Kamis, 03 Desember 2020

Kitab Ilmu bab 15; Iri dalam ilmu dan hikmah

 بسم الله الرحمن الرحيم

Imam Bukhari -rahimahullah- berkata:

بَابُ الِاغْتِبَاطِ فِي العِلْمِ وَالحِكْمَةِ

Bab: “Iri dalam ilmu dan hikmah”

Dalam bab ini Imam Bukhari ingin menjelaskan tentang bolehnya saling iri dalam ilmu yang bermanfaat, yaitu ingin mendapatkan ilmu yang bermanfaat seperti apa yang didapatkan orang lain tanpa ada niat agar ilmu itu hilang dari orang tersebut.

Dalam bab ini imam Bukhari menyebutkan satu atsar dari ‘Umar bin Khathab radhiyallahu ‘anhu secara mu’allaq (tanpa sanad) dan satu hadits muttashil (dengan sanad bersambung) dari ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu.

A.    Atsar Umar bin Khatab.

Imam Bukhari -rahimahullah- berkata:

وَقَالَ عُمَرُ: «تَفَقَّهُوا قَبْلَ أَنْ تُسَوَّدُوا»

Dan Umar berkata: “Hendaklah kalian belajar sebelum kalian dijadikan pemimpin".

 

Abu Abdillah (Bukhari) berkata:

«وَبَعْدَ أَنْ تُسَوَّدُوا وَقَدْ تَعَلَّمَ أَصْحَابُ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي كِبَرِ سِنِّهِمْ»

“Demikian pula setelah dijadikan pemimpin, karena beberpa sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menuntut ilmu di masa tua mereka”.

Takhrij atsar Umar:

Diriwayatkan dengan sanad bersambung oleh Ad-Darimiy -rahimahullah- dalam Sunan-nya (1/314) no.256, ia berkata:

أَخْبَرَنَا وَهْبُ بْنُ جَرِيرٍ، وَعُثْمَانُ بْنُ عُمَرَ، قَالَا: أَنبَأَنَا [عبد الله] ابْنُ عَوْنٍ، عَنْ مُحَمَّدٍ [بن سيرين]، عَنِ الْأَحْنَفِ [بن قيس]، قَالَ: قَالَ عُمَرُ «تَفَقَّهُوا قَبْلَ أَنْ تُسَوَّدُوا»

Telah mengabarkan kepada kami Wahab bin Jarir dan Utsman bin Umar, keduanya berkata: Telah menceritakan kepada kami [Abdullah] Ibnu 'Aun, dari Muhammad [bin Sirin], dari Al-Ahnaf [bin Qais], ia berkata: Umar telah berkata: “Hendaklah kalian belajar sebelum kalian dijadikan pemimpin".

Al-Hafidz Ibnu Hajar -rahimahullah- berkata: “Sanad atsar ini shahih”. [Fathul Bariy 1/202]

Penjelasan singkat atsar ini:

1.      Biografi Umar bin Khathab radhiyallahu ‘anhu.

Lihat di sini: Keistimewaan Umar bin Khathab

2.      Anjuran menuntut ilmu di masa muda.

Nb: Imam Bukhari akan mengkhususkan satu bab tentang ini (bab 18).

3.      Biasanya kedudukan tinggi dan umur menghalangi seseorang untuk menuntut ilmu.

Mujahid -rahimahullah- (w.101H) berkata:

«لاَ يَتَعَلَّمُ العِلْمَ مُسْتَحْيٍ وَلاَ مُسْتَكْبِرٌ»

“Seorang pemalu (sehingga tidak mau belajar) tidak akan bisa menuntut ilmu dan tidak pula seorang yang angkuh”. [Shahih Bukhari: Mu’allaq]

4.      Jangan sampai kedudukan tinggi dan umur menghalangi untuk menuntut ilmu.

Abdullah bin Al-Mu'taz -rahimahullah- berkata:

«الْمُتَوَاضِعُ فِي طِلابِ الْعِلْمِ أَكْثَرُهُمْ عِلْمًا، كَمَا أَنَّ الْمَكَانَ الْمُنْخَفِضَ أَكْثَرُ الْبِقَاعِ مَاءً»

"Orang tawadhu' di antara penuntut ilmu adalah orang yang paling banyak ilmunyaa, sebagaimana tempat yang rendah lebih banyak menampung air". [Al-Jaami' liakhlaqirrawi]

Lihat: Akhlak ulama dan penuntut ilmu

5.      Sahabat Nabi menuntut ilmu di masa tuanya.

Lihat kisah Nabi Musa bersama Khidir –‘alaihimassalam- pada bab berikutnya (bab 16)

6.      Kaitan atsar Umar dengan bab ini.

Kepemimpinan adalah suatu yang banyak didamba-dambakan oleh manusia, sedangkan hadits Ibnu Mas’ud menunjukkan bahwa tidak boleh mendambakan seseuatu kecuali dua yaitu ilmu dan kedermawanan. Dan kedermawanan itu tidak terpuji kecuali didasari oleh ilmu.

Seolah-olah imam Bukhari berkata: Tuntutlah ilmu sebelum dan bahkan setelah menjadi pemimpin, agar orang yang mendambakannya bisa mendambakan sesuatu yang benar.

7.      Bahaya pemimpin yang bodoh.

Dari Abdullah bin 'Amr radhiyallahu 'anhuma; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

«إِنَّ اللَّهَ لاَ يَقْبِضُ العِلْمَ انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنَ العِبَادِ، وَلَكِنْ يَقْبِضُ العِلْمَ بِقَبْضِ العُلَمَاءِ، حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عَالِمًا اتَّخَذَ النَّاسُ رُءُوسًا جُهَّالًا، فَسُئِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ، فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا» [صحيح البخاري ومسلم]

"Sesungguhnya Allah tidak mengangkat ilmu dengan sekali cabut dari seorang hamba, akan tetapi Allah mengangkat ilmu dengan mewafatkan para ulama. Sampai waktunya tidak ada lagi ulama, orang-orang akan mengambil pemimpin yang bodoh. Lalu mereka ditanyai dan mereka memberi fatwa tampa dasar ilmu, maka mereka menjadi sesat dan menyesatkan". [Sahih Bukhari dan Muslim]

Ø  Dari Abu Umayyah Al-Jumahiy radhiyallahu 'anhu; Bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

" إِنَّ مِنْ أَشْرَاطِ السَّاعَةِ ثَلَاثًا: إِحْدَاهُنَّ أَنْ يُلْتَمَسَ الْعِلْمُ عِنْدَ الْأَصَاغِرِ " [الزهد والرقائق لابن المبارك]

"Diantara tanda datangnya hari kiamat ada tiga: Salah satunya adalah ketika ilmu agama diambil dari orang-orang yang masih muda (ilmunya sedikit)". [Az-Zuhd karya Ibnu Al-Mubarak]

Ø  Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu; Ketika Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dalam suatu majlis berbicara dengan suatu kaum, seorang A'rabiy mendatangi beliau dan bertanya: Kapan datangnya hari kiamat?

Namun Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tetap melanjutkan pembicaraannya. Maka sebagian dari kaum itu berkata: Beliau mendengar apa yang A'rabi itu tanyakan tapi beliau tidak suka dengan pertanyaan itu. Dan yang lain mengatakan: Justru beliau tidak mendengar pertanyaannya. Sampai beliau selesai berbicara dan bertanya:

«أَيْنَ - أُرَاهُ - السَّائِلُ عَنِ السَّاعَةِ»

“Mana orang yang bertanya tentang hari kiamat tadi?”

A'rabi menjawab: Ini aku wahai Rasulullah!

Beliau menjawab:

«فَإِذَا ضُيِّعَتِ الأَمَانَةُ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ»

"Ketika amanat itu dilalaikan maka tunggulah datangnya hari kiamat"

A'rabi bertanya lagi: Bagaimana amanat itu dilalaikan?

Beliau menjawab:

«إِذَا وُسِّدَ الأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ» [صحيح البخاري]

"Jika urusan disandarkan kepada yang bukan ahlinya maka tunggulah datangnya hari kiamat". [Shahih Bukhari]

Lihat: Hadits Abu Hurairah; Jika amanah sudah dilalaikan

B.     Hadits Ibnu Mas’ud.

Imam Bukhari -rahimahullah- berkata:

73 - حَدَّثَنَا الحُمَيْدِيُّ [عبد الله بن الزبير]، قَالَ: حَدَّثَنَا سُفْيَانُ [بن عيينة]، قَالَ: حَدَّثَنِي إِسْمَاعِيلُ بْنُ أَبِي خَالِدٍ - عَلَى غَيْرِ مَا حَدَّثَنَاهُ الزُّهْرِيُّ -، قَالَ: سَمِعْتُ قَيْسَ بْنَ أَبِي حَازِمٍ، قَالَ: سَمِعْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ مَسْعُودٍ قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " لاَ حَسَدَ إِلَّا فِي اثْنَتَيْنِ: رَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ مَالًا فَسُلِّطَ عَلَى هَلَكَتِهِ فِي الحَقِّ، وَرَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ الحِكْمَةَ فَهُوَ يَقْضِي بِهَا وَيُعَلِّمُهَا "

Telah menceritakan kepada kami Al-Humaidiy [Abdullah bin Az-Zubair], ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Sufyan [bin ‘Uyainah], ia berkata: Telah menceritakan kepadaku Isma'il bin Abu Khalid -dengan lafazh hadits yang lain yang Az-Zuhriy ceritakan kepada kami-, ia berkata; Aku mendengar Qais bin Abu Hazim berkata; Aku mendengar Abdullah bin Mas'ud berkata; Nabi bersabda, "Tidak boleh iri kecuali terhadap dua hal; (terhadap) seorang yang Allah berikan harta lalu dia pergunakan harta tersebut di jalan kebenaran, dan seseorang yang Allah berikan hikmah lalu dia mengamalkan dan mengajarkannya kepada orang lain".

Penjelasan singkat hadits ini:

1)      Biografi Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu.

Lihat di sini: https://umar-arrahimy.blogspot.com/

2)      Larangan sifat hasad.

Hasad yang tercelah adalah iri dengan nikmat yang dimiliki seseorang dan berharap nikmat tersebut hilang dari orang tersebut, baik nikmat itu pindah kepadanya atau tidak.

Az Zubair bin Al 'Awwam radhiyallahu ‘anhu menceritakan padanya bahwa Nabi bersabda,

" دَبَّ إِلَيْكُمْ دَاءُ الأُمَمِ قَبْلَكُمْ: الحَسَدُ وَالبَغْضَاءُ، هِيَ الحَالِقَةُ، لَا أَقُولُ تَحْلِقُ الشَّعَرَ وَلَكِنْ تَحْلِقُ الدِّينَ، وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَا تَدْخُلُوا الجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوا، وَلَا تُؤْمِنُوا حَتَّى تَحَابُّوا، أَفَلَا أُنَبِّئُكُمْ بِمَا يُثَبِّتُ ذَلِكَ لَكُمْ؟ أَفْشُوا السَّلَامَ بَيْنَكُمْ " [سنن الترمذي: حسن]

"Penyakit umat-umat sebelum kalian merayap mendatangi kalian; hasad dan kebencian, itu memangkas. Aku tidak mengatakan memangkas rambut tapi memangkas agama. Demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, kalian tidak masuk surga hingga kalian beriman dan kalian tidak beriman hingga kalian saling menyintai. Maukah kalian aku beritahu yang menguatkan hal itu pada kalian?! Yaitu sebarkanlah salam diantara kalian." [Sunan Tirmidziy: Hasan]

Ø  Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu; Rasulullah bersabda,

«لَا يَجْتَمِعَانِ فِي قَلْبِ عَبْدٍ الْإِيمَانُ وَالْحَسَدُ» [سنن النسائي: حسن]

"Tidak akan berkumpul di hati seorang hamba, keimanan dan rasa dengki. [Sunan An-Nasa’iy: Hasan]

Ø  Abdullah bin 'Amru radhiyallahu ‘anhuma berkata; Ditanyakan kepada Rasulullah :

أَيُّ النَّاسِ أَفْضَلُ؟ قَالَ: «كُلُّ مَخْمُومِ الْقَلْبِ، صَدُوقِ اللِّسَانِ» ، قَالُوا: صَدُوقُ اللِّسَانِ، نَعْرِفُهُ، فَمَا مَخْمُومُ الْقَلْبِ؟ قَالَ: «هُوَ التَّقِيُّ النَّقِيُّ، لَا إِثْمَ فِيهِ، وَلَا بَغْيَ، وَلَا غِلَّ، وَلَا حَسَدَ» [سنن ابن ماجه: صحيح]

"Manusia bagaimanakah yang paling mulia?"

Beliau menjawab, "Semua yang hatinya bersih dan lisan (ucapannya) benar."

Mereka berkata, "Perkataannya yang benar telah kami ketahui, lantas apakah maksud dari hati yang bersih?"

Beliau bersabda, "Hati yang bertakwa dan bersih, tidak ada kedurhakaan dan kedzaliman padanya, serta kedengkian dan hasad." [Sunan Ibnu Majah: Shahih]

3)      Hasan yang dibolehkan.

Hasad yang dimaksud adalah "gibthah", yaitu mendambakan nikmat yang dimiliki orang lain tanpa berharap nikmat tersebut hilang dari mereka.

Dari Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

" لَا حَسَدَ إِلَّا فِي اثْنَتَيْنِ: رَجُلٌ آتَاهُ اللهُ الْقُرْآنَ فَهُوَ يَقُومُ بِهِ آنَاءَ اللَّيْلِ، وَآنَاءَ النَّهَارِ، وَرَجُلٌ آتَاهُ اللهُ مَالًا، فَهُوَ يُنْفِقُهُ آنَاءَ اللَّيْلِ، وَآنَاءَ النَّهَارِ " [صحيح البخاري ومسلم]

"Tidak boleh hasad kecuali pada dua orang: Seorang yang diberi oleh Allah Al-Qur'an lalu ia mendirikan salat membacanya di waktu malam dan di waktu siang, dan seorang yang diberi oleh Allah harta lalu ia sedekahkan di waktu malam dan di waktu siang". [Sahih Bukhari dan Muslim]

Ø  Dari Abu Hurairah -radhiyallahu 'anhu-; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

«لَا حَسَدَ إِلَّا فِي اثْنَتَيْنِ: رَجُلٌ عَلَّمَهُ اللَّهُ الْقُرْآنَ فَهُوَ يَتْلُوهُ آنَاءَ اللَّيْلِ وَآنَاءَ النَّهَارِ، فَسَمِعَهُ جَارٌ لَهُ فَقَالَ: لَيْتَنِي أُوتِيتُ مِثْلَ مَا أُوتِيَ فُلَانٌ فَعَمِلْتُ مِثْلَ مَا يَعْمَلُ، وَرَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ مَالًا فَهُوَ يُهْلِكُهُ فِي الْحَقِّ فَقَالَ رَجُلٌ: لَيْتَنِي أُوتِيتُ مِثْلَ مَا أُوتِيَ فُلَانٌ فَعَمِلْتُ مِثْلَ مَا يَعْمَلُ»

"Tidak diperbolehkan hasad kecuali pada dua perkara, yaitu; Seseorang yang telah diajari Al-Qur`an oleh Allah, sehingga ia membacanya di pertengahan malam dan siang, sampai tetangga yang mendengarnya berkata: 'Duh .. , sekiranya aku diberikan sebagaimana apa yang diberikan kepada si Fulan, niscaya aku akan melakukan apa yang dilakukannya!' Kemudian seseorang diberi karunia harta oleh Allah, sehingga ia dapat membelanjakannya pada kebenaran, lalu orang pun berkata: 'Seandainya aku diberi karunia sebagaimana si Fulan, maka niscaya aku akan melakukan sebagaimana yang dilakukannya.'" [Shahih Bukhari]

Ø  Dari Yaziid bin Al-Akhnas radhiyallahu ‘anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

" لَا تَنَافُسَ بَيْنَكُمْ إِلَّا فِي اثْنَتَيْنِ: رَجُلٌ أَعْطَاهُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ الْقُرْآنَ، فَهُوَ يَقُومُ بِهِ آنَاءَ اللَّيْلِ وَآنَاءَ النَّهَارِ، وَيَتَّبِعُ مَا فِيهِ، فَيَقُولُ رَجُلٌ: لَوْ أَنَّ اللهَ تَعَالَى أَعْطَانِي مِثْلَ مَا أَعْطَى فُلَانًا، فَأَقُومَ بِهِ كَمَا يَقُومُ بِهِ، وَرَجُلٌ أَعْطَاهُ اللهُ مَالًا، فَهُوَ يُنْفِقُ وَيَتَصَدَّقُ، فَيَقُولُ رَجُلٌ: لَوْ أَنَّ اللهَ أَعْطَانِي مِثْلَ مَا أَعْطَى فُلَانًا فَأَتَصَدَّقَ بِهِ " [مسند أحمد: صحيح]

“Tidak ada persaingan di antara kalian yang lebih baik kecuali pada dua hal: Seorang yang diberi oleh Allah 'azza wajalla (hafalan/bacaan) Al-Qur'an lalu ia mendirikan shalat membacanya di waktu malam dan siang dan menjalankan kandungannya. Lalu seorang berkata: "Seandainya Allah memberiku seperti yang diberikan kepada si fulan maka saya pun akan mendirikan shalat dengannya seperti ia mendirikan shalat dengannya!". Dan seorang yang diberi oleh Allah harta kemudian ia menginfakkannya, lalu seorang berkata: "Seandainya Allah memberiku seperti yang diberikan kepada si Fulan maka akupun akan berinfak dengannya!”.” [Musnad Ahmad: Sahih]

Ø  Dari Abu Kabsyah Al-Anmaariy radhiyallahu ‘anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

" إِنَّمَا الدُّنْيَا لِأَرْبَعَةِ نَفَرٍ، عَبْدٍ رَزَقَهُ اللَّهُ مَالًا وَعِلْمًا فَهُوَ يَتَّقِي فِيهِ رَبَّهُ، وَيَصِلُ فِيهِ رَحِمَهُ، وَيَعْلَمُ لِلَّهِ فِيهِ حَقًّا، فَهَذَا بِأَفْضَلِ المَنَازِلِ، وَعَبْدٍ رَزَقَهُ اللَّهُ عِلْمًا وَلَمْ يَرْزُقْهُ مَالًا فَهُوَ صَادِقُ النِّيَّةِ يَقُولُ: لَوْ أَنَّ لِي مَالًا لَعَمِلْتُ بِعَمَلِ فُلَانٍ فَهُوَ بِنِيَّتِهِ فَأَجْرُهُمَا سَوَاءٌ، وَعَبْدٍ رَزَقَهُ اللَّهُ مَالًا وَلَمْ يَرْزُقْهُ عِلْمًا، فَهُوَ يَخْبِطُ فِي مَالِهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ لَا يَتَّقِي فِيهِ رَبَّهُ، وَلَا يَصِلُ فِيهِ رَحِمَهُ، وَلَا يَعْلَمُ لِلَّهِ فِيهِ حَقًّا، فَهَذَا بِأَخْبَثِ المَنَازِلِ، وَعَبْدٍ لَمْ يَرْزُقْهُ اللَّهُ مَالًا وَلَا عِلْمًا فَهُوَ يَقُولُ: لَوْ أَنَّ لِي مَالًا لَعَمِلْتُ فِيهِ بِعَمَلِ فُلَانٍ فَهُوَ بِنِيَّتِهِ فَوِزْرُهُمَا سَوَاءٌ " [ سنن الترمذي: صحيح]

“Sesungguhnya dunia itu untuk empat orang; (Pertama), seorang hamba yang dikarunia Allah harta dan ilmu, dengan ilmu ia bertakwa kepada Allah dan dengan harta ia menyambung silaturrahim dan ia mengetahui Allah memiliki hak padanya dan ini adalah tingkatan yang paling baik. (Kedua), selanjutnya hamba yang diberi Allah ilmu tapi tidak diberi harta, niatnya tulus, ia berkata: Andai saja aku memiliki harta niscaya aku akan melakukan seperti amalan si fulan! Maka ia mendapatkan apa yang ia niatkan, pahala mereka berdua sama. (Ketiga), selanjutnya hamba yang diberi harta oleh Allah tapi tidak diberi ilmu, ia melangkah serampangan tanpa ilmu menggunakan hartanya, ia tidak takut kepada Rabbinya dengan harta itu dan tidak menyambung silaturrahimnya serta tidak mengetahui hak Allah padanya, ini adalah tingkatan terburuk. (Keempat), selanjutnya orang yang tidak diberi Allah harta atau pun ilmu, ia bekata: Andai aku punya harta tentu aku akan melakukan seperti yang dilakukan si fulan (yang serampangan mengelola hartanya)! Maka ia mendapatkan apa yang ia niatkan, dan dosa keduanya sama." [Sunan Tirmidziy: Sahih]

Lihat: Hadits Abu Kabsyah; Dunia itu untuk empat orang

4)      Keutamaan harta yang dimanfaatkan dalam kebaikan.

‘Amr bin Al-‘Ash radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam mengutus seseorang kepadaku dan bersabda:

" خُذْ عَلَيْكَ ثِيَابَكَ وَسِلَاحَكَ، ثُمَّ ائْتِنِي "

“Pakailah pakaian dan senjatamu, kemudian temui aku!”

Maka aku menemui beliau saat beliau berwudhu, kemudian memandangiku dengan seksama kemudian menganggukkan kepala dan bersabda:

" إِنِّي أُرِيدُ أَنْ أَبْعَثَكَ عَلَى جَيْشٍ فَيُسَلِّمَكَ اللهُ وَيُغْنِمَكَ، وَأَزْعبُ لَكَ مِنَ الْمَالِ رَغْبَةً صَالِحَةً "

“Sesungguhnya aku ingin mengutusmu dalam pasukan perang maka Allah akan menyelamatkanmu dan memberimu harta rampasan perang, dan aku memberikanmu harta dengan niat yang baik”

‘Amr berkata: Wahai Rasulullah, aku tidak masuk Islam karena ingin harta, akan tetapi aku masuk Islam karena mencintai Islam, dan berharap bisa bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam!

Maka Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda:

" يَا عَمْرُو، نِعْمًا بِالْمَالِ الصَّالِحُ لِلرَّجُلِ الصَّالِحِ "

“Wahai ‘Amr, sebaik-baik harta adalah untuk orang yang baik (shalih)”. [Musnad Ahmad: Sahih]

Lihat: Kaya bersyukur Vs Miskin bersabar

5)      Keutamaan ilmu yang bermanfaat.

Lihat: Kitab Ilmu bab 1; Keutamaan ilmu

6)      Anjuran berlomba-lomba dalam kebaikan.

Allah -subhanahu wata'ala- berfirman:

{فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ} [البقرة : 148]

Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan. [Al-Baqarah: 148]

{وَفِي ذَلِكَ فَلْيَتَنَافَسِ الْمُتَنَافِسُونَ} [المطففين: 26]

Dan untuk yang demikian itu hendaknya orang berlomba-lomba. [Al-Muthaffifiin: 26]

Lihat: Berlomba dalam urusan akhirat

Wallahu a’lam!

Lihat juga: Kitab Ilmu bab 13 dan 14; Pemahaman dalam ilmu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar anda adalah pelajaran berharga bagi saya ...