بسم
الله الرحمن الرحيم
Imam Bukhari rahimahullah berkata:
بَابُ مَا
يُذْكَرُ مِنْ صَوْمِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَإِفْطَارِهِ
“Bab: Tentang puasa dan berbukanya Nabi shallallahu ‘alaih
wasallam”
Dalam bab ini, imam Bukhari rahimahullah menyebutkan
tentang keseimbangan puasa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam antara
berpuasa dan tidak berpuasa dengan meriwayatkan dua hadits dari Ibnu ‘Abbas
dan Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhum.
1971 - حَدَّثَنَا مُوسَى
بْنُ إِسْمَاعِيلَ، حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانَةَ [الوضاح بن عبد الله اليشكري]،
عَنْ أَبِي بِشْرٍ [جعفر بن أبي وَحْشِيَّةَ]، عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ، عَنِ
ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، قَالَ: «مَا صَامَ النَّبِيُّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَهْرًا كَامِلًا قَطُّ غَيْرَ رَمَضَانَ»، "وَيَصُومُ
حَتَّى يَقُولَ القَائِلُ: لاَ وَاللَّهِ لاَ يُفْطِرُ، وَيُفْطِرُ حَتَّى يَقُولَ
القَائِلُ: لاَ وَاللَّهِ لاَ يَصُومُ "
Telah
menceritakan kepada kami Musa bin Isma'il telah menceritakan kepada kami Abu
'Awanah [Al-Wadhdhah bin Abdillah Al-Yasykuriy], dari Abu Bisyir [Ja’far bin
Abi Wahsyiyah], dari Sa'id bin Jubair dari Ibnu 'Abbas radhiyallahu
'anhuma berkata: " Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tidak
pernah sekalipun melaksanakan shaum sebulan penuh kecuali puasa Ramadhan. Dan
beliau seseorang yang rajin puasa sehingga sehingga ada yang berkomentar;
"Tidak, demi Allah, beliau belum pernah tidak shaum". Namun
sering-sering beliau juga tidak puasa sehingga ada seorang yang berkata;
"Tidak, demi Allah, Beliau tidak pernah shaum".
Ø Dalam riwayat lain, Utsman bin Hakim Al-Anshariy -rahimahullah-
berkata;
سَأَلْتُ سَعِيدَ بْنَ جُبَيْرٍ، عَنْ صَوْمِ رَجَبٍ وَنَحْنُ يَوْمَئِذٍ فِي رَجَبٍ
فَقَالَ: سَمِعْتُ ابْنَ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا، يَقُولُ: " كَانَ
رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ حَتَّى نَقُولَ: لَا
يُفْطِرُ، وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُولَ: لَا يَصُومُ " [صحيح مسلم]
Saya
bertanya kepada Sa'id bin Jubair mengenai puasa
Rajab, dan saat itu kami berada di bulan Rajab. Maka ia pun menjawab;
Saya telah mendengar Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma berkata; “Dulu
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah berpuasa hingga kami
berkata bahwa beliau tidak akan berbuka. Dan beliau juga pernah berbuka
hingga kami berkata bahwa beliau tidak akan puasa." [Shahih Muslim]
Lihat: Adakah puasa khusus di bulan Rajab?
Lihat: Adakah puasa khusus di bulan Rajab?
Kedua: Hadits
Anas bin Malik, imam
Bukhari rahimahullah meriwayatkannya
melalui dua jalur:
Jalur pertama, imam Bukhari rahimahullah berkata:
1972
- حَدَّثَنِي عَبْدُ العَزِيزِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ، قَالَ: حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ
بْنُ جَعْفَرٍ [ابن أبي كثير المدني]، عَنْ حُمَيْدٍ [الطويل]، أَنَّهُ
سَمِعَ أَنَسًا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، يَقُولُ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ «يُفْطِرُ مِنَ الشَّهْرِ حَتَّى نَظُنَّ أَنْ لاَ
يَصُومَ مِنْهُ، وَيَصُومُ حَتَّى نَظُنَّ أَنْ لاَ يُفْطِرَ مِنْهُ شَيْئًا،
وَكَانَ لاَ تَشَاءُ تَرَاهُ مِنَ اللَّيْلِ مُصَلِّيًا إِلَّا رَأَيْتَهُ، وَلاَ
نَائِمًا إِلَّا رَأَيْتَهُ»
Telah menceritakan kepada kami 'Abdul 'Aziz bin
'Abdullah berkata: Telah menceritakan kepada saya Muhammad bin Ja'far [Ibnu Abi
Katsir Al-Madaniy], dari Humaid [Ath-Thawiil] bahwasanya dia mendengar Anas
radhiyallahu 'anhu berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
pernah tidak berpuasa selama sebulan hingga kami menduga beliau tidak pernah
puasa seharipun dari bulan itu. Dan pernah juga Beliau puasa hingga seolah-olah
kami menduga beliau belum pernah tidak puasa seharipun. Dan seandainya kamu
ingin melihat di malam hari Beliau shalat pasti kalian akan melihat Beliau
sedang shalat, namun begitu juga saat kamu ingin melihat Beliau tidur, pasti kamu
akan melihat Beliau sedang tidur".
Imam Bukhari rahimahullah berkata:
وَقَالَ
سُلَيْمَانُ
[بن حَيَّانَ أبو خالد الأحمر]، عَنْ حُمَيْدٍ، أَنَّهُ سَأَلَ أَنَسًا
فِي الصَّوْمِ
...
Dan berkata, Sulaiman [bin Hayyan Abu Khalid
Al-Ahmar], dari Humaid bahwa dia pernah bertanya kepada Anas tentang puasa
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam …
Jalur kedua, imam Bukhari rahimahullah
berkata:
1973 -
حَدَّثَنِي مُحَمَّدٌ هُوَ ابْنُ سَلاَمٍ، أَخْبَرَنَا أَبُو خَالِدٍ الأَحْمَرُ،
أَخْبَرَنَا حُمَيْدٌ قَالَ: سَأَلْتُ أَنَسًا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنْ
صِيَامِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: «مَا كُنْتُ
أُحِبُّ أَنْ أَرَاهُ مِنَ الشَّهْرِ صَائِمًا إِلَّا رَأَيْتُهُ، وَلاَ مُفْطِرًا
إِلَّا رَأَيْتُهُ، وَلاَ مِنَ اللَّيْلِ قَائِمًا إِلَّا رَأَيْتُهُ، وَلاَ
نَائِمًا إِلَّا رَأَيْتُهُ، وَلاَ مَسِسْتُ خَزَّةً وَلاَ حَرِيرَةً، أَلْيَنَ
مِنْ كَفِّ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَلاَ شَمِمْتُ
مِسْكَةً، وَلاَ عَبِيرَةً أَطْيَبَ رَائِحَةً مِنْ رَائِحَةِ رَسُولِ اللَّهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ»
Telah
menceritakan kepada saya Muhammad Dia adalah Ibnu Salam, telah mengabarkan
kepada kami Abu Khalid Al-Ahmar, telah mengabarkan kepada kami dari Humaid
berkata; Aku bertanya kepada Anas radhiyallahu 'anhu tentang
shaum Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Dia berkata: "Tidaklah aku
ingin melihat Beliau berpuasa dalam suatu bulan kecuali aku pasti melihatnya,
begitu juga tidaklah aku ingin melihat beliau tidak berpuasa, pasti aku juga
bisa melihatnya. Dan saat Beliau berdiri shalat malam melainkan aku melihatnya
begitu juga bila Beliau tidur melainkan aku juga pernah melihatnya. Dan belum
pernah aku menyentuh sutera campuran ataupun sutera halus yang melebihi
halusnya telapak tangan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan
belum pernah pula aku mencium bau wewangian minyak kasturi dan wewangian lain
yang lebih harum dari keharuman (badan) Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam.
Penjelasan singkat dua hadits di atas:
1.
Biografi Abdullah bin Al-‘Abbas radhiyallahu
‘anhuma.
2.
Biografi Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu.
3.
Keutamaan berpuasa.
Lihat: Bab (2) Keutamaan puasa
4.
Keutamaan puasa Ramadhan.
5.
Keseimbangan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam
beribadah.
Anas
bin Malik radhiyallahu
'anhu berkata:
جَاءَ ثَلاَثَةُ رَهْطٍ إِلَى بُيُوتِ
أَزْوَاجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، يَسْأَلُونَ عَنْ
عِبَادَةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَلَمَّا أُخْبِرُوا
كَأَنَّهُمْ تَقَالُّوهَا، فَقَالُوا: وَأَيْنَ نَحْنُ مِنَ النَّبِيِّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟ قَدْ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا
تَأَخَّرَ، قَالَ أَحَدُهُمْ: أَمَّا أَنَا فَإِنِّي أُصَلِّي اللَّيْلَ أَبَدًا،
وَقَالَ آخَرُ: أَنَا أَصُومُ الدَّهْرَ وَلاَ أُفْطِرُ، وَقَالَ آخَرُ: أَنَا
أَعْتَزِلُ النِّسَاءَ فَلاَ أَتَزَوَّجُ أَبَدًا، فَجَاءَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَيْهِمْ، فَقَالَ: «أَنْتُمُ الَّذِينَ قُلْتُمْ
كَذَا وَكَذَا، أَمَا وَاللَّهِ إِنِّي لَأَخْشَاكُمْ لِلَّهِ وَأَتْقَاكُمْ لَهُ،
لَكِنِّي أَصُومُ وَأُفْطِرُ، وَأُصَلِّي وَأَرْقُدُ، وَأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ،
فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي»
Tiga
orang datang ke rumah istri-istri Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam, mereka menanyakan
tentang ibadah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Setelah mereka diberi tahu, seakan-akan
mereka menganggapnya sedikit. Mereka mengatakan: Apalah kita dibandingkan
dengan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam? Beliau sudah diampuni dosanya yang telah lalu dan yang akan datang.
Seorang
dari mereka berkata: Adapun saya, akan shalat malam selamanya. Yang lain
berkata: Aku akan puasa seumur hidup dan tidak berbuka. Dan yang lain berkata:
Aku akan meninggalkan wanita dan tidak menikah selamanya.
Kemudian
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mendatangi mereka dan bersabda: “Kaliankah
yang mengatakan ini dan itu? Ketahuilah demi Allah, sesungguhnya aku adalah
yang paling takut kepada Allah dari kalian dan yang paling bertaqwa kepada-Nya,
akan tetapi aku berpuasa dan berbuka, salat malam dan tidur, dan aku menikahi
wanita, maka barangsiapa yang tidak suka dengan sunnahku maka ia bukan dari
golonganku". [Sahih Bukhari dan Muslim]
6.
Apakah hadits ini bertentangan dengan hadits yang
menunjukkan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam selalu konsisten
dengan puasa dan shalatnya?
Pada bab sebelumnya, Aisyah radhiyallahu 'anha berkata:
«كَانَ إِذَا صَلَّى صَلاَةً دَاوَمَ
عَلَيْهَا»
“Beliau bila sudah biasa melaksanakan
shalat (sunnat) beliau menjaga kesinambungannya".
Dalam riwayat lain:
" كَانَ عَمَلُهُ
دِيمَةً " [صحيح البخاري ومسلم]
“Beliau
selalu beramal terus menerus tanpa putus.” [Shahih Bukhari dan Muslim]
Maksud
hadits dalam bab ini, bahwasanya
ibadah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dalam berpuasa dan shalat
malam dilakukan secara bervariasi, terkadang berpuasa di awal bulan, terkadang di pertengahan bulan, dan
terkadang di akhir bulan. Demikian pula shalat beliau, terkadang di awal malam,
terkadang di tengah malam, dan terkadang di akhir malam.
Dan
bukan berarti bahwa beliau berpuasa sebulan penuh dan shalat semalam penuh,
atau tidak berpuasa sebulan penuh dan tidak shalat semalam penuh.
Sehingga
yang ingin melihat beliau berpuasa ia akan melihat beliau berpuasa, siapa yang
ingin melihatnya tidak berpuasa dia akan melihatnya tidak berpuasa. Begitu pula
dengan shalatnya.
Dengan
demikian tidak ada pertentangan dari hadits-hadits di atas. [Fathul Bari karya
Ibnu Hajar 4/252]
7.
Keutamaan shalat malam.
Diantaranya:
a)
Pintu kebaikan
Dari Mu'adz bin Jabal radhiyallahu 'anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
" أَلَا أَدُلُّكَ عَلَى أَبْوَابِ
الْخَيْرِ؟ الصَّوْمُ جُنَّةٌ، وَالصَّدَقَةُ تُطْفِئُ الْخَطِيئَةَ كَمَا يُطْفِئُ
النَّارَ الْمَاءُ، وَصَلَاةُ الرَّجُلِ مِنْ جَوْفِ اللَّيْلِ " [سنن ابن ماجه: صحيح]
“Maukah engkau kutunjukkan
pintu-pintu kebaikan? Puasa adalah perisai, dan sedekah manghapuskan kesalahan
sebagaimana air memadamkan api, dan salat seseorang di sepertiga malam
terakhir”. [Sunan Ibnu Majah: Sahih]
b)
Amalan rutin orang-orang saleh, pendekatan kepada
Allah, dan penghapus dosa.
Dari Abu Umamah radhiyallahu 'anhu; Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
«عَلَيْكُمْ بِقِيَامِ اللَّيْلِ
فَإِنَّهُ دَأَبُ الصَّالِحِينَ قَبْلَكُمْ، وَهُوَ قُرْبَةٌ إِلَى رَبِّكُمْ، وَمَكْفَرَةٌ
لِلسَّيِّئَاتِ، وَمَنْهَاةٌ لِلإِثْمِ» [سنن الترمذي:
حسن]
“Hendaklah kalian mendirikan shalat
malam, karena itu adalah amalan rutin orang-orang saleh sebelum kalian, amalan
untuk mendekatkan diri kepada Rabb kalian, penghapus keburukan, dan mencegah
dari perbuatan dosa”. [Sunan Tirmidzi: Hasan]
c)
Mencegah dari perbuatan dosa
Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu berkata: Seorang datang
kepada Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam dan berkata: Sesunggunya
si fulan mendirikan shalat malam tapi pagi harinya ia mencuri?
Rasulullah bersabda:
" إِنَّهُ سَيَنْهَاهُ مَا
تَقُولُ " [مسند أحمد: صحيح]
“Sesungguhnya shalatnya akan
mencegahnya dari apa yang kau katakan (mencuri)”. [Musnad Ahmad: Sahih]
d)
Masuk surga
Dari Abdullah bin Salam radhiyallahu 'anhu; Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
«يَا أَيُّهَا النَّاسُ، أَفْشُوا
السَّلَامَ، وَأَطْعِمُوا الطَّعَامَ، وَصَلُّوا وَالنَّاسُ نِيَامٌ تَدْخُلُونَ الجَنَّةَ
بِسَلَامٍ» [سنن الترمذي: صحيح]
“Wahai sekalian manusia,
sebarkanlah salam, berilah makan, dan salatlah di saat orang-orang sedang
tidur, maka kalian akan masuk surga dengan keselamatan”. [Sunan Tirmidzi: Sahih]
Lihat: Keutamaan shalat malam
8.
Kesempurnaan ciptaan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Dalam riwayat lain, Anas
bin Malik radhiyallahu 'anhu berkata:
«كَانَ
رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَزْهَرَ اللَّوْنِ، كَأَنَّ
عَرَقَهُ اللُّؤْلُؤُ، إِذَا مَشَى تَكَفَّأَ، وَلَا مَسِسْتُ دِيبَاجَةً، وَلَا
حَرِيرَةً أَلْيَنَ مِنْ كَفِّ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ،
وَلَا شَمِمْتُ مِسْكَةً وَلَا عَنْبَرَةً أَطْيَبَ مِنْ رَائِحَةِ رَسُولِ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ» [صحيح مسلم]
"Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam berkulit putih, keringatnya seperti
permata, jika beliau berjalan keringatnya menetes, dan aku tidak pernah menyentuh
diibajah (sejenis sutra), dan sutra yang lebih halus dari telapak tangan
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, dan aku tidak pernah mencium
misk dan anbar (jenis wewangian) lebih harum daripada bau badan Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam" [Sahih Muslim]
Ø Dalam riwayat lain, Anas
bin Malik radhiyallahu 'anhu berkata:
دَخَلَ
عَلَيْنَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ عِنْدَنَا،
فَعَرِقَ، وَجَاءَتْ أُمِّي بِقَارُورَةٍ، فَجَعَلَتْ تَسْلِتُ الْعَرَقَ فِيهَا،
فَاسْتَيْقَظَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: «يَا أُمَّ
سُلَيْمٍ مَا هَذَا الَّذِي تَصْنَعِينَ؟» قَالَتْ: هَذَا عَرَقُكَ نَجْعَلُهُ فِي
طِيبِنَا، وَهُوَ مِنْ أَطْيَبِ الطِّيبِ
Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam datang kepada kami kemudian tidur siang di rumah kami,
kemudian beliau berkeringat dan ibuku datang dengan botol kecil kemudian
menjadikan keringat beliau mengalir ke dalamnya, lalu Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam bangun dari tidurnya dan berkata: “Wahai
Ummu Sulaim, apa yang engkau lakukan ini?"
Ummu
Sulaim menjawab: Ini adalah keringatmu, kami menjadikannya parfum kami, dan ia
adalah parfum yang paling harum! [Sahih Muslim]
9.
Apakah kotoran dan darah Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam suci?
Ulama
berselisih pendapat dalam masalah ini:
Pendapat pertama:
Kencing dan kotoran Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam adalah suci.
Dengan
dalil:
1) Hadits Umaimah radhiyallahu 'anha, ia berkata;
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ لَهُ قَدَحٌ مِنْ عِيدَانٍ يَبُولُ فِيهِ، ثُمَّ يُوضَعُ
تَحْتَ سَرِيرِهِ، فَجَاءَتِ امْرَأَةٌ يُقَالُ لَهَا: بَرَكَةُ، جَاءَتْ مَعَ
أُمِّ حَبِيبَةَ مِنَ الْحَبَشَةِ، فَشَرِبَتْهُ، فَطَلَبَهُ النَّبِيُّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالُوا: شَرِبَتْهُ بَرَكَةُ، فَسَأَلَهَا فَقَالَتْ:
شَرِبْتُهُ! فَقَالَ: لَقَدِ احْتَضَرْتِي مِنَ النَّارِ بِحِضَارٍ، أَوْ قَالَ:
جُنَّةٍ، أَوْ هَذَا مَعْنَاهُ
Bahwasanya
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki bejana dari batang pohon kurma tempat
beliau kencing, lalu meletakkannya di bawah ranjangnya. Kemudian datang seorang
wanita yang bernama Barakah, ia datang
bersama Ummu Habibah dari Habasyah, maka ia
meminum kencing tersebut. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
mencari kencingnya, maka mereka menjawab: Barakah telah meminumnya!
Maka beliau bertanya kepadanya, dan ia menjawab: Aku
telah meminumnya!
Maka beliau bersabda: “Engkau telah menjauh dari
neraka dengan suatu yang menjauhkan”, atau mengatakan: “suatu
perisai”, atau ... seperti ini maknanya.
2) Hadiits Ummi Aiman radhiyallahu 'anha, ia berkata:
قَامَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنَ اللَّيْلِ إِلَى فَخَّارَةٍ فِي جَانِبِ الْبَيْتِ
فَبَالَ فِيهَا فَقُمْتُ مِنَ اللَّيْلِ، وَأَنَا عَطْشَانَةُ فَشَرِبْتُ مَا
فِيهَا، وَأَنَا لَا أَشْعُرُ فَلَمَّا أَصْبَحَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ: «يَا أُمَّ أَيْمَنَ، قَوْمِي فَأَهْرِيقِي مَا فِي تِلْكَ
الْفَخَّارَةِ» قُلْتُ: قَدْ وَاللهِ شَرِبْتُ مَا فِيهَا، قَالَتْ: فَضَحِكَ
رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى بَدَتْ نَوَاجِذُهُ، ثُمَّ
قَالَ: «أَمَا إِنَّكِ لَا تَتَّجِعِينَ بَطْنَكِ أَبَدًا»
Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam bangun di malam hari menuju bejana dari
tanah liat yang ada di samping rumah, kemudian beliau kencing di situ. Lalu
akupun bangun di malam itu, dan aku kehausan, maka aku meminum apa yang ada
dalam bejana itu, dan aku tidak menyadarinya. Maka ketika pagi harinya Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam bertanya: “Wahai Ummu Aiman, bangunlah dan buang
apa yang ada dalam bejana itu”. Aku berkata: Demi Allah, aku telah
meminum apa yang ada di dalamnya. Ummu Aiman berkata: Maka Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam tertawa sampai giginya terlihat, kemudian bersabda: "Maka
sungguh engkau tidak akan merasan sakit di perutmu selama-lamanya".
Alasannya:
Jika seandainya najis maka tentu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
memerintahkan mereka mencuci mulut dan melarang untuk melakukannya lagi. Malah
beliau memuji akan dijauhkan dari nereka, atau tidak akan sakit perut
selama-lamanya.
3) Hadits Anas radhiyallahu 'anhu, ia berkata:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يُصَلِّي فَيُطِيلُ الْقِيَامَ، وَإِنَّ النبي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
بَالَ فِي بِئْرٍ فِي دَارِهِ، فَلَمْ يَكُنْ فِي الْمَدِينَةِ
بِئْرٌ أَعْذَبُ مِنْهَا، وَكَانُوا إِذَا حَضَرُوا اسْتَعْذَبَ لَهُمْ مِنْهَا، وَكَانَتْ
تُسَمَّى فِي الْجَاهِلِيَّةِ الْبَرُودَ
Dahulu
Rasullah shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat dan memanjangkan waktu
berdirinya, dan sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam kencing pada satu sumur dalam rumahnya. Maka tidak ada
di Madinah satu sumur pun yang sedap rasanya dari sumur tersebut. Dan jika
orang-orang datang, beliau memberi minum untuk mereka dari sumur tersebut, dan
sumur itu pada masa Jahiliyah disebut “Al-Baruud”.
4) Adapun Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam beristinja setelah buang hajat, maka itu hanya sekedar
membersihkan suatu yang dianggap menjijikkan seperti ludah dan mani.
Pendapat kedua:
Kencing dan kotoran Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam adalah najis.
Dengan
dalil:
a)
Hadits Umaimah, Ummu Aiman dan Anas bin Malik -radhiyallahu
‘anhum- sangat lemah tidak bisa dijadikan
hujjah.
b)
Kalaupun kedua hadits di atas shahih atau hasan, maka tetap tidak
menunjukkan bahwa itu suci, sebab mereka meminumnya karena ketidak-sengajaan,
dan beliau memberikan pujian tersebut atas kesabaran mereka.
c)
Tidak pernah dinukil ada Sahabat lain yang meminum atau mengambil berkah
dari kencing dan kotoran beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.
d)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam senantiasa beristinja
setelah buang hajat, dan tidak pernah dinukil bahwa beliau meninggalkan
istinjaa’ walau sekalipun untuk menunjukkan bahwa kencing dan kotorannya suci.
Abu
Ja’far At-Tirmidziy
(w.265H) setelah berfatwa bahwa rambut dan darah Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam suci, ia
ditanya: Telah diriwayatkan bahwasanya seorang wanita meminum kencing
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan beliau berkata kepadanya: “Dengan
demikian engkau tidak akan meresakan sakit di perutmu”. Apakah engkau
berpendapat bahwa kencing beliau suci?
Abu
Ja’far rahimahullah menjawab:
لَا، لِأَن الْبَوْل
مُنْقَلب من الطَّعَام وَالشرَاب وَلَيْسَ كَذَلِك الدَّم وَالشعر لِأَنَّهُمَا من
أصل الْخلقَة
“Tidak, karena sesungguhnya kencing itu bersumber dari
perubahan makanan dan minuman, dan tidak demikian pada darah dan rambut karena
keduanya bersumber dari asal penciptaan”.
Ibnu Al-Mulaqqin rahimahullah mengomentari:
وَحَاصِل ذَلِك،
أَنا لَا نقُول بِطَهَارَة الْبَوْل وَالْغَائِط والقيء على خلاف مَا ذكره الرَّافِعِيّ
“Kesimpulan dari semua ini, bahwasanya kami tidak
mengatakan bahwa kencing, kotoran dan muntah Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam adalah suci, berbeda dengan apa yang disebutkan oleh Ar-Rafi’iy”. [Gaayah As-Suul
hal.278]
Imam An-Nawawiy
rahimahullah berkata:
الصَّحِيحُ عِندَ
الجُمهُورِ نَجَاسَةُ الدَّمِ وَالفَضَلَاتِ وَبِهِ قَطَعَ العِرَاقِيُّونَ، وَخَالَفَهُمْ
القَاضِي حُسَيْنٌ فقال: الأَصَحُّ طَهَارَةُ الْجَمِيعِ، وَاَللَّهُ أَعلَمُ!
“Yang benar menurut Jumhuur bahwasanya darah dan sisa kotoran
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah najis, pendapat ini adalah
keputusan yang diambil oleh orang-orang ‘Iraq. Sedangkan Al-Qadhiy Husain
menyelisihi mereka dan mengatakan: Yang lebih tepat adalah semuanya adalah
suci. Wallahu a’lam!” [Al-Majmuu’ Syarh Al-Muhadzab 1/234]
Syekh
Islam Ibnu Taimiyah (w.728H) rahimahullah juga mengisyaratkan
bahwa kencing dan kotoran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah
najis, sebagaimana dalam ucapannya:
فَقَدْ ثَبَتَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَعْطَى شَعْرَهُ لَمَّا حَلَقَ رَأْسَهُ لِلْمُسْلِمِينَ،
وَكَانَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْتَنْجِي وَيَسْتَجْمِرُ، فَمَنْ سَوَّى
بَيْنَ الشَّعْرِ وَالْبَوْلِ وَالْعَذِرَةِ فَقَدْ أَخْطَأَ خَطَأً بَيِّنًا
“Telah
diketahui bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan
rambutnya ketika kepalanya dicukur untuk umat Islam, dan beliau shallallahu
‘alaihi wasallam dulunya beristinjaa (bersuci dengan air setelah buang
hajat) dan istijmar (dengan batu). Maka barangsiapa yang menyamakan antara
rambut, kencing, dan kotoran, maka ia telah melakukan kesalahan yang nyata”. [Majmuu’
Fatawaa 21/99]
Wallahu a’lam!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar anda adalah pelajaran berharga bagi saya ...