بسم الله الرحمن الرحيم
Imam
Bukhari -rahimahullah- berkata:
بَابُ مَا يُذْكَرُ فِي المُنَاوَلَةِ،
وَكِتَابِ أَهْلِ العِلْمِ بِالعِلْمِ إِلَى البُلْدَانِ
“Bab:
Metode munawalah dan surat para ahli ilmu menyampaikan ilmu ke berbargai negri”
Dalam
bab ini, Imam Bukhari menjelaskan tentang hukum metode munawalah
(menyerahkan periwayatan) dan surat menyurat antara sesama ulama dalam menyampaikan
atau menerima hadits.
Imam
Bukhari berpendapat bahwa metode ini dibolehkan dengan menyebutkan beberapa
atsar dan hadits yang menunjukkan hal itu.
Imam
Bukhari -rahimahullah- berkata:
وَقَالَ أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ: نَسَخَ
عُثْمَانُ بْنُ عَفَّانَ المَصَاحِفَ فَبَعَثَ بِهَا إِلَى الآفَاقِ، وَرَأَى
عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ، وَيَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ، وَمَالِكُ بْنُ أَنَسٍ
ذَلِكَ جَائِزًا. وَاحْتَجَّ بَعْضُ أَهْلِ الحِجَازِ فِي المُنَاوَلَةِ بِحَدِيثِ
النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَيْثُ كَتَبَ لِأَمِيرِ السَّرِيَّةِ
كِتَابًا وَقَالَ: «لاَ تَقْرَأْهُ حَتَّى تَبْلُغَ مَكَانَ كَذَا وَكَذَا».
فَلَمَّا بَلَغَ ذَلِكَ المَكَانَ قَرَأَهُ عَلَى النَّاسِ، وَأَخْبَرَهُمْ
بِأَمْرِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Dan
Anas bin Malik berkata: Utsman bin ‘Affan memperbanyak jumlah
mushaf kemudian mengirimnya ke berbagai penjuru. Dan Abdullah bin ‘Umar,
Yahya bin Sa’id, dan Malik bin Anas berpendapat bahwa hal itu
boleh. Dan Sebagian ulama penduduk Hijaz berdalil akan kebolehan metode
munawalah dengan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ketika menulis
surat kepada pemimpin prajurit perang dan bersabda: “Jangan engkau mambacanya
sampai engakau tiba di tempat ini dan itu”. Maka ketika ia sampai ke tempat
itu, ia membacakannya kepada manusia, dan memberitakan kepada mereka tentang
perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Takhrij atsar dan
hadits mu’allaq:
a) Atsar Utsman bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu.
Diriwayatkan oleh Imam Bukhari -rahimahullah- dalam “Ash-Shahih”,
Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata:
أَنَّ
حُذَيْفَةَ بْنَ اليَمَانِ قَدِمَ عَلَى عُثْمَانَ وَكَانَ يُغَازِي أَهْلَ
الشَّأْمِ فِي فَتْحِ أَرْمِينِيَةَ، وَأَذْرَبِيجَانَ مَعَ أَهْلِ العِرَاقِ،
فَأَفْزَعَ حُذَيْفَةَ اخْتِلاَفُهُمْ فِي القِرَاءَةِ، فَقَالَ حُذَيْفَةُ
لِعُثْمَانَ: يَا أَمِيرَ المُؤْمِنِينَ، أَدْرِكْ هَذِهِ الأُمَّةَ، قَبْلَ أَنْ
يَخْتَلِفُوا فِي الكِتَابِ اخْتِلاَفَ اليَهُودِ وَالنَّصَارَى، فَأَرْسَلَ
عُثْمَانُ إِلَى حَفْصَةَ: «أَنْ أَرْسِلِي إِلَيْنَا بِالصُّحُفِ نَنْسَخُهَا فِي
المَصَاحِفِ، ثُمَّ نَرُدُّهَا إِلَيْكِ»، فَأَرْسَلَتْ بِهَا حَفْصَةُ إِلَى
عُثْمَانَ، فَأَمَرَ زَيْدَ بْنَ ثَابِتٍ، وَعَبْدَ اللَّهِ بْنَ الزُّبَيْرِ،
وَسَعِيدَ بْنَ العَاصِ، وَعَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ الحَارِثِ بْنِ هِشَامٍ
فَنَسَخُوهَا فِي المَصَاحِفِ، وَقَالَ عُثْمَانُ لِلرَّهْطِ القُرَشِيِّينَ
الثَّلاَثَةِ: «إِذَا اخْتَلَفْتُمْ أَنْتُمْ وَزَيْدُ بْنُ ثَابِتٍ فِي شَيْءٍ
مِنَ القُرْآنِ فَاكْتُبُوهُ بِلِسَانِ قُرَيْشٍ، فَإِنَّمَا نَزَلَ
بِلِسَانِهِمْ» فَفَعَلُوا حَتَّى إِذَا نَسَخُوا الصُّحُفَ فِي المَصَاحِفِ،
رَدَّ عُثْمَانُ الصُّحُفَ إِلَى حَفْصَةَ، وَأَرْسَلَ إِلَى كُلِّ أُفُقٍ
بِمُصْحَفٍ مِمَّا نَسَخُوا، وَأَمَرَ بِمَا سِوَاهُ مِنَ القُرْآنِ فِي كُلِّ
صَحِيفَةٍ أَوْ مُصْحَفٍ، أَنْ يُحْرَقَ [صحيح البخاري]
Hudzaifah bin Al-Yamani datang kepada Utsman setelah
sebelumnya memerangi Ahlus Syam yakni pada saat penaklukan Armenia dan
Azerbaijan bersama penduduk Irak. Dan ternyata perselisihan mereka dalam
Qira`ah mengejutkan Hudzaifah. Maka Hudzaifah pun berkata kepada Utsman,
"Rangkullah umat ini sebelum mereka berselisih tentang Al-Qur'an
sebagaimana perselisihan yang telah terjadi pada kaum Yahudi dan Nasrani."
Akhirnya, Utsman mengirim surat kepada Hafshah yang berisikan, "Tolong,
kirimkanlah lembaran Al-Qur'an kepada kami, agar kami dapat segera menyalinnya
ke dalam lembaran yang lain, lalu kami akan segera mengembalikannya pada
Anda." Maka Hafshah pun mengirimkannya kepada Utsman. Lalu Utsman
memerintahkan kepada Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Sa'id bin Al-Ash dan
Abdurrahman bin Al-Harits bin Hisyam, sehingga mereka pun menyalinnya ke dalam
lembaran shuhuf yang lain. Utsman berkata kepada tiga orang Quraisy dari
mereka, "Jika kalian berselisih dengan Zaid bin Tsabit terkait dengan
Al-Qur'an, maka tulislah dengan bahasa Quraisy, sebab Al-Qur'an turun dengan bahasa
mereka." Kemudian mereka mengindahkan perintah itu hingga penyalinan
selesai dan Utsman pun mengembalikannya ke Hafshah. Setelah itu, Utsman
mengirimkan sejumlah Shuhuf yang telah disalin ke berbagai penjuru negeri kaum
muslimin, dan memerintahkan untuk membakar Al-Qur'an yang terdapat pada selain
Shuhuf tersebut.
b) Atsar Abdullah bin ‘Umar atau Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhum.
Diriwayatkan oleh Abu Al-Qasim bin Mandah -rahimahullah- dalam kitabnya “Al-Washiyah”
-sebagaimana disebutkan oleh AL-Hafidz Ibnu Hajar- melalui jalur
Al-Bukhari dengan sanadnya yang shahih kepada Abu Abdirrahman Al-Hubuliy,
bahwasanya ia mendatangai Abdullah dengan membawa kitab yang berisi beberapa
hadits dan berkata:
«انْظُرْ فِي
هَذَا الْكِتَابِ فَمَا عَرَفْتَ مِنْهُ اتْرُكْهُ وَمَا لَمْ تَعْرِفْهُ امْحُهُ»
“Perhatikan isi kitab ini, apa yang engkau kenali darinya maka
biarkan tetap ada dan apa yang engkau tidak kenali maka hapuslah”.
Al-Hafidz Ibnu Hajar -rahimahullah-
berkata:
وَعَبْدُ
اللَّهِ يُحْتَمَلُ أَنْ يَكُونَ هُوَ بن عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ فَإِنَّ
الْحُبُلِيَّ سَمِعَ مِنْهُ وَيحْتَمل أَن يكون بن عَمْرو بن العَاصِي فَإِنَّ
الْحُبُلِيَّ مَشْهُورٌ بِالرِّوَايَةِ عَنْهُ [فتح الباري لابن حجر (1/ 154)]
“Dan Abdullah (yang dimaksud dalam riwayat tersebut)
kemungkinan ia adalah Ibnu Umar bin Al-Khathab, karena Al-Hubuliy pernah
mendengarkan hadits darinya, dan ada kemungkinan ia adalah Ibnu ‘Amr bin
Al-‘Ash karena Al-Hubuliy terkenal meriwayatkan hadits darinya”. [Fathul Bari
karya Ibnu Hajar 1/154]
c) Atsar Yahya bin Sa’id dan Malik bin Anas rahimahullah.
Diriwayatkan oleh Al-Hakim -rahimahullah- dalam kitabnya “Ma’rifah
‘Ulumul Hadits”, dari Malik bin Anas ia berkata:
قَالَ لِي
يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ الْأَنْصَارِيُّ لَمَّا أَرَادَ الْخُرُوجَ إِلَى
الْعِرَاقِ: " الْتَقِطْ لِي مِائَةَ حَدِيثٍ مِنْ حَدِيثِ ابْنِ شِهَابٍ
حَتَّى أَرْوِيَهَا عَنْكَ عَنْهُ، قَالَ مَالِكٌ: فَكَتَبْتُهَا، ثُمَّ بَعَثْتُ
بِهَا إِلَيْهِ، فَقِيلَ لِمَالِكٍ: أَسَمِعَهَا مِنْكَ؟ قَالَ: هُوَ أَفْقَهُ
مِنْ ذَلِكَ "
“Yahya bin Sa’id Al-Anshariy berkata kepadaku ketika hendak
keluar menuju Irak: Pilihkan untukku seratus hadits dari hadits Ibnu Syihab
agar aku bisa meriwayatkannya darimu darinya. Malik berkata: Maka aku
menuliskannya, kemudian aku kirim kepadanya. Maka dikatakan kepada Malik: Apakah
ia mendengarkan hadits-hadits tersebut darimu? Malik menjawab: Ia lebih paham
hal itu.”
Ø
Diriwayatkan juga ole Ar-Ramahurmuziy -rahimahullah- dalam kitabnya “Al-Muhadditsul
Fashil” hal.437, Dari Isma’il bin Abi Uwais, ia berkata:
سَأَلْتُ مَالِكًا
عَنْ أَصَحِّ السَّمَاعِ، فَقَالَ: " قِرَاءَتُكَ عَلَى الْعَالِمِ - أَوْ
قَالَ الْمُحَدِّثِ -، ثُمَّ قِرَاءَةُ الْمُحَدِّثِ عَلَيْكَ، ثُمَّ أَنْ
يَدْفَعَ إِلَيْكَ كِتَابَهُ، فَيَقُولُ: ارْوِ هَذَا عَنِّي قَالَ: فَقُلْتُ
لِمَالِكٍ: أَقْرَأُ عَلَيْكَ وَأَقُولُ حَدَّثَنِي؟ قَالَ: أَوَ لَمْ يَقُلِ
ابْنُ عَبَّاسٍ: أَقْرَأَنِي أُبَيُّ بْنُ كَعْبٍ، وَإِنَّمَا قَرَأَ عَلَى
أُبَيٍّ "
“Aku bertanya kepada Malik tentang penerimaan hadits
yang paling shahih, maka ia menjawab: Bacaan kepada seorang alim -atau ia
berkata: ahli hadits-, kemudian bacaan ahli hadits kepadamu, kemudian ia
menyerahkan kitabnya kepadamu dan mengatakan: Riwayatkanlah kitab ini dariku.
Ia berkata: Maka aku bertanya kepada Malik: Aku membacakannya kepadamu atau aku
berkata ia menyampaikannya kepadaku? Malik menjawab: Bukankah Ibnu ‘Abbas
berkata: Ubay bin Ka’b membacakannya kepadaku, padalah ia membacakan kepada
Ubay?”
d) Hadits surat Nabi kepada pemimpin prajurit.
Jundub bin Abdillah Al-Bajaliy radhiyallahu 'anhu berkata:
أن النَّبِيّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعَثَ رَهْطًا وَبَعَثَ عَلَيْهِمْ أَبَا
عُبَيْدَةَ بْنَ الْجَرَّاحِ أَوْ عُبَيْدَةَ، فَلَمَّا ذَهَبَ لِيَنْطَلِقَ بَكَى
صُبَابَة إِلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَجَلَسَ فَبَعَثَ
عَلَيْهِمْ عَبْدَ اللهِ بْنَ جَحْشٍ مَكَانَهُ، وَكَتَبَ لَهُ كِتَابًا
وَأَمَرَهُ أَنْ لَا يَقْرَأَ الْكِتَابَ حَتَّى يَبْلُغَ مَكَانَ كَذَا وَكَذَا،
وَقَالَ: «لَا تُكْرِهَنَّ أَحَدًا مِنْ أَصْحَابِكَ عَلَى الْمَسِيرِ مَعَكَ»،
فَلَمَّا قَرَأَ الْكِتَابَ اسْتَرْجَعَ ثُمَّ قَالَ: سَمْعٌ وَطَاعَةٌ لِلَّهِ
وَرَسُولِهِ، فَخَبَّرَهُمُ الْخَبَرَ وَقَرَأَ عَلَيْهِمُ الْكِتَابَ، فَرَجَعَ
رَجُلَانِ وَمَضَى بَقِيَّتُهُمْ، فَلَقُوا ابْنَ الْحَضْرَمِيِّ فَقَتَلُوهُ،
وَلَمْ يَدْرُوا أَنَّ ذَلِكَ الْيَوْمَ مِنْ رَجَبٍ أَوْ جُمَادَى، فَقَالَ
الْمُشْرِكُونَ لِلْمُسْلِمِينَ: قَتَلْتُمْ فِي الشَّهْرِ الْحَرَامِ! فَأَنْزَلَ
اللهُ عَزَّ وَجَلَّ: {يَسْأَلُونَكَ عَنِ الشَّهْرِ الْحَرَامِ قِتَالٍ فِيهِ} [البقرة: 217] الْآيَةَ،
فَقَالَ بَعْضُهُمْ: إِنْ لَمْ يَكُونُوا أَصَابُوا وِزْرًا فَلَيْسَ لَهُمْ
أَجْرٌ فَأَنْزَلَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ: {إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ
هَاجَرُوا وَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللهِ أُولَئِكَ يَرْجُونَ رَحْمَةَ اللهِ
وَاللهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ} [المعجم
الكبير للطبراني: حسنه ابن حجر]
Bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
mengutus beberapa orang, kemudian mengutus Abu 'Ubaidah bin Al-Jarrah atau
'Ubaidah kepada mereka. Ketika hendak berangkat ia menangis penuh cinta kepada
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, maka ia duduk lalu beliau
mengutus Abdullah bin Jahsy kepada mereka sebagai gantinya. Dan beliau menulis
surat untuknya dan memerintahkannya untuk tidak membacanya sampai tiba di
tempat ini dan itu, dan beliau bersabda: "Jangan engkau memaksa
seseorang dari sahabatmu untuk berangkat bersamamu". Ketika ia membaca
surat tersebut, ia mengucapkan lafadz "innaalillahi wa innaa ilaihi
raji'un” kemudian berkata: “Kami mendengar dan ta'at kepada Allah dan
RasulNya”, lalu ia menyampaikan kabar tersebut dan membacakan kepada mereka
surat Nabi. Maka dua orang kembali dan yang lainnya tetap berlalu. Kemudian
mereka bertemu dengan Ibnu Al-Hadhramiy dan mereka membunuhnya dan mereka tidak
mengetahui bahwa hari itu adalah bulan Rajab atau Jumadil Akhir. Maka orang
musyrik berkata kepada orang Islam: “Kalian membunuhnya di bulan Haram (suci)”.
Maka Allah 'azza wajalla menurunkan firmanNya: {Mereka bertanya
kepadamu tentang berperang pada bulan Haram} [Al-Baqarah:217] Lalu sebagian
mereka berkata: “Jika mereka tidak mendapatkan dosa maka mereka tidak
mendapatkan pahala”. Maka Allah 'azza wajalla menurunkan firmanNya: {Sesungguhnya
orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan
Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang} [Al-Baqarah: 218] [Al-Mu'jam Al-Kabiir karya Ath-Thabaraniy:
Dihasankan oleh Ibnu Hajar]
Kemudian imam Bukhari menyebutkan dua hadits dengan
sanad bersambung yang juga menunjukkan bolehnya metode munawalah dan
surat menyurat, yaitu hadits Ibnu ‘Abbas dan Anas bin Malik radhiyallahu
‘anhuma.
Hadits Pertama: Hadits Ibnu ‘Abbas.
Imam Bukhari rahimahullah berkata:
64 - حَدَّثَنَا
إِسْمَاعِيلُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ، قَالَ: حَدَّثَنِي إِبْرَاهِيمُ بْنُ سَعْدٍ،
عَنْ صَالِحٍ [بن كيسان]، عَنِ ابْنِ شِهَابٍ، عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ
اللَّهِ بْنِ عُتْبَةَ بْنِ مَسْعُودٍ، أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَبَّاسٍ
أَخْبَرَهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: بَعَثَ
بِكِتَابِهِ رَجُلًا وَأَمَرَهُ أَنْ يَدْفَعَهُ إِلَى عَظِيمِ البَحْرَيْنِ، فَدَفَعَهُ عَظِيمُ البَحْرَيْنِ
إِلَى كِسْرَى، فَلَمَّا قَرَأَهُ مَزَّقَهُ فَحَسِبْتُ أَنَّ ابْنَ المُسَيِّبِ
قَالَ: فَدَعَا عَلَيْهِمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ «أَنْ
يُمَزَّقُوا كُلَّ مُمَزَّقٍ»
Telah
menceritakan kepada kami Isma'il bin Abdullah, ia berkata: Telah menceritakan
kepadaku Ibrahim bin Sa'd, dari Shalih [bin Kaisan], dari Ibnu Syihab, dari
Ubaidullah bin Abdullah bin Utbah bin Mas'ud; Bahwa Abdullah bin 'Abbas
telah mengabarkannya; Bahwa Nabi ﷺ telah mengutus seseorang dengan membawa
surat dan memerintahkan kepadanya untuk memberikan surat tersebut kepada
Pemimpin Bahrain. Lalu Pemimpin Bahrain itu memberikannya kepada Kisra. Tatkala
dibaca, surat itu dirobeknya.
(Ibnu Syihab berkata:) Aku mengira Ibnu Musayyab berkata; Lalu Rasulullah ﷺ
berdoa agar mereka (kekuasaannya) dirobek-robek sehancur-hancurnya.
Penjelasan
singkat hadits ini:
1. Biografi
Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma.
Lihat di sini: Keistimewaan Abdullah bin ‘Abbas
2. Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam mengirim surat kepada para raja dan pemimpin untuk
mengajak mereka memeluk Islam setelah perjanjian Hudaibiyah akhir tahun 6 atau
awal tahun 7 hijriyah.
3. Diantara
raja yang dikirimi surat adalah Kisra raja Persia.
4. Boleh
mendo’akan keburukan untuk orang yang berbuat dzalim.
Allah
subhanahu wa ta'aalaa berfirman:
{لَا
يُحِبُّ اللَّهُ الْجَهْرَ بِالسُّوءِ مِنَ الْقَوْلِ إِلَّا مَنْ ظُلِمَ وَكَانَ
اللَّهُ سَمِيعًا عَلِيمًا}
[النساء: 148]
Allah
tidak menyukai ucapan buruk, (yang diucapkan) dengan terus terang kecuali oleh
orang yang dianiaya. Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui. [An-Nisaa':148]
5. Balasan
sesuai dengan perbuatan.
Dari Usamah
bin Zaid radhiyallahu 'anhuma; Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda:
«إِنَّمَا
يَرْحَمُ اللَّهُ مِنْ عِبَادِهِ الرُّحَمَاءَ»
"Sesungguhnya Allah akan merahmati di antara
hamba-hambaNya mereka yang saling berkasih sayang". [Shahih Bukhari dan
Muslim]
6. Bahaya
menyelisihi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Allah
subhanahu wa ta'aalaa berfirman:
{فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ
عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ} [النور: 63]
Maka
hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan
atau ditimpa azab yang pedih.
[An-Nuur:63]
Hadits Kedua: Hadits Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu.
Imam Bukhari rahimahullah berkata:
65 - حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ مُقَاتِلٍ أَبُو الحَسَنِ المَرْوَزِيُّ، أَخْبَرَنَا عَبْدُ
اللَّهِ [بن المبارك]، قَالَ: أَخْبَرَنَا شُعْبَةُ، عَنْ
قَتَادَةَ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، قَالَ: كَتَبَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كِتَابًا - أَوْ أَرَادَ أَنْ يَكْتُبَ - فَقِيلَ لَهُ:
إِنَّهُمْ لاَ يَقْرَءُونَ كِتَابًا إِلَّا مَخْتُومًا، فَاتَّخَذَ خَاتَمًا مِنْ
فِضَّةٍ، نَقْشُهُ: مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ، كَأَنِّي أَنْظُرُ إِلَى بَيَاضِهِ
فِي يَدِهِ.
فَقُلْتُ لِقَتَادَةَ مَنْ قَالَ:
نَقْشُهُ مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ؟ قَالَ: أَنَسٌ .
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin
Muqotil Abu Al-Hasan Al-Marwaziy, ia berkata: Telah mengabarkan kepada kami
Abdullah [bin Al-Mubarak], ia berkata: Telah mengabarkan kepada kami Syu'bah,
dari Qotadah, dari Anas bin Malik, ia berkata: Nabi ﷺ menulis surat atau bermaksud menulis surat, lalu dikatakan
kepada beliau, bahwa mereka tidak akan membaca tulisan kecuali tertera stempel.
Maka Nabi ﷺ membuat stempel yang
terbuat dari perak yang terukir; Muhammad Rasulullah. Seakan-akan aku melihat
warna putih pada tangan beliau ﷺ".
Lalu aku bertanya kepada Qotadah,
"Siapa yang membuat mengatakan bahwa ukirannya (bertuliskan) Muhammad
Rasulullah?" Jawabnya: "Anas".
Penjelasan singkat
hadits ini:
1) Biografi
Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu.
Lihat
di sini: https://umar-arrahimy.blogspot.com/
2) Boleh
mengikuti adat setempat jika tidak menyelisihi syari’at.
Allah
subhanahu wa ta'aalaa berfirman:
{وَعَاشِرُوهُنَّ
بِالْمَعْرُوفِ فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا
وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا} [النساء: 19]
Dan
bergaullah dengan mereka (isteri) secara patut. Kemudian bila kamu tidak
menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu,
padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak. [An-Nisaa':19]
Ø Dari Aisyah -radhiyallahu
'anha-; bahwa Hindu binti Utbah berkata: “Wahai Rasulullah, Abu Sufyan adalah seorang laki-laki yang pelit. Ia tidak
memberikan kecukupan nafkah padaku dan anakku, kecuali jika aku mengambil dari
hartanya dengan tanpa sepengetahuannya."
Maka
beliau bersabda:
خُذِي
مَا يَكْفِيكِ وَوَلَدَكِ بِالْمَعْرُوفِ
"Ambillah dari
hartanya sekadar untuk memenuhi kebutuhanmu dan juga anakmu." [Shahih
Bukhari dan Muslim]
3) Laki-laki
boleh memakai cincin perak.
Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma berkata:
" اتَّخَذَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَاتَمًا مِنْ وَرِقٍ، وَكَانَ فِي يَدِهِ، ثُمَّ
كَانَ بَعْدُ فِي يَدِ أَبِي بَكْرٍ، ثُمَّ كَانَ بَعْدُ فِي يَدِ عُمَرَ، ثُمَّ كَانَ
بَعْدُ فِي يَدِ عُثْمَانَ، حَتَّى وَقَعَ بَعْدُ فِي بِئْرِ أَرِيسَ، نَقْشُهُ: مُحَمَّدٌ
رَسُولُ اللَّهِ " [صحيح البخاري ومسلم]
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
memakai cincin dari perak, beliau pakai di tangannya, kemudian dipakai oleh Abu
Bakr, kemudian dipakai oleh Umar, kemudian dipakai oleh Usman, sampai cincin
itu kemudian jatuh di sumur Ariis.
Tulisan pada cincin itu: “Muhammad Rasul Allah”. [Sahih Bukhari dan
Muslim]
4)
Tidak memakai cincin pada jari telunjuk dan tengah
Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu berkata:
«نَهَانِي رَسُولُ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ أَتَخَتَّمَ فِي إِصْبَعِي هَذِهِ أَوْ هَذِهِ» [صحيح مسلم]
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarangku
memakai cincin pada jariku yang ini atau yang ini.
Ia menunjuk pada jari tengah dan telunjuknya.
[Sahih Muslim]
5)
Memakai cincin pada jari kelingking
Anas radhiallahu 'anhu
berkata: Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah membuat cincin, lalu
beliau bersabda:
«إِنَّا اتَّخَذْنَا خَاتَمًا، وَنَقَشْنَا
فِيهِ نَقْشًا، فَلاَ يَنْقُشَنَّ عَلَيْهِ أَحَدٌ»
'Sesungguhnya kami telah membuat cincin yang
kami ukir dengan suatu tulisan, maka janganlah salah seorang dari kalian
mengukir seperti itu.'
Anas melanjutkan; 'Sungguh saya pernah melihat
kilatan dari cincin tersebut berada di jari kelingking beliau.' [Sahih Bukhari]
Dalam riwayat lain; Anas radhiyallahu ‘anhu berkata:
«كَانَ خَاتَمُ النَّبِيِّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي هَذِهِ»، وَأَشَارَ إِلَى الْخِنْصِرِ مِنْ يَدِهِ الْيُسْرَى
[صحيح مسلم]
“Cincin Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam dipasang pada jari ini”.
Anas menunjuk pada jari kelingking dari tangan
kiri. [Sahih Muslim]
Lihat: Adab berpakaian dalam Islam
6)
Boleh memakai cincin pada tangan kanan atau kiri.
Dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu;
«أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَبِسَ خَاتَمَ فِضَّةٍ فِي يَمِينِهِ، فِيهِ فَصٌّ
حَبَشِيٌّ كَانَ يَجْعَلُ فَصَّهُ مِمَّا يَلِي كَفَّهُ» [صحيح مسلم]
“Bahwa Rasulullah ﷺ memakai cincin perak bermata
batu Habsyi di tangan kanannya. Beliau meletakkan mata cincinnya di sebelah
dalam telapak tangannya”. [Shahih Muslim]
Wallahu a’lam!
Lihat juga: Kitab Ilmu bab 6; Tentang ilmu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar anda adalah pelajaran berharga bagi saya ...