Rabu, 09 Oktober 2019

Penjelasan singkat kitab Ash-Shaum dari Sahih Bukhari; Bab (25) Mandi bagi orang yang berpuasa

بسم الله الرحمن الرحيم
A.    Penjelasan pertama:
Imam Bukhari rahimahullah berkata:
بَابُ اغْتِسَالِ الصَّائِمِ
“Bab: Mandi bagi orang yang berpuasa”
Dalam bab ini, imam Bukhari rahimahullah menyebutkan beberapa atsar tanpa sanad (mu’allaq) dari Sahabat dan Tabi’in, dan dua hadits Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dari Aisyah dan Ummi Salamah radhiyallahu ‘anhuma, yang menunjukkan bahwa mandi di waktu berpuasa hukumnya boleh.
Imam Bukhari rahimahullah berkata:
وَبَلَّ ابْنُ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا ثَوْبًا، فَأَلْقَاهُ عَلَيْهِ وَهُوَ صَائِمٌ، وَدَخَلَ الشَّعْبِيُّ الحَمَّامَ وَهُوَ صَائِمٌ، وَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ: " لاَ بَأْسَ أَنْ يَتَطَعَّمَ القِدْرَ أَوِ الشَّيْءَ، وَقَالَ الحَسَنُ: " لاَ بَأْسَ بِالْمَضْمَضَةِ، وَالتَّبَرُّدِ لِلصَّائِمِ، وَقَالَ ابْنُ مَسْعُودٍ: " إِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ، فَلْيُصْبِحْ دَهِينًا مُتَرَجِّلًا، وَقَالَ أَنَسٌ: إِنَّ لِي أَبْزَنَ أَتَقَحَّمُ فِيهِ، وَأَنَا صَائِمٌ، وَيُذْكَرُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ اسْتَاكَ وَهُوَ صَائِمٌ، وَقَالَ ابْنُ عُمَرَ: يَسْتَاكُ أَوَّلَ النَّهَارِ، وَآخِرَهُ، وَلاَ يَبْلَعُ رِيقَهُ، وَقَالَ عَطَاءٌ: «إِنِ ازْدَرَدَ رِيقَهُ لاَ أَقُولُ يُفْطِرُ»، وَقَالَ ابْنُ سِيرِينَ: «لاَ بَأْسَ بِالسِّوَاكِ الرَّطْبِ» قِيلَ: لَهُ طَعْمٌ؟ قَالَ: «وَالمَاءُ لَهُ طَعْمٌ وَأَنْتَ تُمَضْمِضُ بِهِ» وَلَمْ يَرَ أَنَسٌ، وَالحَسَنُ، وَإِبْرَاهِيمُ بِالكُحْلِ لِلصَّائِمِ بَأْسًا
Dan Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma membasahi satu pakaian kemudian meletakkan di atasnya ketika sedang berpuasa. Dan Asy-Sya’biy masuk kamar mandi ketika ia berpuasa. Dan Ibnu ‘Abbas berkata: “Tidak mengapa bagi seorang yang berpuasa mencicipi masakan atau sesuatu yang lainnya”. Dan Al-Hasan berkata: “Tidak mengapa berkumur-kumur dan mandi mendinginkan badan bagi orang yang berpuasa”. Dan Ibnu Mas’ud berkata: “Jika seorang dari kalian berpuasa pada suatu hari maka hendaklah ia di pagi hari memakai minyak rabut dan bersisir”. Dan Anas berkata: “Saya punya kolam dan aku berendam di dalamnya ketiak aku berpuasa”. Dan disebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersiwak saat beliau berpuasa. Dan Ibnu Umar berkata: “Boleh bersiwak di awal hari dan di akhrinya, dan tidak boleh ia menelan ludahnya”. Dan ‘Atha’ berkata: “Jika ia menelan ludahnya maka aku tidak mengatakan bahwa puasanya batal”. Dan Ibnu Sirin berkata: “Tidak mengapa bersiwak dengan siwak basah”. Ditanyakan: Tapi siwak basah itu memiliki rasa? Ibnu Sirin menjawab: “Dan air juga memiliki rasa akan tetapi engkau tetap berkumur-kumur dengannya”. Dan Anas, Al-Hasan, dan Ibrahim berpendapat bahwa memakai celak tidak mengapa bagi orang yang berpuasa.

a)      Atsar Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma; Tentang hukum mandi bagi orang yang berpuasa.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah rahimahullah dalam Mushannaf-nya 2/299 no.9212:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي عُثْمَانَ، قَالَ: «رَأَيْتُ ابْنَ عُمَرَ، وَهُوَ صَائِمٌ يَبُلُّ الثَّوْبَ ثُمَّ يُلْقِيهِ عَلَيْهِ»
Dari Abdillah bin Abi ‘Utsman, ia berkata: “Aku melihat Ibnu Umar sedang puasa ia membasahi baju kemudian memakainya”.
b)     Atsar Asy-Sya’biy ‘Amir bin Syarahil, Abu ‘Amr Al-Kufiy (w. setelah 100H) rahimahullah; Tentang hukum mandi bagi orang yang berpuasa.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah rahimahullah dalam Mushannaf-nya 2/318 no.9446:
عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ، قَالَ: «رَأَيْتُ الشَّعْبِيَّ يَدْخُلُ الْحَمَّامَ وَهُوَ صَائِمٌ»
Dari Abi Ishaq, ia berkata: “Aku melihat Asy-Sya’biy masuk kamar mandi saat ia berpuasa”.
c)      Atsar Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma; Tentang hukum mencicipi makanan bagi orang yang berpuasa.
Diriwayatkan oleh Ibnu Al-Ja’d rahimahullah dalam Musnad-nya no.2406, dan Ibnu Abi Syaibah rahimahullah dalam Mushannaf-nya 2/304 no.9278:
عَنْ عِكْرِمَةَ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: لَا بَأْسَ أَنْ يَتَطَاعَمَ، الصَّائِمُ بِالشَّيْءِ يَعْنِي الْمَرَقَةَ وَنَحْوَهَا
Dari ‘Ikrimah, dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata: “Tidak mengapa orang yang berpuasa mencicipi sesuatu”, maksudnya kuah masakan, atau sejenisnya.
Lafadz Ibnu Abi Syaibah:
«لَا بَأْسَ أَنْ يَتَطَاعَمَ الصَّائِمُ عَنِ الْقِدْرِ»
“Tidak mengapa orang yang berpuasa mencicipi kuah masakan.
Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah berkata: Hubungan atsar ini dengan bab, jika mencicipi makanan dengan memasukkan sesuatu ke dalam mulut yang dekat dengan tenggorokan tidak membatalkan puasa maka membasahi kulit dengan air lebih utama untuk tidak membatalkan puasa. [Fathul Bari 4/180]
d)     Atsar Al-Hasan bin Abi Al-Hasan Yasar, Abu Sa’id Al-Bashriy (w.110H) rahimahullah; Tentang hukum berkumur dan mandi bagi orang yang berpuasa.
Diriwayatkan oleh ‘Abdurrazaq rahimahullah dalam “Al-Mushannaf” 4/206 no.7505:
عَنْ مَعْمَرٍ، عَمَّنْ سَمِعَ الْحَسَنَ يَقُولُ: «رَأَيْتُ عُثْمَانَ بْنَ أَبِي الْعَاصِ بِعَرَفَةَ وَهُوَ صَائِمٌ يَمُجُّ الْمَاءَ، وَيَصُبُّ عَلَى نَفْسِهِ الْمَاءَ» قَالَ: «وَكَانَ الْحَسَنُ يُمَضْمِضُ، وَهُوَ صَائِمٌ ثُمَّ يَمُجُّهُ، وَذَلِكَ فِي شِدَّةِ الْحَرِّ»
Dari Ma’mar, dari orang yang mendengar Al-Hasan berkata: “Aku melihat ‘Utsman bin Abi Al-‘Ash di ‘Arafah sedang puasa menyemburkan air dari mulutnya, dan ia menyiramkan air pada dirinya”.
Ia berkata: “Dan Al-Hasan berkumur-kumur saat ia berpuasa kemudian menyemburkannya dari mulut, dan ketika itu cuaca sangat panas”.
e)      Atsar Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu; Tentang hukum memakai minyak rambut dan bersisir bagi orang yang berpuasa.
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam kitab Zuhud-nya no.862, dan Ibnul A’rabiy dalam Mu’jam-nya 2/462 no.902:
عَنْ مَسْرُوقٍ قَالَ: قَالَ عَبْدُ اللَّهِ: " إِذَا أَصْبَحْتُمْ صِيَامًا فَأَصْبِحُوا مُتَدَهِّنِينَ "
Dari Masruq, ia berkata: Abdullah berkata: “Jika kalian berada di pagi hari sedang berpuasa, maka hendaklah kalian dalam keadaan memakai minyak rambut”.
Lafadz Ibnul A’rabiy:
إِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ، فَلْيُصْبِحْ زَيِّنًّا مُتَرَجِّلًا
“Jika seseorang dari kalian berpuasa pada suatu hari, maka hendaklah ia berhias dan bersisir”.
Hubungan atsar ini dengan bab:
Ø  Memakai minyak rambut membuat kepala senantiasa lembab, jika dibolehkan maka mandi juga boleh.
Ø  Memakai minyak rambut bertentangan dengan kondisi orang yang berpuasa yang lemas dan kusut, jika dibolehkan maka mandi juga demikian.
f)       Atsar Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu; Tentang hukum mandi bagi orang yang berpuasa.
Diriwayatkan oleh Qasim bin Tsabit dalam kitabnya “Ad-Dalaail”, sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Hajar dalam kitabnya “Tagliq At-Ta’liiq” 3/153:
عَنْ عِيسَى بْنِ طَهْمَانَ سَمِعت أنس بن مَالك يَقُول: إِن لِي أَبْزَنَ إِذَا وَجَدْتُ الْحَرَّ انْقَحَمْتُ فِيهِ وَأنا صَائِمٌ
Dari ‘Isa bin Thahman, ia berkata: Aku mendengar Anas bin Malik berkata: “Aku memiliki kolam dari batu, jika aku merasakan panas aku berendam di dalamnya saat aku berpuasa”.
g)      Hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam; Tentang hukum bersiwak bagi orang yang berpuasa.
Akan disebutkan pada bab (27), dua bab setelah ini.
h)     Atsar Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma; Tentang hukum bersiwak bagi orang yang berpuasa.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah rahimahullah dalam Mushannaf-nya 2/295 no.9157:
عَنْ نَافِعٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ، «أَنَّهُ كَانَ يَسْتَاكُ إِذَا أَرَادَ أَنْ يَرُوحَ إِلَى الظُّهْرِ، وَهُوَ صَائِمٌ»
Dari Nafi’, dari Ibnu Umar; “Bahwasanya ia bersiwak jika hendak pergi shalat dzuhur dan ia sedang puasa”.
i)        Atsar ‘Athaa’ bin Abi Rabaah Aslam, Abu Muhammad Al-Makkiy (w.114H) rahimahullah; Tentang hukum bersiwak bagi orang yang berpuasa.
Akan disebutkan pada bab (27) dan (28), dua bab setelah ini.
j)        Atsar Muhammad bin Sirin Al-Anshariy, Abu Bakr Al-Bashriy (w.110H) rahimahullah; Tentang hukum bersiwak bagi orang yang berpuasa.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah rahimahullah dalam Mushannaf-nya 2/296 no.9171:
عَنْ عُقْبَةَ بْنِ أَبِي حَمْزَةَ الْمَازِنِيِّ، قَالَ: أَتَى ابْنَ سِيرِينَ رَجُلٌ، فَقَالَ: مَا تَرَى فِي السِّوَاكِ لِلصَّائِمِ؟ قَالَ: «لَا بَأْسَ بِهِ» قَالَ: إِنَّهُ جَرِيدَةٌ وَلَهُ طَعْمٌ، قَالَ: «الْمَاءُ لَهُ طَعْمٌ وَأَنْتَ تَمَضْمَضُ»
Dari ‘Uqbah bin Abi Hamzah Al-Maziniy, ia berkata: Seseorang datang kepada Ibnu Sirin, lalu bertanya: Apa pendapatmu tentang bersiwak bagi orang yang berpuasa? Ia menjawab: “Tidak mengapa”. Orang itu bertanya lagi: Siwak itu dahan dan punya rasa? Ibnu Sirin menjawab: “Air juga punya rasa tapi engkau berkumur (di saat puasa)”.
k)      Atsar Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu; Tentang hukum memakai celak bagi orang yang berpuasa.
Diriwayatkan oleh Abu Daud rahimahullah dalam Sunan-nya 2/310 no.2378:
عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي بَكْرِ بْنِ أَنَسٍ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، «أَنَّهُ كَانَ يَكْتَحِلُ وَهُوَ صَائِمٌ»
Ubaidillah bin Abu Bakr bin Anas, dari Anas bin Malik; Bahwa ia memakai celak sementara beliau dalam keadaan berpuasa.
l)        Atsar Al-Hasan Al-Bashriy rahimahullah; Tentang hukum memakai celak bagi orang yang berpuasa.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah rahimahullah dalam Mushannaf-nya 2/304 no.9269:
عَنْ عَمْرٍو، عَنِ الْحَسَنِ، قَالَ: «لَا بَأْسَ بِالْكُحْلِ لِلصَّائِمِ، مَا لَمْ يَجِدْ طَعْمَهُ»
Dari ‘Amr, dari Al-Hasan, ia berkata: “Tidak mengapa memakai celak bagi orang yang berpuasa selama ia tidak merasakan rasanya.”
m)   Atsar Ibrahim bin Yazid, Abu ‘Imran An-Nakha’iy (w.196H) rahimahullah; Tentang hukum memakai celak bagi orang yang berpuasa.
Diriwayatkan oleh Abu Daud rahimahullah dalam Sunan-nya 2/310 no.2379:
عَنِ الْأَعْمَشِ قَالَ: «مَا رَأَيْتُ أَحَدًا مِنْ أَصْحَابِنَا يَكْرَهُ الْكُحْلَ لِلصَّائِمِ». «وَكَانَ إِبْرَاهِيمُ يُرَخِّصُ أَنْ يَكْتَحِلَ الصَّائِمُ بِالصَّبِرِ»
Dari Al-A'masy, ia berkata; “Aku tidak melihat seorang pun dari para sahabat kita yang membenci celak bagi orang yang berpuasa”. Dan Ibrahim memberikan keringanan agar orang yang berpuasa bercelak menggunakan shabir”.
B.     Penjelasan kedua.
Hadits Aisyah dan Ummi Salamah radhiyallahu ‘anhuma, imam Bukhari rahimahullah berkata:
1829 - حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ صَالِحٍ، حَدَّثَنَا [عبد الله] ابْنُ وَهْبٍ، حَدَّثَنَا يُونُسُ [بن يزيد]، عَنِ ابْنِ شِهَابٍ [الزهري]، عَنْ عُرْوَةَ [بن الزبير]، وَأَبِي بَكْرٍ [بن عبد الرحمن بن الحارث بن هشام القرشي المخزومي المدني]، قَالَتْ عَائِشَةُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا: «كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُدْرِكُهُ الفَجْرُ فِي رَمَضَانَ مِنْ غَيْرِ حُلْمٍ، فَيَغْتَسِلُ وَيَصُومُ»
1829 - Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Shalih telah menceritakan kepada kami [Abdullah] Ibnu Wahab telah menceritakan kepada kami Yunus [bin Yazid] dari Ibnu Sihab [Az-Zuhriy] dari 'Urwah [bin Az-Zubair] dan Abu Bakar [bin Abdirrahman bin Al-Harits bin Hisyam Al-Qurasyiy Al-Makhzumiy Al-Madaniy], 'Aisyah radhiyallahu 'anha berkata: "Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah mendapati masuknya waktu fajar di bulan Ramadhan dalam keadaan Beliau junub, lalu Beliau mandi dan shaum".
1830 - حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ [بن عبد الله بن أويس]، قَالَ: حَدَّثَنِي مَالِكٌ، عَنْ سُمَيٍّ مَوْلَى أَبِي بَكْرِ بنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بنِ الحَارِثِ بْنِ هِشَامِ بْنِ المُغِيرَةِ، أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا بَكْرِ بْنَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، كُنْتُ أَنَا وَأَبِي فَذَهَبْتُ مَعَهُ حَتَّى دَخَلْنَا عَلَى عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: «أَشْهَدُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنْ كَانَ لَيُصْبِحُ جُنُبًا مِنْ جِمَاعٍ غَيْرِ احْتِلاَمٍ، ثُمَّ يَصُومُهُ»،
1932 - ثُمَّ دَخَلْنَا عَلَى أُمِّ سَلَمَةَ فَقَالَتْ: مِثْلَ ذَلِكَ
1830 - Telah menceritakan kepada kami Isma'il [bin Abdillah bin Uwais] telah menceritakan kepada saya Malik dari Sumayya maulanya Abu Bakar bin'Abdurrahman bin Al Harits bin Hisyam bin Al Mughirah bahwa dia mendengar Abu Bakar bin'Abdurrahman (berkata,): "Aku dan bapakku pergi bersama-sama hingga kami datang menemui 'Aisyah radhiyallahu 'anha yang dia berkata: "Aku bersaksi tentang Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bahwa terkadang Beliau pada pagi hari masih dalam keadaan junub setelah berhubungan bukan karena mimpi, kemudian Beliau meneruskan puasanya".
Kemudian kami datang menemui Ummu Salamah -radhiyallahu 'anha- yang dia juga berkata seperti itu".
Penjelasan singkat hadits ini:
1.      Penjelasan hadits ini sudah disebutkan pada bab sebelumnya, bab (22) Orang yang berpuasa junub di pagi hari.
2.      Hadits dan atsar yang disebutkan dalam bab ini menunjukkan bahwa orang yang berpuasa dibolehkan untuk mandi.
Abu Bakr bin Abdirrahman -rahimahullah- berkata; Telah berkata orang yang telah menceritakan kepadaku (dari Sahabat Nabi);
لَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْعَرْجِ يَصُبُّ عَلَى رَأْسِهِ الْمَاءَ، وَهُوَ صَائِمٌ مِنَ الْعَطَشِ، أَوْ مِنَ الْحَرِّ
“Sungguh aku telah melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam di Al-'Arj menuangkan air ke kepalanya karena haus atau panas, sementara beliau sedang berpuasa. [Sunan Abi Daud: Shahih]
Wallahu a’lam!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar anda adalah pelajaran berharga bagi saya ...