Rabu, 26 Februari 2020

Penjelasan singkat kitab Ash-Shaum dari Sahih Bukhari; Bab (52) Tentang puasa dan berbukanya Nabi shallallahu ‘alaih wasallam

بسم الله الرحمن الرحيم
Imam Bukhari rahimahullah berkata:
بَابُ مَا يُذْكَرُ مِنْ صَوْمِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَإِفْطَارِهِ
“Bab: Tentang puasa dan berbukanya Nabi shallallahu ‘alaih wasallam”
Dalam bab ini, imam Bukhari rahimahullah menyebutkan tentang keseimbangan puasa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam antara berpuasa dan tidak berpuasa dengan meriwayatkan dua hadits dari Ibnu ‘Abbas dan Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhum.
Pertama: Hadits Ibnu ‘Abbas, imam Bukhari rahimahullah berkata:
1971 - حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ إِسْمَاعِيلَ، حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانَةَ [الوضاح بن عبد الله اليشكري]، عَنْ أَبِي بِشْرٍ [جعفر بن أبي وَحْشِيَّةَ]، عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، قَالَ: «مَا صَامَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَهْرًا كَامِلًا قَطُّ غَيْرَ رَمَضَانَ»، "وَيَصُومُ حَتَّى يَقُولَ القَائِلُ: لاَ وَاللَّهِ لاَ يُفْطِرُ، وَيُفْطِرُ حَتَّى يَقُولَ القَائِلُ: لاَ وَاللَّهِ لاَ يَصُومُ "
Telah menceritakan kepada kami Musa bin Isma'il telah menceritakan kepada kami Abu 'Awanah [Al-Wadhdhah bin Abdillah Al-Yasykuriy], dari Abu Bisyir [Ja’far bin Abi Wahsyiyah], dari Sa'id bin Jubair dari Ibnu 'Abbas radhiyallahu 'anhuma berkata: " Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tidak pernah sekalipun melaksanakan shaum sebulan penuh kecuali puasa Ramadhan. Dan beliau seseorang yang rajin puasa sehingga sehingga ada yang berkomentar; "Tidak, demi Allah, beliau belum pernah tidak shaum". Namun sering-sering beliau juga tidak puasa sehingga ada seorang yang berkata; "Tidak, demi Allah, Beliau tidak pernah shaum".
Ø  Dalam riwayat lain, Utsman bin Hakim Al-Anshariy -rahimahullah- berkata;
سَأَلْتُ سَعِيدَ بْنَ جُبَيْرٍ، عَنْ صَوْمِ رَجَبٍ وَنَحْنُ يَوْمَئِذٍ فِي رَجَبٍ فَقَالَ: سَمِعْتُ ابْنَ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا، يَقُولُ: " كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ حَتَّى نَقُولَ: لَا يُفْطِرُ، وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُولَ: لَا يَصُومُ " [صحيح مسلم]
Saya bertanya kepada Sa'id bin Jubair mengenai puasa Rajab, dan saat itu kami berada di bulan Rajab. Maka ia pun menjawab; Saya telah mendengar Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma berkata; “Dulu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah berpuasa hingga kami berkata bahwa beliau tidak akan berbuka. Dan beliau juga pernah berbuka hingga kami berkata bahwa beliau tidak akan puasa." [Shahih Muslim]
Lihat: Adakah puasa khusus di bulan Rajab?
Kedua: Hadits Anas bin Malik, imam Bukhari rahimahullah meriwayatkannya melalui dua jalur:
Jalur pertama, imam Bukhari rahimahullah berkata:
1972 - حَدَّثَنِي عَبْدُ العَزِيزِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ، قَالَ: حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ [ابن أبي كثير المدني]، عَنْ حُمَيْدٍ [الطويل]، أَنَّهُ سَمِعَ أَنَسًا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، يَقُولُ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ «يُفْطِرُ مِنَ الشَّهْرِ حَتَّى نَظُنَّ أَنْ لاَ يَصُومَ مِنْهُ، وَيَصُومُ حَتَّى نَظُنَّ أَنْ لاَ يُفْطِرَ مِنْهُ شَيْئًا، وَكَانَ لاَ تَشَاءُ تَرَاهُ مِنَ اللَّيْلِ مُصَلِّيًا إِلَّا رَأَيْتَهُ، وَلاَ نَائِمًا إِلَّا رَأَيْتَهُ»
Telah menceritakan kepada kami 'Abdul 'Aziz bin 'Abdullah berkata: Telah menceritakan kepada saya Muhammad bin Ja'far [Ibnu Abi Katsir Al-Madaniy], dari Humaid [Ath-Thawiil] bahwasanya dia mendengar Anas radhiyallahu 'anhu berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah tidak berpuasa selama sebulan hingga kami menduga beliau tidak pernah puasa seharipun dari bulan itu. Dan pernah juga Beliau puasa hingga seolah-olah kami menduga beliau belum pernah tidak puasa seharipun. Dan seandainya kamu ingin melihat di malam hari Beliau shalat pasti kalian akan melihat Beliau sedang shalat, namun begitu juga saat kamu ingin melihat Beliau tidur, pasti kamu akan melihat Beliau sedang tidur".
Imam Bukhari rahimahullah berkata:
وَقَالَ سُلَيْمَانُ [بن حَيَّانَ أبو خالد الأحمر]، عَنْ حُمَيْدٍ، أَنَّهُ سَأَلَ أَنَسًا فِي الصَّوْمِ ...
Dan berkata, Sulaiman [bin Hayyan Abu Khalid Al-Ahmar], dari Humaid bahwa dia pernah bertanya kepada Anas tentang puasa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
Jalur kedua, imam Bukhari rahimahullah berkata:
1973 - حَدَّثَنِي مُحَمَّدٌ هُوَ ابْنُ سَلاَمٍ، أَخْبَرَنَا أَبُو خَالِدٍ الأَحْمَرُ، أَخْبَرَنَا حُمَيْدٌ قَالَ: سَأَلْتُ أَنَسًا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنْ صِيَامِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: «مَا كُنْتُ أُحِبُّ أَنْ أَرَاهُ مِنَ الشَّهْرِ صَائِمًا إِلَّا رَأَيْتُهُ، وَلاَ مُفْطِرًا إِلَّا رَأَيْتُهُ، وَلاَ مِنَ اللَّيْلِ قَائِمًا إِلَّا رَأَيْتُهُ، وَلاَ نَائِمًا إِلَّا رَأَيْتُهُ، وَلاَ مَسِسْتُ خَزَّةً وَلاَ حَرِيرَةً، أَلْيَنَ مِنْ كَفِّ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَلاَ شَمِمْتُ مِسْكَةً، وَلاَ عَبِيرَةً أَطْيَبَ رَائِحَةً مِنْ رَائِحَةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ»
Telah menceritakan kepada saya Muhammad Dia adalah Ibnu Salam, telah mengabarkan kepada kami Abu Khalid Al-Ahmar, telah mengabarkan kepada kami dari Humaid berkata; Aku bertanya kepada Anas radhiyallahu 'anhu tentang shaum Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Dia berkata: "Tidaklah aku ingin melihat Beliau berpuasa dalam suatu bulan kecuali aku pasti melihatnya, begitu juga tidaklah aku ingin melihat beliau tidak berpuasa, pasti aku juga bisa melihatnya. Dan saat Beliau berdiri shalat malam melainkan aku melihatnya begitu juga bila Beliau tidur melainkan aku juga pernah melihatnya. Dan belum pernah aku menyentuh sutera campuran ataupun sutera halus yang melebihi halusnya telapak tangan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan belum pernah pula aku mencium bau wewangian minyak kasturi dan wewangian lain yang lebih harum dari keharuman (badan) Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam.
Penjelasan singkat dua hadits di atas:
1.      Biografi Abdullah bin Al-‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma.
2.      Biografi Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu.
3.      Keutamaan berpuasa.
4.      Keutamaan puasa Ramadhan.
5.      Keseimbangan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam beribadah.
Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu berkata:
جَاءَ ثَلاَثَةُ رَهْطٍ إِلَى بُيُوتِ أَزْوَاجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، يَسْأَلُونَ عَنْ عِبَادَةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَلَمَّا أُخْبِرُوا كَأَنَّهُمْ تَقَالُّوهَا، فَقَالُوا: وَأَيْنَ نَحْنُ مِنَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟ قَدْ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا تَأَخَّرَ، قَالَ أَحَدُهُمْ: أَمَّا أَنَا فَإِنِّي أُصَلِّي اللَّيْلَ أَبَدًا، وَقَالَ آخَرُ: أَنَا أَصُومُ الدَّهْرَ وَلاَ أُفْطِرُ، وَقَالَ آخَرُ: أَنَا أَعْتَزِلُ النِّسَاءَ فَلاَ أَتَزَوَّجُ أَبَدًا، فَجَاءَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَيْهِمْ، فَقَالَ: «أَنْتُمُ الَّذِينَ قُلْتُمْ كَذَا وَكَذَا، أَمَا وَاللَّهِ إِنِّي لَأَخْشَاكُمْ لِلَّهِ وَأَتْقَاكُمْ لَهُ، لَكِنِّي أَصُومُ وَأُفْطِرُ، وَأُصَلِّي وَأَرْقُدُ، وَأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ، فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي»
Tiga orang datang ke rumah istri-istri Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, mereka menanyakan tentang ibadah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Setelah mereka diberi tahu, seakan-akan mereka menganggapnya sedikit. Mereka mengatakan: Apalah kita dibandingkan dengan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam? Beliau sudah diampuni dosanya yang telah lalu dan yang akan datang.
Seorang dari mereka berkata: Adapun saya, akan shalat malam selamanya. Yang lain berkata: Aku akan puasa seumur hidup dan tidak berbuka. Dan yang lain berkata: Aku akan meninggalkan wanita dan tidak menikah selamanya.
Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mendatangi mereka dan bersabda: “Kaliankah yang mengatakan ini dan itu? Ketahuilah demi Allah, sesungguhnya aku adalah yang paling takut kepada Allah dari kalian dan yang paling bertaqwa kepada-Nya, akan tetapi aku berpuasa dan berbuka, salat malam dan tidur, dan aku menikahi wanita, maka barangsiapa yang tidak suka dengan sunnahku maka ia bukan dari golonganku". [Sahih Bukhari dan Muslim]
6.      Apakah hadits ini bertentangan dengan hadits yang menunjukkan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam selalu konsisten dengan puasa dan shalatnya?
Pada bab sebelumnya, Aisyah radhiyallahu 'anha berkata:
«كَانَ إِذَا صَلَّى صَلاَةً دَاوَمَ عَلَيْهَا»
“Beliau bila sudah biasa melaksanakan shalat (sunnat) beliau menjaga kesinambungannya".
Dalam riwayat lain:
" كَانَ عَمَلُهُ دِيمَةً " [صحيح البخاري ومسلم]
“Beliau selalu beramal terus menerus tanpa putus.” [Shahih Bukhari dan Muslim]
Maksud hadits dalam bab ini, bahwasanya ibadah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dalam berpuasa dan shalat malam dilakukan secara bervariasi, terkadang berpuasa di awal bulan, terkadang di pertengahan bulan, dan terkadang di akhir bulan. Demikian pula shalat beliau, terkadang di awal malam, terkadang di tengah malam, dan terkadang di akhir malam.
Dan bukan berarti bahwa beliau berpuasa sebulan penuh dan shalat semalam penuh, atau tidak berpuasa sebulan penuh dan tidak shalat semalam penuh.
Sehingga yang ingin melihat beliau berpuasa ia akan melihat beliau berpuasa, siapa yang ingin melihatnya tidak berpuasa dia akan melihatnya tidak berpuasa. Begitu pula dengan shalatnya.
Dengan demikian tidak ada pertentangan dari hadits-hadits di atas. [Fathul Bari karya Ibnu Hajar 4/252]
7.      Keutamaan shalat malam.
Diantaranya:
a)      Pintu kebaikan
Dari Mu'adz bin Jabal radhiyallahu 'anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
" أَلَا أَدُلُّكَ عَلَى أَبْوَابِ الْخَيْرِ؟ الصَّوْمُ جُنَّةٌ، وَالصَّدَقَةُ تُطْفِئُ الْخَطِيئَةَ كَمَا يُطْفِئُ النَّارَ الْمَاءُ، وَصَلَاةُ الرَّجُلِ مِنْ جَوْفِ اللَّيْلِ " [سنن ابن ماجه: صحيح]
“Maukah engkau kutunjukkan pintu-pintu kebaikan? Puasa adalah perisai, dan sedekah manghapuskan kesalahan sebagaimana air memadamkan api, dan salat seseorang di sepertiga malam terakhir”. [Sunan Ibnu Majah: Sahih]
b)      Amalan rutin orang-orang saleh, pendekatan kepada Allah, dan penghapus dosa.
Dari Abu Umamah radhiyallahu 'anhu; Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
«عَلَيْكُمْ بِقِيَامِ اللَّيْلِ فَإِنَّهُ دَأَبُ الصَّالِحِينَ قَبْلَكُمْ، وَهُوَ قُرْبَةٌ إِلَى رَبِّكُمْ، وَمَكْفَرَةٌ لِلسَّيِّئَاتِ، وَمَنْهَاةٌ لِلإِثْمِ» [سنن الترمذي: حسن]
“Hendaklah kalian mendirikan shalat malam, karena itu adalah amalan rutin orang-orang saleh sebelum kalian, amalan untuk mendekatkan diri kepada Rabb kalian, penghapus keburukan, dan mencegah dari perbuatan dosa”. [Sunan Tirmidzi: Hasan]
c)       Mencegah dari perbuatan dosa
Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu berkata: Seorang datang kepada Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam dan berkata: Sesunggunya si fulan mendirikan shalat malam tapi pagi harinya ia mencuri?
Rasulullah bersabda:
" إِنَّهُ سَيَنْهَاهُ مَا تَقُولُ " [مسند أحمد: صحيح]
“Sesungguhnya shalatnya akan mencegahnya dari apa yang kau katakan (mencuri)”. [Musnad Ahmad: Sahih]
d)      Masuk surga
Dari Abdullah bin Salam radhiyallahu 'anhu; Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
«يَا أَيُّهَا النَّاسُ، أَفْشُوا السَّلَامَ، وَأَطْعِمُوا الطَّعَامَ، وَصَلُّوا وَالنَّاسُ نِيَامٌ تَدْخُلُونَ الجَنَّةَ بِسَلَامٍ» [سنن الترمذي: صحيح]
“Wahai sekalian manusia, sebarkanlah salam, berilah makan, dan salatlah di saat orang-orang sedang tidur, maka kalian akan masuk surga dengan keselamatan”. [Sunan Tirmidzi: Sahih]
8.      Kesempurnaan ciptaan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Dalam riwayat lain, Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu berkata:
«كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَزْهَرَ اللَّوْنِ، كَأَنَّ عَرَقَهُ اللُّؤْلُؤُ، إِذَا مَشَى تَكَفَّأَ، وَلَا مَسِسْتُ دِيبَاجَةً، وَلَا حَرِيرَةً أَلْيَنَ مِنْ كَفِّ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَلَا شَمِمْتُ مِسْكَةً وَلَا عَنْبَرَةً أَطْيَبَ مِنْ رَائِحَةِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ» [صحيح مسلم]
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berkulit putih, keringatnya seperti permata, jika beliau berjalan keringatnya menetes, dan aku tidak pernah menyentuh diibajah (sejenis sutra), dan sutra yang lebih halus dari telapak tangan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, dan aku tidak pernah mencium misk dan anbar (jenis wewangian) lebih harum daripada bau badan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam" [Sahih Muslim]
Ø  Dalam riwayat lain, Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu berkata:
دَخَلَ عَلَيْنَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ عِنْدَنَا، فَعَرِقَ، وَجَاءَتْ أُمِّي بِقَارُورَةٍ، فَجَعَلَتْ تَسْلِتُ الْعَرَقَ فِيهَا، فَاسْتَيْقَظَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: «يَا أُمَّ سُلَيْمٍ مَا هَذَا الَّذِي تَصْنَعِينَ؟» قَالَتْ: هَذَا عَرَقُكَ نَجْعَلُهُ فِي طِيبِنَا، وَهُوَ مِنْ أَطْيَبِ الطِّيبِ
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam datang kepada kami kemudian tidur siang di rumah kami, kemudian beliau berkeringat dan ibuku datang dengan botol kecil kemudian menjadikan keringat beliau mengalir ke dalamnya, lalu Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bangun dari tidurnya dan berkata:Wahai Ummu Sulaim, apa yang engkau lakukan ini?"
Ummu Sulaim menjawab: Ini adalah keringatmu, kami menjadikannya parfum kami, dan ia adalah parfum yang paling harum! [Sahih Muslim]
9.      Apakah kotoran dan darah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam suci?
Ulama berselisih pendapat dalam masalah ini:
Pendapat pertama: Kencing dan kotoran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah suci.
Dengan dalil:
1)      Hadits Umaimah radhiyallahu 'anha, ia berkata;
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ لَهُ قَدَحٌ مِنْ عِيدَانٍ يَبُولُ فِيهِ، ثُمَّ يُوضَعُ تَحْتَ سَرِيرِهِ، فَجَاءَتِ امْرَأَةٌ يُقَالُ لَهَا: بَرَكَةُ، جَاءَتْ مَعَ أُمِّ حَبِيبَةَ مِنَ الْحَبَشَةِ، فَشَرِبَتْهُ، فَطَلَبَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالُوا: شَرِبَتْهُ بَرَكَةُ، فَسَأَلَهَا فَقَالَتْ: شَرِبْتُهُ! فَقَالَ: لَقَدِ احْتَضَرْتِي مِنَ النَّارِ بِحِضَارٍ، أَوْ قَالَ: جُنَّةٍ، أَوْ هَذَا مَعْنَاهُ
Bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki bejana dari batang pohon kurma tempat beliau kencing, lalu meletakkannya di bawah ranjangnya. Kemudian datang seorang wanita yang bernama Barakah, ia datang bersama Ummu Habibah dari Habasyah, maka ia meminum kencing tersebut. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mencari kencingnya, maka mereka menjawab: Barakah telah meminumnya!
Maka beliau bertanya kepadanya, dan ia menjawab: Aku telah meminumnya!
Maka beliau bersabda: “Engkau telah menjauh dari neraka dengan suatu yang menjauhkan”, atau mengatakan: “suatu perisai”, atau ... seperti ini maknanya.
2)      Hadiits Ummi Aiman radhiyallahu 'anha, ia berkata:
قَامَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنَ اللَّيْلِ إِلَى فَخَّارَةٍ فِي جَانِبِ الْبَيْتِ فَبَالَ فِيهَا فَقُمْتُ مِنَ اللَّيْلِ، وَأَنَا عَطْشَانَةُ فَشَرِبْتُ مَا فِيهَا، وَأَنَا لَا أَشْعُرُ فَلَمَّا أَصْبَحَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «يَا أُمَّ أَيْمَنَ، قَوْمِي فَأَهْرِيقِي مَا فِي تِلْكَ الْفَخَّارَةِ» قُلْتُ: قَدْ وَاللهِ شَرِبْتُ مَا فِيهَا، قَالَتْ: فَضَحِكَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى بَدَتْ نَوَاجِذُهُ، ثُمَّ قَالَ: «أَمَا إِنَّكِ لَا تَتَّجِعِينَ بَطْنَكِ أَبَدًا»
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bangun di malam hari menuju bejana dari tanah liat yang ada di samping rumah, kemudian beliau kencing di situ. Lalu akupun bangun di malam itu, dan aku kehausan, maka aku meminum apa yang ada dalam bejana itu, dan aku tidak menyadarinya. Maka ketika pagi harinya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bertanya: “Wahai Ummu Aiman, bangunlah dan buang apa yang ada dalam bejana itu”. Aku berkata: Demi Allah, aku telah meminum apa yang ada di dalamnya. Ummu Aiman berkata: Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tertawa sampai giginya terlihat, kemudian bersabda: "Maka sungguh engkau tidak akan merasan sakit di perutmu selama-lamanya".
Alasannya: Jika seandainya najis maka tentu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan mereka mencuci mulut dan melarang untuk melakukannya lagi. Malah beliau memuji akan dijauhkan dari nereka, atau tidak akan sakit perut selama-lamanya.
3)      Hadits Anas radhiyallahu 'anhu, ia berkata:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي فَيُطِيلُ الْقِيَامَ، وَإِنَّ النبي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَالَ فِي بِئْرٍ فِي دَارِهِ، فَلَمْ يَكُنْ فِي الْمَدِينَةِ بِئْرٌ أَعْذَبُ مِنْهَا، وَكَانُوا إِذَا حَضَرُوا اسْتَعْذَبَ لَهُمْ مِنْهَا، وَكَانَتْ تُسَمَّى فِي الْجَاهِلِيَّةِ الْبَرُودَ
Dahulu Rasullah shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat dan memanjangkan waktu berdirinya, dan sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam kencing pada satu sumur dalam rumahnya. Maka tidak ada di Madinah satu sumur pun yang sedap rasanya dari sumur tersebut. Dan jika orang-orang datang, beliau memberi minum untuk mereka dari sumur tersebut, dan sumur itu pada masa Jahiliyah disebut “Al-Baruud”.
4)      Adapun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam beristinja setelah buang hajat, maka itu hanya sekedar membersihkan suatu yang dianggap menjijikkan seperti ludah dan mani.
Pendapat kedua: Kencing dan kotoran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah najis.
Dengan dalil:
a)       Hadits Umaimah, Ummu Aiman dan Anas bin Malik -radhiyallahu ‘anhum- sangat lemah tidak bisa dijadikan hujjah.
b)      Kalaupun kedua hadits di atas shahih atau hasan, maka tetap tidak menunjukkan bahwa itu suci, sebab mereka meminumnya karena ketidak-sengajaan, dan beliau memberikan pujian tersebut atas kesabaran mereka.
c)       Tidak pernah dinukil ada Sahabat lain yang meminum atau mengambil berkah dari kencing dan kotoran beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.
d)      Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam senantiasa beristinja setelah buang hajat, dan tidak pernah dinukil bahwa beliau meninggalkan istinjaa’ walau sekalipun untuk menunjukkan bahwa kencing dan kotorannya suci.
Abu Ja’far At-Tirmidziy (w.265H) setelah berfatwa bahwa rambut dan darah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam suci, ia ditanya: Telah diriwayatkan bahwasanya seorang wanita meminum kencing Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan beliau berkata kepadanya: “Dengan demikian engkau tidak akan meresakan sakit di perutmu”. Apakah engkau berpendapat bahwa kencing beliau suci?
Abu Ja’far rahimahullah menjawab:
لَا، لِأَن الْبَوْل مُنْقَلب من الطَّعَام وَالشرَاب وَلَيْسَ كَذَلِك الدَّم وَالشعر لِأَنَّهُمَا من أصل الْخلقَة
“Tidak, karena sesungguhnya kencing itu bersumber dari perubahan makanan dan minuman, dan tidak demikian pada darah dan rambut karena keduanya bersumber dari asal penciptaan”.
Ibnu Al-Mulaqqin rahimahullah mengomentari:
وَحَاصِل ذَلِك، أَنا لَا نقُول بِطَهَارَة الْبَوْل وَالْغَائِط والقيء على خلاف مَا ذكره الرَّافِعِيّ
“Kesimpulan dari semua ini, bahwasanya kami tidak mengatakan bahwa kencing, kotoran dan muntah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah suci, berbeda dengan apa yang disebutkan oleh Ar-Rafi’iy”.  [Gaayah As-Suul hal.278]
Imam An-Nawawiy rahimahullah berkata:
الصَّحِيحُ عِندَ الجُمهُورِ نَجَاسَةُ الدَّمِ وَالفَضَلَاتِ وَبِهِ قَطَعَ العِرَاقِيُّونَ، وَخَالَفَهُمْ القَاضِي حُسَيْنٌ فقال: الأَصَحُّ طَهَارَةُ الْجَمِيعِ، وَاَللَّهُ أَعلَمُ!
“Yang benar menurut Jumhuur bahwasanya darah dan sisa kotoran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah najis, pendapat ini adalah keputusan yang diambil oleh orang-orang ‘Iraq. Sedangkan Al-Qadhiy Husain menyelisihi mereka dan mengatakan: Yang lebih tepat adalah semuanya adalah suci. Wallahu a’lam!” [Al-Majmuu’ Syarh Al-Muhadzab 1/234]
Syekh Islam Ibnu Taimiyah (w.728H) rahimahullah juga mengisyaratkan bahwa kencing dan kotoran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah najis, sebagaimana dalam ucapannya:
فَقَدْ ثَبَتَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَعْطَى شَعْرَهُ لَمَّا حَلَقَ رَأْسَهُ لِلْمُسْلِمِينَ، وَكَانَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْتَنْجِي وَيَسْتَجْمِرُ، فَمَنْ سَوَّى بَيْنَ الشَّعْرِ وَالْبَوْلِ وَالْعَذِرَةِ فَقَدْ أَخْطَأَ خَطَأً بَيِّنًا
“Telah diketahui bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan rambutnya ketika kepalanya dicukur untuk umat Islam, dan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam dulunya beristinjaa (bersuci dengan air setelah buang hajat) dan istijmar (dengan batu). Maka barangsiapa yang menyamakan antara rambut, kencing, dan kotoran, maka ia telah melakukan kesalahan yang nyata”. [Majmuu’ Fatawaa 21/99]
Wallahu a’lam!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar anda adalah pelajaran berharga bagi saya ...