Rabu, 19 Februari 2020

Penjelasan singkat kitab Ash-Shaum dari Sahih Bukhari; Bab (51) Puasa Sya’ban

بسم الله الرحمن الرحيم
Imam Bukhari rahimahullah berkata:
بَابُ صَوْمِ شَعْبَانَ
“Bab: Puasa Sya’ban”
Dalam bab ini, imam Bukhari rahimahullah menjelaskan anjuran berpuasa di bulan Sya’ban dengan meriwayatkan hadits Aisyah radhiyallahu 'anha melalui dua jalur.
Jalur pertama, imam Bukhari rahimahullah berkata:
1969 - حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ، أَخْبَرَنَا مَالِكٌ، عَنْ أَبِي النَّضْرِ [سالم بن أبي أمية المدني]، عَنْ أَبِي سَلَمَةَ [بن عبد الرحمن بن عوف]، عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، قَالَتْ: " كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ حَتَّى نَقُولَ: لاَ يُفْطِرُ، وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُولَ: لاَ يَصُومُ، فَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ إِلَّا رَمَضَانَ، وَمَا رَأَيْتُهُ أَكْثَرَ صِيَامًا مِنْهُ فِي شَعْبَانَ "
Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Yusuf, telah mengabarkan kepada kami Malik, dari Abu An-Nadhar [Salim bin Abi Umayyah Al-Madaniy], dari Abu Salamah [bin Abdirrahman bin ‘Auf], dari 'Aisyah radhiyallahu 'anha berkata: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sedemikian sering melaksanakan puasa hingga kami mengatakan seolah-olah beliau tidak pernah berbuka (tiap hari puasa), namun beliau juga sering tidak puasa sehingga kami mengatakan seolah-olah Beliau tidak pernah puasa. Dan aku tidak pernah melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menyempurnakan puasa selama sebulan penuh kecuali puasa Ramadhan dan aku tidak pernah melihat Beliau paling banyak melaksanakan puasa (sunnah) kecuali di bulan Sya'ban".
Jalur kedua, imam Bukhari rahimahullah berkata:
1970 - حَدَّثَنَا مُعَاذُ بْنُ فَضَالَةَ، حَدَّثَنَا هِشَامٌ [الدَّسْتُوائيّ]، عَنْ يَحْيَى [بن أبي كثير]، عَنْ أَبِي سَلَمَةَ، أَنَّ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، حَدَّثَتْهُ قَالَتْ: لَمْ يَكُنِ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ شَهْرًا أَكْثَرَ مِنْ شَعْبَانَ، فَإِنَّهُ كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ "، وَكَانَ يَقُولُ: «خُذُوا مِنَ العَمَلِ مَا تُطِيقُونَ، فَإِنَّ اللَّهَ لاَ يَمَلُّ حَتَّى تَمَلُّوا»، «وَأَحَبُّ الصَّلاَةِ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا دُووِمَ عَلَيْهِ وَإِنْ قَلَّتْ، وَكَانَ إِذَا صَلَّى صَلاَةً دَاوَمَ عَلَيْهَا»
Telah menceritakan kepada kami Mu'adz bin Fadhalah, telah menceritakan kepada kami Hisyam [Ad-Dastuwaiy], dari Yahya [bin Abi Katsir], dari Abu Salamah, bahwa 'Aisyah radhiyallahu 'anha menceritakan kepadanya, katanya: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tidak pernah melaksanakan shaum lebih banyak dalam sebulan selain bulan Sya'ban, yang Beliau melaksanakan shaum bulan Sya'ban seluruhnya. Beliau bersabda: "Lakukanlah amal-amal yang kalian sanggup melaksanakannya, karena Allah tidak akan bosan (dalam memberikan pahala) sampai kalian yang lebih dahulu bosan (dari mengerjakan amal) ". Dan shalat yang paling Nabi shallallahu 'alaihi wasallam cintai adalah shalat yang dijaga kesinambungannya sekalipun sedikit. Dan Beliau bila sudah biasa melaksanakan shalat (sunnat) beliau menjaga kesinambungannya".
Penjelasan singkat hadits ini:
1.      Biografi Aisyah radhiyallahu ‘anha.
2.      Keutamaan berpuasa.
3.      Keutamaan puasa Ramadhan.
4.      Bulan Sya'ban adalah bulan ke delapan dari bulan-bulan hijriyah.
Bulan ini dinamai "Sya'ban", karena orang Arab dulu pada bulan ini berpencar (تَشَعَّب) untuk mencari air atau berpencar menuju peperangan setelah libur di bulan Rajab.
5.      Keutamaan puasa Sya’ban.
Dalam riwayat lain, Aisyah radhiyallahu 'anha berkata:
كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ، كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ إِلَّا قَلِيلًا [صحيح مسلم]
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjalankan puasa Sya'ban sebulan penuh, kecuali beberapa hari". [Shahih Muslim]
Ø  Dari Ummi Salamah radhiyallahu 'anha; dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam:
«أَنَّهُ لَمْ يَكُنْ يَصُومُ مِنَ السَّنَةِ شَهْرًا تَامًّا إِلَّا شَعْبَانَ يَصِلُهُ بِرَمَضَانَ» [سنن أبي داود: صحيح]
“Bahwa beliau tidak pernah berpuasa sunnah satu bulan penuh kecuali bulan Sya'ban, beliau menyambungnya dengan Ramadhan”. [Sunan Abi Daud: Shahih]
6.      Hikmah puasa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam di bulan Sya'ban
Banyak versi ulama dalam menjelaskan hikmah mengapa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam banyak menjalankan puasa di bulan Sya'ban. Diantara pendapat tersebut:
1-      Karena Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tidak sempat menjalankan puasa sunnah tiga hari dalam sebulan karena pepergian (musafir) atau halangan lainnya, dengan demikian Rasulullah menggantikannya di bulan Sya'ban.
Aisyah radhiyallahu 'anha berkata:
«كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ، فَرُبَّمَا أَخَّرَ ذَلِكَ حَتَّى يَجْتَمِعَ عَلَيْهِ صَوْمُ السَّنَةِ، وَرُبَّمَا أَخَّرَهُ حَتَّى يَصُومَ شَعْبَانَ» [المعجم الأوسط: ضعيف]
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sering berpuasa setiap bulan sebanyak tiga hari, dan terkadang beliau menundanya sampai terkumpul puasa satu tahun, dan terkadang beliau menundanya sampai beliau berpuasa di bulan Sya’ban. [Al-Mu’jam Al-Ausath: Lemah]
2-      Sebagai bentuk pengagungan bagi bulan Ramadhan.
Anas radhiyallahu 'anhu berkata:
سُئِلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَيُّ الصَّوْمِ أَفْضَلُ بَعْدَ رَمَضَانَ؟ فَقَالَ: «شَعْبَانُ لِتَعْظِيمِ رَمَضَانَ» [سنن الترمذي: ضعيف]
Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam ditanya tentang puasa yang paling utama setelah Ramadhan? Beliau menjawab: "Bulan Sya'ban untuk memuliakan Ramadhan". [Sunan Tirmidziy: Lemah]
3-      Karena para istri Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam meng-qadha' puasa Ramadhannya yang terhalang di bulan Sya'ban, dengan demikian beliau mengisinya dengan berpuasa.
Aisyah radhiyallahu 'anha berkata;
«كَانَ يَكُونُ عَلَيَّ الصَّوْمُ مِنْ رَمَضَانَ، فَمَا أَسْتَطِيعُ أَنْ أَقْضِيَهُ إِلَّا فِي شَعْبَانَ، الشُّغْلُ مِنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ» [صحيح البخاري ومسلم]
"Aku masih punya hutang puasa Ramadhan. Tetapi aku belum membayarnya sehingga tiba bulan Sya'ban, barulah kubayar, berhubungan dengan kesibukanku melayani Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam." [Shahih Bukhari dan Muslim]
Dalam riwayat lain:
«إِنْ كَانَتْ إِحْدَانَا لَتُفْطِرُ فِي زَمَانِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَمَا تَقْدِرُ عَلَى أَنْ تَقْضِيَهُ مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، حَتَّى يَأْتِيَ شَعْبَانُ» [صحيح مسلم]
"Pernah ada salah seorang dari kami (istri Nabi), berbuka (di bulan Ramadhan) pada zaman Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, dan tidaklah ia mampu meng-qadha-nya bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam hingga masuk bulan Sya'ban." [Shahih Muslim]
4-      Karena kebiasaan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjalankan puasa sunnah di setiap bulan, maka jatah puasa sunnah bulan Ramadhan ditunaikan di bulan Sya'ban.
5-      Karena puasa di bulan Sya'ban banyak dilalaikan orang dan amalan diperlihatkan pada bulan Sya’ban.
Dari Usamah bin Zaid radhiyallahu 'anhuma beliau bertanya kepada Rasulullah: Ya Rasulullah! Aku tidak pernah melihat engkau banyak menjalankan puasa sebagaimana yang engkau jalankan di bulan Sya'ban?
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab:
«ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ، وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ، فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ»
"Itulah bulan yang banyak dilalaikan oleh orang, bulan antara Rajab dan Ramadhan, adalah bulan dimana semua amalan diangkat kepada Tuhan semesta alam. Olehnya itu, aku senang jika amalanku diangkat di saat aku menjalanka puasa". [Sunan An-Nasa’iy: Hasan]
Pendapat yang terakhir dirajihkan oleh Ibnu Hajar dalam "Fathul Bary" dan Asy-Syaukany dalam "Nailul Authar".
7.      Mengkhususkan puasa pada hari pertengahan bulan Sya'ban adalah menyalahi sunnah.
Bagi mereka yang bukan kebiasaanya banyak menjalankan puasa di bulan Sya'ban, atau puasa tiga hari pertengahan setiap bulan, kemudian ia menjalankan puasa khusus di hari ke limabelas bulan Sya'ban dengan keyakinan adanya keutamaan di hari tersebut, berarti ia telah menyalahi sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Karena tidak ada nash shahih yang mencantumkan keutamaan khusus puasa di pertengahan bulan Sya'ban.
Adapun hadits-hadits yang mencantumkan keutamaan puasa di pertengahan bulan Sya'ban semuanya adalah sangat lemah (dhaif jiddan) atau palsu.
Seperti contoh hadits yang diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu dan dinisbahkan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda:
" إِذَا كَانَتْ لَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَقُومُوا لَيْلَتَهَا، وَصُومُوا يَوْمَهَا "
"Apabila tiba malam pertengahan bulan Sya'ban, hendaklah kalian mendirikan shalat malam dan menjalakan puasa di siang harinya".
8.      Hukum berpuasa setelah pertengahan bulan Sya'ban.
                Ulama berselisih pendapat tentang boleh tidaknya manjalankan puasa setelah lewat pertengahan bulan Sya'ban.
Jumhur ulama membolehkannya, sedangkan Asy-Syafi'iah menganggapnya makruh.
Landasan yang dipakai oleh Asy-Syafi'iah adalah hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
«إِذَا انْتَصَفَ شَعْبَانُ، فَلَا تَصُومُوا»
"Apabila bulan Sya'ban telah mencapai pertengahan, maka janganlah kalian berpuasa".
                Hadits ini diperselisihkan oleh para ulama, ada yang men-dhaif-kannya seperti Abdurrahman bin Mahdy, Imam Ahmad, Yahya bin Ma'in, Abu Zur'ah dan yang lainnya. Dan ada pula yang men-shahih-kannya, seperti At-Tirmidziy dan syekh Albany rahimahumullah.
                Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan: "Tidak ada pertentangan antara hadits yang mengisahkan banyaknya buasa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam di bulan Sya'ban dengan hadits larangan mendahulukan puasa Ramadhan dengan puasa satu atau dua hari sebelumnya, begitu pula dengan hadits yang melarang puasa setelah pertengahan Sya'ban. Karena semua hadits tersebut bisa dikonfirmasikan bahwasanya larangan tersebut bagi mereka yang tidak terbiasa banyak menjalankan puasa di bulan Sya'ban”. Karena dikhawatirkan ia tidak akan sanggup menghadapi bulan Ramadhan yang akan datang.
                Atau, larangan menjalankan puasa satu atau dua hari sebelum Ramadhan untuk menghindari adanya penambahan puasa Ramadhan. Dan larangan menjalankan puasa setelah pertengahan bulan Sya'ban bagi mereka yang tidak berpuasa sebelumnya di awal bulan.
                Dalam shahih Al-Bukhary dan Muslim, Abu Hurairah radiyallahu 'anhu berkata: Rasulullah shallahllahu 'alaihi wasallam bersabda:
«لَا تَقَدَّمُوا رَمَضَانَ بِصَوْمِ يَوْمٍ وَلَا يَوْمَيْنِ إِلَّا رَجُلٌ كَانَ يَصُومُ صَوْمًا، فَلْيَصُمْهُ»
"Janganlah kalian mendahulukan Ramadhan dengan puasa satu atau dua hari sebelumnya, kecuali bagi mereka yang bertepatan dengan puasa rutinnya, maka silahkan menjalankannya".
9.      Keutamaan lain di bulan Sya'ban
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
«إِنَّ اللَّهَ لَيَطَّلِعُ فِي لَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَيَغْفِرُ لِجَمِيعِ خَلْقِهِ إِلَّا لِمُشْرِكٍ أَوْ مُشَاحِنٍ»
“Allah -tabaraka wata'ala- melihat kepada hamba-Nya di malam pertengahan bulan Sya'ban, kemudian memberi ampunan kepada mereka kecuali musyrik atau " musyahin ".”
                Yang dimaksud dengan musyahin adalah yang saling bermusuhan. Sedangkan Imam Al-Auza'y -rahimahullah- mengatakan: Yang dimaksud adalah ahli bid'ah yang melenceng dari Jama'ah.
                Hadits ini diriwayatkan dari beberapa Sahabat, diantaranya: Mu'adz bin Jabal, Abu Tsa'labah Al-Khusyany, Abdullah bin Amr, Abu Musa Al-Asy'ary, Abu Hurairah, Abu Bakr Ash-Shiddiq, Auf bin Malik, dan Aisyah radiyallahu ta'ala 'anhum.
                Syekh Albany rahimahullah mengatakan: Hadits ini shahih, diriwayatkan dari beberapa Sahabat Nabi yang periwayatanya saling menguatkan. [silsilah ash-shahihah no. 1144]
10.  Tidak ada amalan khusus yang dilakukan pada malam seperdua Sya’ban.
Adapun hadits-hadits yang diriwayatkan dalam hal ini, maka semuanya sangat lemah bahkan diantaranya ada yang palsu.
Diantaranya: Hadits Ibnu Kurduus, dari bapaknya, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
" مَنْ أَحْيَا لَيْلَتَيِ الْعِيدِ وَلَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ، لَمْ يَمُتْ قَلْبُهُ يَوْمَ تَمُوتُ الْقُلُوبُ "
“Barangsiapa yang menghidupkan dua malam ‘ied, dan malam seperdua bulan Sya’ban, maka hatinya tidak akan mati pada hari banyaknya hati yang mati”.
Ibnu Al-Jauziy -rahimahullah- berkata: “Hadits ini tidak shahih dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, pada sanadnya ada beberapa cacat. [“Al-‘Ilal Al-Mutanahiyah” 2/72]
11.  Melakukan ibadah sesuai kemampuan.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
«إِيَّاكُمْ وَالْوِصَالَ» قَالُوا: فَإِنَّكَ تُوَاصِلُ، يَا رَسُولَ اللهِ، قَالَ: «إِنَّكُمْ لَسْتُمْ فِي ذَلِكَ مِثْلِي، إِنِّي أَبِيتُ يُطْعِمُنِي رَبِّي وَيَسْقِينِي، فَاكْلَفُوا مِنَ الْأَعْمَالِ مَا تُطِيقُونَ»
"Janganlah kalian menyambungkan puasa".
Sahabat bertanya: Tapi engkau menyambung puasa, Ya Rasulullah?
Rasulullah menjawab: "Kalian tidak sama sepertiku, sesungguhnya aku bermalam dan Tuhanku memberiku makan dan minum, lakukanlah ibadah yang engkau mampu". [Sahih Bukhari dan Muslim]
12.  Keutamaan beribadah secara konsisten sekalipun sedikit.
Dalam riwayat lain, Aisyah radhiyallahu 'anha berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
«يَا أَيُّهَا النَّاسُ، خُذُوا مِنَ الأَعْمَالِ مَا تُطِيقُونَ، فَإِنَّ اللَّهَ لاَ يَمَلُّ حَتَّى تَمَلُّوا، وَإِنَّ أَحَبَّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ مَا دَامَ وَإِنْ قَلَّ» [صحيح البخاري ومسلم]
"Wahai sekalian manusia, lakukanlah ibadah sesuai kemampuan kalian, karena sesungguhnya Allah tidak merasa bosan sampai kalian bosan, dan sesungguhnya amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah yang konsisten sekalipun sedikit". [Sahih Bukhari dan Muslim]
Ø  Dari Abu Musa radhiyallahu 'anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
«إِذَا مَرِضَ العَبْدُ، أَوْ سَافَرَ، كُتِبَ لَهُ مِثْلُ مَا كَانَ يَعْمَلُ مُقِيمًا صَحِيحًا» [صحيح البخاري]
"Jika seorang hamba sakit atau bepergian (dan tidak bisa melaksanakan ibadah rutinnya), maka ditulis baginya pahala seperti ketika dia beramal saat muqim dan dalam keadaan sehat". [Sahih Bukhari]
13.  Apakah Allah subhanahu wata’aalaa merasakan sifat “bosan”?
Dalam riwayat lain: Al-Haula`a binti Tuwait bin Habib bin Asad bin Abdul 'Uzza melewati Aisyah radhiyallahu 'anha, sementara di sisinya ada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Aisyah pun berkata; "Wanita ini adalah Al-Haula` binti Tuwait, orang-orang bercerita bahwa ia tidak pernah tidur malam (karena shalat)."
Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
«لَا تَنَامُ اللَّيْلَ!؟ خُذُوا مِنَ الْعَمَلِ مَا تُطِيقُونَ، فَوَاللهِ لَا يَسْأَمُ اللهُ حَتَّى تَسْأَمُوا» [صحيح مسلم]
"Ia tidak tidur malam?! Hendaklah kalian beramal sesuai dengan kemampuan kalian, karena demi Allah, Allah tidak akan bosan hingga kalian sendiri yang bosan." [Shahih Muslim]
Ulama berbeda pendapat dalam menyikapi masalah ini:
Pendapat pertama: Hadits ini tidak menunjukkan adanya sifat bosan bagi Allah.
Adapun maksud hadits ini adalah “Allah tidak pernah bosan ketika kalian bosan”.
Pendapat kedua: Makna bosan pada Allah dalam hadits ini adalah tidak berhenti memberi pahala.
Pendapat ketiga: Allah memiliki sifat bosan tapi tidak seperti dengan sifat bosannya manusia.
Allah subhanahu wa ta'aalaa berfirman:
{لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ} [الشورى: 11]
Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dialah yang Maha Mendengar dan Melihat. [Asy-Syuraa: 11]
Pendapat keempat: Sifat bosa bagi Allah ditetapkan jika dilawankan dengan sifat bosan manusia (sebagai balasan). Sama halnya sifat “makar” dan “istihzaa’”:
Allah subhanahu wa ta'aalaa berfirman:
{وَمَكَرُوا وَمَكَرَ اللَّهُ وَاللَّهُ خَيْرُ الْمَاكِرِينَ} [آل عمران: 54]
Orang-orang kafir itu membuat tipu daya, dan Allah membalas tipu daya mereka itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya. [Ali ‘Imran: 54]
{وَإِذَا لَقُوا الَّذِينَ آمَنُوا قَالُوا آمَنَّا وَإِذَا خَلَوْا إِلَى شَيَاطِينِهِمْ قَالُوا إِنَّا مَعَكُمْ إِنَّمَا نَحْنُ مُسْتَهْزِئُونَ . اللَّهُ يَسْتَهْزِئُ بِهِمْ وَيَمُدُّهُمْ فِي طُغْيَانِهِمْ يَعْمَهُونَ} [البقرة: 14 - 15]
Dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan: "Kami telah beriman". Dan bila mereka kembali kepada syaitan-syaitan mereka (pemimpin-pemimpin mereka), mereka mengatakan: "Sesungguhnya kami sependirian dengan kamu, kami hanyalah berolok-olok." Allah akan (membalas) olok-olokan mereka dan membiarkan mereka terombang-ambing dalam kesesatan mereka. [Al-Baqarah: 14-15]
Wallahu a’lam!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar anda adalah pelajaran berharga bagi saya ...