Selasa, 13 Oktober 2020

Kitab Ilmu bab 7; Metode “munawalah” dan surat ahli ilmu menyampaikan ilmu ke berbagai negri

 بسم الله الرحمن الرحيم

Imam Bukhari -rahimahullah- berkata:

بَابُ مَا يُذْكَرُ فِي المُنَاوَلَةِ، وَكِتَابِ أَهْلِ العِلْمِ بِالعِلْمِ إِلَى البُلْدَانِ

“Bab: Metode munawalah dan surat para ahli ilmu menyampaikan ilmu ke berbargai negri”

Dalam bab ini, Imam Bukhari menjelaskan tentang hukum metode munawalah (menyerahkan periwayatan) dan surat menyurat antara sesama ulama dalam menyampaikan atau menerima hadits.

Imam Bukhari berpendapat bahwa metode ini dibolehkan dengan menyebutkan beberapa atsar dan hadits yang menunjukkan hal itu.

Imam Bukhari -rahimahullah- berkata:

وَقَالَ أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ: نَسَخَ عُثْمَانُ بْنُ عَفَّانَ المَصَاحِفَ فَبَعَثَ بِهَا إِلَى الآفَاقِ، وَرَأَى عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ، وَيَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ، وَمَالِكُ بْنُ أَنَسٍ ذَلِكَ جَائِزًا. وَاحْتَجَّ بَعْضُ أَهْلِ الحِجَازِ فِي المُنَاوَلَةِ بِحَدِيثِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَيْثُ كَتَبَ لِأَمِيرِ السَّرِيَّةِ كِتَابًا وَقَالَ: «لاَ تَقْرَأْهُ حَتَّى تَبْلُغَ مَكَانَ كَذَا وَكَذَا». فَلَمَّا بَلَغَ ذَلِكَ المَكَانَ قَرَأَهُ عَلَى النَّاسِ، وَأَخْبَرَهُمْ بِأَمْرِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

“Dan Anas bin Malik berkata: Utsman bin ‘Affan memperbanyak jumlah mushaf kemudian mengirimnya ke berbagai penjuru. Dan Abdullah bin ‘Umar, Yahya bin Sa’id, dan Malik bin Anas berpendapat bahwa hal itu boleh. Dan Sebagian ulama penduduk Hijaz berdalil akan kebolehan metode munawalah dengan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ketika menulis surat kepada pemimpin prajurit perang dan bersabda: “Jangan engkau mambacanya sampai engakau tiba di tempat ini dan itu”. Maka ketika ia sampai ke tempat itu, ia membacakannya kepada manusia, dan memberitakan kepada mereka tentang perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.

Takhrij atsar dan hadits mu’allaq:

a)      Atsar Utsman bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu.

Diriwayatkan oleh Imam Bukhari -rahimahullah- dalam “Ash-Shahih”, Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata:

أَنَّ حُذَيْفَةَ بْنَ اليَمَانِ قَدِمَ عَلَى عُثْمَانَ وَكَانَ يُغَازِي أَهْلَ الشَّأْمِ فِي فَتْحِ أَرْمِينِيَةَ، وَأَذْرَبِيجَانَ مَعَ أَهْلِ العِرَاقِ، فَأَفْزَعَ حُذَيْفَةَ اخْتِلاَفُهُمْ فِي القِرَاءَةِ، فَقَالَ حُذَيْفَةُ لِعُثْمَانَ: يَا أَمِيرَ المُؤْمِنِينَ، أَدْرِكْ هَذِهِ الأُمَّةَ، قَبْلَ أَنْ يَخْتَلِفُوا فِي الكِتَابِ اخْتِلاَفَ اليَهُودِ وَالنَّصَارَى، فَأَرْسَلَ عُثْمَانُ إِلَى حَفْصَةَ: «أَنْ أَرْسِلِي إِلَيْنَا بِالصُّحُفِ نَنْسَخُهَا فِي المَصَاحِفِ، ثُمَّ نَرُدُّهَا إِلَيْكِ»، فَأَرْسَلَتْ بِهَا حَفْصَةُ إِلَى عُثْمَانَ، فَأَمَرَ زَيْدَ بْنَ ثَابِتٍ، وَعَبْدَ اللَّهِ بْنَ الزُّبَيْرِ، وَسَعِيدَ بْنَ العَاصِ، وَعَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ الحَارِثِ بْنِ هِشَامٍ فَنَسَخُوهَا فِي المَصَاحِفِ، وَقَالَ عُثْمَانُ لِلرَّهْطِ القُرَشِيِّينَ الثَّلاَثَةِ: «إِذَا اخْتَلَفْتُمْ أَنْتُمْ وَزَيْدُ بْنُ ثَابِتٍ فِي شَيْءٍ مِنَ القُرْآنِ فَاكْتُبُوهُ بِلِسَانِ قُرَيْشٍ، فَإِنَّمَا نَزَلَ بِلِسَانِهِمْ» فَفَعَلُوا حَتَّى إِذَا نَسَخُوا الصُّحُفَ فِي المَصَاحِفِ، رَدَّ عُثْمَانُ الصُّحُفَ إِلَى حَفْصَةَ، وَأَرْسَلَ إِلَى كُلِّ أُفُقٍ بِمُصْحَفٍ مِمَّا نَسَخُوا، وَأَمَرَ بِمَا سِوَاهُ مِنَ القُرْآنِ فِي كُلِّ صَحِيفَةٍ أَوْ مُصْحَفٍ، أَنْ يُحْرَقَ [صحيح البخاري]

Hudzaifah bin Al-Yamani datang kepada Utsman setelah sebelumnya memerangi Ahlus Syam yakni pada saat penaklukan Armenia dan Azerbaijan bersama penduduk Irak. Dan ternyata perselisihan mereka dalam Qira`ah mengejutkan Hudzaifah. Maka Hudzaifah pun berkata kepada Utsman, "Rangkullah umat ini sebelum mereka berselisih tentang Al-Qur'an sebagaimana perselisihan yang telah terjadi pada kaum Yahudi dan Nasrani." Akhirnya, Utsman mengirim surat kepada Hafshah yang berisikan, "Tolong, kirimkanlah lembaran Al-Qur'an kepada kami, agar kami dapat segera menyalinnya ke dalam lembaran yang lain, lalu kami akan segera mengembalikannya pada Anda." Maka Hafshah pun mengirimkannya kepada Utsman. Lalu Utsman memerintahkan kepada Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Sa'id bin Al-Ash dan Abdurrahman bin Al-Harits bin Hisyam, sehingga mereka pun menyalinnya ke dalam lembaran shuhuf yang lain. Utsman berkata kepada tiga orang Quraisy dari mereka, "Jika kalian berselisih dengan Zaid bin Tsabit terkait dengan Al-Qur'an, maka tulislah dengan bahasa Quraisy, sebab Al-Qur'an turun dengan bahasa mereka." Kemudian mereka mengindahkan perintah itu hingga penyalinan selesai dan Utsman pun mengembalikannya ke Hafshah. Setelah itu, Utsman mengirimkan sejumlah Shuhuf yang telah disalin ke berbagai penjuru negeri kaum muslimin, dan memerintahkan untuk membakar Al-Qur'an yang terdapat pada selain Shuhuf tersebut.

b)     Atsar Abdullah bin ‘Umar atau Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhum.

Diriwayatkan oleh Abu Al-Qasim bin Mandah -rahimahullah- dalam kitabnya “Al-Washiyah” -sebagaimana disebutkan oleh AL-Hafidz Ibnu Hajar- melalui jalur Al-Bukhari dengan sanadnya yang shahih kepada Abu Abdirrahman Al-Hubuliy, bahwasanya ia mendatangai Abdullah dengan membawa kitab yang berisi beberapa hadits dan berkata:

«انْظُرْ فِي هَذَا الْكِتَابِ فَمَا عَرَفْتَ مِنْهُ اتْرُكْهُ وَمَا لَمْ تَعْرِفْهُ امْحُهُ»

“Perhatikan isi kitab ini, apa yang engkau kenali darinya maka biarkan tetap ada dan apa yang engkau tidak kenali maka hapuslah”.

Al-Hafidz Ibnu Hajar -rahimahullah- berkata:

وَعَبْدُ اللَّهِ يُحْتَمَلُ أَنْ يَكُونَ هُوَ بن عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ فَإِنَّ الْحُبُلِيَّ سَمِعَ مِنْهُ وَيحْتَمل أَن يكون بن عَمْرو بن العَاصِي فَإِنَّ الْحُبُلِيَّ مَشْهُورٌ بِالرِّوَايَةِ عَنْهُ [فتح الباري لابن حجر (1/ 154)]

“Dan Abdullah (yang dimaksud dalam riwayat tersebut) kemungkinan ia adalah Ibnu Umar bin Al-Khathab, karena Al-Hubuliy pernah mendengarkan hadits darinya, dan ada kemungkinan ia adalah Ibnu ‘Amr bin Al-‘Ash karena Al-Hubuliy terkenal meriwayatkan hadits darinya”. [Fathul Bari karya Ibnu Hajar 1/154]

c)      Atsar Yahya bin Sa’id dan Malik bin Anas rahimahullah.

Diriwayatkan oleh Al-Hakim -rahimahullah- dalam kitabnya “Ma’rifah ‘Ulumul Hadits”, dari Malik bin Anas ia berkata:

قَالَ لِي يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ الْأَنْصَارِيُّ لَمَّا أَرَادَ الْخُرُوجَ إِلَى الْعِرَاقِ: " الْتَقِطْ لِي مِائَةَ حَدِيثٍ مِنْ حَدِيثِ ابْنِ شِهَابٍ حَتَّى أَرْوِيَهَا عَنْكَ عَنْهُ، قَالَ مَالِكٌ: فَكَتَبْتُهَا، ثُمَّ بَعَثْتُ بِهَا إِلَيْهِ، فَقِيلَ لِمَالِكٍ: أَسَمِعَهَا مِنْكَ؟ قَالَ: هُوَ أَفْقَهُ مِنْ ذَلِكَ "

“Yahya bin Sa’id Al-Anshariy berkata kepadaku ketika hendak keluar menuju Irak: Pilihkan untukku seratus hadits dari hadits Ibnu Syihab agar aku bisa meriwayatkannya darimu darinya. Malik berkata: Maka aku menuliskannya, kemudian aku kirim kepadanya. Maka dikatakan kepada Malik: Apakah ia mendengarkan hadits-hadits tersebut darimu? Malik menjawab: Ia lebih paham hal itu.”

Ø  Diriwayatkan juga ole Ar-Ramahurmuziy -rahimahullah- dalam kitabnya “Al-Muhadditsul Fashil” hal.437, Dari Isma’il bin Abi Uwais, ia berkata:

سَأَلْتُ مَالِكًا عَنْ أَصَحِّ السَّمَاعِ، فَقَالَ: " قِرَاءَتُكَ عَلَى الْعَالِمِ - أَوْ قَالَ الْمُحَدِّثِ -، ثُمَّ قِرَاءَةُ الْمُحَدِّثِ عَلَيْكَ، ثُمَّ أَنْ يَدْفَعَ إِلَيْكَ كِتَابَهُ، فَيَقُولُ: ارْوِ هَذَا عَنِّي قَالَ: فَقُلْتُ لِمَالِكٍ: أَقْرَأُ عَلَيْكَ وَأَقُولُ حَدَّثَنِي؟ قَالَ: أَوَ لَمْ يَقُلِ ابْنُ عَبَّاسٍ: أَقْرَأَنِي أُبَيُّ بْنُ كَعْبٍ، وَإِنَّمَا قَرَأَ عَلَى أُبَيٍّ "

“Aku bertanya kepada Malik tentang penerimaan hadits yang paling shahih, maka ia menjawab: Bacaan kepada seorang alim -atau ia berkata: ahli hadits-, kemudian bacaan ahli hadits kepadamu, kemudian ia menyerahkan kitabnya kepadamu dan mengatakan: Riwayatkanlah kitab ini dariku. Ia berkata: Maka aku bertanya kepada Malik: Aku membacakannya kepadamu atau aku berkata ia menyampaikannya kepadaku? Malik menjawab: Bukankah Ibnu ‘Abbas berkata: Ubay bin Ka’b membacakannya kepadaku, padalah ia membacakan kepada Ubay?”

d)     Hadits surat Nabi kepada pemimpin prajurit.

Jundub bin Abdillah Al-Bajaliy radhiyallahu 'anhu berkata:

أن النَّبِيّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعَثَ رَهْطًا وَبَعَثَ عَلَيْهِمْ أَبَا عُبَيْدَةَ بْنَ الْجَرَّاحِ أَوْ عُبَيْدَةَ، فَلَمَّا ذَهَبَ لِيَنْطَلِقَ بَكَى صُبَابَة إِلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَجَلَسَ فَبَعَثَ عَلَيْهِمْ عَبْدَ اللهِ بْنَ جَحْشٍ مَكَانَهُ، وَكَتَبَ لَهُ كِتَابًا وَأَمَرَهُ أَنْ لَا يَقْرَأَ الْكِتَابَ حَتَّى يَبْلُغَ مَكَانَ كَذَا وَكَذَا، وَقَالَ: «لَا تُكْرِهَنَّ أَحَدًا مِنْ أَصْحَابِكَ عَلَى الْمَسِيرِ مَعَكَ»، فَلَمَّا قَرَأَ الْكِتَابَ اسْتَرْجَعَ ثُمَّ قَالَ: سَمْعٌ وَطَاعَةٌ لِلَّهِ وَرَسُولِهِ، فَخَبَّرَهُمُ الْخَبَرَ وَقَرَأَ عَلَيْهِمُ الْكِتَابَ، فَرَجَعَ رَجُلَانِ وَمَضَى بَقِيَّتُهُمْ، فَلَقُوا ابْنَ الْحَضْرَمِيِّ فَقَتَلُوهُ، وَلَمْ يَدْرُوا أَنَّ ذَلِكَ الْيَوْمَ مِنْ رَجَبٍ أَوْ جُمَادَى، فَقَالَ الْمُشْرِكُونَ لِلْمُسْلِمِينَ: قَتَلْتُمْ فِي الشَّهْرِ الْحَرَامِ! فَأَنْزَلَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ: {يَسْأَلُونَكَ عَنِ الشَّهْرِ الْحَرَامِ قِتَالٍ فِيهِ} [البقرة: 217] الْآيَةَ، فَقَالَ بَعْضُهُمْ: إِنْ لَمْ يَكُونُوا أَصَابُوا وِزْرًا فَلَيْسَ لَهُمْ أَجْرٌ فَأَنْزَلَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ: {إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ هَاجَرُوا وَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللهِ أُولَئِكَ يَرْجُونَ رَحْمَةَ اللهِ وَاللهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ} [المعجم الكبير للطبراني: حسنه ابن حجر]

Bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengutus beberapa orang, kemudian mengutus Abu 'Ubaidah bin Al-Jarrah atau 'Ubaidah kepada mereka. Ketika hendak berangkat ia menangis penuh cinta kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, maka ia duduk lalu beliau mengutus Abdullah bin Jahsy kepada mereka sebagai gantinya. Dan beliau menulis surat untuknya dan memerintahkannya untuk tidak membacanya sampai tiba di tempat ini dan itu, dan beliau bersabda: "Jangan engkau memaksa seseorang dari sahabatmu untuk berangkat bersamamu". Ketika ia membaca surat tersebut, ia mengucapkan lafadz "innaalillahi wa innaa ilaihi raji'un” kemudian berkata: “Kami mendengar dan ta'at kepada Allah dan RasulNya”, lalu ia menyampaikan kabar tersebut dan membacakan kepada mereka surat Nabi. Maka dua orang kembali dan yang lainnya tetap berlalu. Kemudian mereka bertemu dengan Ibnu Al-Hadhramiy dan mereka membunuhnya dan mereka tidak mengetahui bahwa hari itu adalah bulan Rajab atau Jumadil Akhir. Maka orang musyrik berkata kepada orang Islam: “Kalian membunuhnya di bulan Haram (suci)”. Maka Allah 'azza wajalla menurunkan firmanNya: {Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram} [Al-Baqarah:217] Lalu sebagian mereka berkata: “Jika mereka tidak mendapatkan dosa maka mereka tidak mendapatkan pahala”. Maka Allah 'azza wajalla menurunkan firmanNya: {Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang} [Al-Baqarah: 218] [Al-Mu'jam Al-Kabiir karya Ath-Thabaraniy: Dihasankan oleh Ibnu Hajar]

Kemudian imam Bukhari menyebutkan dua hadits dengan sanad bersambung yang juga menunjukkan bolehnya metode munawalah dan surat menyurat, yaitu hadits Ibnu ‘Abbas dan Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhuma.

Hadits Pertama: Hadits Ibnu ‘Abbas.

Imam Bukhari rahimahullah berkata:

64 - حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ، قَالَ: حَدَّثَنِي إِبْرَاهِيمُ بْنُ سَعْدٍ، عَنْ صَالِحٍ [بن كيسان]، عَنِ ابْنِ شِهَابٍ، عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُتْبَةَ بْنِ مَسْعُودٍ، أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَبَّاسٍ أَخْبَرَهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: بَعَثَ بِكِتَابِهِ رَجُلًا وَأَمَرَهُ أَنْ يَدْفَعَهُ إِلَى عَظِيمِ البَحْرَيْنِ، فَدَفَعَهُ عَظِيمُ البَحْرَيْنِ إِلَى كِسْرَى، فَلَمَّا قَرَأَهُ مَزَّقَهُ فَحَسِبْتُ أَنَّ ابْنَ المُسَيِّبِ قَالَ: فَدَعَا عَلَيْهِمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ «أَنْ يُمَزَّقُوا كُلَّ مُمَزَّقٍ»

Telah menceritakan kepada kami Isma'il bin Abdullah, ia berkata: Telah menceritakan kepadaku Ibrahim bin Sa'd, dari Shalih [bin Kaisan], dari Ibnu Syihab, dari Ubaidullah bin Abdullah bin Utbah bin Mas'ud; Bahwa Abdullah bin 'Abbas telah mengabarkannya; Bahwa Nabi telah mengutus seseorang dengan membawa surat dan memerintahkan kepadanya untuk memberikan surat tersebut kepada Pemimpin Bahrain. Lalu Pemimpin Bahrain itu memberikannya kepada Kisra. Tatkala dibaca, surat itu dirobeknya.

(Ibnu Syihab berkata:) Aku mengira Ibnu Musayyab berkata; Lalu Rasulullah berdoa agar mereka (kekuasaannya) dirobek-robek sehancur-hancurnya.

Penjelasan singkat hadits ini:

1.      Biografi Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma.

Lihat di sini: Keistimewaan Abdullah bin ‘Abbas

2.      Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengirim surat kepada para raja dan pemimpin untuk mengajak mereka memeluk Islam setelah perjanjian Hudaibiyah akhir tahun 6 atau awal tahun 7 hijriyah.

3.      Diantara raja yang dikirimi surat adalah Kisra raja Persia.

4.      Boleh mendo’akan keburukan untuk orang yang berbuat dzalim.

Allah subhanahu wa ta'aalaa berfirman:

{لَا يُحِبُّ اللَّهُ الْجَهْرَ بِالسُّوءِ مِنَ الْقَوْلِ إِلَّا مَنْ ظُلِمَ وَكَانَ اللَّهُ سَمِيعًا عَلِيمًا} [النساء: 148]

Allah tidak menyukai ucapan buruk, (yang diucapkan) dengan terus terang kecuali oleh orang yang dianiaya. Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui. [An-Nisaa':148]

5.      Balasan sesuai dengan perbuatan.

Dari Usamah bin Zaid radhiyallahu 'anhuma; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

«إِنَّمَا يَرْحَمُ اللَّهُ مِنْ عِبَادِهِ الرُّحَمَاءَ»

"Sesungguhnya Allah akan merahmati di antara hamba-hambaNya mereka yang saling berkasih sayang". [Shahih Bukhari dan Muslim]

6.      Bahaya menyelisihi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.

Allah subhanahu wa ta'aalaa berfirman:

{فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ} [النور: 63]

Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih. [An-Nuur:63]

Hadits Kedua: Hadits Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu.

Imam Bukhari rahimahullah berkata:

65 - حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مُقَاتِلٍ أَبُو الحَسَنِ المَرْوَزِيُّ، أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ [بن المبارك]، قَالَ: أَخْبَرَنَا شُعْبَةُ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، قَالَ: كَتَبَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كِتَابًا - أَوْ أَرَادَ أَنْ يَكْتُبَ - فَقِيلَ لَهُ: إِنَّهُمْ لاَ يَقْرَءُونَ كِتَابًا إِلَّا مَخْتُومًا، فَاتَّخَذَ خَاتَمًا مِنْ فِضَّةٍ، نَقْشُهُ: مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ، كَأَنِّي أَنْظُرُ إِلَى بَيَاضِهِ فِي يَدِهِ.

فَقُلْتُ لِقَتَادَةَ مَنْ قَالَ: نَقْشُهُ مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ؟ قَالَ: أَنَسٌ .

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Muqotil Abu Al-Hasan Al-Marwaziy, ia berkata: Telah mengabarkan kepada kami Abdullah [bin Al-Mubarak], ia berkata: Telah mengabarkan kepada kami Syu'bah, dari Qotadah, dari Anas bin Malik, ia berkata: Nabi menulis surat atau bermaksud menulis surat, lalu dikatakan kepada beliau, bahwa mereka tidak akan membaca tulisan kecuali tertera stempel. Maka Nabi membuat stempel yang terbuat dari perak yang terukir; Muhammad Rasulullah. Seakan-akan aku melihat warna putih pada tangan beliau ".

Lalu aku bertanya kepada Qotadah, "Siapa yang membuat mengatakan bahwa ukirannya (bertuliskan) Muhammad Rasulullah?" Jawabnya: "Anas".

Penjelasan singkat hadits ini:

1)      Biografi Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu.

Lihat di sini: https://umar-arrahimy.blogspot.com/

2)      Boleh mengikuti adat setempat jika tidak menyelisihi syari’at.

Allah subhanahu wa ta'aalaa berfirman:

{وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا} [النساء: 19]

Dan bergaullah dengan mereka (isteri) secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak. [An-Nisaa':19]

Ø  Dari Aisyah -radhiyallahu 'anha-; bahwa Hindu binti Utbah berkata: “Wahai Rasulullah, Abu Sufyan adalah seorang laki-laki yang pelit. Ia tidak memberikan kecukupan nafkah padaku dan anakku, kecuali jika aku mengambil dari hartanya dengan tanpa sepengetahuannya."

Maka beliau bersabda:

خُذِي مَا يَكْفِيكِ وَوَلَدَكِ بِالْمَعْرُوفِ

"Ambillah dari hartanya sekadar untuk memenuhi kebutuhanmu dan juga anakmu." [Shahih Bukhari dan Muslim]

3)      Laki-laki boleh memakai cincin perak.

Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma berkata:

" اتَّخَذَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَاتَمًا مِنْ وَرِقٍ، وَكَانَ فِي يَدِهِ، ثُمَّ كَانَ بَعْدُ فِي يَدِ أَبِي بَكْرٍ، ثُمَّ كَانَ بَعْدُ فِي يَدِ عُمَرَ، ثُمَّ كَانَ بَعْدُ فِي يَدِ عُثْمَانَ، حَتَّى وَقَعَ بَعْدُ فِي بِئْرِ أَرِيسَ، نَقْشُهُ: مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ " [صحيح البخاري ومسلم]

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memakai cincin dari perak, beliau pakai di tangannya, kemudian dipakai oleh Abu Bakr, kemudian dipakai oleh Umar, kemudian dipakai oleh Usman, sampai cincin itu kemudian jatuh di sumur Ariis.  Tulisan pada cincin itu: “Muhammad Rasul Allah”. [Sahih Bukhari dan Muslim]

4)      Tidak memakai cincin pada jari telunjuk dan tengah

Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu berkata:

«نَهَانِي رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ أَتَخَتَّمَ فِي إِصْبَعِي هَذِهِ أَوْ هَذِهِ» [صحيح مسلم]

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarangku memakai cincin pada jariku yang ini atau yang ini.

Ia menunjuk pada jari tengah dan telunjuknya. [Sahih Muslim]

5)      Memakai cincin pada jari kelingking

Anas radhiallahu 'anhu berkata: Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah membuat cincin, lalu beliau bersabda:

«إِنَّا اتَّخَذْنَا خَاتَمًا، وَنَقَشْنَا فِيهِ نَقْشًا، فَلاَ يَنْقُشَنَّ عَلَيْهِ أَحَدٌ»

'Sesungguhnya kami telah membuat cincin yang kami ukir dengan suatu tulisan, maka janganlah salah seorang dari kalian mengukir seperti itu.'

Anas melanjutkan; 'Sungguh saya pernah melihat kilatan dari cincin tersebut berada di jari kelingking beliau.' [Sahih Bukhari]

Dalam riwayat lain; Anas radhiyallahu ‘anhu berkata:

«كَانَ خَاتَمُ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي هَذِهِ»، وَأَشَارَ إِلَى الْخِنْصِرِ مِنْ يَدِهِ الْيُسْرَى [صحيح مسلم]

“Cincin Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dipasang pada jari ini”.

Anas menunjuk pada jari kelingking dari tangan kiri. [Sahih Muslim]

Lihat: Adab berpakaian dalam Islam

6)      Boleh memakai cincin pada tangan kanan atau kiri.

Dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu;

«أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَبِسَ خَاتَمَ فِضَّةٍ فِي يَمِينِهِ، فِيهِ فَصٌّ حَبَشِيٌّ كَانَ يَجْعَلُ فَصَّهُ مِمَّا يَلِي كَفَّهُ» [صحيح مسلم]

“Bahwa Rasulullah memakai cincin perak bermata batu Habsyi di tangan kanannya. Beliau meletakkan mata cincinnya di sebelah dalam telapak tangannya”. [Shahih Muslim]

Wallahu a’lam!

Lihat juga: Kitab Ilmu bab 6; Tentang ilmu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar anda adalah pelajaran berharga bagi saya ...