بسم الله الرحمن الرحيم
Dalam bab ini, syekh Muhammad bin Abdil
Wahhab rahimahullah menyebutkan 4 hadits dan 1 atsar yang menyebutkan larangan mendatangi dukun atau tukang ramal dan membenarkannya.
a) Dari salah
seorang istri Nabi -shallallahu 'alaihi wasallam-, bahwa Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
«مَنْ أَتَى عَرَّافًا
فَسَأَلَهُ عَنْ شَيْءٍ، لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلَاةٌ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً»
“Barangsiapa yang mendatangi peramal dan
menanyakan kepadanya tentang sesuatu perkara, maka shalatnya tidak diterima
selama 40 hari.” [Shahih Muslim]
b) Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
«مَنْ أَتَى كَاهِنًا، فَصَدَّقَهُ بِمَا
يَقُولُ، فَقَدْ بَرِئَ مِمَّا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ»
“Barangsiapa yang mendatangi seorang dukun, dan mempercayai apa yang dikatakannya, maka sesungguhnya dia telah kafir (ingkar) terhadap wahyu yang telah diturunkan kepada Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam”. [Sunan Abi Daud: Shahih]
Ø Dan dalam riwayat lain:
«مَنْ أَتَى عَرَّافًا أَوْ كَاهِنًا
فَصَدَّقَهُ فِيمَا يَقُولُ، فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ»
“Barangsiapa yang mendatangi peramal atau
dukun, lalu mempercayai apa yang diucapkannya, maka sesungguhnya ia telah kafir
terhadap wahyu yang telah diturunkan kepada Muhammad shallallahu 'alaihi
wasallam”. [Al-Mustadrak karya Al-Hakim: Shahih]
c)
Abu Ya’la pun meriwayatkan
hadits mauquf dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu seperti
yang tersebut di atas, dengan sanad Jayyid.
d)
Al-Bazzar dengan
sanad Jayyid meriwayatkan hadits marfu’
dari ‘Imran bin Hushain radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda:
" لَيْسَ مِنَّا مَنْ تَطَيَّرَ أَوْ
تُطُيِّرَ لَهُ، أَوْ تَكَهَّنَ أَوْ تُكُهِّنَ لَهُ، أَوْ سَحَرَ أَوْ سُحِرَ
لَهُ، وَمَنْ عَقَدَ عُقْدَةً، وَمَنْ أَتَى كَاهِنًا فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُولُ
فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
"
“Tidak termasuk golongan kami orang yang meminta dan melakukan Tathayyur, meramal atau minta diramal, menyihir atau minta disihirkan, dan orang yang membuat suatu buhulan, dan barangsiapa yang mendatangi dukun lalu mempercayai apa yang diucapkannya, maka sesungguhnya ia telah kafir terhadap wahyu yang telah diturunkan kepada Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam.”
e) Hadits ini diriwayatkan pula oleh At Thabrani dalam “Mu’jam
Al-Ausath” dengan sanad hasan dari Ibnu
Abbas radhiyallahu ‘anhuma tanpa menyebutkan kalimat: “dan
barangsiapa mendatangi …dst”.
Imam Al-Baghawiy ([1])
berkata: “Al-‘Arraf (peramal) adalah orang yang mengaku dirinya mengetahui
banyak hal dengan menggunakan isyarat-isyarat yang dipergunakan untuk
mengetahui barang curian atau tempat barang yang hilang dan semacamnya. Ada
pula yang mengatakan: "Ia adalah Al-Kahin (dukun) yaitu: Orang yang bisa
memberitahukan tentang hal-hal yang ghaib yang akan terjadi di masa yang akan
datang". Dan ada pula yang mengatakan: "Ia adalah orang yang bisa
memberitahukan tentang apa yang ada di hati seseorang”.
Menurut Abu Abbas Ibnu Taimiyah: “Al-‘Arraf
adalah sebutan untuk dukun, ahli nujum, peramal nasib dan sejenisnya yang
mengaku dirinya bisa mengetahui hal-hal ghaib dengan cara-cara tersebut.”
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata
tentang orang-orang yang menulis huruf-hurufأباجاد sambil mencari
rahasia huruf, dan memperhatikan bintang-bintang: “Aku tidak tahu apakah orang
yang melakukan hal itu akan memperoleh bagian keuntungan di sisi Allah”.
Dari hadits di atas, syekh –rahimahullah-
menyebutkan 7 poin penting:
1.
Tidak dapat bertemu dalam diri seorang mukmin antara iman
kepada Al-Qur’an
dengan percaya kepada tukang ramal, dukun dan sejenisnya.
Allah
subhanahu wata’aalaa berfirman:
{قُلْ لَا يَعْلَمُ مَنْ
فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ الْغَيْبَ إِلَّا اللَّهُ} [النمل: 65]
Katakanlah
(Muhammad), “Tidak ada sesuatu pun di langit dan di bumi yang mengetahui
perkara yang gaib, kecuali Allah.”
[An-Naml: 65]
Ø Aisyah radhiallahu'anha berkata:
سَأَلَ أُنَاسٌ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ عَنِ الكُهَّانِ، فَقَالَ: «إِنَّهُمْ لَيْسُوا بِشَيْءٍ»، فَقَالُوا:
يَا رَسُولَ اللَّهِ، فَإِنَّهُمْ يُحَدِّثُونَ بِالشَّيْءِ يَكُونُ حَقًّا،
قَالَ: فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «تِلْكَ الكَلِمَةُ
مِنَ الحَقِّ يَخْطَفُهَا الجِنِّيُّ، فَيُقَرْقِرُهَا فِي أُذُنِ وَلِيِّهِ
كَقَرْقَرَةِ الدَّجَاجَةِ، فَيَخْلِطُونَ فِيهِ أَكْثَرَ مِنْ مِائَةِ كَذْبَةٍ» [صحيح
البخاري ومسلم]
"Beberapa
orang bertanya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tentang dukun, beliau menjawab, "Mereka
tidak ada apa-apanya."
Para
sahabat berkata lagi, "Wahai Rasulullah, namun terkadang mereka berbicara
sesuatu dan menjadi benar."
Nabi shallallahu
'alaihi wasallam kemudian berkata,
"Ucapan yang benar itu adalah hasil curian jin, lalu oleh jin
diperdengarkan ke telinga wali-walinya sebagaimana ayam betina bersuara, lantas
mereka tambahai dengan seratus kebohongan." [Shahih Bukhari dan Muslim]
Ø Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu berkata;
Sesungguhnya Nabiyullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
" إِذَا قَضَى اللَّهُ الأَمْرَ فِي
السَّمَاءِ، ضَرَبَتِ المَلاَئِكَةُ بِأَجْنِحَتِهَا خُضْعَانًا لِقَوْلِهِ،
كَأَنَّهُ سِلْسِلَةٌ عَلَى صَفْوَانٍ، فَإِذَا فُزِّعَ عَنْ قُلُوبِهِمْ قَالُوا:
مَاذَا قَالَ رَبُّكُمْ؟ قَالُوا لِلَّذِي قَالَ: الحَقَّ، وَهُوَ العَلِيُّ
الكَبِيرُ، فَيَسْمَعُهَا مُسْتَرِقُ السَّمْعِ، وَمُسْتَرِقُ السَّمْعِ هَكَذَا
بَعْضُهُ فَوْقَ بَعْضٍ - وَوَصَفَ سُفْيَانُ بِكَفِّهِ فَحَرَفَهَا، وَبَدَّدَ
بَيْنَ أَصَابِعِهِ - فَيَسْمَعُ الكَلِمَةَ فَيُلْقِيهَا إِلَى مَنْ تَحْتَهُ،
ثُمَّ يُلْقِيهَا الآخَرُ إِلَى مَنْ تَحْتَهُ، حَتَّى يُلْقِيَهَا عَلَى لِسَانِ
السَّاحِرِ أَوِ الكَاهِنِ، فَرُبَّمَا أَدْرَكَ الشِّهَابُ قَبْلَ أَنْ
يُلْقِيَهَا، وَرُبَّمَا أَلْقَاهَا قَبْلَ أَنْ يُدْرِكَهُ، فَيَكْذِبُ مَعَهَا
مِائَةَ كَذْبَةٍ، فَيُقَالُ: أَلَيْسَ قَدْ قَالَ لَنَا يَوْمَ كَذَا وَكَذَا:
كَذَا وَكَذَا، فَيُصَدَّقُ بِتِلْكَ الكَلِمَةِ الَّتِي سَمِعَ مِنَ السَّمَاءِ
" [صحيح البخاري]
"Apabila
Allah menetapkan satu perkara di atas langit maka para malaikat mengepakkan
sayap-sayap mereka karena tunduk kepada firman-Nya, seakan-akan rantai yang
berada di atas batu besar. Apabila hati mereka telah menjadi stabil, mereka
berkata; 'Apa yang difirmankan Rabb kalian?' Mereka menjawab; 'Al-Haq, dan Dia
Maha Tinggi lagi Maha Besar.' Jin-jin pencuri berita mendengarkannya, (mereka
bersusun-susun) sebagian di atas sebagian yang lainnya -Sufyan menggambarkan
dengan telapak tangannya kemudian ia memiringkannya dan menyilangkan di antara
jari-jemarinya-. Mereka mencuri dengar kalimat lalu menyampaikannya kepada yang
berada di bawahnya, kemudian yang lain menyampaikannya kepada yang berada di
bawahnya, hingga disampaikan kepada lisan tukang sihir atau dukun. Bisa jadi
jin itu diterjang bintang sebelum menyampaikannya, dan bisa jadi mereka tidak
diterjang oleh bintang sehingga dapat menyampaikannya, kemudian dicampur dengan
seratus kebohongan. Maka kalimat yang didengar bisa sesuai dengan yang dari
langit." [Shahih Bukhari]
2.
Pernyataan Rasul shallallahu 'alaihi wasallam bahwa
mempercayai ucapan dukun adalah kufur.
Dari Abu Hurairah dan Al-Hasan
-radhiyallahu 'anhuma-; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda:
" مَنْ أَتَى كَاهِنًا، أَوْ عَرَّافًا، فَصَدَّقَهُ بِمَا
يَقُولُ، فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ " [مسند
أحمد: حسن]
"Barangsiapa yang mendatangi
tukan sihir atau peramal dan membenarkan perkataannya, berarti ia telah kafir
tehadap apa yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad". [Musnad Ahmad:
Hasan]
Ø Ibnu Mas’ud radhiyallahu 'anhu berkata:
«مَنْ أَتَى عَرَّافًا
أَوْ سَاحِرًا أَوْ كَاهِنًا فَسَأَلَهُ فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُولُ، فَقَدْ كَفَرَ
بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ» [مسند أبي يعلى الموصلي: صحيح]
“Siapa yang mendatangi tukang ramal, tukang
sihir, dukun, kemudian menanyainya (dengan suatu perkara gaib) lalu membenarkan
apa yang diucapkannya maka ia telah kafir dengan apa yang diturunkan kepada
Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam”. [Musnad Abi Ya’la Al-Maushiliy:
Shahih]
3.
Ancaman bagi orang yang minta diramalkan.
Lihat: Syarah Kitab tauhid bab (16); Minta pertolongan kepada malaikat dan jin adalah syirik
4.
Ancaman bagi orang yang minta di-tathayyur-kan.
Dari Abdullah bin 'Amr radhiyallahu
'anhuma; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
" مَنْ رَدَّتْهُ الطِّيَرَةُ
مِنْ حَاجَةٍ، فَقَدْ أَشْرَكَ "
"Barangsiapa yang tidak
melaksanakan satu keperluannya karena "thiyarah" maka ia telah
berbuat syirik".
Sahabat bertanya: Ya Rasulullah, apa kaffarah
(penghapus dosa) perbuatan itu?
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
menjawab:
" أَنْ يَقُولَ
أَحَدُهُمْ: اللهُمَّ لَا خَيْرَ إِلَّا خَيْرُكَ، وَلَا طَيْرَ إِلَّا طَيْرُكَ ،
وَلَا إِلَهَ غَيْرُكَ " [مسند أحمد: حسن]
"Dengan mengatakan: "Ya
Allah ... tidak ada kebaikan kecuali kebaikan (dari)-Mu, tidak ada keburukan
(yang terjadi) kecuali keburukan (atas kehendak)-Mu, dan tidak ada Ilah (yang
berhak disembah) selain-Mu!"." [Musnad Ahmad: Hasan]
Lihat: Larangan mempercayai Thiyarah dan Tasyaum (Pemali)
5.
Ancaman bagi orang yang minta disihirkan.
Allah
subhanahu wata’aalaa berfirman:
{وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى
وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ
اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ} [المائدة: 2]
Dan tolong-menolonglah kamu dalam
(mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat
dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah
amat berat siksa-Nya. [Al-Maidah: 2]
6.
Ancaman bagi orang yang mempelajari huruf-huruf أباجاد (abjadiyah).
Yaitu mempelajarinya sebagai bahan atau tanda-tanda
dalam meramal, adapun mempelajarinya kepentingan ilmu pengetahuan maka
dibolehkan.
Susunan
huruf Arab ada dua versi:
a.
Susunan abjadiyah yaitu:
«أبجد
هوز حطي كلمن سعفص قرشت ثخذ ضظغ»
b.
Susunan hijaiyah yaitu:
«أ ب ت ث ج ح خ د ذ ر ز س ش ص ض ط ظ ع غ ف ق ك
ل م ن و هـ ي»
Orang
Arab terkadang mempergunakan perhitungan memakai huruf dengan rumus sebgai
berikut:
أ = 1, ب = 2, ج = 3, د = 4, هـ = 5, و = 6, ز = 7, ح = 8, ط = 9, ي = 10, ك = 20, ل = 30, م = 40, ن = 50, س = 60, ع = 70, ف = 80, ص = 90, ق = 100, ر = 200, ش = 300, ت = 400, ث = 500, خ = 600, ذ = 700, ض = 800, ظ = 900, غ = 1000.
7.
Perbedaan antara Kahin dan ‘Arraf.
Ada tiga pendapat ulama:
Pertama:
Kahin dan ‘Arraaf maknanya sama yaitu orang yang memberitahukan perkara gaib
yang akan datang.
Kedua:
‘Arraaf lebih umum, yaitu orang yang mengaku dirinya mengetahui banyak hal
dengan menggunakan isyarat-isyarat dzahir yang dipergunakan untuk mengetahui
barang curian atau tempat barang yang hilang dan semacamnya.
Ketiga:
‘Arraaf mengaku mengetahui perkara yang sudah terjadi sedangkan “Kaahin”
mengaku mengetahui perkara yang akan datang (belum terjadi).
Wallahu a’lam!
Lihat juga: Syarah Kitab Tauhid bab (25); Macam-macam sihir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar anda adalah pelajaran berharga bagi saya ...