بسم
الله الرحمن الرحيم
A. Penjelasan pertama:
Imam
Bukhari rahimahullah berkata:
بَابُ المُبَاشَرَةِ لِلصَّائِمِ
“Bab:
Bercumbu (suami istri) bagi orang yang berpuasa”
Maksudnya:
Hukum mencumbu istri tanpa menggauli secara hakiki bagi orang yang sedang
berpuasa.
Dalam
bab ini Imam Bukhari menyebutkan satu atsar dari Aisyah radhiyallahu
'anha secara mu’allaq, satu hadits dari Aisyah juga secara muttashil,
kemudian menyebutkan atsar Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma dan Thawus yang menjelaskan makna “Irbah”.
وَقَالَتْ عَائِشَةُ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهَا: «يَحْرُمُ عَلَيْهِ فَرْجُهَا»
Dan ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata: “Haram baginya mendatangi
kemaluan istrinya”.
Atsar
ini diriwayatkan oleh Ath-Thahawiy -rahimahullah- dengan
sanad dan matan yang lengkap dalam kitabnya “Syarh Ma’aniy Al-Atsaar”
(2/95) no.3400:
عَنْ حَكِيمِ بْنِ عِقَالٍ، أَنَّهُ
قَالَ: سَأَلْتُ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا مَا يَحْرُمُ عَلَيَّ مِنَ
امْرَأَتِي وَأَنَا صَائِمٌ؟ قَالَتْ: «فَرْجُهَا»
Dari
Hakim bin ‘Iqaal, bahwasanya ia berkata: Aku bertanya kepada Aisyah radhiyallahu
‘anha tentang apa yang diharamkan bagiku dari istriku ketika aku sedang
berpuasa?
Aisyah
menjawab: “Kemaluannya”.
Ø Diriwayatkan juga oleh Abdurrazzaq
-rahimahullah- dalam
“Al-Mushannaf” (4/189) no.7439:
عَنْ مَسْرُوقٍ قَالَ: سَأَلْتُ
عَائِشَةَ مَا يَحِلُّ لِلرَّجُلِ مِنَ امْرَأَتِهِ صَائِمًا؟ قَالَتْ: «كُلُّ
شَيْءٍ إِلَّا الْجِمَاعَ»
Dari
Masruq, ia berkata: Aku bertanya kepada Aisyah tentang apa yang dihalalkan bagi
seorang suami terhadap istrinya ketika ia berpuasa?
Aisyah
menjawab: “Semuanya kecuali jimak (bersetubuh langsung).”
B.
Penjelasan kedua:
Hadits Aisyah radhiyallahu 'anha, diriwayatkan
oleh imam Bukhari -rahimahullah- secara
muttasil, Ia berkata:
1826 - حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ
حَرْبٍ، قَالَ: عَنْ شُعْبَةَ، عَنِ الحَكَمِ [بن عتيبة الكندي]، عَنْ
إِبْرَاهِيمَ [النخعي]، عَنِ الأَسْوَدِ [بن يزيد النخعي]، عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهَا، قَالَتْ: «كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُقَبِّلُ
وَيُبَاشِرُ وَهُوَ صَائِمٌ، وَكَانَ أَمْلَكَكُمْ لِإِرْبِهِ»
1826 - Telah
menceritakan kepada kami Sulaiman bin Harb berkata, Syu'bah, dari Al Hakam [bin
‘Utaibah Al-Kindiy] dari Ibrahim [An-Nakha’iy] dari Al Aswad [bin Yazid An-Nakha’iy],
dari 'Aisyah radhiyallahu 'anha berkata: "Nabi shallallahu
'alaihi wasallam mencium dan mencumbu (isteri-isteri Beliau) padahal Beliau
sedang berpuasa. Dan Beliau adalah orang yang paling mampu mengendalikan
nafsunya dibandingkan kalian".
Penjelasan singkat
hadits ini:
1.
Biografi Aisyah radhiyallahu
‘anha.
Lihat
di sini: Aisyah binti Abi Bakr dan keistimewaannya
2.
Hikmah poligami Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam.
Diantara
hikmah poligami yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
adalah agar para istri beliau bisa menyampaikan kepada umatnya perihal
kehidupan rumah tangga beliau yang tidak bisa dipantau kecuali oleh mereka.
3.
Kekuatan dalam berhubungan
suami-istri adalah sifat sempurna bagi laki-laki.
Qatadah
-rahimahullah- berkata, telah menceritakan kepada kami Anas bin Malik
radhiyallahu 'anhu berkata,:
«كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدُورُ عَلَى نِسَائِهِ فِي السَّاعَةِ الوَاحِدَةِ،
مِنَ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ، وَهُنَّ إِحْدَى عَشْرَةَ» قَالَ: قُلْتُ لِأَنَسٍ:
أَوَكَانَ يُطِيقُهُ؟ قَالَ: «كُنَّا نَتَحَدَّثُ أَنَّهُ أُعْطِيَ قُوَّةَ
ثَلاَثِينَ»
"Adalah
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mendatangi isterinya pada waktu yang
sama di malam hari atau siang hari, saat itu jumlah isteri-isteri Beliau
sebelas orang".
Aku
bertanya kepada Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu: "Apakah Beliau
mampu?".
Jawabnya:
"Beliau diberikan kekuatan setara tiga puluh lelaki".
Dalam
riwayat lain;
Dari
Qatadah bahwa Anas radhiyallahu 'anhu menerangkan kepada mereka bahwa
jumlah isteri-isteri Beliau shallallahu 'alaihi wasallam saat itu
sembilan orang". [Shahih Bukhari]
Ø Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata:
" قَالَ سُلَيْمَانُ
بْنُ دَاوُدَ عَلَيْهِمَا السَّلاَمُ: لَأَطُوفَنَّ اللَّيْلَةَ بِمِائَةِ
امْرَأَةٍ، تَلِدُ كُلُّ امْرَأَةٍ غُلاَمًا يُقَاتِلُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ،
فَقَالَ لَهُ المَلَكُ: قُلْ إِنْ شَاءَ اللَّهُ، فَلَمْ يَقُلْ وَنَسِيَ،
فَأَطَافَ بِهِنَّ، وَلَمْ تَلِدْ مِنْهُنَّ إِلَّا امْرَأَةٌ نِصْفَ إِنْسَانٍ
" قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " لَوْ قَالَ: إِنْ
شَاءَ اللَّهُ لَمْ يَحْنَثْ، وَكَانَ أَرْجَى لِحَاجَتِهِ "
Sulaiman
bin Dawud 'Alaihimas Salam berkata, "Pada malam ini, aku
benar-benar akan menggilir seratus orang isteri, sehingga setiap wanita akan
melahirkan seorang anak yang berjihad di jalan Allah."
Lalu
Malaikat pun berkata padanya, "Katakanlah Insya Allah."
Namun
ternyata ia tidak mengatakannya dan lupa. Kemudian ia pun menggilir pada malam
itu, namun tak seorang pun dari mereka yang melahirkan, kecuali seorang wanita
yang berbentuk setengah manusia.
Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sekiranya ia mengatakan
Insya Allah niscaya ia tidak akan membatalkan sumpahnya, dan juga hajatnya akan
terkabulkan." [Shahih Bukhari]
Ø Dari Anas radhiyallahu
'anhu; Nabi Shallallahu 'alaihi wa Salam bersabda:
«يُعْطَى المُؤْمِنُ فِي
الجَنَّةِ قُوَّةَ كَذَا وَكَذَا مِنَ الجِمَاعِ»
"Orang
beriman kelak di syurga diberi kekuatan bersetubuh seperti ini dan seperti ini,
"
Ada
yang bertanya: Wahai Rasulullah apakah mampu seperti itu?
Beliau
menjawab:
«يُعْطَى قُوَّةَ
مِائَةٍ»
"Mereka
diberi kekuatan jima' sampai seratus kali lipat." [Sunan Tirmidziy:
Hasan]
Ø Zaid bin Arqam radhiyallahu 'anhu berkata; Seorang
Yahudi mendatangi Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan bertanya,
"Wahai Abu Qasim, bukankah Anda telah berdalih bahwa penghuni surga makan
dan minum di dalamnya?"
Kemudian
laki-laki itu berkata kepada temannya, "Jika ia menetapkan hal ini, maka
saya akan membantahnya."
Maka
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menjawab:
«بَلَى وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ،
إِنَّ أَحَدَهُمْ لَيُعْطَى قُوَّةَ مِائَةِ رَجُلٍ فِي الْمَطْعَمِ وَالْمَشْرَبِ
وَالشَّهْوَةِ وَالْجِمَاعِ»
"Ya,
demi Dzat yang jiwaku berada di Tangan-Nya, salah seorang dari mereka
benar-benar akan diberi kekuatan seratus laki-laki, yakni dalam makanan,
minuman, syahwat dan jima'."
Orang
Yahudi itu bertanya, "Maka yang makan dan minum, mestinya akan memiliki
hajat (buang air)."
Maka
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
«حَاجَةُ أَحَدِهِمْ
عَرَقٌ يَفِيضُ مِنْ جُلُودِهِمْ مِثْلُ رِيحِ الْمِسْكِ، فَإِذَا الْبَطْنُ قَدْ
ضَمُرَ»
"Hajat
salah seorang dari mereka adalah keringat yang keluar dari kulit-kulit mereka
yang wanginya seharum Misk, dan perut pun mengecil kembali." [Musnad
Ahmad: Shahih]
4.
Allah menganugrahkan kepada Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam kecintaan kepada wanita.
Anas radhiyallahu ‘anhu berkata; "Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda:
«حُبِّبَ إِلَيَّ مِنَ
الدُّنْيَا النِّسَاءُ وَالطِّيبُ، وَجُعِلَ قُرَّةُ عَيْنِي فِي الصَّلَاةِ»
"Dijadikan
kesenanganku dari dunia ada pada wanita dan minyak wangi, dan dijadikan
penyejuk hatiku ada dalam shalat." [Sunan An-Nasa’iy: Shahih]
5.
Kekuatan Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam menahan nafsunya.
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam telah diberi oleh Allah -subhanahu wata’aalaa-
kekuatan berhubungan intim dengan wanita dengan kekuatan 30 laki-laki, bahkan
ada yang mengatakan 40 laki-laki penduduk surga yang setara dengan 4000
kekuatan laki-laki dunia.
Namun
demikian, beliau hanya mencukupkan 11 atau 9 istri saja. Wallahu a’lam!
6.
Boleh mencumbu istri ketika puasa
dengan menjauhi kelaminnya bagi yang mampu menahan diri.
Al-Aswad
bin Yazid -rahimahullah- berkata;
قُلْتُ لِعَائِشَةَ: أَيُبَاشِرُ
الصَّائِمُ، يَعْنِي امْرَأَتَهُ،؟ قَالَتْ: " لَا "، قُلْتُ: أَلَيْسَ
رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، كَانَ يُبَاشِرُ وَهُوَ صَائِمٌ؟
قَالَتْ: " كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ،
أَمْلَكَكُمْ لِإِرْبِهِ "
"Saya
bertanya kepada Aisyah -radhiyallahu ‘anha-; Apakah orang yang
berpuasa boleh mencumbui istrinya?"
Dia
(Aisyah) radhiyallahu 'anha menjawab; Tidak boleh.
Saya
berkata; "Bukankah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah
mencium (istrinya) sedang beliau dalam keadaan berpuasa?"
Dia
(Aisyah) Berkata; "Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
adalah orang yang paling dapat menahan nafsunya di antara kalian." [Musnad
Ahmad: Shahih]
Ø Dari Sa’id bin
Jubair -rahimahullah-:
أَنَّ رَجُلًا قَالَ لِابْنِ عَبَّاسٍ:
إنِّي تَزَوَّجْت ابْنَةَ عَمٍّ لِي جَمِيلَةً، فَبَنَيْتُ بِهَا فِي رَمَضَانَ:
فَهَلْ لِي إلَى قُبْلَتِهَا مِنْ سَبِيلٍ؟ فَقَالَ لَهُ ابْنُ عَبَّاسٍ: هَلْ
تَمْلِكُ نَفْسَكَ؟ قَالَ: نَعَمْ، قَالَ: قَبِّلْ، قَالَ: فَبِأَبِي أَنْتَ
وَأُمِّي: هَلْ إلَى مُبَاشَرَتِهَا مِنْ سَبِيلٍ؟ قَالَ: هَلْ تَمْلِكُ نَفْسَكَ؟
قَالَ: نَعَمْ، قَالَ: فَبَاشِرْهَا، قَالَ: فَهَلْ لِي إلَى أَنْ أَضْرِبَ
بِيَدِي عَلَى فَرْجِهَا مِنْ سَبِيلٍ؟ قَالَ: وَهَلْ تَمْلِكُ نَفْسَكَ؟ قَالَ:
نَعَمْ، قَالَ: اضْرِبْ
Seorang
laki-laki bertanya kepada Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma: Aku
telah menikahi putri pamanku yang cantik, maka aku mulai serumah denganya di
bulan Ramadhan, apakah boleh bagi saya menciumnya?
Ibnu
Abbas bertanya kepadanya: Apakah kamu mampu menahan diri?
Ia
menjawab: Iya.
Ibnu
Abbas berkata: Ciumlah!
Ia
bertanya lagi: Apakah boleh bagi saya mencumbuinya?
Ibnu
Abbas bertanya kepadanya: Apakah kamu mampu menahan diri?
Ia
menjawab: Iya.
Ibnu
Abbas berkata: Cumbuilah!
Ia
bertanya lagi: Apakah boleh bagi saya memegang kemaluannya?
Ibnu
Abbas bertanya kepadanya: Apakah kamu mampu menahan diri?
Ia
menjawab: Iya.
Ibnu
Abbas berkata: Peganglah! [Al-Muhalla karya Ibnu Hazm: Shahih]
Ø Sa’ad bin Abi
Waqqash radhiyallahu
'anha ditanya: Apakah engkau mencium istrimu ketika berpuasa?
Sa’ad
menjawab:
نَعَمْ وَأَقْبِضُ عَلَى مَتَاعِهَا.
“Iya,
dan aku memegang kemaluannya”. [Al-Muhalla karya Ibnu Hazm: Shahih]
Ø Dari ‘Amru bin
Syuraih -rahimahullah-;
«أَنَّ ابْنَ مَسْعُودٍ
كَانَ يُبَاشِرُ امْرَأَتَهُ بِنِصْفِ النَّهَارِ، وَهُوَ صَائِمٌ»
“Bahwasanya
Ibnu Mas’ud -radhiyallahu 'anhu- mencumbui istrinya di
pertengahan hari saat ia sedang berpuasa”. [Mushannaf ‘Abdurrazaq: Shahih]
7.
Jika mencumbu istri menyebabkan
keluarnya air mani, maka puasanya batal.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu
'anhu; Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
" يَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: الصَّوْمُ لِي وَأَنَا
أَجْزِي بِهِ، يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَأَكْلَهُ وَشُرْبَهُ مِنْ أَجْلِي ". [صحيح البخاري ومسلم]
Allah 'azza wa jalla berfirman: “Puasa
adalah untukku, dan Aku yang akan memberikan ganjarannya langsung. Meninggalkan
syahwatnya, makan dan minumnya demi Aku”. [Sahih Bukhari dan Muslim]
Lihat: Penjelasan singkat kitab Ash-Shaum dari Sahih Bukhari; Bab (2) Keutamaan puasa
Lihat: Penjelasan singkat kitab Ash-Shaum dari Sahih Bukhari; Bab (2) Keutamaan puasa
8.
Menutupi bagian kemaluan istri untuk
lebih aman.
Dari
Aisyah radhiyallahu 'anha:
«أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُبَاشِرُ وَهُوَ صَائِمٌ، ثُمَّ يَجْعَلُ
بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا ثَوْبًا، يَعْنِي الْفَرْجَ»
Bahwa
Rasulullah shallallallahu'alaihiwasallam pernah mencumbuinya sedang
beliau dalam keadaan berpuasa. Kemudian beliau meletakkan sebuah kain antara
dirinya dengannya, yaitu kemaluan." [Musnad Ahmad: Shahih]
C.
Penjelasan
ketiga.
Setelah
meriwayatkan hadits Aisyah, imam Bukhari -rahimahullah- menyebutkan
dua atsar yang menjelaskan makna kata “irbah”.
Yang pertama: Atsar
Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma.
Imam
Bukhari -rahimahullah- berkata:
وَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ {مَآرِبُ} [طه: 18]: «حَاجَةٌ»
Dan Ibnu 'Abbas -radhiyallahu 'anhuma- berkata: {keperluan} [Thaha: 18], artinya hajat.
Atsar
ini diriwayatkan secara lengkap oleh Ath-Thabariy -rahimahullah- dalam
tafsirnya 16/45:
عَنْ عَلِيٍّ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ،
قَوْلُهُ {وَلِيَ فِيهَا مَآرِبُ أُخْرَى} [طه:
18] يَقُولُ:
حَاجَةٌ أُخْرَى
Dari
‘Ali bin Abi Thalhah, dari Ibnu ‘Abbas, tentang firman Allah: {dan bagiku
ada lagi keperluan yang lain padanya} [Thaha: 18], Ibnu Abbas berkata:
“Maksudnya kebutuhan yang lain”.
Dalam
riwayat lain:
Diriwayatkan
oleh Ath-Thabariy -rahimahullah- dalam tafsirnya 16/45:
عَنْ عِكْرِمَةَ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ،
فِي قَوْلِهِ: {وَلِيَ فِيهَا مَآرِبُ أُخْرَى} [طه:
18] قَالَ:
حَوَائِجُ أُخْرَى قَدْ عَلِمْتَهَا
Dari
‘Ikrimah, dari Ibnu ‘Abbas, tentang firman Allah: {dan bagiku ada lagi
keperluan yang lain padanya} [Thaha: 18], Ibnu Abbas berkata: “Maksudnya
kebutuhan-kebutuhan lain yang telah Engkau ketahui”.
Allah
subhanahu wata’aalaa berfirman:
{وَمَا تِلْكَ
بِيَمِينِكَ يَامُوسَى (17) قَالَ هِيَ عَصَايَ أَتَوَكَّأُ عَلَيْهَا وَأَهُشُّ
بِهَا عَلَى غَنَمِي وَلِيَ فِيهَا مَآرِبُ أُخْرَى}
[طه: 17، 18]
Apakah
itu yang di tangan kananmu, hai Musa? Berkata Musa: "Ini adalah tongkatku,
aku bertelekan padanya, dan aku pukul (daun) dengannya untuk kambingku, dan bagiku ada lagi keperluan yang lain padanya". [Thaahaa: 17-18]
Yang kedua: Atsar Thawus
bin Kaisan, Abu Abdirrahman Al-Yamaniy (w.106H) rahimahullah.
Imam
Bukhari -rahimahullah- berkata:
قَالَ طَاوُسٌ: {غَيْرِ أُولِي
الإِرْبَةِ} [النور: 31]: «الأَحْمَقُ لاَ حَاجَةَ لَهُ فِي
النِّسَاءِ»
Thawus -rahimahullah- berkata: {yang tidak
mempunyai keinginan} [An-Nuur: 31], artinya: Orang
lugu yang tidak punya nafsu terhadap wanita.
Atsar
ini diriwayatkan secara lengkap oleh Abdurrazaq -rahimahullah- dalam
tafsirnya 2/436 no.2032:
عَنِ ابْنِ طَاوُسٍ، عَنْ أَبِيهِ فِي
قَوْلِهِ تَعَالَى: {غَيْرِ أُولِي الْإِرْبَةِ} [النور:
31]،
قَالَ: «هُوَ الْأَحْمَقُ الَّذِي لَيْسَ لَهُ فِي النِّسَاءِ حَاجَةٌ وَلَا
أَرَبٌ»
Dari
Ibnu Thawus [Abdullah], dari bapaknya, tentang firman Allah ta’aalaa {yang
tidak mempunyai keinginan}, Thawus berkata: “Maksudnya adalah orang yang
lugu yang tidak punya keperluan dan nafsu terhadap wanita”.
Allah
subhanahu wata’aalaa berfirman:
{وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ
يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ
زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى
جُيُوبِهِنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ
آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ
بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي
أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ
التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ
الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاءِ وَلَا يَضْرِبْنَ
بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ وَتُوبُوا إِلَى
اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ} [النور: 31]
Katakanlah
kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan
kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang
(biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung
kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka,
atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau
putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau
putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan
mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau
pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau
anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka
memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan
bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya
kamu beruntung. [An-Nuur:
31]
Wallahu
a’lam!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar anda adalah pelajaran berharga bagi saya ...