بسم الله الرحمن الرحيم
Siapakah orang shalih
terdahulu?
Mereka
adalah para Sahabat Nabi dan orang-orang yang meneladaninya, atau yang biasa
disebut “salafushalih”. Imran bin Husain radhiyallahu 'anhu
berkata: Rasulullah ﷺ
bersabda:
«خَيْرُ أُمَّتِيْ قَرْنِيْ، ثُمَّ
الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ» قال عمران: فَلاَ
أَدْرِيْ أَذَكَرَ بَعْدَ قَرْنَهُ مَرَّتَيْنِ أَوْ ثَلاَثاً؟ [صحيح
البخاري ومسلم]
“Sebaik-baik
umatku adalah mereka yang hidup pada masaku, kemudian generasi berikutnya, kemudian
generasi berikutnya lagi".
Imran
berkata: "Aku tidak ingat lagi apakah Rasulullah ﷺ menyebutkan generasi setelah masa beliau
dua kali atau tiga?" [Shahih
Bukhari dan Muslim]
Keutamaan meneladani
orang shalih terdahulu.
Allah
subhanahu wata'aalaa berfirman:
{وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ
وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ
وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا
أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ} [التوبة: 100]
Orang-orang
yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan
anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada
mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka
surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. mereka
kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar. [At-Taubah:100]
Ø Abdullah bin Umar radiyallahu 'anhuma berkata:
«مَنْ كَانَ مُسْتَنًّا فَلْيَسْتَنَّ بِمَنْ قَدْ مَاتَ، أُولَئِكَ
أَصْحَابُ مُحَمَّدٍ ﷺ كَانُوا خَيْرَ هَذِهِ الْأُمَّةِ، أَبَّرَهَا قُلُوبًا،
وَأَعْمَقَهَا عِلْمًا، وَأَقَلَّهَا تَكَلُّفًا، قَوْمٌ اخْتَارَهُمُ اللهُ
لِصُحْبَةِ نَبِيِّهِ ﷺ وَنَقْلِ دِينِهِ،
فَتَشَبَّهُوا بِأَخْلَاقِهِمْ وَطَرَائِقِهِمْ فَهُمْ أَصْحَابُ مُحَمَّدٍ ﷺ، كَانُوا عَلَى الْهُدَى الْمُسْتَقِيمِ» [حلية الأولياء]
“Siapa yang mencari tuntunan maka hendaklah
ia mengikuti tuntunan mereka yang sudah wafat, mereka itu adalah sahabat
Muhammad ﷺ, mereka adalah generasi tebaik umat ini, hati mereka lebih
suci, ilmu mereka lebih dalam, dan tidak suka melampaui batas. Mereka adalah
generasi yang Allah pilih untuk menemani nabi-Nya ﷺ dan menyampaikan
agama-Nya, maka hendaklah kalian mencontoh akhlak dan metode mereka (dalam
beribadah), mereka adalah sahabat Muhammad ﷺ, mereka berada di
atas petunjuk yang lurus." [Hilyatul Auliyaa']
Lihat: Kewajiban mengikuti cara beragama Sahabat Rasulullah
A. Puasa
orang shalih terdahulu.
Umar radhiyallahu 'anhu berkata:
«لَيْسَ الصِّيَامُ مِنَ
الطَّعَامِ وَالشَّرَابِ وَحْدَهُ، وَلَكِنَّهُ مِنَ الْكَذِبِ، وَالْبَاطِلِ،
وَاللَّغْوِ، وَالْحَلِفِ» [مصنف ابن أبي شيبة]
“Bukanlah puasa itu hanya meninggalkan
makanan dan minuman saja, tipi juga meninggalkan dusta, kebatilan, lalai, dan
sumpah palsu”. [Mushannaf Ibnu Abi Syaibah]
Ø Jabir radhiyallahu
'anhu berkata:
«إِذَا صُمْتَ فَلْيَصُمْ
سَمْعُكَ وَبَصَرُكَ وَلِسَانُكَ عَنِ الْكَذِبِ وَالْمَآثِمِ، وَدَعْ أَذَى
الْخَادِمِ وَلْيَكُنْ عَلَيْكَ وَقَارٌ وَسَكِينَةٌ يَوْمَ صِيَامِكَ، وَلَا
تَجْعَلْ يَوْمَ فِطْرِكَ وَيَوْمَ صِيَامِكَ سَوَاءً» [مصنف ابن أبي شيبة]
“Jika engkau berpuasa maka puasakan juga
pendengaranmu (dari yang haram), pengliatanmu, lisanmu dari dusta dan dosa. Dan
jangan menyakiti pelayan, dan hendaklah kamu bersikap wibawa dan tenanga pada
hari berpuasamu, dan jangan jadikan hari berbukamu sama seperti hari
berpuasamu”. [Mushannaf Ibnu Abi Syaibah]
Ø Abu Dzar radhiyallahu
'anhu berkata:
«إِذَا صُمْتَ
فَتَحَفَّظْ مَا اسْتَطَعْتَ» [مصنف ابن أبي شيبة]
“Jika kamu berpuasa, maka jagalah dirimu
(dari yang terlarang) semampumu”. [Mushannaf Ibnu Abi Syaibah]
Ø Abu Al-‘Aliyah Rafi’ bin Mihran (w.90H) rahimahullah
berkata:
«الصَّائِمُ فِي
عِبَادَةٍ مَا لَمْ يَغْتَبْ أَحَدًا، وَإِنْ كَانَ نَائِمًا عَلَى فِرَاشِهِ» [مصنف عبد الرزاق الصنعاني]
“Orang yang berpuasa dalam keadaan
beribadah selama ia tidak menyebutkan keburukan seseorang sekalipun ia sedang
tidur di atas kasurnya”. [Mushannaf Abdurrazaq]
Lihat: Hikmah dan Rahasia puasa Ramadhan
B. Shalat
malam orang shalih terdahulu.
Dari Abu Umamah radhiyallahu 'anhu;
Rasulullah ﷺ bersabda:
«عَلَيْكُمْ بِقِيَامِ اللَّيْلِ فَإِنَّهُ دَأَبُ الصَّالِحِينَ
قَبْلَكُمْ، وَهُوَ قُرْبَةٌ إِلَى رَبِّكُمْ، وَمَكْفَرَةٌ لِلسَّيِّئَاتِ،
وَمَنْهَاةٌ لِلإِثْمِ» [سنن الترمذي: حسن]
“Hendaklah kalian mendirikan salat malam,
karena itu adalah amalan rutin orang-orang saleh sebelum kalian, amalan untuk
mendekatkan diri kepada Rabb kalian, penghapus keburukan, dan mencegah dari
perbuatan dosa". [Sunan Tirmidzi: Hasan]
Ø 'Abdurrahman bin 'Abd Al-Qariy -rahimahullah-
berkata:
خَرَجْتُ مَعَ عُمَرَ بْنِ الخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ،
لَيْلَةً فِي رَمَضَانَ إِلَى المَسْجِدِ، فَإِذَا النَّاسُ أَوْزَاعٌ
مُتَفَرِّقُونَ، يُصَلِّي الرَّجُلُ لِنَفْسِهِ، وَيُصَلِّي الرَّجُلُ فَيُصَلِّي
بِصَلاَتِهِ الرَّهْطُ، فَقَالَ عُمَرُ: «إِنِّي أَرَى لَوْ جَمَعْتُ هَؤُلاَءِ
عَلَى قَارِئٍ وَاحِدٍ، لَكَانَ أَمْثَلَ» ثُمَّ عَزَمَ، فَجَمَعَهُمْ عَلَى
أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ، ثُمَّ خَرَجْتُ مَعَهُ لَيْلَةً أُخْرَى، وَالنَّاسُ
يُصَلُّونَ بِصَلاَةِ قَارِئِهِمْ، قَالَ عُمَرُ: «نِعْمَ البِدْعَةُ هَذِهِ،
وَالَّتِي يَنَامُونَ عَنْهَا أَفْضَلُ مِنَ الَّتِي يَقُومُونَ» يُرِيدُ آخِرَ
اللَّيْلِ وَكَانَ النَّاسُ يَقُومُونَ أَوَّلَهُ [صحيح البخاري]
"Aku keluar bersama 'Umar bin Al
Khaththab radhiallahu'anhu pada malam Ramadan menuju masjid, ternyata
orang-orang shalat berkelompok-kelompok secara terpisah-pisah, ada yang shalat
sendiri dan ada seorang yang shalat diikuti oleh ma'mum yang jumlahnya kurang
dari sepuluh orang. Maka 'Umar berkata, "Aku pikir seandainya mereka
semuanya shalat berjamaah dengan dipimpin satu orang imam, itu lebih
baik". Kemudian Umar memantapkan keinginannya itu lalu mengumpulkan mereka
dalam satu jamaah yang dipimpin oleh Ubbay bin Ka'ab. Kemudian aku keluar lagi
bersamanya pada malam yang lain dan ternyata orang-orang shalat dalam satu jamaah
dengan dipimpin seorang imam, lalu 'Umar berkata, "Sebaik-baiknya bid'ah
adalah ini. Dan mereka yang tidur terlebih dahulu adalah lebih baik daripada
yang shalat awal malam, yang ia maksudkan untuk mendirikan shalat di akhir
malam, sedangkan orang-orang secara umum melakukan shalat pada awal malam.
[Shahih Bukhari]
Ø As-Saib bin Yazid radhiyallahu
'anhu berkata:
«أَمَرَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ أُبَيَّ بْنَ
كَعْبٍ وَتَمِيماً الدَّيْرِيَّ أَنْ يَقُومَا لِلنَّاسِ بِإِحْدَى عَشْرَةَ
رَكْعَةً. قَالَ: وَقَدْ كَانَ الْقَارِئُ
يَقْرَأُ بِالْمِئِينَ، حَتَّى كُنَّا نَعْتَمِدُ عَلَى الْعِصِيِّ مِنْ طُولِ
الْقِيَامِ. وَمَا كُنَّا نَنْصَرِفُ إِلاَّ فِي فُرُوعِ الْفَجْرِ» [موطأ مالك]
"Umar bin Khatthab memerintahkan Ubay
bin Ka'ab dan Tamim Ad-Dariy untuk mengimami orang-orang, dengan sebelas
rakaat." As Sa`ib berkata, "Imam membaca surah Al-Mi’in (yang jumlah
ayatkan seratusan lebih sedikit), hingga kami bersandar di atas tongkat karena
sangat lamanya berdiri. Dan kami tidak keluar melainkan di ambang fajar."
[Muatha’ Malik]
Ø Abu Bakr bin
Muhammad bin ‘Amr (w.120H) rahimahullah
berkata:
«كُنَّا نَنْصَرِفُ فِي رَمَضَانَ من القيام،
فَنَسْتَعْجِلُ الْخَدَمَ بِالسحور مَخَافَةَ الْفَجْرِ» [موطأ مالك]
"Pada bulan Ramadan ketika kami selesai
dari shalat malam, kami memerintahkan pelayan untuk secerpatnya mempersiapkan
makanan karena takut datangnya fajar." [Muatha’ Malik]
Ø Al-A'raj Abdurrahman bin Hurmuz (w.117H) rahimahullah berkata:
«مَا أَدْرَكْتُ النَّاسَ
إِلَّا وَهُمْ يَلْعَنُونَ الْكَفَرَةَ فِي رَمَضَانَ، وَكَانَ الْقَارِئُ
يَقْرَأُ سُورَةَ الْبَقَرَةِ فِي ثَمَانِ رَكَعَاتٍ فَإِذَا قَامَ بِهَا فِي
اثْنَتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً رَأَى النَّاسُ أَنَّهُ قَدْ خَفَّفَ» [موطأ مالك]
"Saya tidak mendapatkan orang-orang
melainkan mereka melaknat orang-orang kafir pada bulan Ramadan. Dan imamnya
membaca surah Al-Baqarah dalam delapan rakaat. Jika imam membacanya untuk dua
belas rakaat, maka orang-orang akan mengatakan bahwa imam telah memeringan
bacaan." [Muatha’ Malik]
Lihat: Hadits Ibnu Umar dan Abu Hurairah tentang shalat malam
C. Bacaan
Al-Qur’an orang shalih terdahulu.
Utsman
bin 'Affan radhiyallahu
'anhu berkata:
"لَوْ طَهُرَتْ قُلُوبُكُمْ مَا
شَبِعَتْ مِنْ كَلَامِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ" [فضائل
الصحابة لأحمد بن حنبل]
“Andai
hati kalian bersih maka ia tidak akan puas dengan firman Allah 'azza wajalla".
[Fadhail Ash-Shahabah karya Imam Ahmad]
Ø Aslam bin Abdil
Malik rahimahullah berkata:
«صحبَ رجلٌ رجلا شهرَين فلم يره نائما ليلا ولا
نهارا، فقال: مالي لا أراك تنام؟ قال: إنّ عجائبَ القرآن أطرْن نومي، ما أخرجُ من
أعجوبة إلا وقعتُ في غيرها» [التهجد وقيام الليل لابن أبي الدنيا]
“Ada seseorang yang pernah bersama
seseorang selama dua bulan, dan ia tidak pernah melihatnya tidur malam dan
siang. Maka ia bertanya: Kenapa aku tidak pernah melihatmu tidur? Ia menjawab:
Sesungguhnya keajaiban Al-Qur’an telah mengusir tidurku, aku tidak selesai dari
satu keajaiban kecuali aku mendapatkan keajaiban yang lainnya”. [At-Tahajjud
karya Ibnu Abi Ad-Dunya]
Ø Sufyan Ats-Tsauriy (w.161H) rahimahullah berkata:
«كان زبيد اليامي إذا حَضَرَ رَمَضَانَ أحضَرَ
المَصَاحف، وجَمَعَ إليه أصحابه» [لطائف المعارف لابن رجب]
“Dahulu Zubaid Al-Yamiy (w.122H), jika
datang Ramadhan, ia mengambil mushaf dan mengumpulkan sahabatnya untuk
membacanya”. [Lathaiful Ma’arif karya
Ibnu Rajab]
Ø Abdurrazaq bin
Hammam (w.211H) rahimahullah
berkata:
«كان سفيان الثوريّ إذا دَخَلَ رَمَضَان تَرَكَ
جميعَ العبادة، وأقبلَ على قراءة القرآن» [لطائف المعارف لابن رجب]
“Dahulu
Sufyan Ats-Tsauriy jika masuk Ramadhan, ia meninggalkan semua ibadah (sunnah)
dan menyibukkan dengan bacaan Al-Qur’an”. [Lathaiful Ma’arif karya Ibnu Rajab]
Ø Ibnu Abdul Hakam (w.214H)
rahimahullah berkata:
«كان مَالك إذا دَخَلَ رمضان يَفرّ مِن قراءة
الحديثِ ومجالسةِ أهلِ العلمِ وأقبَلَ على تلاوة القرآن مِن المصحف» [لطائف المعارف لابن رجب]
“Dahulu
Malik (w.179H) jika masuk Ramadhan, ia meninggalkan bacaan hadits dan majelis
ulama, dan menyibukkan diri dengan membaca Al-Qur’an dari mushaf”. [Lathaiful
Ma’arif karya Ibnu Rajab]
Lihat: Bagaimana meraih keberkahan Al-Qur’an
D. Sedekah
dan infaq orang shalih terdahulu.
Abu
As-Sawwar Al-‘Adawiy rahimahullah berkata:
«كَانَ رِجَالٌ مِنْ بَنِي عَدِيٍّ يُصَلُّونَ
فِي هَذَا الْمَسْجِدِ، مَا أَفْطَرَ أَحَدٌ مِنْهُمْ عَلَى طَعَامٍ قَطُّ
وَحْدَهُ، إِنْ وَجَدَ مَنْ يَأْكُلُ مَعَهُ أَكَلَ، وَإِلَّا أَخْرَجَ طَعَامَهُ
إِلَى الْمَسْجِدِ، فَأَكَلَهُ مَعَ النَّاسِ، وَأَكَلَ النَّاسُ مَعَهُ» [الكرم والجود للبرجلاني]
“Dahulu orang-orang dari Bani ‘Adiy shalat
di mesjid ini, tidak ada seorang pun dari mereka yang berbuka makanan sendiri,
jika mendapatkan orang yang bisa makan bersamanya maka ia makan, jika tidak ia
membawa makanan tersebut keluar mesjid dan makan bermasam orang di luar dan
orang-orang makan bersamanya”. [Al-Karam wa Al-Juud karya Al-Barjalaniy]
Ø Imam Syafi’iy (w.204H)
rahimahullah berkata:
«أَحِبُّ لِلرَّجُلِ الزِّيَادَةَ بِالْجُودِ
فِي شَهْرِ رَمَضَانَ اقْتِدَاءً بِرَسُولِ اللَّهِ ﷺ، وَلِحَاجَةِ النَّاسِ فِيهِ
إِلَى مَصَالِحِهِمْ، وَتَشَاغُلِ كَثِيرٍ مِنْهُمْ بِالصَّوْمِ وَالصَّلَاةِ،
عَنْ مَكَاسِبَهُمْ» [معرفة السنن والآثار للبيهقي]
“Saya suka jika seseorang menambah
kedermawanan di bulan Ramadhan meneladani Rasulullah ﷺ, dan untuk memenuhi
kebutuhan manusia terhadap keperluan mereka, dan karena banyaknya orang yang
sibuk dengan berpuasa dna shalat dengan mengabaikan pekerjaan mereka”.
[Ma’rifatussunan wal atsar karya Al-Baihaqiy]
Lihat: Keutamaan memberi makan
E. I’tikaf
orang shalih terdahulu.
Dari 'Aisyah -radhiallahu 'anha-
isteri Nabi ﷺ berkata:
«أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ كَانَ يَعْتَكِفُ العَشْرَ الأَوَاخِرَ مِنْ
رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللَّهُ، ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ»
[صحيح البخاري ومسلم]
“Bahwa Nabi ﷺ beri'tikaf (tinggal
di mesjid) pada sepuluh hari yang akhir dari Ramadhan hingga wafatnya kemudian
isteri-isteri Beliau beri'tikaf setelah kepergian Beliau". [Shahih Bukhari
dan Muslim]
Ø Wiqa’ bin Iyas rahimahullah berkata:
«كَانَ سَعِيدُ بْنُ
جُبَيْرٍ يَؤُمُّنَا فِي رَمَضَانَ، فَيُصَلِّي بِنَا عِشْرِينَ لَيْلَةً سِتَّ
تَرْوِيحَاتٍ، فَإِذَا كَانَ الْعَشْرُ الْآخَرُ اعْتَكَفَ فِي الْمَسْجِدِ
وَصَلَّى بِنَا سَبْعَ تَرْوِيحَاتٍ» [مصنف ابن أبي شيبة]
“Dulu Sa’id bin Jubair (w.95H) mengimami
kami di bulan Ramadhan, ia shalat pada dua puluh malam pertama dengan enam kali
istirahat, dan jika masuk sepuluh malam terakhir ia beri’tikaf di masjid dan
shalat mengimami kami dengan tujuh kali istirahat”. [Mushannaf Ibnu Abi
Syaibah]
Ø Ibnu Syihab (w.125H)
rahimahullah berkata:
«عجبًا للمسلمين، تركوا الاعتكاف، وإنّ النبي ﷺ
لم يتركه مُنذ دخل المدينة كلّ عام في العشر الأواخر حتى قَبَضَه الله» [شرح صحيح البخارى لابن بطال]
“Mengherangkan urusan kaum Muslimin, mereka
meninggalkan I’tikaf, sedangkan Nabi ﷺ tidak pernah meninggalkannya sejak tiba di
Madinah setiap tahun di sepuruh hari terakhir sampai Allah mewafatkan beliau”.
[Syarh Shahih Bukhari karya Ibnu Bathal]
Ø Ibnu Rajab (w.795H) rahimahullah berkata:
«معنى الإعتكاف وحقيقته: قطع العلائق عن الخلائق
للإتصال بخدمة الخالق وكلما قويت المعرفة بالله والمحبة له والأنس به أورثت صاحبها
الإنقطاع إلى الله تعالى بالكلية على كل حال» [لطائف المعارف لابن رجب]
“Makna I’tikaf dan hakikatnya: Memutuskan
hubungan dengan makhluk untuk tetap terhubung dengan ibadah kepada Sang
Pencipta, dan semakin kuat pemahaman seseorang terhada Allah, kecintaan
kepadaNya, dan berdua denganNya, itu akan mewariskan pelakunya ketergantungan
hanya kepada Allah secara total dalam setiap keadaan”. [Lathaiful Ma’arif karya Ibnu Rajab]
Lihat: Untukmu yang tidak bisa beri’tikaf
Wallahu a’lam!
Lihat juga: Rasulullah ﷺ di bulan Ramadhan - Meneladani salafushalih menyambut Ramadhan - Bersungguh-sungguh di 10 terakhir Ramadhan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar anda adalah pelajaran berharga bagi saya ...