بسم الله الرحمن الرحيم
1.
Hadits
Nabi adalah wahyu dari Allah ‘azza wajalla.
Allah
subhanahu wata’alaa berfirman:
{وَمَا
يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى (3) إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَى} [النجم: 3 - 4]
Dan
tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu
tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya). [An-Najm: 3 - 4]
Lihat: Sunnah Nabi adalah Wahyu
2.
Wahyu
Allah ‘azza wajalla tidak akan mungkin bertentangan antara satu dengan
yang lainnya.
Allah
subhanahu wata’alaa berfirman:
{أَفَلَا
يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا
فِيهِ اخْتِلَافًا كَثِيرًا} [النساء: 82]
Maka
apakah mereka tidak memperhatikan Al-Quran? Kalau kiranya Al-Quran itu bukan
dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya. [An-Nisaa':82]
3.
Wajib
memahami dan mengamalkan hadits secara utuh, tidak menerima sebagian dan
menolak sebagian lainnya.
Allah
subhanahu wata'ala berfirman:
{يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا
فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ
عَدُوٌّ مُبِينٌ} [البقرة: 208]
Hai
orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan
janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh
yang nyata bagimu.
[Al-Baqarah: 208]
{أَفَتُؤْمِنُونَ
بِبَعْضِ الْكِتَابِ وَتَكْفُرُونَ بِبَعْضٍ فَمَا جَزَاءُ مَنْ يَفْعَلُ ذَلِكَ
مِنْكُمْ إِلَّا خِزْيٌ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يُرَدُّونَ
إِلَى أَشَدِّ الْعَذَابِ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ (85)
أُولَئِكَ الَّذِينَ اشْتَرَوُا الْحَيَاةَ الدُّنْيَا بِالْآخِرَةِ فَلَا
يُخَفَّفُ عَنْهُمُ الْعَذَابُ وَلَا هُمْ يُنْصَرُونَ} [البقرة: 85، 86]
Apakah kamu beriman
kepada sebagian Kitab (Taurat) dan ingkar kepada sebagian (yang lain)? Maka
tidak ada balasan (yang pantas) bagi orang yang berbuat demikian di antara kamu
selain kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari Kiamat mereka
dikembalikan kepada azab yang paling berat. Dan Allah tidak lengah terhadap apa
yang kamu kerjakan. Mereka itulah orang-orang yang membeli kehidupan dunia
dengan (kehidupan) akhirat. Maka tidak akan diringankan azabnya dan mereka
tidak akan ditolong. (Al-Baqarah: 85-86]
Ø
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu 'anhuma; Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam mendengar beberapa orang berselisih, kemudian bersabda:
" إِنَّمَا هَلَكَ مَنْ كَانَ
قَبْلَكُمْ بِهَذَا، ضَرَبُوا كِتَابَ اللهِ بَعْضَهُ بِبَعْضٍ، وَإِنَّمَا نَزَلَ
كِتَابُ اللهِ يُصَدِّقُ بَعْضُهُ بَعْضًا، فَلَا تُكَذِّبُوا بَعْضَهُ بِبَعْضٍ،
فَمَا عَلِمْتُمْ مِنْهُ فَقُولُوا، وَمَا جَهِلْتُمْ، فَكِلُوهُ إِلَى عَالِمِهِ
" [مسند أحمد: صحيح]
"Sesungguhnya umat sebelum kalian binasa karena ini, mereka membenturkan
kitab suci Allah antara sebagian ayatnya dengan sebagian yang lain, padahal
sesungguhnya kitab suci Allah ini diturunkan untuk membenarkan sebagiannya dengan
sebagian yang lain, maka janganlah kalian mendustakan sebagiannya dengan
sebagian yang lain. Apa yang kalian ketahui darinya maka sampaikanlah, dan apa
yang kalian tidak ketahui maka serahkanlah kepada orang yang
mengetahuinya". [Musnad Ahmad: Sahih]
4.
Hadits;
ada yang muhkam/qath’iy (maknanya pasti dan jelas) dan ada yang mutasyabih/dzaniy/mukhtalaful
hadits (tidak pasti, samar dan dipeselisihkan).
Allah
subhanahu wata'ala berfirman:
{هُوَ الَّذِي أَنْزَلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ
مِنْهُ آيَاتٌ مُحْكَمَاتٌ هُنَّ أُمُّ الْكِتَابِ وَأُخَرُ مُتَشَابِهَاتٌ
فَأَمَّا الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتَّبِعُونَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ
ابْتِغَاءَ الْفِتْنَةِ وَابْتِغَاءَ تَأْوِيلِهِ وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيلَهُ
إِلَّا اللَّهُ وَالرَّاسِخُونَ فِي الْعِلْمِ يَقُولُونَ آمَنَّا بِهِ كُلٌّ مِنْ
عِنْدِ رَبِّنَا وَمَا يَذَّكَّرُ إِلَّا أُولُو الْأَلْبَابِ} [آل
عمران: 7]
Dia-lah
yang menurunkan Al-Kitab (Al-Quran) kepada kamu. Di antara (isi) nya ada
ayat-ayat yang muhkamaat (terang dan tegas maksudnya), itulah pokok-pokok isi
Al-qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat (samar maksudnya). Adapun
orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan (mengikuti hawa nafsu),
maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya
untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta'wilnya, padahal tidak ada yang
mengetahui ta'wilnya melainkan Allah, dan orang-orang yang mendalam ilmunya,
berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu
dari sisi Tuhan kami." Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya)
melainkan orang-orang yang berakal. [Ali 'Imran:7]
Ø Dari Al-Miqdam bin
Ma'dikarib radhiyallahu 'anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda:
«أَلَا إِنِّي أُوتِيتُ الْكِتَابَ، وَمِثْلَهُ مَعَهُ» [سنن أبي
داود: صحيح]
"Sesungguhnya aku diberi Al-Qur'an dan yang sepertinya (As-Sunnah)".
[Sunan Abu Daud: Sahih]
5.
Hadits;
ada yang tidak bisa dicerna oleh akal (tauqifiy) dan ada yang bisa (taufiqy/ijtihadiy).
'Umar radhiyallahu
'anhu mendatangi Hajar Al-Aswad lalu menciumnya kemudian berkata:
«إِنِّي أَعْلَمُ أَنَّكَ حَجَرٌ، لاَ تَضُرُّ وَلاَ تَنْفَعُ،
وَلَوْلاَ أَنِّي رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يُقَبِّلُكَ مَا قَبَّلْتُكَ»
“Sungguh aku mengetahui bahwa kamu hanyalah
batu yang tidak bisa mendatangkan madharat (keburukan) maupun manfa'at. Namun
kalau bukan karena aku telah melihat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
menciummu tentu aku tidak akan menciummu". [Shahih Bukhari dan Muslim]
Ø Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu berkata:
«لَوْ كَانَ الدِّينُ بِالرَّأْيِ لَكَانَ أَسْفَلُ الْخُفِّ أَوْلَى
بِالْمَسْحِ مِنْ أَعْلَاهُ، وَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَمْسَحُ عَلَى ظَاهِرِ خُفَّيْهِ» [سنن أبي داود: صحيح]
“Seandainya agama (Islam) itu berdasarkan
hasil pikiran, niscaya bagian bawah sepatu lebih pantas untuk diusap daripada
bagian atasnya, dan sungguh saya telah melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam mengusap bagian atas kedua khufnya". [Sunan Abi Daud: Shahih]
6.
Pemahaman
terkstual dan kontekstual di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
Ibnu
Umar radhiyallahu 'anhuma
berkata:
قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ لَنَا لَمَّا رَجَعَ مِنَ الأَحْزَابِ: «لاَ يُصَلِّيَنَّ أَحَدٌ
العَصْرَ إِلَّا فِي بَنِي قُرَيْظَةَ» فَأَدْرَكَ بَعْضَهُمُ العَصْرُ فِي
الطَّرِيقِ، فَقَالَ بَعْضُهُمْ: لاَ نُصَلِّي حَتَّى نَأْتِيَهَا، وَقَالَ
بَعْضُهُمْ: بَلْ نُصَلِّي، لَمْ يُرَدْ مِنَّا ذَلِكَ، فَذُكِرَ لِلنَّبِيِّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَلَمْ يُعَنِّفْ وَاحِدًا مِنْهُمْ [صحيح البخاري ومسلم]
Nabi shallallahu
'alaihi wasallam bersabda kepada kami ketika beliau kembali dari perang
Ahzab (Syawal 5H): "Jangan sekali-kali salah seorang dari kalian shalat
'Ashar kecuali di perkampungan Bani Quraizhah." Lalu tibalah waktu shalat
ketika mereka masih di jalan, sebagian dari mereka berkata, 'Kami tidak akan
shalat kecuali telah sampai tujuan', dan sebagian lain berkata, 'Bahkan kami
akan melaksanakan shalat, sebab beliau tidaklah bermaksud demikian'. Maka
kejadian tersebut diceritakan kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam,
dan beliau tidak mencela seorang pun dari mereka." [Shahih Bukhari]
Ø Dalam riwayat lain;
نَادَى فِينَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ انْصَرَفَ عَنِ الْأَحْزَابِ «أَنْ لَا
يُصَلِّيَنَّ أَحَدٌ الظُّهْرَ إِلَّا فِي بَنِي قُرَيْظَةَ»، فَتَخَوَّفَ نَاسٌ
فَوْتَ الْوَقْتِ، فَصَلَّوْا دُونَ بَنِي قُرَيْظَةَ، وَقَالَ آخَرُونَ: لَا
نُصَلِّي إِلَّا حَيْثُ أَمَرَنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ،
وَإِنْ فَاتَنَا الْوَقْتُ، قَالَ: فَمَا عَنَّفَ وَاحِدًا مِنَ الْفَرِيقَيْنِ [صحيح مسلم]
"Ketika kami telah kembali dari perang
Ahzab, Rasulullah ﷺ berseru kepada kami,
"Hendaklah tidak ada seorangpun yang melaksanakan shalat Zuhur kecuali
jika ia telah sampai di tempat Bani Quraizhah." Lalu sebagian sahabat ada
yang khawatir akan habisnya waktu shalat, sehingga mereka melaksanakannya
sebelum memasuki daerah Bani Quraizhah. Sedangkan yang lainnya berkata,
"Kami tidak akan melaksanakan shalat kecuali pada tempat yang telah
Rasulullah ﷺ pesankan untuk kami,
meskipun waktu shalat telah habis." Abdullah berkata, "Dan ternyata
beliau tidak mencela salah satu dari kedua kelompok tersebut." [Shahih
Muslim]
Faidah:
1) Sahabat yang memahami perintah Nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam- ini secara tekstual, menjadikannya sebagai pengkhusus bagi ayat yang menunjukkan wajibnya melakukan shalat pada waktunya.
Allah
subhanahu wata'aalaa berfirman:
{إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا}
[النساء: 103]
Sesungguhnya
shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman. [An-Nisaa':103]
2)
Sedangkan sahabat yang memahminya secara kontekstual, melirik maksud dan tujuan perintah tersebut (yaitu bersegera),
sehingga mendahulukan keumuman ayat perintah shalat tepat waktu.
3)
Dalam hadits ini Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam tidak menentukan siapa yang benar dalam masalah ini,
apakah sahabat yang memahami perintah secera tekstual atau yang kontekstual,
dan pastinya ada dari keduanya yang diinginkan oleh beliau ketika memerintahkan.
4)
Ini menunjukkan bahwa
kedua metode ini mesti dipadukan dalam memahami hadits, dalam artian bahwa ada
hadits-hadits yang mesti dipahami secara tekstual dan ada yang dipahami secara kontekstual.
5)
Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam tidak menentukan sikap mana yang paling tepat dari keduanya, untuk menjaga perasaan sahabatnya yang sudah berijtihad, yang mana keduanya
berhak mendapatkan pahala, sebagaimana dalam hadits 'Amr bin Al-'Ash radhiyallahu
'anhuma; Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
«إِذَا حَكَمَ الحَاكِمُ فَاجْتَهَدَ ثُمَّ أَصَابَ فَلَهُ أَجْرَانِ،
وَإِذَا حَكَمَ فَاجْتَهَدَ ثُمَّ أَخْطَأَ فَلَهُ أَجْرٌ» [صحيح
البخاري ومسلم]
“Jika
seorang hakim menetapkan suatu hukum dan ia telah berusaha dengan baik kemudian
ia menetapkan yang benar maka ia mendapat dua pahala, dan jika ia menetapkan
hukum dan ia telah berusaha dengan baik kemudian ia menetapkan yang salah maka
ia mendapat satu pahala". [Sahih Bukhari dan Muslim]
6)
Hadits ini juga menunjukkan pentingnya sikap toleran dalam menyikapi masalah-masalah ijtihadiyah
yang berdasarkan argument-argumen yang disepakati.
7.
Hukum
asal setiap hadits mesti dipahami secara tekstual sampai ada dalil yang
menunjukkan bahwa yang dimaksud adalah kontekstualnya.
Allah
subhanahu wata'ala berfirman:
{فَبِمَا
نَقْضِهِمْ مِيثَاقَهُمْ لَعَنَّاهُمْ وَجَعَلْنَا قُلُوبَهُمْ قَاسِيَةً
يُحَرِّفُونَ الْكَلِمَ عَنْ مَوَاضِعِهِ وَنَسُوا حَظًّا مِمَّا ذُكِّرُوا بِهِ} [المائدة: 13]
Karena
mereka melanggar janjinya, kami kutuki mereka, dan kami jadikan hati mereka keras
membatu. mereka suka merobah perkataan (Allah) dari tempat-tempatnya*, dan
mereka lupa sebagian dari apa yang mereka telah diperingatkan dengannya. [Al-Maidah:13]
*Maksudnya:
Merobah arti kata-kata, tempat atau menambah dan mengurangi.
Ø
Hadits Nabi shallallahu ‘alalih wasallam, beliau bersabda:
«يَحْمِلُ
هَذَا الْعِلْمَ مِنْ كُلِّ خَلْفٍ عُدُولُهُ، يَنْفُونَ عَنْهُ تَحْرِيفَ
الْغَالِينَ، وَانْتِحَالَ الْمُبْطِلِينَ، وَتَأْوِيلَ الْجَاهِلِينَ»
Ilmu
ini (hadits/agama) akan senantiasa diemban (dijaga) di setiap generasi oleh
orang-orang yang terpercaya, mereka menolak pelenyelewengan makna orang-orang
yang berlebihan (konteksutalis), pemalsuan orang-orrang yang merusak, dan
penakwilan orang yang bodoh (tanpa dalil)”.
Hadits
ini derajatnya shahih atau hasan degan seluruh jalur sanadnya yang saling
menguatkan
8.
Contoh
pemahaman tekstual dari sahabat Nabi –radhiyallahu ‘anhum-.
Dari Abdullah
bin Mas'ud radiyallahu 'anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda:
«اسْتَحْيُوا
مِنَ اللَّهِ حَقَّ الحَيَاءِ»
"Malulah
kalian kepada Allah dengan sebanar-benarnya malu".
Para
sahabat menjawab: "Sesungguhnya kami telah merasa malu,
alhamdulullillah!"
Rasulullah
berkata:
«لَيْسَ ذَاكَ، وَلَكِنَّ الِاسْتِحْيَاءَ مِنَ اللَّهِ حَقَّ
الحَيَاءِ أَنْ تَحْفَظَ الرَّأْسَ وَمَا وَعَى، وَالبَطْنَ وَمَا حَوَى،
وَلْتَذْكُرِ المَوْتَ وَالبِلَى، وَمَنْ أَرَادَ الآخِرَةَ تَرَكَ زِينَةَ
الدُّنْيَا، فَمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ فَقَدْ اسْتَحْيَا مِنَ اللَّهِ حَقَّ
الحَيَاءِ» [سنن الترمذي: حسنه الألباني]
"Bukan itu yang saya maksud, akan tetapi rasa malu kepada Allah yang
sebenar-benarnya adalah menjaga kepala dan semua anggota badan yang ada padanya
dari segala maksiat, menjaga perut dan isinya dari yang haram, mengingat mati
dan kepunahan, siapa yang menginginkan akhirat ia meninggalkan gemerlap dunia.
Barang siapa yang melakukan hal tersebut berarti ia telah merasa malu kepada
Allah dengan sebenar-benarnya". [Sunan Tirmidzi: Hasan]
Ø Dari Aisyah radiyallahu
'anha; Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
«مَنْ أَحَبَّ لِقَاءَ اللهِ، أَحَبَّ اللهُ لِقَاءَهُ، وَمَنْ كَرِهَ
لِقَاءَ اللهِ، كَرِهَ اللهُ لِقَاءَهُ»
“Barangsiapa
yang mencintai pertemua dengan Allah maka Allah akan mencintai pertemuan
dengannya, dan barangsiapa yang membenci pertemuan dengan Allah maka Allah akan
membenci pertemuan dengannya”.
Aisyah
bertanya: Wahai Nabi Allah, apakah yang dimaksud adalah rasa benci pada
kematian? Padahal kami semua benci dengan kematian!
Rasulullah
menjawab:
«لَيْسَ كَذَلِكِ، وَلَكِنَّ الْمُؤْمِنَ إِذَا بُشِّرَ بِرَحْمَةِ
اللهِ وَرِضْوَانِهِ وَجَنَّتِهِ، أَحَبَّ لِقَاءَ اللهِ، فَأَحَبَّ اللهُ
لِقَاءَهُ، وَإِنَّ الْكَافِرَ إِذَا بُشِّرَ بِعَذَابِ اللهِ وَسَخَطِهِ، كَرِهَ
لِقَاءَ اللهِ، وَكَرِهَ اللهُ لِقَاءَهُ» [صحيح مسلم]
“Bukan
yang demikian, akan tetapi seorang mukmin jika diberi berita gembira akan
rahmat Allah, ridha, dan surga-Nya maka ia mencintai pertemuan dengan Allah.
Sedangkan orang kafir jika diberi berita tentang siksaan Allah dan murka-Nya
maka ia membenci pertemuan dengan Allah dan Allah pun membenci pertemuan
dengannya”. [Sahih Muslim]
Ø
Dari Aisyah radhiyallahu 'anha; Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda:
«لَيْسَ أَحَدٌ يُحَاسَبُ إِلَّا هَلَكَ»
"Tidak ada seorang pun yang dihisab (diperiksa amalannya) pada hari
kiamat kecuali akan binasa"
Aisyah
bertanya: Ya Rasulullah, semoga Allah menjadikan aku sebagai pembelamu,
bukankah Allah 'azza wa jalla telah berfirman:
{فَأَمَّا مَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ بِيَمِينِهِ فَسَوْفَ يُحَاسَبُ
حِسَابًا يَسِيرًا} [الانشقاق: 8]
Adapun
orang yang diberikan kitabnya dari sebelah kanannya, maka dia akan diperiksa
dengan pemeriksaan yang mudah.
[Al-Insyiqaaq: 7-8]
Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab:
«ذَاكَ العَرْضُ يُعْرَضُونَ وَمَنْ نُوقِشَ الحِسَابَ هَلَكَ» [صحيح
البخاري ومسلم]
“Itu
hanyalah sebatas pemaparan (tentang amalannya) yang diperlihatkan pada mereka,
akan tetapi barangsiapa yang membantah perhitungan tersebut maka ia akan
binasa" [Sahih Bukhari dan Muslim]
9.
Bahaya
pemahaman tekstual tanpa melirik dalil lain.
Jabir radhiyallahu 'anhu berkata: Suatu hari
kami dalam perjalanan jauh, dan seorang laki-laki dari kami ditimpa batu yang
melukainya di bagian kepala. Di malam harinya ia bermimpi (junub) lalu bertanya kepada sahabatnya: Apakah kalian
mendapatkan rukhsah (keringanan) bagiku untuk bertayammum?
Mereka
menjawab: Kami tidak mendapatkan rukhsah bagimu di saat engkau mampu
mempergunakan air.
Maka
ia mandi dan akhirnya mati. Setelah kami kembali bertemu dengan Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam dan diceritakan kepadanya tentang kajadian tersebut, maka
Rasulullah bersabda:
«قَتَلُوهُ قَتَلَهُمُ اللَّهُ أَلَا سَأَلُوا إِذْ لَمْ يَعْلَمُوا
فَإِنَّمَا شِفَاءُ الْعِيِّ السُّؤَالُ» [سنن أبي داود: حسنه
الألباني]
“Mereka
telah membunuhnya, semoga Allah membunuh mereka, tidakkah mereka bertanya jika
mereka tidak tahu? Sesungguhnya obat kebodohan itu adalah dengan
bertanya". [Sunan Abi Daud: Hasan]
10.Bahaya
pemahaman kontekstual yang berlebihan.
Abu
Hurairah radhiyallahu 'anhu
berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menyampaikan khutbah
kepada kami seraya bersabda:
" أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ فَرَضَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ الْحَجَّ
فَحُجُّوا "، فَقَالَ رَجُلٌ: أَكُلَّ عَامٍ يَا رَسُولَ اللَّه؟ ِ فَسَكَتَ
حَتَّى قَالَهَا ثَلَاثًا، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: " لَوْ قُلْتُ نَعَمْ لَوَجَبَتْ، وَلَمَا اسْتَطَعْتُمْ "،
ثُمَّ قَال: " ذَرُونِي
مَا تَرَكْتُكُمْ، فَإِنَّمَا هَلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ بِكَثْرَةِ
سُؤَالِهِمْ وَاخْتِلَافِهِمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ، فَإِذَا أَمَرْتُكُمْ
بِشَيْءٍ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ، وَإِذَا نَهَيْتُكُمْ عَنْ شَيْءٍ
فَدَعُوهُ "
"Wahai sekalian manusia, Allah telah mewajibkan atas kalian untuk
menunaikan ibadah haji. Karena itu, tunaikanlah ibadah haji." Kemudian seorang
laki-laki (Al-Aqra' bin Habis At-Tamimiy) bertanya, "Apakah setiap tahun
ya Rasulullah?" beliau terdiam beberapa saat, hingga laki-laki itu
mengulanginya hingga tiga kali. Maka beliau pun bersabda: "Sekiranya aku
menjawab, 'Ya' niscaya akan menjadi kewajiban setiap tahun dan kalian tidak
akan sanggup melaksanakannya. Karena itu, biarkanlah apa adanya masalah yang
kutinggalkan untuk kalian. Sesungguhnya orang-orang yang sebelum kamu mendapat
celaka karena mereka banyak tanya dan suka mendebat para Nabi mereka. karena
itu, bila kuperintahkan mengerjakan sesuatu, laksanakanlah sebisa-bisanya, dan
apabila kularang kalian mengerjakan sesuatu, maka hentikanlah segera."
[Shahih Muslim]
11.Bagaimana
menghindari pemahaman tekstual yang kaku.
Diantaranya:
a) Memadukan
pemahaman hadits dengan kandungan Al-Qur'an, seluruh versi riwayat satu hadits,
dan hadits yang semakna dalam setiap permasalahan.
Contoh:
Pemahaman Khawarij vs Murji’ah tentang pelaku dosa besar, Qadariyah vs Jabariah
dalam masalah takdir, dan Syi’ah vs Nawashib dalam bersikap kepada ahli Bait.
Memadukan
hadits yang menunjukkan bahwa wabah adalah rahmat dan ketetapan Allah dengan
hadits perintah menghindar dari wabah.
Memadukan
hadits yang menunjukkan keutamaan shalat berjama’ah di mesjid, merapatkan shaf,
dan larangan menutup mulut dan hidung ketika shalat, dengan hadits yang
melarang kita membahayakan diri dan orang lain.
Lihat: Mempertemukan makna hadits Ibnu ‘Abbas lewat depan shaf dengan beberapa hadits lainnya
b) Memeriksa
sebab wurud dan sebab irad hadits.
Dituturkan
kepada Aisyah - radhiyallahu 'anha- bahwa Ibnu Umar -radhiyallahu
'anhuma- berkata:
«إِنَّ الْمَيِّتَ لَيُعَذَّبُ بِبُكَاءِ
الْحَيِّ»
"Sesungguhnya mayit itu benar-benar akan disiksa lantaran tangisan mereka
yang masih hidup."
Maka
Aisyah pun berkata:
يَغْفِرُ اللهُ لِأَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَمَا إِنَّهُ لَمْ
يَكْذِبْ، وَلَكِنَّهُ نَسِيَ أَوْ أَخْطَأَ، إِنَّمَا مَرَّ رَسُولُ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى يَهُودِيَّةٍ يُبْكَى عَلَيْهَا، فَقَالَ:
«إِنَّهُمْ لَيَبْكُونَ عَلَيْهَا، وَإِنَّهَا لَتُعَذَّبُ فِي قَبْرِهَا»
“Semoga
Allah mengampuni Abu Abdurrahman, sesungguhnya ia tidaklah berdusta, namun ia
telah lupa atau salah. Peristiwa sebenarnya adalah; suatu ketika Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam melewati jenazah wanita Yahudi dan ditangisi, maka beliau
pun bersabda: 'Mereka benar-benar menangisinya, dan mayit itu benar-benar akan
disiksa di dalam kuburnya.'" [Shahih Muslim]
c) Membedakan
makna hakiki dan makna majaziy.
Abu Hurairah berkata; Rasulullah ﷺ bersabda:
"
إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ يَقُولُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ: يَا ابْنَ آدَمَ مَرِضْتُ
فَلَمْ تَعُدْنِي، قَالَ: يَا رَبِّ كَيْفَ أَعُودُكَ؟ وَأَنْتَ رَبُّ الْعَالَمِينَ،
قَالَ: أَمَا عَلِمْتَ أَنَّ عَبْدِي فُلَانًا مَرِضَ فَلَمْ تَعُدْهُ، أَمَا عَلِمْتَ
أَنَّكَ لَوْ عُدْتَهُ لَوَجَدْتَنِي عِنْدَهُ؟ يَا ابْنَ آدَمَ اسْتَطْعَمْتُكَ فَلَمْ
تُطْعِمْنِي، قَالَ: يَا رَبِّ وَكَيْفَ أُطْعِمُكَ؟ وَأَنْتَ رَبُّ الْعَالَمِينَ،
قَالَ: أَمَا عَلِمْتَ أَنَّهُ اسْتَطْعَمَكَ عَبْدِي فُلَانٌ، فَلَمْ تُطْعِمْهُ؟
أَمَا عَلِمْتَ أَنَّكَ لَوْ أَطْعَمْتَهُ لَوَجَدْتَ ذَلِكَ عِنْدِي، يَا ابْنَ آدَمَ
اسْتَسْقَيْتُكَ، فَلَمْ تَسْقِنِي، قَالَ: يَا رَبِّ كَيْفَ أَسْقِيكَ؟ وَأَنْتَ رَبُّ
الْعَالَمِينَ، قَالَ: اسْتَسْقَاكَ عَبْدِي فُلَانٌ فَلَمْ تَسْقِهِ، أَمَا إِنَّكَ
لَوْ سَقَيْتَهُ وَجَدْتَ ذَلِكَ عِنْدِي " [صحيح مسلم]
Sesungguhnya Allah ‘azza wajalla berkata pada hari
kiamat: Hai anak Adam! Aku sakit, mengapa kamu tidak menjenguk-Ku?" Jawab
anak Adam, "Wahai Rabb-ku, bagaimana mengunjungi Engkau, padahal Engkau
Tuhan semesta alam?" Allah Ta'ala berfirman, "Apakah kamu tidak tahu
bahwa hamba-Ku si Fulan sakit, mengapa kamu tidak mengunjunginya? Apakah kamu
tidak tahu, seandainya kamu kunjungi dia kamu akan mendapati-Ku di
sisinya?" "Hai, anak Adam! Aku minta makan kepadamu, mengapa kamu
tidak memberi-Ku makan?" Jawab anak Adam, "Wahai Rabb-ku, Bagaimana
mungkin aku memberi engkau makan, padahal Engkau Tuhan semesta alam?"
Allah Ta'ala berfirman, "Apakah kamu tidak tahu, bahwa hamba-Ku si Fulan
minta makan kepadamu tetapi kamu tidak memberinya makan. Apakah kamu tidak tahu
seandainya kamu memberinya makan niscaya engkau mendapatkannya di
sisi-Ku?" "Hai, anak Adam! Aku minta minum kepadamu, mengapa kamu
tidak memberi-Ku minum?" Jawab anak Adam, "Wahai Tuhanku, bagaimana
mungkin aku memberi Engkau minum, padahal Engkau Tuhan semesta alam?"
Allah Ta'ala menjawab, "Hamba-Ku si Fulan minta minum kepadamu, tetapi
kamu tidak memberinya minum. Ketahuilah, seandainya kamu memberinya minum,
niscaya kamu mendapatkannya di sisi-Ku." [Shahih Muslim]
d) Tidak
menerapkan istilah kontemporer yang maknanya baru pada hadits.
Dari Abu
Sa'id Al-Khudriy radhiyallahu 'anhu; Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda:
«الْغُسْلُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُحْتَلِمٍ وَأَنْ
يَسْتَنَّ وَأَنْ يَمَسَّ طِيبًا إِنْ وَجَدَ» [صحيح البخاري ومسلم]
"Mandi di hari Jum'at adalah wajib bagi
semua yang sudah balig, sikat gigi, dan memakai parfum kalau ada". [Sahih
Bukhari dan Muslim]
Lihat: Mandi Jum'at; Wajib atau sunnah?
12.Bagaimana
menghindari pemahaman kontekstual secara berlebihan.
Diantaranya:
a.
Memahami
dan membedakan hadits yang masuk kategori tauqifiy dan taufiqiy
(ijtihadiy).
b.
Mengetahui
hadits-hadits yang sifatnya muhkam/qath’iy dan mutasyabih/dzanniy/mukhtalaful
hadits.
c.
Membedakan
antara makna syar'iy, 'urfiy, dan lugawiy.
d.
Memahami
kaidah: العبرة بعموم اللفظ لا بخصوص السبب.
e.
Memahami
kaedah-kaedah umum-khusus dan muthlaq-muqayyad.
f.
Mengetahui
masalah-masalah ijmak (kesepakatan ulama).
g.
Membedakan
antara ta’wil dan tahrif.
Wallahu a’lam!
Lihat
juga: Pengantar ilmu hadits Ahkam - Bagaimana memahami makna kata yang gariib (aneh) dalam matan hadits? - Kedudukan As-Sunnah dalam penetapan hukum
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar anda adalah pelajaran berharga bagi saya ...