Sabtu, 20 Februari 2021

Syarah Kitab Tauhid bab (26); Dukun (tukang ramal) dan sejenisnya

 بسم الله الرحمن الرحيم

Dalam bab ini, syekh Muhammad bin Abdil Wahhab rahimahullah menyebutkan 4 hadits dan 1 atsar yang menyebutkan larangan mendatangi dukun atau tukang ramal dan membenarkannya.

a)       Dari salah seorang istri Nabi -shallallahu 'alaihi wasallam-, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

«مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَيْءٍ، لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلَاةٌ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً»

“Barangsiapa yang mendatangi peramal dan menanyakan kepadanya tentang sesuatu perkara, maka shalatnya tidak diterima selama 40 hari.” [Shahih Muslim]

b)      Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

«مَنْ أَتَى كَاهِنًا، فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُولُ، فَقَدْ بَرِئَ مِمَّا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ»

“Barangsiapa yang mendatangi seorang dukun, dan mempercayai apa yang dikatakannya, maka sesungguhnya dia telah kafir (ingkar) terhadap wahyu yang telah diturunkan kepada Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam”. [Sunan Abi Daud: Shahih]

Ø  Dan dalam riwayat lain:

«مَنْ أَتَى عَرَّافًا أَوْ كَاهِنًا فَصَدَّقَهُ فِيمَا يَقُولُ، فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ»

“Barangsiapa yang mendatangi peramal atau dukun, lalu mempercayai apa yang diucapkannya, maka sesungguhnya ia telah kafir terhadap wahyu yang telah diturunkan kepada Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam”. [Al-Mustadrak karya Al-Hakim: Shahih]

c)       Abu Ya’la pun meriwayatkan hadits mauquf dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu seperti yang tersebut di atas, dengan sanad Jayyid.

d)      Al-Bazzar dengan sanad Jayyid meriwayatkan hadits marfu’ dari ‘Imran bin Hushain radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

" لَيْسَ مِنَّا مَنْ تَطَيَّرَ أَوْ تُطُيِّرَ لَهُ، أَوْ تَكَهَّنَ أَوْ تُكُهِّنَ لَهُ، أَوْ سَحَرَ أَوْ سُحِرَ لَهُ، وَمَنْ عَقَدَ عُقْدَةً، وَمَنْ أَتَى كَاهِنًا فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُولُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ "

“Tidak termasuk golongan kami orang yang meminta dan melakukan Tathayyur, meramal atau minta diramal, menyihir atau minta disihirkan, dan orang yang membuat suatu buhulan, dan barangsiapa yang mendatangi dukun lalu mempercayai apa yang diucapkannya, maka sesungguhnya ia telah kafir terhadap wahyu yang telah diturunkan kepada Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam.” 

e)      Hadits ini diriwayatkan pula oleh At Thabrani dalam “Mu’jam Al-Ausath” dengan sanad hasan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma tanpa menyebutkan kalimat: “dan barangsiapa mendatangi …dst”.

Imam Al-Baghawiy ([1]) berkata: “Al-‘Arraf (peramal) adalah orang yang mengaku dirinya mengetahui banyak hal dengan menggunakan isyarat-isyarat yang dipergunakan untuk mengetahui barang curian atau tempat barang yang hilang dan semacamnya. Ada pula yang mengatakan: "Ia adalah Al-Kahin (dukun) yaitu: Orang yang bisa memberitahukan tentang hal-hal yang ghaib yang akan terjadi di masa yang akan datang". Dan ada pula yang mengatakan: "Ia adalah orang yang bisa memberitahukan tentang apa yang ada di hati seseorang”.

Menurut Abu Abbas Ibnu Taimiyah: “Al-‘Arraf adalah sebutan untuk dukun, ahli nujum, peramal nasib dan sejenisnya yang mengaku dirinya bisa mengetahui hal-hal ghaib dengan cara-cara tersebut.”

Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata tentang orang-orang yang menulis huruf-hurufأباجاد  sambil mencari rahasia huruf, dan memperhatikan bintang-bintang: “Aku tidak tahu apakah orang yang melakukan hal itu akan memperoleh bagian keuntungan di sisi Allah”.

Dari hadits di atas, syekh –rahimahullah- menyebutkan 7 poin penting:

1.      Tidak dapat bertemu dalam diri seorang mukmin antara iman kepada Al-Qur’an dengan percaya kepada tukang ramal, dukun dan sejenisnya.

Allah subhanahu wata’aalaa berfirman:

{قُلْ لَا يَعْلَمُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ الْغَيْبَ إِلَّا اللَّهُ} [النمل: 65]

Katakanlah (Muhammad), “Tidak ada sesuatu pun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang gaib, kecuali Allah.” [An-Naml: 65]

Ø  Aisyah radhiallahu'anha berkata:

سَأَلَ أُنَاسٌ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الكُهَّانِ، فَقَالَ: «إِنَّهُمْ لَيْسُوا بِشَيْءٍ»، فَقَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، فَإِنَّهُمْ يُحَدِّثُونَ بِالشَّيْءِ يَكُونُ حَقًّا، قَالَ: فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «تِلْكَ الكَلِمَةُ مِنَ الحَقِّ يَخْطَفُهَا الجِنِّيُّ، فَيُقَرْقِرُهَا فِي أُذُنِ وَلِيِّهِ كَقَرْقَرَةِ الدَّجَاجَةِ، فَيَخْلِطُونَ فِيهِ أَكْثَرَ مِنْ مِائَةِ كَذْبَةٍ» [صحيح البخاري ومسلم]

"Beberapa orang bertanya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tentang dukun, beliau menjawab, "Mereka tidak ada apa-apanya."

Para sahabat berkata lagi, "Wahai Rasulullah, namun terkadang mereka berbicara sesuatu dan menjadi benar."

Nabi shallallahu 'alaihi wasallam kemudian berkata, "Ucapan yang benar itu adalah hasil curian jin, lalu oleh jin diperdengarkan ke telinga wali-walinya sebagaimana ayam betina bersuara, lantas mereka tambahai dengan seratus kebohongan." [Shahih Bukhari dan Muslim]

Ø  Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu berkata; Sesungguhnya Nabiyullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

" إِذَا قَضَى اللَّهُ الأَمْرَ فِي السَّمَاءِ، ضَرَبَتِ المَلاَئِكَةُ بِأَجْنِحَتِهَا خُضْعَانًا لِقَوْلِهِ، كَأَنَّهُ سِلْسِلَةٌ عَلَى صَفْوَانٍ، فَإِذَا فُزِّعَ عَنْ قُلُوبِهِمْ قَالُوا: مَاذَا قَالَ رَبُّكُمْ؟ قَالُوا لِلَّذِي قَالَ: الحَقَّ، وَهُوَ العَلِيُّ الكَبِيرُ، فَيَسْمَعُهَا مُسْتَرِقُ السَّمْعِ، وَمُسْتَرِقُ السَّمْعِ هَكَذَا بَعْضُهُ فَوْقَ بَعْضٍ - وَوَصَفَ سُفْيَانُ بِكَفِّهِ فَحَرَفَهَا، وَبَدَّدَ بَيْنَ أَصَابِعِهِ - فَيَسْمَعُ الكَلِمَةَ فَيُلْقِيهَا إِلَى مَنْ تَحْتَهُ، ثُمَّ يُلْقِيهَا الآخَرُ إِلَى مَنْ تَحْتَهُ، حَتَّى يُلْقِيَهَا عَلَى لِسَانِ السَّاحِرِ أَوِ الكَاهِنِ، فَرُبَّمَا أَدْرَكَ الشِّهَابُ قَبْلَ أَنْ يُلْقِيَهَا، وَرُبَّمَا أَلْقَاهَا قَبْلَ أَنْ يُدْرِكَهُ، فَيَكْذِبُ مَعَهَا مِائَةَ كَذْبَةٍ، فَيُقَالُ: أَلَيْسَ قَدْ قَالَ لَنَا يَوْمَ كَذَا وَكَذَا: كَذَا وَكَذَا، فَيُصَدَّقُ بِتِلْكَ الكَلِمَةِ الَّتِي سَمِعَ مِنَ السَّمَاءِ " [صحيح البخاري]

"Apabila Allah menetapkan satu perkara di atas langit maka para malaikat mengepakkan sayap-sayap mereka karena tunduk kepada firman-Nya, seakan-akan rantai yang berada di atas batu besar. Apabila hati mereka telah menjadi stabil, mereka berkata; 'Apa yang difirmankan Rabb kalian?' Mereka menjawab; 'Al-Haq, dan Dia Maha Tinggi lagi Maha Besar.' Jin-jin pencuri berita mendengarkannya, (mereka bersusun-susun) sebagian di atas sebagian yang lainnya -Sufyan menggambarkan dengan telapak tangannya kemudian ia memiringkannya dan menyilangkan di antara jari-jemarinya-. Mereka mencuri dengar kalimat lalu menyampaikannya kepada yang berada di bawahnya, kemudian yang lain menyampaikannya kepada yang berada di bawahnya, hingga disampaikan kepada lisan tukang sihir atau dukun. Bisa jadi jin itu diterjang bintang sebelum menyampaikannya, dan bisa jadi mereka tidak diterjang oleh bintang sehingga dapat menyampaikannya, kemudian dicampur dengan seratus kebohongan. Maka kalimat yang didengar bisa sesuai dengan yang dari langit." [Shahih Bukhari]

2.      Pernyataan Rasul shallallahu 'alaihi wasallam bahwa mempercayai ucapan dukun adalah kufur.

Dari Abu Hurairah dan Al-Hasan -radhiyallahu 'anhuma-; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

" مَنْ أَتَى كَاهِنًا، أَوْ عَرَّافًا، فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُولُ، فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ " [مسند أحمد: حسن]

"Barangsiapa yang mendatangi tukan sihir atau peramal dan membenarkan perkataannya, berarti ia telah kafir tehadap apa yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad". [Musnad Ahmad: Hasan]

Ø  Ibnu Mas’ud radhiyallahu 'anhu berkata:

«مَنْ أَتَى عَرَّافًا أَوْ سَاحِرًا أَوْ كَاهِنًا فَسَأَلَهُ فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُولُ، فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ» [مسند أبي يعلى الموصلي: صحيح]

“Siapa yang mendatangi tukang ramal, tukang sihir, dukun, kemudian menanyainya (dengan suatu perkara gaib) lalu membenarkan apa yang diucapkannya maka ia telah kafir dengan apa yang diturunkan kepada Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam”. [Musnad Abi Ya’la Al-Maushiliy: Shahih]

3.      Ancaman bagi orang yang minta diramalkan.

Lihat: Syarah Kitab tauhid bab (16); Minta pertolongan kepada malaikat dan jin adalah syirik

4.      Ancaman bagi orang yang minta di-tathayyur-kan.

Dari Abdullah bin 'Amr radhiyallahu 'anhuma; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

" مَنْ رَدَّتْهُ الطِّيَرَةُ مِنْ حَاجَةٍ، فَقَدْ أَشْرَكَ "

"Barangsiapa yang tidak melaksanakan satu keperluannya karena "thiyarah" maka ia telah berbuat syirik".

Sahabat bertanya: Ya Rasulullah, apa kaffarah (penghapus dosa) perbuatan itu?

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab:

" أَنْ يَقُولَ أَحَدُهُمْ: اللهُمَّ لَا خَيْرَ إِلَّا خَيْرُكَ، وَلَا طَيْرَ إِلَّا طَيْرُكَ ، وَلَا إِلَهَ غَيْرُكَ " [مسند أحمد: حسن]

"Dengan mengatakan: "Ya Allah ... tidak ada kebaikan kecuali kebaikan (dari)-Mu, tidak ada keburukan (yang terjadi) kecuali keburukan (atas kehendak)-Mu, dan tidak ada Ilah (yang berhak disembah) selain-Mu!"." [Musnad Ahmad: Hasan]

Lihat: Larangan mempercayai Thiyarah dan Tasyaum (Pemali)

5.      Ancaman bagi orang yang minta disihirkan.

Allah subhanahu wata’aalaa berfirman:

{وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ} [المائدة: 2]

Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. [Al-Maidah: 2]

6.      Ancaman bagi orang yang mempelajari huruf-huruf أباجاد  (abjadiyah).

Yaitu mempelajarinya sebagai bahan atau tanda-tanda dalam meramal, adapun mempelajarinya kepentingan ilmu pengetahuan maka dibolehkan.

Susunan huruf Arab ada dua versi:

a.       Susunan abjadiyah yaitu:

«أبجد هوز حطي كلمن سعفص قرشت ثخذ ضظغ»

b.      Susunan hijaiyah yaitu:

«أ ب ت ث ج ح خ د ذ ر ز س ش ص ض ط ظ ع غ ف ق ك ل م ن و هـ ي»

Orang Arab terkadang mempergunakan perhitungan memakai huruf dengan rumus sebgai berikut:

أ = 1, ب = 2, ج = 3, د = 4, هـ = 5, و = 6, ز = 7, ح = 8, ط = 9, ي = 10, ك = 20, ل = 30, م = 40, ن = 50, س = 60, ع = 70, ف = 80, ص = 90, ق = 100, ر = 200, ش = 300, ت = 400, ث = 500, خ = 600, ذ = 700, ض = 800, ظ = 900, غ = 1000.

7.      Perbedaan antara Kahin dan ‘Arraf.

Ada tiga pendapat ulama:

Pertama: Kahin dan ‘Arraaf maknanya sama yaitu orang yang memberitahukan perkara gaib yang akan datang.

Kedua: ‘Arraaf lebih umum, yaitu orang yang mengaku dirinya mengetahui banyak hal dengan menggunakan isyarat-isyarat dzahir yang dipergunakan untuk mengetahui barang curian atau tempat barang yang hilang dan semacamnya.

Ketiga: ‘Arraaf mengaku mengetahui perkara yang sudah terjadi sedangkan “Kaahin” mengaku mengetahui perkara yang akan datang (belum terjadi).

Wallahu a’lam!

Lihat juga: Syarah Kitab Tauhid bab (25); Macam-macam sihir


([1])    Abu Muhammad Al Husain bin Mas’ud bin Muhammad Al Farra’, atau Ibn Farra’ Al- Baghawi. Digelar Muhyi Sunnah. Kitab-kitab yang disusunnya antara lain: syarh as sunnah, al jami’ baina ash shahihain. Lahir pada tahun 436 H (1044 M), dan meninggal tahun 510 H (1117 M).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar anda adalah pelajaran berharga bagi saya ...