضرير]، حَدَّثَنَا هِشَامٌ [بن عروة]، عَنْ أَبِيهِ، عَنِ المُغِيرَةِ بْنِ شُعْبَةَ، قَالَ: سَأَلَ عُمَرُ بْنُ الخَطَّابِ عَنْ إِمْلاَصِ المَرْأَةِ، هِيَ الَّتِي يُضْرَبُ بَطْنُهَا فَتُلْقِي جَنِينًا، فَقَالَ: أَيُّكُمْ سَمِعَ مِنَ النَّبِيِّ فِيهِ شَيْئًا؟ فَقُلْتُ: أَنَا، فَقَالَ: مَا هُوَ؟ قُلْتُ: سَمِعْتُ النَّبِيَّ يَقُولُ: «فِيهِ غُرَّةٌ، عَبْدٌ أَوْ أَمَةٌ»، فَقَالَ: لاَ تَبْرَحْ حَتَّى تَجِيئَنِي بِالْمَخْرَجِ فِيمَا قُلْتَ، فَخَرَجْتُ فَوَجَدْتُ مُحَمَّدَ بْنَ مَسْلَمَةَ فَجِئْتُ بِهِ، فَشَهِدَ مَعِي: أَنَّهُ سَمِعَ النَّبِيَّ يَقُولُ: «فِيهِ غُرَّةٌ، عَبْدٌ أَوْ أَمَةٌ» تَابَعَهُ ابْنُ أَبِي الزِّنَادِ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ عُرْوَةَ، عَنِ المُغِيرَةِ

Telah menceritakan kepada kami Muhammad [bin Salam Al-Bikandiy], ia berakata: Telah mengabarkan kepada kami Abu Mu'awiyah [Muhammad bin Khazim Adh-Dharir], ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Hisyam [bin ‘Urwah], dari Ayahnya, dari Mughirah bin Syu'bah berkata, "Umar bin Khattab pernah bertanya tentang imlash, yaitu perut seorang wanita yang sedang hamil dipukul agar janinnya keguguran. Umar tanyakan, "Siapa di antara kalian yang mendengar Nabi bersabda tentang hal itu?" Aku menjawab, "Aku." Umar bertanya, 'Bagaimana menurutmu?' Aku jawab, "Aku mendengar Nabi bersabda tentangnya, yaitu membayar sepuluh diyat yang nilainya setara satu budak atau satu hamba sahaya." Umar lantas berkata, "Tolong kamu jangan pergi jauh-jauh hingga engkau membawaku penegasan yang kamu katakan!" Lantas aku keluar dan kutemukan Muhammad bin Maslamah, aku membawanya dan ia bersaksi bersamaku bahwa ia mendengar Nabi bersabda tentangnya, yaitu membayar sepuluh diyat yang senilai satu budak atau hamba sahaya." Hadits ini diperkuat oleh Ibn Abu Az Zinad dari ayahnya dari Urwah dari Mughirah.

Penjelasan singkat hadits ini:

1)      Biografi Al-Mugirah bin Syu’bah radhiyallahu ‘anhu.

Lihat: https://umar-arrahimy.blogspot.com/

2)      Kerendahan hati Umar bin Khatahab radhiyallahu ‘anhu.

Lihat: Keistimewaan Umar bin Khathab

3)      Bertanya ketika tidak tahu.

Qabishah bin Dzuaib rahimahullah berkata:

جَاءَتِ الْجَدَّةُ إِلَى أَبِي بَكْرٍ الصِّدِّيقِ، تَسْأَلُهُ مِيرَاثَهَا؟ فَقَالَ: مَا لَكِ فِي كِتَابِ اللَّهِ تَعَالَى شَيْءٌ، وَمَا عَلِمْتُ لَكِ فِي سُنَّةِ نَبِيِّ اللَّهِ ﷺ شَيْئًا، فَارْجِعِي حَتَّى أَسْأَلَ النَّاسَ، فَسَأَلَ النَّاسَ، فَقَالَ الْمُغِيرَةُ بْنُ شُعْبَةَ، «حَضَرْتُ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ أَعْطَاهَا السُّدُسَ»، فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ: هَلْ مَعَكَ غَيْرُكَ؟ فَقَامَ مُحَمَّدُ بْنُ مَسْلَمَةَ، فَقَالَ: مِثْلَ مَا قَالَ الْمُغِيرَةُ بْنُ شُعْبَةَ، فَأَنْفَذَهُ لَهَا أَبُو بَكْرٍ

Seorang nenek datang kepada Abu Bakr menanyakan tentang hak warisnya. Maka Abu Bakr berkata: Engkau tidak mendapatkan sesuatu dalam Al-Qur'an, dan aku tidak mengetahui bagian untukmu disebutkan dalam sunnah Nabiyullah . Maka kembalilah sampai aku bertanya kepada orang-orang. Kemudian Abu Bakr bertanya kepada orang-orang, maka Al-Mugirah bin Syu'bah berkata: Aku menghadiri majlis Rasulullah dan memberinya seperenam. Abu Bakr berkata: Apakah ada yang hadir selainmu? Maka Muhammad bin Maslamah berdiri dan berkata seperti yang dikatakan Al-Mugirah bin Syu'bah. Kemudian Abu Bakr menjalankannya untuk nenek itu. [Sunan Abu Daud: Shahih]

4)      Keutamaan musyawarah.

Lihat: Musyawarah dalam menghadapi problem

5)      Hukuman orang yang menggugurkan janin.

6)      Berhati-hati dalam menetapkan hukum.

Abu Sa'id Al-Khudriy radhiyallahu 'anhu berkata:

كُنْتُ فِي مَجْلِسٍ مِنْ مَجَالِسِ الأَنْصَارِ، إِذْ جَاءَ أَبُو مُوسَى كَأَنَّهُ مَذْعُورٌ، فَقَالَ: اسْتَأْذَنْتُ عَلَى عُمَرَ ثَلاَثًا، فَلَمْ يُؤْذَنْ لِي فَرَجَعْتُ، فَقَالَ: مَا مَنَعَكَ؟ قُلْتُ: اسْتَأْذَنْتُ ثَلاَثًا فَلَمْ يُؤْذَنْ لِي فَرَجَعْتُ، وَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ : «إِذَا اسْتَأْذَنَ أَحَدُكُمْ ثَلاَثًا فَلَمْ يُؤْذَنْ لَهُ فَلْيَرْجِعْ» فَقَالَ: وَاللَّهِ لَتُقِيمَنَّ عَلَيْهِ بِبَيِّنَةٍ، أَمِنْكُمْ أَحَدٌ سَمِعَهُ مِنَ النَّبِيِّ ؟ فَقَالَ أُبَيُّ بْنُ كَعْبٍ: وَاللَّهِ لاَ يَقُومُ مَعَكَ إِلَّا أَصْغَرُ القَوْمِ، فَكُنْتُ أَصْغَرَ القَوْمِ فَقُمْتُ مَعَهُ، فَأَخْبَرْتُ عُمَرَ أَنَّ النَّبِيَّ قَالَ ذَلِكَ

Suatu hari aku berada di salah satu majlis kaum Anshar, tiba-tiba datang Abu Musa seperti sedang cemas, lalu ia berkata: Aku minta izin tiga kali untuk menemui Umar dan ia tidak memberiku izin maka aku kembali. Umar berkata: Apa yang mencegahmu untuk langsung masuk? Abu Musa berkata: Aku sudah minta izin sebanyak tiga kali lalu tidak diberi izin maka aku kembali. Rasulullah telah bersabda: "Jika seorang dari kalian minta izin tiga kali kemudian tidak diberi izin maka kembalilah". Umar berkata: Demi Allah kamu harus memberi bukti, apakah ada dari kalian yang juga mendengarnya dari Nabi ? Maka Ubaiy bin Ka'b berkta: Demi Allah, tidak ada yang bangkit bersamamu kecuali orang yang paling muda dari yang hadir, dan aku adalah yang paling muda maka aku pergi bersamanya, lalu aku sampaikan kepada Umar bahwa Nabi mengatakan hal itu. [Sahih Bukhari]

Ø  Dalam riwayat lain, Umar radhiyallahu 'anhu berkata: Wahai Abu Ath-Thufail, apa yang dikatakan orang ini?

Abu Ath-Thufail berkata: Aku mendengar Rasulullah mengatakan hal itu wahai Ibnu Al-Khattab, maka janganlah kamu terlalu keras terhadap sahabat Rasulullah!

Umar berkata:

"سُبْحَانَ اللهِ، إِنَّمَا سَمِعْتُ شَيْئًا، فَأَحْبَبْتُ أَنْ أَتَثَبَّتَ" [صحيح مسلم]

"Maha suci Allah, sesungguhnya aku hanya mendengar sesuatu maka aku suka untuk memperjelas kebenarannya". [Sahih Muslim]

7)      Tidak mempertentangkan hukum Allah dan RasulNya dengan logika.

Mughirah bin Syu'bah radhiyallahu 'anhu berkata:

ضَرَبَتِ امْرَأَةٌ ضَرَّتَهَا بِعَمُودِ فُسْطَاطٍ وَهِيَ حُبْلَى، فَقَتَلَتْهَا، قَالَ: وَإِحْدَاهُمَا لِحْيَانِيَّةٌ، قَالَ: فَجَعَلَ رَسُولُ اللهِ ﷺ دِيَةَ الْمَقْتُولَةِ عَلَى عَصَبَةِ الْقَاتِلَةِ، وَغُرَّةً لِمَا فِي بَطْنِهَا، فَقَالَ رَجُلٌ مِنْ عَصَبَةِ الْقَاتِلَةِ: أَنَغْرَمُ دِيَةَ مَنْ لَا أَكَلَ، وَلَا شَرِبَ، وَلَا اسْتَهَلَّ، فَمِثْلُ ذَلِكَ يُطَلُّ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ: «أَسَجْعٌ كَسَجْعِ الْأَعْرَابِ؟» قَالَ: وَجَعَلَ عَلَيْهِمُ الدِّيَةَ [صحيح مسلم]

"Seorang wanita memukul madu suaminya yang sedang hamil dengan tiang tenda hingga meninggal -Syu'bah berkata, salah satu dari keduanya berasal dari Bani Lihyan-. Syu'bah berkata, "Maka Rasulullah memberi putusan bahwa 'ashabah wanita yang membunuh itulah yang harus membayar diyah, dan tebusan bagi bayi yang mati dalam perut adalah dengan memerdekakan seorang budak mahal, baik laki-laki atau perempuan." Maka seorang laki-laki dari 'ashabah wanita yang membunuh berkata, "Apakah kami harus membayar diyat orang yang tidak makan dan tidak minum serta tidak menangis? Itu adalah suatu kesia-siaan!" Maka Rasulullah bersabda, "Apakah kamu hendak bersajak sebagaimana sajaknya orang-orang Badui?" Syu'bah berkata, "Akhirnya beliau tetap memutuskan atas mereka untuk membayar diyatnya." [Shahih Muslim]

Ø  Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu;

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ قَضَى فِي امْرَأَتَيْنِ مِنْ هُذَيْلٍ اقْتَتَلَتَا، فَرَمَتْ إِحْدَاهُمَا الأُخْرَى بِحَجَرٍ، فَأَصَابَ بَطْنَهَا وَهِيَ حَامِلٌ، فَقَتَلَتْ وَلَدَهَا الَّذِي فِي بَطْنِهَا، فَاخْتَصَمُوا إِلَى النَّبِيِّ ، فَقَضَى: أَنَّ دِيَةَ مَا فِي بَطْنِهَا غُرَّةٌ عَبْدٌ أَوْ أَمَةٌ، فَقَالَ وَلِيُّ المَرْأَةِ الَّتِي غَرِمَتْ: كَيْفَ أَغْرَمُ، يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَنْ لاَ شَرِبَ وَلاَ أَكَلَ، وَلاَ نَطَقَ وَلاَ اسْتَهَلَّ، فَمِثْلُ ذَلِكَ يُطَلُّ، فَقَالَ النَّبِيُّ : «إِنَّمَا هَذَا مِنْ إِخْوَانِ الكُهَّانِ» [صحيح البخاري ومسلم]

Bahwa Rasulullah pernah memutuskan perkara antara dua wanita dari Bani Hudzail yang sedang berkelahi, salah seorang melempar lawannya dengan batu dan mengenai perutnya padahal ia sedang hamil, hingga menyebabkan kematian anak yang dikandungnya. Lalu mereka mengadukan peristiwa itu kepada Nabi . Beliau memutuskan hukuman (bagi wanita pembunuh) untuk membayar diyat janin dengan seorang hamba sahaya laki-laki atau perempuan, lantas wali wanita yang menanggung (diyat) berkata; "Ya Rasulullah, bagaimana saya harus menanggung orang yang belum bisa makan dan minum, bahkan belum bisa berbicara ataupun menjerit sama sekali? Maka yang seperti ini tidak ada diyatnya" Maka Nabi bersabda: "Orang ini seperti saudara paranormal." [Shahih Bukhari dan Muslim]

Wallahu a’lam!

Lihat juga: Kitab I’tisham, bab (09), (10) dan (11)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar anda adalah pelajaran berharga bagi saya ...