بسم
الله الرحمن الرحيم
A. Penjelasan pertama:
Imam
Bukhari rahimahullah berkata:
بَابُ اغْتِسَالِ الصَّائِمِ
“Bab:
Mandi bagi orang yang berpuasa”
Dalam
bab ini, imam Bukhari rahimahullah menyebutkan beberapa atsar tanpa sanad (mu’allaq) dari
Sahabat dan Tabi’in, dan dua hadits Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dari Aisyah dan Ummi Salamah radhiyallahu
‘anhuma, yang menunjukkan bahwa
mandi di waktu berpuasa hukumnya boleh.
وَبَلَّ ابْنُ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُمَا ثَوْبًا، فَأَلْقَاهُ عَلَيْهِ وَهُوَ صَائِمٌ، وَدَخَلَ الشَّعْبِيُّ
الحَمَّامَ وَهُوَ صَائِمٌ، وَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ: " لاَ بَأْسَ أَنْ
يَتَطَعَّمَ القِدْرَ أَوِ الشَّيْءَ، وَقَالَ الحَسَنُ: " لاَ بَأْسَ
بِالْمَضْمَضَةِ، وَالتَّبَرُّدِ لِلصَّائِمِ، وَقَالَ ابْنُ مَسْعُودٍ: "
إِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ، فَلْيُصْبِحْ دَهِينًا مُتَرَجِّلًا،
وَقَالَ أَنَسٌ: إِنَّ لِي أَبْزَنَ أَتَقَحَّمُ فِيهِ، وَأَنَا صَائِمٌ،
وَيُذْكَرُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ اسْتَاكَ
وَهُوَ صَائِمٌ، وَقَالَ ابْنُ عُمَرَ: يَسْتَاكُ أَوَّلَ النَّهَارِ، وَآخِرَهُ،
وَلاَ يَبْلَعُ رِيقَهُ، وَقَالَ عَطَاءٌ: «إِنِ ازْدَرَدَ رِيقَهُ لاَ أَقُولُ
يُفْطِرُ»، وَقَالَ ابْنُ سِيرِينَ: «لاَ بَأْسَ بِالسِّوَاكِ الرَّطْبِ» قِيلَ:
لَهُ طَعْمٌ؟ قَالَ: «وَالمَاءُ لَهُ طَعْمٌ وَأَنْتَ تُمَضْمِضُ بِهِ» وَلَمْ
يَرَ أَنَسٌ، وَالحَسَنُ، وَإِبْرَاهِيمُ بِالكُحْلِ لِلصَّائِمِ بَأْسًا
Dan
Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma membasahi satu pakaian kemudian meletakkan di atasnya ketika sedang
berpuasa. Dan Asy-Sya’biy masuk kamar mandi ketika ia berpuasa. Dan Ibnu
‘Abbas berkata: “Tidak mengapa bagi seorang yang berpuasa mencicipi
masakan atau sesuatu yang lainnya”. Dan Al-Hasan berkata: “Tidak
mengapa berkumur-kumur dan mandi mendinginkan badan bagi orang yang berpuasa”.
Dan Ibnu Mas’ud berkata: “Jika seorang dari kalian berpuasa pada
suatu hari maka hendaklah ia di pagi hari memakai minyak rabut dan bersisir”.
Dan Anas berkata: “Saya punya kolam dan aku berendam di dalamnya ketiak
aku berpuasa”. Dan disebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
bersiwak saat beliau berpuasa. Dan Ibnu Umar berkata: “Boleh bersiwak
di awal hari dan di akhrinya, dan tidak boleh ia menelan ludahnya”. Dan ‘Atha’
berkata: “Jika ia menelan ludahnya maka aku tidak mengatakan bahwa puasanya
batal”. Dan Ibnu Sirin berkata: “Tidak mengapa bersiwak dengan siwak
basah”. Ditanyakan: Tapi siwak basah itu memiliki rasa? Ibnu Sirin menjawab: “Dan
air juga memiliki rasa akan tetapi engkau tetap berkumur-kumur dengannya”.
Dan Anas, Al-Hasan, dan Ibrahim berpendapat bahwa memakai
celak tidak mengapa bagi orang yang berpuasa.
a)
Atsar
Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma; Tentang hukum mandi bagi orang
yang berpuasa.
Diriwayatkan
oleh Ibnu Abi Syaibah rahimahullah dalam
Mushannaf-nya 2/299 no.9212:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي
عُثْمَانَ، قَالَ: «رَأَيْتُ ابْنَ عُمَرَ، وَهُوَ صَائِمٌ يَبُلُّ الثَّوْبَ
ثُمَّ يُلْقِيهِ عَلَيْهِ»
Dari
Abdillah bin Abi ‘Utsman, ia berkata: “Aku melihat Ibnu Umar sedang puasa ia
membasahi baju kemudian memakainya”.
b)
Atsar
Asy-Sya’biy ‘Amir bin Syarahil, Abu ‘Amr Al-Kufiy (w. setelah 100H) rahimahullah;
Tentang hukum mandi bagi orang yang berpuasa.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah rahimahullah
dalam Mushannaf-nya 2/318 no.9446:
عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ، قَالَ:
«رَأَيْتُ الشَّعْبِيَّ يَدْخُلُ الْحَمَّامَ وَهُوَ صَائِمٌ»
Dari
Abi Ishaq, ia berkata: “Aku melihat Asy-Sya’biy masuk kamar mandi saat ia
berpuasa”.
c)
Atsar
Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma; Tentang hukum mencicipi makanan
bagi orang yang berpuasa.
Diriwayatkan
oleh Ibnu Al-Ja’d rahimahullah dalam
Musnad-nya no.2406, dan Ibnu Abi Syaibah rahimahullah dalam Mushannaf-nya 2/304 no.9278:
عَنْ عِكْرِمَةَ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ
قَالَ: لَا بَأْسَ أَنْ يَتَطَاعَمَ، الصَّائِمُ بِالشَّيْءِ يَعْنِي الْمَرَقَةَ
وَنَحْوَهَا
Dari
‘Ikrimah, dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata: “Tidak mengapa orang yang berpuasa
mencicipi sesuatu”, maksudnya kuah masakan, atau sejenisnya.
Lafadz
Ibnu Abi Syaibah:
«لَا بَأْسَ أَنْ
يَتَطَاعَمَ الصَّائِمُ عَنِ الْقِدْرِ»
“Tidak
mengapa orang yang berpuasa mencicipi kuah masakan.
Al-Hafidz
Ibnu Hajar rahimahullah berkata:
Hubungan atsar ini dengan bab, jika mencicipi makanan dengan memasukkan sesuatu
ke dalam mulut yang dekat dengan tenggorokan tidak membatalkan puasa maka
membasahi kulit dengan air lebih utama untuk tidak membatalkan puasa. [Fathul
Bari 4/180]
d)
Atsar
Al-Hasan bin Abi Al-Hasan Yasar, Abu Sa’id Al-Bashriy (w.110H) rahimahullah;
Tentang hukum berkumur dan mandi bagi orang yang berpuasa.
Diriwayatkan oleh ‘Abdurrazaq
rahimahullah dalam “Al-Mushannaf” 4/206 no.7505:
عَنْ مَعْمَرٍ، عَمَّنْ سَمِعَ
الْحَسَنَ يَقُولُ: «رَأَيْتُ عُثْمَانَ بْنَ أَبِي الْعَاصِ بِعَرَفَةَ وَهُوَ
صَائِمٌ يَمُجُّ الْمَاءَ، وَيَصُبُّ عَلَى نَفْسِهِ الْمَاءَ» قَالَ: «وَكَانَ
الْحَسَنُ يُمَضْمِضُ، وَهُوَ صَائِمٌ ثُمَّ يَمُجُّهُ، وَذَلِكَ فِي شِدَّةِ
الْحَرِّ»
Dari
Ma’mar, dari orang yang mendengar Al-Hasan berkata: “Aku melihat ‘Utsman bin
Abi Al-‘Ash di ‘Arafah sedang puasa menyemburkan air dari mulutnya, dan ia
menyiramkan air pada dirinya”.
Ia
berkata: “Dan Al-Hasan berkumur-kumur saat ia berpuasa kemudian menyemburkannya
dari mulut, dan ketika itu cuaca sangat panas”.
e)
Atsar
Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu; Tentang hukum memakai minyak
rambut dan bersisir bagi orang yang berpuasa.
Diriwayatkan
oleh Imam Ahmad dalam kitab Zuhud-nya no.862, dan Ibnul
A’rabiy dalam Mu’jam-nya 2/462 no.902:
عَنْ مَسْرُوقٍ قَالَ: قَالَ عَبْدُ
اللَّهِ: " إِذَا أَصْبَحْتُمْ صِيَامًا فَأَصْبِحُوا مُتَدَهِّنِينَ "
Dari
Masruq, ia berkata: Abdullah berkata: “Jika kalian berada di pagi hari
sedang berpuasa, maka hendaklah kalian dalam keadaan memakai minyak rambut”.
Lafadz
Ibnul A’rabiy:
إِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ،
فَلْيُصْبِحْ زَيِّنًّا مُتَرَجِّلًا
“Jika
seseorang dari kalian berpuasa pada suatu hari, maka hendaklah ia berhias dan
bersisir”.
Hubungan atsar ini dengan bab:
Ø
Memakai minyak rambut membuat kepala senantiasa lembab, jika dibolehkan
maka mandi juga boleh.
Ø
Memakai minyak rambut bertentangan dengan kondisi orang yang berpuasa
yang lemas dan kusut, jika dibolehkan maka mandi juga demikian.
f) Atsar Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu; Tentang
hukum mandi bagi orang yang berpuasa.
Diriwayatkan
oleh Qasim bin Tsabit dalam kitabnya “Ad-Dalaail”, sebagaimana
disebutkan oleh Ibnu Hajar dalam kitabnya “Tagliq At-Ta’liiq” 3/153:
عَنْ عِيسَى بْنِ طَهْمَانَ سَمِعت أنس
بن مَالك يَقُول: إِن لِي أَبْزَنَ إِذَا وَجَدْتُ الْحَرَّ انْقَحَمْتُ فِيهِ
وَأنا صَائِمٌ
Dari
‘Isa bin Thahman, ia berkata: Aku mendengar Anas bin Malik berkata: “Aku
memiliki kolam dari batu, jika aku merasakan panas aku berendam di dalamnya
saat aku berpuasa”.
g)
Hadits
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam; Tentang hukum bersiwak bagi orang
yang berpuasa.
Akan
disebutkan pada bab (27), dua bab setelah ini.
h)
Atsar
Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma; Tentang hukum bersiwak bagi
orang yang berpuasa.
Diriwayatkan
oleh Ibnu Abi Syaibah rahimahullah dalam
Mushannaf-nya 2/295 no.9157:
عَنْ نَافِعٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ،
«أَنَّهُ كَانَ يَسْتَاكُ إِذَا أَرَادَ أَنْ يَرُوحَ إِلَى الظُّهْرِ، وَهُوَ
صَائِمٌ»
Dari
Nafi’, dari Ibnu Umar; “Bahwasanya ia bersiwak jika hendak pergi shalat
dzuhur dan ia sedang puasa”.
i)
Atsar
‘Athaa’ bin Abi Rabaah Aslam, Abu Muhammad Al-Makkiy (w.114H) rahimahullah;
Tentang hukum bersiwak bagi orang yang berpuasa.
Akan
disebutkan pada bab (27) dan (28), dua bab setelah ini.
j)
Atsar
Muhammad bin Sirin Al-Anshariy, Abu Bakr Al-Bashriy (w.110H) rahimahullah;
Tentang hukum bersiwak bagi orang yang berpuasa.
Diriwayatkan
oleh Ibnu Abi Syaibah rahimahullah dalam
Mushannaf-nya 2/296 no.9171:
عَنْ عُقْبَةَ بْنِ أَبِي حَمْزَةَ
الْمَازِنِيِّ، قَالَ: أَتَى ابْنَ سِيرِينَ رَجُلٌ، فَقَالَ: مَا تَرَى فِي
السِّوَاكِ لِلصَّائِمِ؟ قَالَ: «لَا بَأْسَ بِهِ» قَالَ: إِنَّهُ جَرِيدَةٌ
وَلَهُ طَعْمٌ، قَالَ: «الْمَاءُ لَهُ طَعْمٌ وَأَنْتَ تَمَضْمَضُ»
Dari
‘Uqbah bin Abi Hamzah Al-Maziniy, ia berkata: Seseorang datang kepada Ibnu
Sirin, lalu bertanya: Apa pendapatmu tentang bersiwak bagi orang yang
berpuasa? Ia menjawab: “Tidak mengapa”. Orang itu bertanya lagi: Siwak itu
dahan dan punya rasa? Ibnu Sirin menjawab: “Air juga punya rasa tapi engkau
berkumur (di saat puasa)”.
k)
Atsar
Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu; Tentang hukum memakai celak bagi
orang yang berpuasa.
Diriwayatkan
oleh Abu Daud rahimahullah dalam
Sunan-nya 2/310 no.2378:
عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي
بَكْرِ بْنِ أَنَسٍ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، «أَنَّهُ كَانَ يَكْتَحِلُ وَهُوَ
صَائِمٌ»
Ubaidillah
bin Abu Bakr bin Anas, dari Anas bin Malik; Bahwa ia memakai celak
sementara beliau dalam keadaan berpuasa.
l)
Atsar
Al-Hasan Al-Bashriy rahimahullah; Tentang hukum memakai celak bagi orang
yang berpuasa.
Diriwayatkan
oleh Ibnu Abi Syaibah rahimahullah dalam
Mushannaf-nya 2/304 no.9269:
عَنْ عَمْرٍو، عَنِ الْحَسَنِ، قَالَ:
«لَا بَأْسَ بِالْكُحْلِ لِلصَّائِمِ، مَا لَمْ يَجِدْ طَعْمَهُ»
Dari
‘Amr, dari Al-Hasan, ia berkata: “Tidak mengapa memakai celak bagi orang
yang berpuasa selama ia tidak merasakan rasanya.”
m)
Atsar
Ibrahim bin Yazid, Abu ‘Imran An-Nakha’iy (w.196H) rahimahullah; Tentang
hukum memakai celak bagi orang yang berpuasa.
Diriwayatkan
oleh Abu Daud rahimahullah dalam
Sunan-nya 2/310 no.2379:
عَنِ الْأَعْمَشِ قَالَ: «مَا رَأَيْتُ
أَحَدًا مِنْ أَصْحَابِنَا يَكْرَهُ الْكُحْلَ لِلصَّائِمِ». «وَكَانَ
إِبْرَاهِيمُ يُرَخِّصُ أَنْ يَكْتَحِلَ الصَّائِمُ بِالصَّبِرِ»
Dari
Al-A'masy, ia berkata; “Aku tidak melihat seorang pun dari para sahabat kita
yang membenci celak bagi orang yang berpuasa”. Dan Ibrahim memberikan
keringanan agar orang yang berpuasa bercelak menggunakan shabir”.
B.
Penjelasan
kedua.
Hadits
Aisyah dan Ummi Salamah radhiyallahu ‘anhuma, imam Bukhari rahimahullah berkata:
1829 - حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ
صَالِحٍ، حَدَّثَنَا [عبد الله] ابْنُ وَهْبٍ، حَدَّثَنَا يُونُسُ [بن يزيد]، عَنِ
ابْنِ شِهَابٍ [الزهري]، عَنْ عُرْوَةَ [بن الزبير]، وَأَبِي بَكْرٍ [بن عبد
الرحمن بن الحارث بن هشام القرشي المخزومي المدني]، قَالَتْ عَائِشَةُ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهَا: «كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُدْرِكُهُ
الفَجْرُ فِي رَمَضَانَ مِنْ غَيْرِ حُلْمٍ، فَيَغْتَسِلُ وَيَصُومُ»
1829 - Telah
menceritakan kepada kami Ahmad bin Shalih telah menceritakan kepada kami [Abdullah]
Ibnu Wahab telah menceritakan kepada kami Yunus [bin Yazid] dari Ibnu Sihab
[Az-Zuhriy] dari 'Urwah [bin Az-Zubair] dan Abu Bakar [bin Abdirrahman bin
Al-Harits bin Hisyam Al-Qurasyiy Al-Makhzumiy Al-Madaniy], 'Aisyah radhiyallahu
'anha berkata: "Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah
mendapati masuknya waktu fajar di bulan Ramadhan dalam keadaan Beliau junub,
lalu Beliau mandi dan shaum".
1830 -
حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ [بن عبد الله بن أويس]، قَالَ: حَدَّثَنِي مَالِكٌ، عَنْ
سُمَيٍّ مَوْلَى أَبِي بَكْرِ بنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بنِ الحَارِثِ بْنِ هِشَامِ
بْنِ المُغِيرَةِ، أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا بَكْرِ بْنَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، كُنْتُ
أَنَا وَأَبِي فَذَهَبْتُ مَعَهُ حَتَّى دَخَلْنَا عَلَى عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهَا قَالَتْ: «أَشْهَدُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ إِنْ كَانَ لَيُصْبِحُ جُنُبًا مِنْ جِمَاعٍ غَيْرِ احْتِلاَمٍ، ثُمَّ
يَصُومُهُ»،
1932 -
ثُمَّ دَخَلْنَا عَلَى أُمِّ سَلَمَةَ فَقَالَتْ: مِثْلَ ذَلِكَ
1830 - Telah menceritakan kepada kami Isma'il [bin
Abdillah bin Uwais] telah menceritakan kepada saya Malik dari Sumayya maulanya
Abu Bakar bin'Abdurrahman bin Al Harits bin Hisyam bin Al Mughirah bahwa dia
mendengar Abu Bakar bin'Abdurrahman (berkata,): "Aku dan bapakku pergi
bersama-sama hingga kami datang menemui 'Aisyah radhiyallahu 'anha
yang dia berkata: "Aku bersaksi tentang Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bahwa terkadang Beliau pada pagi hari masih dalam keadaan
junub setelah berhubungan bukan karena mimpi, kemudian Beliau meneruskan
puasanya".
Kemudian kami datang menemui Ummu
Salamah -radhiyallahu 'anha- yang dia juga berkata seperti itu".
Penjelasan singkat hadits ini:
1.
Penjelasan hadits ini sudah disebutkan pada bab sebelumnya,
bab (22) Orang yang berpuasa junub di pagi hari.
2.
Hadits dan atsar yang disebutkan dalam bab ini menunjukkan
bahwa orang yang berpuasa dibolehkan untuk mandi.
Abu Bakr bin Abdirrahman -rahimahullah-
berkata; Telah berkata orang yang telah menceritakan kepadaku (dari Sahabat
Nabi);
لَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْعَرْجِ يَصُبُّ عَلَى رَأْسِهِ الْمَاءَ،
وَهُوَ صَائِمٌ مِنَ الْعَطَشِ، أَوْ مِنَ الْحَرِّ
“Sungguh aku telah melihat Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam di Al-'Arj menuangkan air ke kepalanya karena haus atau
panas, sementara beliau sedang berpuasa. [Sunan Abi Daud: Shahih]
Wallahu a’lam!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar anda adalah pelajaran berharga bagi saya ...