بسم الله الرحمن الرحيم
Imam
Bukhari -rahimahullah- berkata:
بَابُ الِاغْتِبَاطِ فِي العِلْمِ وَالحِكْمَةِ
Bab: “Iri dalam ilmu dan hikmah”
Dalam bab ini Imam Bukhari ingin
menjelaskan tentang bolehnya saling iri dalam ilmu yang bermanfaat, yaitu ingin
mendapatkan ilmu yang bermanfaat seperti apa yang didapatkan orang lain tanpa
ada niat agar ilmu itu hilang dari orang tersebut.
Dalam bab ini imam Bukhari menyebutkan satu
atsar dari ‘Umar bin Khathab radhiyallahu ‘anhu secara mu’allaq
(tanpa sanad) dan satu hadits muttashil (dengan sanad bersambung) dari ‘Abdullah
bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu.
A. Atsar
Umar bin Khatab.
Imam Bukhari -rahimahullah- berkata:
وَقَالَ عُمَرُ: «تَفَقَّهُوا قَبْلَ أَنْ تُسَوَّدُوا»
Dan Umar
berkata: “Hendaklah kalian belajar sebelum kalian dijadikan pemimpin".
Abu
Abdillah (Bukhari) berkata:
«وَبَعْدَ أَنْ تُسَوَّدُوا وَقَدْ تَعَلَّمَ
أَصْحَابُ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي كِبَرِ سِنِّهِمْ»
“Demikian
pula setelah dijadikan pemimpin, karena beberpa sahabat Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam menuntut ilmu di masa tua mereka”.
Takhrij atsar Umar:
Diriwayatkan
dengan sanad bersambung oleh Ad-Darimiy -rahimahullah- dalam Sunan-nya
(1/314) no.256, ia berkata:
أَخْبَرَنَا
وَهْبُ بْنُ جَرِيرٍ، وَعُثْمَانُ بْنُ عُمَرَ، قَالَا: أَنبَأَنَا [عبد الله] ابْنُ
عَوْنٍ، عَنْ مُحَمَّدٍ [بن سيرين]، عَنِ الْأَحْنَفِ [بن قيس]، قَالَ: قَالَ
عُمَرُ «تَفَقَّهُوا قَبْلَ أَنْ تُسَوَّدُوا»
Telah
mengabarkan kepada kami Wahab bin Jarir dan Utsman bin Umar, keduanya berkata:
Telah menceritakan kepada kami [Abdullah] Ibnu 'Aun, dari Muhammad [bin Sirin],
dari Al-Ahnaf [bin Qais], ia berkata: Umar telah berkata: “Hendaklah
kalian belajar sebelum kalian dijadikan pemimpin".
Al-Hafidz
Ibnu Hajar -rahimahullah- berkata: “Sanad atsar ini shahih”. [Fathul
Bariy 1/202]
Penjelasan singkat
atsar ini:
1.
Biografi
Umar bin Khathab radhiyallahu ‘anhu.
Lihat
di sini: Keistimewaan Umar bin Khathab
2.
Anjuran
menuntut ilmu di masa muda.
Nb: Imam Bukhari akan mengkhususkan satu bab
tentang ini (bab 18).
3.
Biasanya
kedudukan tinggi dan umur menghalangi seseorang untuk menuntut ilmu.
Mujahid -rahimahullah- (w.101H) berkata:
«لاَ يَتَعَلَّمُ
العِلْمَ مُسْتَحْيٍ وَلاَ مُسْتَكْبِرٌ»
“Seorang pemalu (sehingga
tidak mau belajar) tidak akan bisa menuntut ilmu dan tidak pula seorang yang
angkuh”. [Shahih Bukhari: Mu’allaq]
4.
Jangan
sampai kedudukan tinggi dan umur menghalangi untuk menuntut ilmu.
Abdullah
bin Al-Mu'taz -rahimahullah-
berkata:
«الْمُتَوَاضِعُ فِي طِلابِ الْعِلْمِ أَكْثَرُهُمْ عِلْمًا، كَمَا
أَنَّ الْمَكَانَ الْمُنْخَفِضَ أَكْثَرُ الْبِقَاعِ مَاءً»
"Orang
tawadhu' di antara penuntut ilmu adalah orang yang paling banyak ilmunyaa,
sebagaimana tempat yang rendah lebih banyak menampung air". [Al-Jaami'
liakhlaqirrawi]
Lihat: Akhlak ulama dan penuntut ilmu
5.
Sahabat
Nabi menuntut ilmu di masa tuanya.
Lihat
kisah Nabi Musa bersama Khidir –‘alaihimassalam- pada bab berikutnya (bab 16)
6.
Kaitan
atsar Umar dengan bab ini.
Kepemimpinan
adalah suatu yang banyak didamba-dambakan oleh manusia, sedangkan hadits Ibnu
Mas’ud menunjukkan bahwa tidak boleh mendambakan seseuatu kecuali dua yaitu
ilmu dan kedermawanan. Dan kedermawanan itu tidak terpuji kecuali didasari oleh
ilmu.
Seolah-olah
imam Bukhari berkata: Tuntutlah ilmu sebelum dan bahkan setelah menjadi
pemimpin, agar orang yang mendambakannya bisa mendambakan sesuatu yang benar.
7.
Bahaya
pemimpin yang bodoh.
Dari Abdullah
bin 'Amr radhiyallahu 'anhuma; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
«إِنَّ اللَّهَ لاَ يَقْبِضُ العِلْمَ انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنَ
العِبَادِ، وَلَكِنْ يَقْبِضُ العِلْمَ بِقَبْضِ العُلَمَاءِ، حَتَّى إِذَا لَمْ
يُبْقِ عَالِمًا اتَّخَذَ النَّاسُ رُءُوسًا جُهَّالًا، فَسُئِلُوا فَأَفْتَوْا
بِغَيْرِ عِلْمٍ، فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا» [صحيح البخاري ومسلم]
"Sesungguhnya Allah tidak mengangkat
ilmu dengan sekali cabut dari seorang hamba, akan tetapi Allah mengangkat ilmu
dengan mewafatkan para ulama. Sampai waktunya tidak ada lagi ulama, orang-orang
akan mengambil pemimpin yang bodoh. Lalu mereka ditanyai dan mereka memberi
fatwa tampa dasar ilmu, maka mereka menjadi sesat dan menyesatkan". [Sahih
Bukhari dan Muslim]
Ø
Dari Abu Umayyah
Al-Jumahiy radhiyallahu 'anhu; Bahwasanya Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda:
" إِنَّ مِنْ أَشْرَاطِ السَّاعَةِ ثَلَاثًا:
إِحْدَاهُنَّ أَنْ يُلْتَمَسَ الْعِلْمُ عِنْدَ الْأَصَاغِرِ " [الزهد والرقائق لابن المبارك]
"Diantara
tanda datangnya hari kiamat ada tiga: Salah satunya adalah ketika ilmu agama
diambil dari orang-orang yang masih muda (ilmunya sedikit)". [Az-Zuhd
karya Ibnu Al-Mubarak]
Ø
Dari Abu Hurairah radhiyallahu
'anhu; Ketika Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dalam suatu majlis
berbicara dengan suatu kaum, seorang A'rabiy mendatangi beliau dan bertanya:
Kapan datangnya hari kiamat?
Namun Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam tetap melanjutkan pembicaraannya. Maka sebagian dari kaum itu
berkata: Beliau mendengar apa yang A'rabi itu tanyakan tapi beliau tidak suka
dengan pertanyaan itu. Dan yang lain
mengatakan: Justru beliau tidak mendengar pertanyaannya. Sampai beliau selesai
berbicara dan bertanya:
«أَيْنَ - أُرَاهُ - السَّائِلُ عَنِ السَّاعَةِ»
“Mana orang yang bertanya tentang hari
kiamat tadi?”
A'rabi menjawab: Ini aku wahai Rasulullah!
Beliau menjawab:
«فَإِذَا ضُيِّعَتِ الأَمَانَةُ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ»
"Ketika
amanat itu dilalaikan maka tunggulah datangnya hari kiamat"
A'rabi bertanya lagi: Bagaimana amanat itu
dilalaikan?
Beliau menjawab:
«إِذَا وُسِّدَ الأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ
فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ» [صحيح البخاري]
"Jika
urusan disandarkan kepada yang bukan ahlinya maka tunggulah datangnya hari
kiamat". [Shahih Bukhari]
Lihat:
Hadits Abu Hurairah; Jika amanah sudah dilalaikan
B.
Hadits
Ibnu Mas’ud.
Imam Bukhari -rahimahullah- berkata:
73 - حَدَّثَنَا الحُمَيْدِيُّ [عبد الله بن
الزبير]، قَالَ: حَدَّثَنَا سُفْيَانُ [بن عيينة]، قَالَ: حَدَّثَنِي إِسْمَاعِيلُ
بْنُ أَبِي خَالِدٍ - عَلَى غَيْرِ مَا
حَدَّثَنَاهُ الزُّهْرِيُّ -، قَالَ: سَمِعْتُ قَيْسَ بْنَ أَبِي حَازِمٍ، قَالَ:
سَمِعْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ مَسْعُودٍ قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " لاَ حَسَدَ إِلَّا فِي اثْنَتَيْنِ: رَجُلٌ آتَاهُ
اللَّهُ مَالًا فَسُلِّطَ عَلَى هَلَكَتِهِ فِي الحَقِّ، وَرَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ
الحِكْمَةَ فَهُوَ يَقْضِي بِهَا وَيُعَلِّمُهَا "
Telah menceritakan kepada kami Al-Humaidiy
[Abdullah bin Az-Zubair], ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Sufyan
[bin ‘Uyainah], ia berkata: Telah menceritakan kepadaku Isma'il bin Abu Khalid
-dengan lafazh hadits yang lain yang Az-Zuhriy ceritakan kepada kami-, ia
berkata; Aku mendengar Qais bin Abu Hazim berkata; Aku mendengar Abdullah
bin Mas'ud berkata; Nabi ﷺ bersabda, "Tidak
boleh iri kecuali terhadap dua hal; (terhadap) seorang yang Allah berikan harta
lalu dia pergunakan harta tersebut di jalan kebenaran, dan seseorang yang Allah
berikan hikmah lalu dia mengamalkan dan mengajarkannya kepada orang lain".
Penjelasan singkat
hadits ini:
1) Biografi
Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu.
Lihat
di sini: https://umar-arrahimy.blogspot.com/
2) Larangan
sifat hasad.
Hasad
yang tercelah adalah iri dengan nikmat yang dimiliki seseorang dan berharap
nikmat tersebut hilang dari orang tersebut, baik nikmat itu pindah kepadanya
atau tidak.
Az Zubair bin Al 'Awwam radhiyallahu ‘anhu menceritakan
padanya bahwa Nabi ﷺ bersabda,
" دَبَّ إِلَيْكُمْ
دَاءُ الأُمَمِ قَبْلَكُمْ: الحَسَدُ وَالبَغْضَاءُ، هِيَ الحَالِقَةُ، لَا
أَقُولُ تَحْلِقُ الشَّعَرَ وَلَكِنْ تَحْلِقُ الدِّينَ، وَالَّذِي نَفْسِي
بِيَدِهِ لَا تَدْخُلُوا الجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوا، وَلَا تُؤْمِنُوا حَتَّى تَحَابُّوا،
أَفَلَا أُنَبِّئُكُمْ بِمَا يُثَبِّتُ ذَلِكَ لَكُمْ؟ أَفْشُوا السَّلَامَ
بَيْنَكُمْ " [سنن الترمذي: حسن]
"Penyakit umat-umat sebelum kalian merayap
mendatangi kalian; hasad dan kebencian, itu memangkas. Aku tidak mengatakan
memangkas rambut tapi memangkas agama. Demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya,
kalian tidak masuk surga hingga kalian beriman dan kalian tidak beriman hingga
kalian saling menyintai. Maukah kalian aku beritahu yang menguatkan hal itu
pada kalian?! Yaitu sebarkanlah salam diantara kalian." [Sunan Tirmidziy:
Hasan]
Ø
Dari Abu Hurairah radhiyallahu
‘anhu; Rasulullah ﷺ
bersabda,
«لَا يَجْتَمِعَانِ فِي
قَلْبِ عَبْدٍ الْإِيمَانُ وَالْحَسَدُ» [سنن
النسائي: حسن]
"Tidak
akan berkumpul di hati seorang hamba, keimanan dan rasa dengki. [Sunan
An-Nasa’iy: Hasan]
Ø
Abdullah bin 'Amru radhiyallahu ‘anhuma berkata;
Ditanyakan kepada Rasulullah ﷺ:
أَيُّ النَّاسِ أَفْضَلُ؟ قَالَ:
«كُلُّ مَخْمُومِ الْقَلْبِ، صَدُوقِ اللِّسَانِ» ، قَالُوا: صَدُوقُ اللِّسَانِ،
نَعْرِفُهُ، فَمَا مَخْمُومُ الْقَلْبِ؟ قَالَ: «هُوَ التَّقِيُّ النَّقِيُّ، لَا
إِثْمَ فِيهِ، وَلَا بَغْيَ، وَلَا غِلَّ، وَلَا حَسَدَ» [سنن
ابن ماجه: صحيح]
"Manusia bagaimanakah yang paling
mulia?"
Beliau menjawab, "Semua yang hatinya
bersih dan lisan (ucapannya) benar."
Mereka berkata, "Perkataannya yang
benar telah kami ketahui, lantas apakah maksud dari hati yang bersih?"
Beliau bersabda, "Hati yang bertakwa
dan bersih, tidak ada kedurhakaan dan kedzaliman padanya, serta kedengkian dan
hasad." [Sunan Ibnu Majah: Shahih]
3) Hasan yang
dibolehkan.
Hasad
yang dimaksud adalah "gibthah", yaitu mendambakan nikmat yang
dimiliki orang lain tanpa berharap nikmat tersebut hilang dari mereka.
Dari Ibnu
Umar radhiyallahu 'anhuma; Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda:
" لَا حَسَدَ إِلَّا فِي اثْنَتَيْنِ: رَجُلٌ آتَاهُ اللهُ
الْقُرْآنَ فَهُوَ يَقُومُ بِهِ آنَاءَ اللَّيْلِ، وَآنَاءَ النَّهَارِ، وَرَجُلٌ
آتَاهُ اللهُ مَالًا، فَهُوَ يُنْفِقُهُ آنَاءَ اللَّيْلِ، وَآنَاءَ النَّهَارِ
" [صحيح البخاري ومسلم]
"Tidak boleh hasad kecuali
pada dua orang: Seorang yang diberi oleh Allah Al-Qur'an lalu ia mendirikan
salat membacanya di waktu malam dan di waktu siang, dan seorang yang diberi
oleh Allah harta lalu ia sedekahkan di waktu malam dan di waktu
siang". [Sahih Bukhari dan Muslim]
Ø Dari Abu Hurairah -radhiyallahu 'anhu-; Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
«لَا حَسَدَ إِلَّا فِي اثْنَتَيْنِ: رَجُلٌ عَلَّمَهُ اللَّهُ
الْقُرْآنَ فَهُوَ يَتْلُوهُ آنَاءَ اللَّيْلِ وَآنَاءَ النَّهَارِ، فَسَمِعَهُ
جَارٌ لَهُ فَقَالَ: لَيْتَنِي أُوتِيتُ مِثْلَ مَا أُوتِيَ فُلَانٌ فَعَمِلْتُ
مِثْلَ مَا يَعْمَلُ، وَرَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ مَالًا فَهُوَ يُهْلِكُهُ فِي
الْحَقِّ فَقَالَ رَجُلٌ: لَيْتَنِي أُوتِيتُ مِثْلَ مَا أُوتِيَ فُلَانٌ
فَعَمِلْتُ مِثْلَ مَا يَعْمَلُ»
"Tidak diperbolehkan hasad kecuali
pada dua perkara, yaitu; Seseorang yang telah diajari Al-Qur`an oleh Allah,
sehingga ia membacanya di pertengahan malam dan siang, sampai tetangga yang
mendengarnya berkata: 'Duh .. , sekiranya aku diberikan sebagaimana apa yang
diberikan kepada si Fulan, niscaya aku akan melakukan apa yang dilakukannya!'
Kemudian seseorang diberi karunia harta oleh Allah, sehingga ia dapat
membelanjakannya pada kebenaran, lalu orang pun berkata: 'Seandainya aku
diberi karunia sebagaimana si Fulan, maka niscaya aku akan melakukan
sebagaimana yang dilakukannya.'" [Shahih Bukhari]
Ø Dari Yaziid bin Al-Akhnas radhiyallahu ‘anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda:
" لَا تَنَافُسَ بَيْنَكُمْ إِلَّا فِي اثْنَتَيْنِ: رَجُلٌ
أَعْطَاهُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ الْقُرْآنَ، فَهُوَ يَقُومُ بِهِ آنَاءَ اللَّيْلِ
وَآنَاءَ النَّهَارِ، وَيَتَّبِعُ مَا فِيهِ، فَيَقُولُ رَجُلٌ: لَوْ أَنَّ اللهَ
تَعَالَى أَعْطَانِي مِثْلَ مَا أَعْطَى فُلَانًا، فَأَقُومَ بِهِ كَمَا يَقُومُ
بِهِ، وَرَجُلٌ أَعْطَاهُ اللهُ مَالًا، فَهُوَ يُنْفِقُ وَيَتَصَدَّقُ، فَيَقُولُ
رَجُلٌ: لَوْ أَنَّ اللهَ أَعْطَانِي مِثْلَ مَا أَعْطَى فُلَانًا فَأَتَصَدَّقَ
بِهِ " [مسند أحمد: صحيح]
“Tidak ada persaingan di antara kalian yang
lebih baik kecuali pada dua hal: Seorang yang diberi oleh Allah 'azza
wajalla (hafalan/bacaan) Al-Qur'an lalu ia mendirikan shalat membacanya di
waktu malam dan siang dan menjalankan kandungannya. Lalu seorang berkata: "Seandainya
Allah memberiku seperti yang diberikan kepada si fulan maka saya pun akan
mendirikan shalat dengannya seperti ia mendirikan shalat dengannya!".
Dan seorang yang diberi oleh Allah harta kemudian ia menginfakkannya, lalu
seorang berkata: "Seandainya Allah memberiku seperti yang diberikan
kepada si Fulan maka akupun akan berinfak dengannya!”.” [Musnad Ahmad:
Sahih]
Ø Dari Abu Kabsyah
Al-Anmaariy radhiyallahu ‘anhu; Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda:
" إِنَّمَا الدُّنْيَا لِأَرْبَعَةِ نَفَرٍ،
عَبْدٍ رَزَقَهُ اللَّهُ مَالًا وَعِلْمًا فَهُوَ يَتَّقِي فِيهِ رَبَّهُ، وَيَصِلُ
فِيهِ رَحِمَهُ، وَيَعْلَمُ لِلَّهِ فِيهِ حَقًّا، فَهَذَا بِأَفْضَلِ المَنَازِلِ،
وَعَبْدٍ رَزَقَهُ اللَّهُ عِلْمًا وَلَمْ يَرْزُقْهُ مَالًا فَهُوَ صَادِقُ النِّيَّةِ
يَقُولُ: لَوْ أَنَّ لِي مَالًا لَعَمِلْتُ بِعَمَلِ فُلَانٍ فَهُوَ بِنِيَّتِهِ فَأَجْرُهُمَا
سَوَاءٌ، وَعَبْدٍ رَزَقَهُ اللَّهُ مَالًا وَلَمْ يَرْزُقْهُ عِلْمًا، فَهُوَ يَخْبِطُ
فِي مَالِهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ لَا يَتَّقِي فِيهِ رَبَّهُ، وَلَا يَصِلُ فِيهِ رَحِمَهُ،
وَلَا يَعْلَمُ لِلَّهِ فِيهِ حَقًّا، فَهَذَا بِأَخْبَثِ المَنَازِلِ، وَعَبْدٍ لَمْ
يَرْزُقْهُ اللَّهُ مَالًا وَلَا عِلْمًا فَهُوَ يَقُولُ: لَوْ أَنَّ لِي مَالًا لَعَمِلْتُ
فِيهِ بِعَمَلِ فُلَانٍ فَهُوَ بِنِيَّتِهِ فَوِزْرُهُمَا سَوَاءٌ " [ سنن الترمذي: صحيح]
“Sesungguhnya dunia itu untuk empat orang;
(Pertama), seorang hamba yang dikarunia Allah harta dan ilmu, dengan
ilmu ia bertakwa kepada Allah dan dengan harta ia menyambung silaturrahim dan
ia mengetahui Allah memiliki hak padanya dan ini adalah tingkatan yang
paling baik. (Kedua), selanjutnya hamba yang diberi Allah ilmu tapi tidak
diberi harta, niatnya tulus, ia berkata: Andai saja aku memiliki harta
niscaya aku akan melakukan seperti amalan si fulan! Maka ia mendapatkan apa
yang ia niatkan, pahala mereka berdua sama. (Ketiga), selanjutnya hamba yang
diberi harta oleh Allah tapi tidak diberi ilmu, ia melangkah serampangan tanpa
ilmu menggunakan hartanya, ia tidak takut kepada Rabbinya dengan harta itu dan
tidak menyambung silaturrahimnya serta tidak mengetahui hak Allah padanya, ini
adalah tingkatan terburuk. (Keempat), selanjutnya orang yang tidak diberi Allah
harta atau pun ilmu, ia bekata: Andai aku punya harta tentu aku akan
melakukan seperti yang dilakukan si fulan (yang serampangan mengelola
hartanya)! Maka ia mendapatkan apa yang ia niatkan, dan dosa keduanya
sama." [Sunan Tirmidziy: Sahih]
Lihat: Hadits Abu Kabsyah; Dunia itu untuk empat orang
4) Keutamaan
harta yang dimanfaatkan dalam kebaikan.
‘Amr bin Al-‘Ash radhiyallahu
‘anhu berkata: Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam mengutus
seseorang kepadaku dan bersabda:
" خُذْ عَلَيْكَ
ثِيَابَكَ وَسِلَاحَكَ، ثُمَّ ائْتِنِي "
“Pakailah pakaian dan senjatamu, kemudian temui aku!”
Maka aku menemui beliau saat beliau berwudhu, kemudian
memandangiku dengan seksama kemudian menganggukkan kepala dan bersabda:
"
إِنِّي أُرِيدُ أَنْ أَبْعَثَكَ عَلَى جَيْشٍ فَيُسَلِّمَكَ اللهُ وَيُغْنِمَكَ، وَأَزْعبُ
لَكَ مِنَ الْمَالِ رَغْبَةً صَالِحَةً "
“Sesungguhnya aku ingin mengutusmu dalam pasukan
perang maka Allah akan menyelamatkanmu dan memberimu harta rampasan perang, dan
aku memberikanmu harta dengan niat yang baik”
‘Amr berkata: Wahai Rasulullah, aku tidak masuk Islam
karena ingin harta, akan tetapi aku masuk Islam karena mencintai Islam, dan
berharap bisa bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam!
Maka Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam
bersabda:
"
يَا عَمْرُو، نِعْمًا بِالْمَالِ الصَّالِحُ لِلرَّجُلِ الصَّالِحِ "
“Wahai ‘Amr, sebaik-baik harta adalah untuk orang yang
baik (shalih)”. [Musnad Ahmad: Sahih]
Lihat: Kaya bersyukur Vs Miskin bersabar
5) Keutamaan
ilmu yang bermanfaat.
Lihat: Kitab Ilmu bab 1; Keutamaan ilmu
6) Anjuran
berlomba-lomba dalam kebaikan.
Allah -subhanahu wata'ala- berfirman:
{فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ} [البقرة
: 148]
Maka berlomba-lombalah (dalam
membuat) kebaikan. [Al-Baqarah: 148]
{وَفِي ذَلِكَ
فَلْيَتَنَافَسِ الْمُتَنَافِسُونَ} [المطففين: 26]
Dan untuk yang demikian itu hendaknya
orang berlomba-lomba. [Al-Muthaffifiin: 26]
Lihat: Berlomba dalam urusan akhirat
Wallahu a’lam!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar anda adalah pelajaran berharga bagi saya ...