بسم
الله الرحمن الرحيم
A. Penjelasan pertama:
بَابُ سِوَاكِ الرَّطْبِ وَاليَابِسِ
لِلصَّائِمِ
Bab: Siwak basah dan kering bagi
orang yang berpuasa
Dalam bab ini, imam Bukhari menyebutkan 5
hadits dan 2 atsar secara mu’allaq (tanpa sanad), serta 1 hadits dengan
sanad bersambung dari ‘Utsman bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu yang
menunjukkan bolehnya seorang yang berpuasa memakai siwak.
وَيُذْكَرُ عَنْ عَامِرِ بْنِ
رَبِيعَةَ، قَالَ: «رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَسْتَاكُ وَهُوَ صَائِمٌ مَا لاَ أُحْصِي أَوْ أَعُدُّ»، وَقَالَ أَبُو
هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " لَوْلاَ أَنْ
أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي لَأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ وُضُوءٍ "،
وَيُرْوَى نَحْوُهُ عَنْ جَابِرٍ، وَزَيْدِ بْنِ خَالِدٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَمْ يَخُصَّ الصَّائِمَ مِنْ غَيْرِهِ وَقَالَتْ
عَائِشَةُ: عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ «السِّوَاكُ
مَطْهَرَةٌ لِلْفَمِ مَرْضَاةٌ لِلرَّبِّ» وَقَالَ عَطَاءٌ، وَقَتَادَةُ:
«يَبْتَلِعُ رِيقَهُ»
“Dan
disebutkan dari ‘Amir bin Rabi’ah, ia berkata: “Aku melihat Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam bersiwak dan beliau dalam keadaan berpuasa, aku tidak bisa
menghitung berapa kali aku melihatnya”. Dan Abu Hurairah berkata; Dari
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: "Seandainya bukan
karena aku akan menyulitkan bagi umatku maka akan aku perintahkan mereka
bersiwak setiap berwudhu", dan diriwayatkan hadits seperti ini dari Jabir
dan Zayd bin Khalid, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, dan
beliau tidak mengkhususkan orang yang berpuasa dari selainnya. Dan Aisyah
berkata; Dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam: “Siwak adalah pembersih
mulut dan pencapai ridha Rabb”. Dan ‘Athaa’ dan Qatadah berkata:
“Ia boleh menelan ludahnya ketika bersiwak”.
Takhrij hadits dan
atsar yang disebutkan oleh Imam Bukhari:
a)
Hadits ‘Amir bin Rabi’ah radhiyallahu
‘anhu.
Diriwayatkan
oleh Abu Daud -rahimahullah- dalam Sunan-Nya (2/307) no.2364, dan At-Tirmidziy
-rahimahullah- dalam
Al-Jami’ (3/95) no.725:
عَنْ عَاصِمِ
بْنِ عُبَيْدِ اللَّهِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَامِرِ بْنِ رَبِيعَةَ،
عَنْ أَبِيهِ، قَالَ: «رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَسْتَاكُ وَهُوَ صَائِمٌ، مَا لَا أَعُدُّ، وَلَا أُحْصِي»
Dari
'Ashim bin 'Ubaidullah, dari
Abdullah bin 'Amir bin Rabi'ah, dari ayahnya, ia berkata; “Saya melihat
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memakai siwak sementara beliau
sedang berpuasa, yang tidak dapat aku hitung”.
At-Tirmidziy
berkata:
«حَدِيثُ عَامِرِ بْنِ رَبِيعَةَ
حَدِيثٌ حَسَنٌ»، " وَالعَمَلُ عَلَى هَذَا عِنْدَ أَهْلِ العِلْمِ: لَا
يَرَوْنَ بِالسِّوَاكِ لِلصَّائِمِ بَأْسًا، إِلَّا أَنَّ بَعْضَ أَهْلِ العِلْمِ
كَرِهُوا السِّوَاكَ لِلصَّائِمِ بِالعُودِ وَالرُّطَبِ، وَكَرِهُوا لَهُ
السِّوَاكَ آخِرَ النَّهَارِ، وَلَمْ يَرَ الشَّافِعِيُّ بِالسِّوَاكِ بَأْسًا
أَوَّلَ النَّهَارِ وَلَا آخِرَهُ، وَكَرِهَ أَحْمَدُ، وَإِسْحَاقُ السِّوَاكَ
آخِرَ النَّهَارِ "
“Hadits
'Amir bin Rabi'ah merupakan hadits hasan. Para ulama melihat bahwa siwak tidak
membatalkan puasa, hanya saja sebagian ulama tidak menyukai orang yang sedang
berpuasa melakukan siwak dengan siwak basah, begitu juga malakukan siwak di
sore hari. Imam Syafi'iy berpendapat, bolehnya bersiwak baik di pagi hari atau
di siang hari. sedangkan Imam Ahmad dan Ishaq tidak menyukai bersiwak pada sore
hari.”
Sanad
hadits ini lemah, karena pada sanadnya ada rawy
yang bernama 'Ashim bin Ubaidillah bin 'Ashim ([1]);
periwayatan haditsnya dilemahkan oleh Imam Malik, Yahya bin Ma'in, An-Nasa'iy,
Ibnu Hajar dan yang lainnya.
Itu
sebabnya imam Bukhari menyebutkan hadits ini dengan shigat tamriidh (mabni
lilmajhul) “يُذكر”,
mengisyaratkan bahwa hadits ini lemah.
b)
Hadits Abu Hurairah radhiyallahu
‘anhu.
Diriwayatkan
oleh Imam Ahmad -rahimahullah- dalam “Al-Musnad” 16/22 no.9928, ia
berkata:
قَرَأْتُ عَلَى عَبْدِ الرَّحْمَنِ:
مَالِكٌ، عَنِ ابْنِ شِهَابٍ، عَنْ حُمَيْدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ،
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
أَنَّهُ قَالَ: «لَوْلَا أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي لَأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ
مَعَ كُلِّ وُضُوءٍ»
Aku
telah membaca dihadapan Abdurrahman; dari Malik dari Ibnu Syihab, dari Humaid
bin Abdurrahman bin 'Auf, dari Abu Hurairah, dari Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Sekiranya tidak memberatkan
umatku, sungguh akan aku perintahkan mereka untuk bersiwak setiap kali
berwudhu."
Dalam
riwayat lain:
«لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ
عَلَى أُمَّتِي أَوْ عَلَى النَّاسِ لَأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ مَعَ كُلِّ صَلاَةٍ»
[صحيح البخاري ومسلم]
"Seandainya bukan karena aku akan menyulitkan
bagi umatku atau bagi orang-orang maka akan aku perintahkan mereka bersiwak
setiap hendak shalat". [Sahih Bukhari dan Muslim]
c)
Hadits Jabir bin Abdillah radhiyallahu
‘anhuma.
Diriwayatkan
oleh Abu Nu’aim -rahimahullah- dalam kitabnya “As-Siwak”,
sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Hajar -rahimahullah- dalam
“Fathul Bari” 4/186:
من طريق عبد الله بن محمد بن عقيل، عن
جابر بلفظ: " مع كل صلاة سواك ".
Dari
jalur Abdullah bin Muhammad bin ‘Aqil, dari Jabir,
dengan lafadz: “Setiap akan shalat hendaknya bersiwak”.
Ibnu
Hajar berkata: Abdullah bin Muhammad bin ‘Aqil[2]
diperselisihkan kekuatan riwayatnya.
Ø Diriwayatkan juga oleh Ibnu
‘Adiy -rahimahullah- dalam kitabnya “Al-Kamil” (2/369):
عن عَبد
الْوَهَّابِ بْن الضَّحَّاكِ، حَدَّثَنا ابْنُ عَيَّاشٍ، عَنْ جَعْفَرِ
بْنِ الْحَارِثِ، عَنْ مَنْصُورٍ، عَن أَبِي عَتِيقٍ، عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبد
اللَّهِ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسلَّمَ قَالَ سَمِعْتُه يَقُولُ:
" لَولا أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي لجعلت السواك عليهم عزيمة ".
Dari
Abdul Wahhab bin Adh-Dhahhaq, ia berkata: Telah
menceritakan kepada kami; Ibnu ‘Ayyasy, dari Ja’far bin Al-Harits, dari
Manshur, dari Abi ‘Atiq, dari Jabir bin Abdillah, dari Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam, Jabir berkata: Aku mendengar beliau bersabda:
“Seandainya aku tidak akan memberatkan umatku maka aku akan menetapkan bersiwak
atas mereka sebagai kewajiban”.
Sanad
hadits ini sangat lemah, Ad-Daruquthniy berkata:
Abdul Wahab[3] seorang
yang ditolak haditsnya. Abu Hatim dan Abu Daud menuduhnya sebagai pemalsu
hadits.
Imam
Bukhari juga menyebutkan hadits ini dengan shigat tamriidh (mabni
lilmajhul) “يُروى”,
mengisyaratkan bahwa hadits ini lemah.
d)
Hadits Zayd bin Khalid
Al-Juhaniy radhiyallahu ‘anhu.
Diriwayatkan
oleh Abu Daud dalam Sunan-Nya (1/12) no.47, dan At-Tirmidziy dalam Al-Jami’
(1/35) no.23:
عَنْ زَيْدِ بْنِ خَالِدٍ
الْجُهَنِيِّ، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَقُولُ: «لَوْلَا أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي، لَأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ
عِنْدَ كُلِّ صَلَاةٍ»، قَالَ أَبُو سَلَمَةَ: فَرَأَيْتُ زَيْدًا يَجْلِسُ فِي
الْمَسْجِدِ، وَإِنَّ السِّوَاكَ مِنْ أُذُنِهِ مَوْضِعَ الْقَلَمِ مِنْ أُذُنِ
الْكَاتِبِ، فَكُلَّمَا قَامَ إِلَى الصَّلَاةِ اسْتَاكَ
Dari
Zaid bin Khalid Al-Juhaniy dia berkata; Saya mendengar Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda: "Kalau saja aku tidak memberatkan umatku,
niscaya aku benar-benar perintahkan kepada mereka untuk bersiwak di setiap kali
shalat."
Abu
Salamah -rahimahullah- berkata: “Saya melihat Zaid duduk di masjid
sementara siwak berada di daun telinganya layaknya pena yang dilatakkan di daun
telinga seorang penulis, setiap kali dia berdiri untuk shalat, dia bersiwak”.
At-Tirmidziy
berkata: Hadits ini hasan shahih.
e)
Hadits Aisyah radhiyallahu
‘anha.
Diriwayatkan
oleh An-Nasa’iy -rahimahullah- dalam Sunan-nya (1/10) no.5, ia
berkata:
أَخْبَرَنَا حُمَيْدُ بْنُ مَسْعَدَةَ،
وَمُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ الْأَعْلَى، عَنْ يَزِيدَ وَهُوَ ابْنُ زُرَيْعٍ قَالَ:
حَدَّثَنِي عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ أَبِي عَتِيقٍ قَالَ: حَدَّثَنِي أَبِي قَالَ:
سَمِعْتُ عَائِشَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:
«السِّوَاكُ مَطْهَرَةٌ لِلْفَمِ مَرْضَاةٌ لِلرَّبِّ»
Telah
mengabarkan kepada kami Humaid bin Mas'adah dan Muhammad bin Abdul A'la, dari
Yazid yaitu Ibnu Jura'i dia berkata; telah menyampaikan kepadaku Abdurrahman
bin Abu 'Atiq dia berkata; Ayahku telah berkata kepadaku; Saya mendengar dari Aisyah
dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam beliau bersabda: "Bersiwak
mendatangkan kewangian mulut, dan mendapatkan ridha Allah."
Ø
Empat hadits di atas dijadikan dalil oleh imam Bukhari akan bolehnya
bersiwak bagi orang yang berpuasa karena ketika Nabi shallallahu ‘alaih
wasallam menyebtukan keutamaan bersiwak tidak membedakan antara yang
berpuasa dan tidak.
f)
Atsar ‘Athaa’ rahimahullah.
Diriwayatkan oleh Abdurrazaq
-rahimahullah- dalam “Al-Mushannaf” (4/201) no.7487:
عَنِ ابْنِ جُرَيْجٍ قَالَ: قُلْتُ
لِعَطَاءٍ: أَيَتَسَوَّكُ الصَّائِمُ؟ قَالَ: «نَعَمْ»، قِيلَ لَهُ: أَيَزْدَرِدْ
رِيقَهُ؟ قَالَ: قُلْتُ: فَفَعَلَ فَأَفْطَرَ؟ قَالَ: «لَا، وَلَكِنْ يُنْهَى عَنْ
ذَلِكَ» قَالَ: قُلْتُ: فَإِنِ ازْدَرَدَهُ، وَهُوَ يُقَالُ لَهُ: إِنَّهُ يُنْهَى
عَنْ ذَلِكَ؟ قَالَ: «قَدْ أَفْطَرَ إِذَا غَيْرَ مَرَّةٍ يَقُولُ ذَلِكَ»
Dari
Ibnu Juraij, ia berkata: Aku bertanya kepada ‘Athaa’: Apakah orang yang
berpuasa boleh bersiwak? Ia menjawab: Iya. Ditanyakan kepadanya: Apakah ia
boleh menelan ludahnya? Aku berkata: Jika ia melakukannya apakah ia berbuka?
‘Atha’ menjawab: Tidak, akan tetapi ia dilarang akan hal tersebut. Aku
bertanya: Jika ia menelannya dan telah dikatakan kepadanya bahwa hal itu
dilarang? ‘Athaa’ menjawab: Maka ia telah membatalkan puasanya jika lebih dari
satu kali ia mengatakan demikian.
g)
Atsar Qatadah bin Di’amah rahimahullah.
Diriwayatkan
oleh Abdurrazaq dalam “Al-Mushannaf” (4/205) no.7502:
عَنْ مَعْمَرٍ، عَنْ قَتَادَةَ قَالَ:
«لَا بَأْسَ أَنْ يَزْدَرِدَ الصَّائِمُ رِيقَهُ»
Dari
Ma’mar, dari Qatadah, ia berkata: “Tidak mengapa bagi orang yang berpuasa menelan
air liurnya (ketika bersiwak)”.
B.
Penjelasan
kedua:
Hadits
‘Utsman bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu, imam Bukhari rahimahullah berkata:
1832 - حَدَّثَنَا
عَبْدَانُ [عبد الله بن عثمان المروزي]، أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ [بن المبارك،
أبو عبد الرحمن المروزي]، أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ [بن راشد الأزدي]، قَالَ:
حَدَّثَنِي [محمد بن مسلم ابن شهاب] الزُّهْرِيُّ، عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَزِيدَ [الليثي]،
عَنْ حُمْرَانَ [بن أبان مولى عثمان بن عفان]: رَأَيْتُ عُثْمَانَ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُ، تَوَضَّأَ فَأَفْرَغَ عَلَى يَدَيْهِ ثَلاَثًا، ثُمَّ تَمَضْمَضَ وَاسْتَنْثَرَ،
ثُمَّ غَسَلَ وَجْهَهُ ثَلاَثًا، ثُمَّ غَسَلَ يَدَهُ اليُمْنَى إِلَى المَرْفِقِ
ثَلاَثًا، ثُمَّ غَسَلَ يَدَهُ اليُسْرَى إِلَى المَرْفِقِ ثَلاَثًا، ثُمَّ مَسَحَ
بِرَأْسِهِ، ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَهُ اليُمْنَى ثَلاَثًا، ثُمَّ اليُسْرَى ثَلاَثًا،
ثُمَّ قَالَ: رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَوَضَّأَ
نَحْوَ وَضُوئِي هَذَا ثُمَّ قَالَ: «مَنْ تَوَضَّأَ وُضُوئِي هَذَا، ثُمَّ
يُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ لاَ يُحَدِّثُ نَفْسَهُ فِيهِمَا بِشَيْءٍ، إِلَّا غُفِرَ
لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ»
1832 - Telah menceritakan kepada kami 'Abdan
[Abdullah bin ‘Utsman Al-Marwaziy], telah mengabarkan kepada kami 'Abdullah
[bin Mubarak Abu Abdirrahman Al-Marwaziy], telah mengabarkan kepada kami Ma'mar
[bin Rasyid Al-Azdiy] berkata, telah menceritakan kepada saya [Muhammad bin
Muslim bin Syihab] Az-Zuhriy dari 'Atho' bin Yazid [Al-Laitsiy] dari Humran [bin
Aban maula ‘Utsman bin ‘Affan] ia (berkata): "Aku melihat 'Utsman radhiyallahu
‘anhu berwudhu', dia menuangkan air ke telapak tangannya (untuk membasuh kedua
telapak tangannya) tiga kali. Kemudian berkumur-kumur dan menghirup air dari
hidung lalu mengeluarkan (air) darinya. Kemudian membasuh mukanya tiga kali,
lalu mencuci lengannya yang kanan hingga ke siku tiga kali, dan mencuci
lengannya yang kiri hingga ke siku tiga kali, kemudian membasuh kepalanya,
kemudian mencuci kaki kanannya tiga kali, kemudian yang kiri tiga kali, kemudian
berkata: "Aku melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
berwudhu' seperti wudhu'ku ini lalu Beliau bersabda: "Barangsiapa
berwudhu' seperti wudhu'ku ini kemudian dia shalat dua raka'at dan tidak
berbicara apapun antara keduanya, maka Allah mengampuni dosanya yang
lalu".
Penjelasan singkat hadits ini:
1.
Utsman bin ‘Affan radhiyallahu
‘anhu.
2.
Metode mengajar dengan
praktek.
Sahl bin Sa'd As-Sa'idiy radhiyallahu
'anhuma berkata: Aku melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
shalat di atas mimbar. Beliau bertakbir dalam posisi di atas mimbar lalu rukuk
dalam posisi masih di atas mimbar. Kemudian Beliau turun dengan mundur ke
belakang, lalu sujud di dasar mimbar, kemudian Beliau mengulangi lagi (hingga
shalat selesai). Setelah selesai, beliau menghadap kepada orang banyak lalu
bersabda:
«أَيُّهَا النَّاسُ، إِنَّمَا صَنَعْتُ
هَذَا لِتَأْتَمُّوا وَلِتَعَلَّمُوا صَلاَتِي»
"Wahai sekalian manusia, sesungguhnya
aku berbuat seperti tadi agar kalian mengikuti dan agar kalian dapat mengambil
pelajaran tentang tata cara shalatku." [Shahih Bukhari dan Muslim]
3. Hadits
ini dijadikan dalil oleh Imam Bukhari akan bolehnya bersiwak bagi orang yang
berpuasa karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkumur dan istinsyaq
setiap wudhu tanpa membedakan antara orang yang sedang berpuasa dengan tidak.
4. Disunnahkan
mencuci kedua telapak tangan sebelum wudhu.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu
'anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
«إِذَا
اسْتَيْقَظَ أَحَدُكُمْ مِنْ نَوْمِهِ فَلْيَغْسِلْ يَدَهُ قَبْلَ أَنْ
يُدْخِلَهَا فِي وَضُوئِهِ، فَإِنَّ أَحَدَكُمْ لاَ يَدْرِي أَيْنَ بَاتَتْ
يَدُهُ» [صحيح
البخاري ومسلم]
"Jika seorang dari kalian bangun dari tidurnya maka
hendaklah ia mencuci tangannya sebelum mencelupkannya ke dalam air wudhunya,
karena sesungguhnya seorang dari kalian tidak tahu di mana tangannya
bermalam". [Sahih Bukhari dan Muslim]
5.
Berkumur dan istinsyaq.
Dari Laqith bin
Shabirah radhiyallahu 'anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda:
«بَالِغْ فِي الِاسْتِنْشَاقِ،
إِلَّا أَنْ تَكُونَ صَائِمًا» [سنن أبي داود: صحيح]
"Berlebihanlah
dalam beristinsyaq, kecuali jika engkau sedang puasa". [Sunan Abi Dawud:
Sahih]
6.
Mencuci muka, mencuci
kedua lengan, membasuh kepala, mencuci kedua kaki.
Allah subhanahu wa ta’aalaa berfirman:
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا
وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ
إِلَى الْكَعْبَيْنِ} [المائدة: 6]
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka
basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan
(basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki. [Al-Maidah:6]
7.
Disunnahkan melakukan amalan
wudhu dua atau tiga kali kecuali membasuh kepada cukup satu kali.
Dari 'Abdullah bin Zaid radhiyallahu
'anhu:
«أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَوَضَّأَ مَرَّتَيْنِ مَرَّتَيْنِ»
“Bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
berwudhu dua kali dua kali." [Shahih Bukhari]
8.
Disunnahkan mencuci
bagian kanan kemudian bagian kiri.
Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu
berkata:
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
«إِذَا
لَبِسْتُمْ، وَإِذَا تَوَضَّأْتُمْ، فَابْدَءُوا بِأَيَامِنِكُمْ» [سنن أبي داود: صحيح]
"Jika kalian berpakaian, dan jika kalian berwudhu, maka
mulailah dengan bagian kanan kalian". [Sunan Abi Daud: Sahih]
Ø Aisyah radhiyallahu 'anha berkata:
«كَانَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُحِبُّ التَّيَمُّنَ مَا اسْتَطَاعَ
فِي شَأْنِهِ كُلِّهِ، فِي طُهُورِهِ وَتَرَجُّلِهِ وَتَنَعُّلِهِ» [صحيح البخاري ومسلم]
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
suka memulai yang kanan dalam setiap urusannya sesuai kemampuan, dalam
bersucinya, bersisirnya, dan memakai sendalnya. [Sahih Bukhari dan Muslim]
9.
Berwudhu harus
mencontoh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Dari Aisyah radhiyallahu 'anha;
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
«مَنْ
عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ» [صحيح مسلم]
"Barangsiapa mengamalkan suaru perkara yang tidak kami
perintahkan (tidak sesuai tuntunan), maka ia tertolak." [Sahih Muslim]
10.
Keutamaan berwudhu.
Diantaranya:
a.
Shalat tidak diterima tanpa wudhu.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu;
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
«لاَ يَقْبَلُ اللَّهُ صَلاَةَ أَحَدِكُمْ
إِذَا أَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأَ» [صحيح البخاري ومسلم]
"Allah tidak menerima
salat seseorang dari kalian jika berhadats (tidak suci) sampai ia
berwudhu". [Sahih Bukhari dan Muslim]
b.
Tanda keimanan seseorang
Dari Tsauban dan Abdullah bin 'Amr
radhiyallahu 'anhum; Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
لَا يُحَافِظُ عَلَى الْوُضُوءِ إِلَّا مُؤْمِنٌ
[سنن ابن ماجه: صححه الألباني]
"Tidak ada yang menjaga
agar senantiasa dalam keadaan wudhu kecuali seorang yang beriman". [Sunan
Ibnu Majah: Sahih]
c.
Ciri khas orang beriman di hari kiamat
Dari Abdullah bin Mas’ud radiyallahu
'anhu; Rasulullah ditanya: Ya Rasulullah, bagaimana engkau mengetahui orang
yang tidak pernah engkau lihat dari umatmu?
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab:
«غُرٌّ مُحَجَّلُونَ بُلْقٌ مِنْ
آثَارِ الْوُضُوءِ» [سنن ابن ماجه: حسن]
“Cahaya di wajah dan kedua
tangan dan kaki dari bekas wudhu”. [Sunan Ibnu Majah: Hasan]
d.
Hidup dan mati dengan kebaikan
Dari Abdullah bin Abbas radhiyallahu
'anhuma; Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: Allah
berfirman dalam sebuah hadits qudsi:
يَا مُحَمَّدُ، هَلْ تَدْرِي فِيمَ يَخْتَصِمُ
المَلَأُ الأَعْلَى؟ قُلْتُ: نَعَمْ، فِي الكَفَّارَاتِ، وَالكَفَّارَاتُ المُكْثُ
فِي المَسَاجِدِ بَعْدَ الصَّلَاةِ، وَالْمَشْيُ عَلَى الْأَقْدَامِ إِلَى الْجَمَاعَاتِ،
وَإِسْبَاغُ الوُضُوءِ فِي المَكَارِهِ، وَمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ عَاشَ بِخَيْرٍ
وَمَاتَ بِخَيْرٍ، وَكَانَ مِنْ خَطِيئَتِهِ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ [سنن الترمذي: صححه الألباني]
“Ya Muhammad, apakah kamu tahu apa yang
diperselisihkan oleh para Malaikat? Aku mejawab: Iya, mereka berselisih tentang
"Al-Kafaaraat", dan Al-Kafaaraat adalah tinggal di mesjid
setelah shalat, berjalan kaki menuju shalat jama'ah, menyempurnakan wudhu dalam
kondisi sulit, dan barangsiapa yang melakukan itu maka ia akan hidup dengan
kebaikan dan mati dengan kebaikan, dan dosa-dosanya dihapuskan seperti saat ia
dilahirkan ibunya. [Sunan Tirmidzi: Sahih]
e.
Meninggikan derajat
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu;
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
« أَلاَ أَدُلُّكُمْ عَلَى مَا
يَمْحُو اللَّهُ بِهِ الْخَطَايَا وَيَرْفَعُ بِهِ الدَّرَجَاتِ »
“Maukah kalian kutunjukkan amalan yang bisa
menghapuskan dosa-dosa dan mengangkat derajat?”
Sahabat menjawab: Tentu, ya Rasulullah!
Rasulullah bersabda:
« إِسْبَاغُ الْوُضُوءِ عَلَى
الْمَكَارِهِ وَكَثْرَةُ الْخُطَا إِلَى الْمَسَاجِدِ وَانْتِظَارُ الصَّلاَةِ
بَعْدَ الصَّلاَةِ فَذَلِكُمُ الرِّبَاطُ ». [صحيح مسلم]
“Menyempurnakan wudhu di waktu sulit, banyak
melangkah ke mesjid, dan menunggu salat setelah salat, maka itulah
sebenar-benarnya ikatan”. [Sahih Muslim]
f.
Mendapat do’a para malaikat
Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu
'anhuma; Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
«مَنْ بَاتَ طَاهِرًا بَاتَ فِي
شِعَارِهِ مَلَكٌ فَلَمْ يَسْتَيْقِظْ إِلَّا قَالَ الْمَلَكُ: اللَّهُمَّ اغْفِرْ
لِعَبْدِكَ فُلَانٍ، فَإِنَّهُ بَاتَ طَاهِرًا» [صحيح ابن حبان]
"Barangsiapa yang tidur
dalam keadaan suci, maka malaikat akan bersamanya di dalam pakaiannya. Dia
tidak akan bangun hingga malaikat berdo'a: "Ya Allah, ampunilah hambamu
si fulan karena sesungguhnya ia tidur dalam keadaan suci!" [Sahih Ibnu
Hibban]
Lihat: Keutamaan berwudhu
C. Penjelasan
ketiga.
Diantara
keutamaan bersiwak:
Dari Aisyah radhiyallahu 'anha,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
" عَشْرٌ مِنَ الْفِطْرَةِ:
قَصُّ الشَّارِبِ، وَإِعْفَاءُ اللِّحْيَةِ، وَالسِّوَاكُ، وَاسْتِنْشَاقُ الْمَاءِ،
وَقَصُّ الْأَظْفَارِ، وَغَسْلُ الْبَرَاجِمِ، وَنَتْفُ الْإِبِطِ، وَحَلْقُ الْعَانَةِ،
وَانْتِقَاصُ الْمَاءِ، والْمَضْمَضَةَ " [صحيح مسلم]
"Ada 10 sifat dasar
manusia (fitrah): Mencukur kumis, memanjangkan jenggot, sikat gigi, istinsyaaq
(membersihkan hidung dengan menghirup air), memotong kuku, mencuci persendian,
mencabut bulu ketiak, mencukur bulu kemaluan, cebok dengan air, dan
kumur-kumur". [Sahih Muslim]
Wallahu a’lam!
[1])
Lihat biografi 'Ashim bin Ubaidillah dalam
kitab: Adh-Dhu'afaa' Al-Kabiir karya Al-'Uqaily 3/333, Al-Majruhiin karya Ibnu
Hibban 2/127, Al-Kamil karya Ibnu 'Adiy 5/225, Adh-Dhu'afaa' karya Ibnu
Al-Jauziy 2/70, Miizaan Al-I'tidaal karya Adz-Dzahabiy 4/8, Taqriib At-Tahdziib
karya Ibnu Hajar hal.285.
[2]
Lihat biografi " Abdullah
bin Muhammad bin ‘Aqil " dalam kitab: Adh-Dhu'afaa' Al-Kabiir 2/298, Al-Jarh wa At-Ta'diil karya Ibnu Abi Hatim 5/153,
Al-Majruhiin 2/3, Al-Kaamil 5/205, Adh-Dhu'afaa'
karya Ibnu Al-Jauziy 2/140, Tahdziib Al-Kamaal karya Al-Mizziy 16/78, Miizaan
Al-I'tidaal 2/484, Taqriib At-Tahdziib hal.321.
[3]
Lihat biografi " Abdul
Wahab " dalam kitab: Adh-Dhu'afaa' karya An-Nasa'iy hal.208 ,
Adh-Dhu'afaa' Al-Kabiir 3/78, Al-Jarh wa At-Ta'diil 6/74, Al-Majruhiin 2/147, Al-Kaamil 6/541, Adh-Dhu'afaa' karya Abu Nu'aim hal.109 , Adh-Dhu'afaa' karya Ibnu
Al-Jauziy 2/157, Tahdziib Al-Kamaal 18/494, Miizaan Al-I'tidaal 2/679, Taqriib At-Tahdziib hal.368.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar anda adalah pelajaran berharga bagi saya ...