بسم
الله الرحمن الرحيم
Imam Bukhari rahimahullah berkata:
بَاب: قَوْلِ
اللَّهِ تَعَالَى: ﴿وَأَمْرُهُمْ شُورَى بَيْنَهُمْ﴾ [الشورى: ٣٨] ﴿وَشَاوِرْهُمْ فِي الأَمْرِ﴾ [آل عمران: ١٥٩]، وَأَنَّ الْمُشَاوَرَةَ قَبْلَ
الْعَزْمِ وَالتَّبَيُّنِ، لِقَوْلِهِ: ﴿فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى
اللَّهِ﴾ [آل
عمران: ١٥٩]،
فَإِذَا عَزَمَ الرَّسُولُ ﷺ لَمْ يَكُنْ لِبَشَرٍ التَّقَدُّمُ عَلَى اللَّهِ
وَرَسُولِهِ.
Bab: Firman Allah ta'aalaa {Sedang urusan mereka
(diputuskan) dengan musyawarah antara mereka} [Asy-Syura: 38] {Dan
bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu} [Ali Imran:159]. Dan
bahwasanya musyawarahitu sebelummembuatkan tekad dan mendapat kejelasan, karena
firmanNya: {Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah
kepada Allah} [Ali Imran:159] Ketika Rasul ﷺ sudah membulatkan tekad maka tidak
boleh bagi manusia untuk mendahului keputusan Allah dan RasulNya.
Dalam bab ini Imam Bukhari
menjelaskan tentang pentingnya musyawarah dalam perkara yang tidak ada dalil
pastinya dalam Al-Qur'an dan Sunnah.
Lihat: Musyawarah dalam menghadapi problem
Setelah menyebutkan beberapa ayat
tentang musyawarah, imam Bukhari menyebutkan beberapa hadits dan atsar dalam masalah ini,
baik secara mu'allaq maupun mutashil.
A.
Musyawarah Nabi ﷺ ketika perang Uhud.
Imam Bukhari rahimahullah berkata:
وَشَاوَرَ
النَّبِيُّ ﷺ أَصْحَابَهُ يَوْمَ أُحُدٍ فِي الْمُقَامِ وَالْخُرُوجِ فَرَأَوْا
لَهُ الْخُرُوجَ، فَلَمَّا لَبِسَ لأمَتَهُ وَعَزَمَ قَالُوا: أَقِمْ، فَلَمْ
يَمِلْ إِلَيْهِمْ بَعْدَ الْعَزْمِ وَقَالَ: «لَا يَنْبَغِي لِنَبِيٍّ يَلْبَسُ
لأمَتَهُ فَيَضَعُهَا، حَتَّى يَحْكُمَ اللَّهُ».
Dan Nabi ﷺ
bermusyawarah dengan para sahabatnya pada perang Uhud tentang (pilihan) tetap
(di Madinah) atau keluar (menghadapi musuh). Lalu mereka berpendapat untuk
keluar. Ketika beliau telah mengenakan baju perang dan bersikap bulat (untuk
keluar), mereka berkata: “Tetaplah (jangan keluar)!” Namun beliau tidak
cenderung kepada pendapat mereka setelah bulat tekad, dan bersabda: “Tidak
pantas bagi seorang nabi yang telah mengenakan baju perangnya lalu
melepaskannya kembali, sampai Allah memutuskan (pertempuran).”
Takhrij hadits ini:
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam “Al-Musnad” (23/99)
no.14787, dengan sanad yang shahih, dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu
'anhuma; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
«رَأَيْتُ
كَأَنِّي فِي دِرْعٍ حَصِينَةٍ، وَرَأَيْتُ بَقَرًا مُنَحَّرَةً، فَأَوَّلْتُ
أَنَّ الدِّرْعَ الْحَصِينَةَ الْمَدِينَةُ، وَأَنَّ الْبَقَرَ نَفَرٌ، وَاللهِ
خَيْرٌ»، قَالَ: فَقَالَ لِأَصْحَابِهِ: «لَوْ أَنَّا أَقَمْنَا بِالْمَدِينَةِ
فَإِنْ دَخَلُوا عَلَيْنَا فِيهَا قَاتَلْنَاهُمْ»، فَقَالَوا: يَا رَسُولَ اللهِ،
وَاللهِ مَا دُخِلَ عَلَيْنَا فِيهَا فِي الْجَاهِلِيَّةِ، فَكَيْفَ يُدْخَلُ
عَلَيْنَا فِيهَا فِي الْإِسْلَامِ؟ فَقَالَ: «شَأْنَكُمْ إِذًا» قَالَ: فَلَبِسَ
لَأْمَتَهُ، قَالَ: فَقَالَتِ الْأَنْصَارُ: رَدَدْنَا عَلَى رَسُولِ اللهِ ﷺ
رَأْيَهُ، فَجَاءُوا، فَقَالَوا: يَا نَبِيَّ اللهِ، شَأْنَكَ إِذًا، فَقَالَ: «إِنَّهُ
لَيْسَ لِنَبِيٍّ إِذَا لَبِسَ لَأْمَتَهُ أَنْ يَضَعَهَا حَتَّى يُقَاتِلَ»
«Aku bermimpi seakan-akan aku berada dalam baju besi yang
kokoh, dan aku melihat sapi-sapi yang disembelih. Lalu aku menakwilkannya bahwa
baju besi yang kokoh itu adalah kota (Madinah), dan sapi-sapi itu adalah
sekelompok orang (yang akan terbunuh). Dan Allah-lah (sebaik-baik pemberi
takdir) yang Maha Baik» Dia (salah seorang perawi) berkata: Maka (Nabi)
bersabda kepada para sahabatnya: «Bagaimana pendapat kalian jika kita tetap
tinggal di Madinah? Jika mereka (musuh) memasuki kota ini, kita akan memerangi mereka
di dalamnya» Mereka (para sahabat) berkata: "Wahai Rasulullah, demi Allah,
(musuh) tidak pernah bisa memasuki kota ini (untuk menyerang kita) pada masa
Jahiliyah, maka bagaimana mungkin mereka bisa memasukinya (untuk menyerang
kita) pada masa Islam?" Maka Nabi bersabda: «Silakan kalian berbuat
menurut pendapat kalian, kalau begitu.» Dia (perawi) berkata: Kemudian Nabi
mengenakan baju perangnya (sebagai persiapan untuk keluar). Para sahabat Anshar
berkata: "Kita telah menolak pendapat Rasulullah ﷺ." Maka mereka datang dan berkata: "Wahai Nabi Allah,
terserahlah keputusanmu (kami ikuti pendapatmu), kalau begitu." Maka Nabi
bersabda: «Sesungguhnya tidak layak bagi seorang Nabi, apabila dia telah
mengenakan baju perangnya, untuk melepaskannya kembali sampai dia berperang»
Penjelasan singkat hadits ini:
1.
Biografi Jabir
bin Abdullah radhiyallahu 'anhuma.
Lihat: https://umar-arrahimy.blogspot.com/
2.
Mimpi para Nabi
‘alaihimussalam adalah wahyu.
Ibnu 'Abbas radhiyallahu 'anhuma berkata:
«رُؤْيَا
الْأَنْبِيَاءِ وَحْيٌ» [المعجم الكبير للطبراني: حسن]
"Mimpi para Nabi adalah wahyu" [Al-Mu'jam
Al-Kabiir karya Ath-Thabaraniy: Hasan]
Lihat: Hadits Aisyah; Awal turunya wahyu di gua Hira
3.
Sikap rendah
hati Nabi ﷺ.
Lihat: Akhlak Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
4.
Mendahulukan
pendapat mayoritas jika tidak ada dalil yang menguatkan pendapat minoritas.
Lihat: Paling Banyak Vs Paling Sedikit
5. Semangat para sahabat Nabi ﷺ dalam berjihad.
6. Besarnya kekhawatiran sahabat akan bahaya menentang perkataan Rasulullah ﷺ.
Lihat: Kesungguhan Sahabat Nabi mengamalkan As-Sunnah
7.
Setelah
membulatkan tekad, jangan mundur kecuali ada sesuatu yang lebih meyakinkan.
B.
Musyawarah Nabi ﷺ ketika kejadian tuduhan palsu kepada Asiyah radhiyallahu
'anha.
Imam Bukhari rahimahullah berkata:
وَشَاوَرَ
عَلِيًّا وَأُسَامَةَ فِيمَا رَمَى بِهِ أَهْلُ الْإِفْكِ عَائِشَةَ فَسَمِعَ
مِنْهُمَا حَتَّى نَزَلَ الْقُرْآنُ، فَجَلَدَ الرَّامِينَ وَلَمْ يَلْتَفِتْ
إِلَى تَنَازُعِهِمْ، وَلَكِنْ حَكَمَ بما أمره الله.
Dan beliau (Nabi ﷺ) bermusyawarah dengan Ali dan Usamah mengenai apa yang
dituduhkan oleh ahli ifki (berita bohong) kepada Aisyah. Beliau mendengarkan
pendapat keduanya hingga turun wahyu Al-Qur'an (yang membuktikan kesucian
Aisyah). Lalu beliau menghukum cambuk orang-orang yang menuduh (tersebut) dan
tidak memperhatikan pertikaian mereka (lagi), tetapi beliau memutuskan dengan
apa yang Allah perintahkan kepadanya.
Nb: Hadits ini akan diriwayatkan secara utuh dalam bab ini dari Aisyah
radhiyallahu 'anha.
Kemudian imam Bukhari menyebutkan
contoh musyawarah para sahabat, imam Bukhari rahimahullah berkata:
وَكَانَتِ
الْأَئِمَّةُ بَعْدَ النَّبِيِّ ﷺ يَسْتَشِيرُونَ الْأُمَنَاءَ مِنْ أَهْلِ
الْعِلْمِ فِي الْأُمُورِ الْمُبَاحَةِ لِيَأْخُذُوا بِأَسْهَلِهَا، فَإِذَا
وَضَحَ الْكِتَابُ أَوِ السُّنَّةُ لَمْ يَتَعَدَّوْهُ إِلَى غَيْرِهِ، اقْتِدَاءً
بِالنَّبِيِّ ﷺ.
Dan para pemimpin (Islam) setelah Nabi ﷺ selalu meminta pertimbangan kepada orang-orang yang terpercaya
dari kalangan ahli ilmu dalam perkara-perkara yang bersifat mubah (boleh),
untuk kemudian memilih yang paling mudah di antara pilihan tersebut. Namun,
apabila telah jelas (hukumnya) dalam Al-Qur'an atau Sunnah, mereka tidak
beralih kepada yang lain, dalam rangka mengikuti teladan Nabi ﷺ.
C.
Musyawarah Abu Bakr radhiyallahu
'anhu ketika memerangi kaum yang menolak pembayaran zakat.
Imam Bukhari rahimahullah berkata:
وَرَأَى أَبُو
بَكْرٍ قِتَالَ مَنْ مَنَعَ الزَّكَاةَ، فَقَالَ عُمَرُ: كَيْفَ تُقَاتِلُ
النَّاسَ وَقَدْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: «أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ
حَتَّى يَقُولُوا لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، فَإِذَا قَالُوا لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ عَصَمُوا مِنِّي دِمَاءَهُمْ
وَأَمْوَالَهُمْ إِلَّا بِحَقِّهَا وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللَّهِ». فَقَالَ أَبُو
بَكْرٍ: وَاللَّهِ لأقاتلنَّ مَنْ فرَّق بَيْنَ مَا جَمَعَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ،
ثُمَّ تَابَعَهُ بَعْدُ عُمَرُ.
Dan Abu Bakar berpendapat untuk memerangi orang-orang yang
enggan membayar zakat. Lalu Umar berkata: "Bagaimana engkau memerangi
manusia, padahal Rasulullah ﷺ
telah bersabda: 'Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka
mengucapkan Laa ilaaha illallah (tidak ada tuhan yang berhak disembah selain
Allah). Jika mereka telah mengucapkannya, maka darah dan harta mereka
terlindungi dariku, kecuali dengan haknya, dan perhitungan mereka terserah
kepada Allah.'" Maka Abu Bakar menjawab: "Demi Allah, sungguh akan
aku perangi orang-orang yang memisahkan antara apa yang disatukan oleh
Rasulullah ﷺ (yaitu antara shalat dan
zakat)." Kemudian Umar pun mengikuti pendapatnya setelah itu.
Nb: Hadits ini telah dijelaskan pada Kitab I’tisham, bab (02) Mengikuti tuntunan Rasulullah ﷺ
Imam Bukhari rahimahullah berkata:
فَلَمْ
يَلْتَفِتْ أَبُو بَكْرٍ إِلَى مَشُورَةٍ، إِذْ كَانَ عِنْدَهُ حُكْمُ رَسُولِ
اللَّهِ ﷺ فِي الَّذِينَ فَرَّقُوا بَيْنَ الصَّلَاةِ وَالزَّكَاةِ، وَأَرَادُوا
تَبْدِيلَ الدِّينِ وَأَحْكَامِهِ، وَقَالَ النَّبِيُّ ﷺ: «مَنْ بدَّل دِينَهُ
فاقتلوه».
Dan Abu Bakar tidak memperhatikan lagi (pendapat yang
berbeda) karena beliau telah memiliki ketetapan hukum dari Rasulullah ﷺ mengenai orang-orang yang memisahkan antara shalat dan zakat,
serta ingin mengubah agama dan hukum-hukumnya. Nabi ﷺ bersabda: "Barangsiapa yang mengganti agamanya (murtad),
maka bunuhlah dia."
Takhirj hadits ini:
Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam “Ash-Shahih”
kitab Istitabatul Murtaddin (9/15) no.6923, dari 'Ikrimah rahimahullah, ia berkata:
أُتِيَ عَلِيٌّ
رضي الله عنه بِزَنَادِقَةٍ فَأَحْرَقَهُمْ، فَبَلَغَ ذَلِكَ ابْنَ عَبَّاسٍ
فَقَالَ: لَوْ كُنْتُ أَنَا لَمْ أُحَرِّقْهُمْ، لِنَهْيِ رَسُولِ اللهِ ﷺ:
وَلَقَتَلْتُهُمْ، لِقَوْلِ رَسُولِ اللهِ ﷺ: «مَنْ بَدَّلَ دِينَهُ فَاقْتُلُوهُ.»
«Ali radhiyallahu 'anhu didatangkan beberapa orang
zindiq (orang yang menyembunyikan kekafiran dan menampakkan keislaman), lalu ia
membakar mereka. Berita itu sampai kepada Ibnu Abbas, maka ia berkata:
"Seandainya aku, niscaya tidak akan kubakar mereka karena larangan Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam (untuk membakar dengan api), dan niscaya akan aku
bunuh mereka berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam:
Barangsiapa yang mengganti agamanya (murtad), maka bunuhlah dia"»
Penjelasan singkat hadits ini:
1)
Biografi Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu.
Lihat: Keistimewaan Ali bin Abi Thalib
2)
Biografi Abdullah bin 'Abbas radhiyallahu 'anhuma.
Lihat: Keistimewaan Abdullah bin ‘Abbas
3)
Orang murtad dihukum mati setelah disuruh bertaubat dan
menolak.
Dari Ibnu Mas'ud radhiyallahu 'anhu, ia
berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
«لَا
يَحِلُّ دَمُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ، يَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ،
وَأَنِّي رَسُولُ اللَّهِ، إِلَّا بِإِحْدَى ثَلَاثٍ: الثيب الزان، والنفس بالنفس،
والتارك لدينه، المفارق للجماعة»
“Darah seorang muslim yang bersaksi bahwa sesungguhnya tiada
Ilah yang berhak disembah selain Allah dan aku adalah utusan Allah, tidak halal
ditumpahkan selain karena alasan diantara tiga; (1) Orang yang telah menikah
berzina, (2) jiwa dibayar dengan jiwa, dan (3) orang yang meninggalkan agamanya
memberontak dari jama'ah muslimin." [Shahih Bukhariy dan Muslim]
Lihat: ِSyarah Arba'in hadits (14) Ibnu Mas’ud; Haram darah seorang muslim
4)
Tidak boleh menghukum dengan api.
Dalam riwayat lain Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma
berkata:
وَلَمْ أَكُنْ
لِأُحَرِّقَهُمْ لِقَوْلِ رَسُولِ اللهِ ﷺ: «لَا تُعَذِّبُوا بِعَذَابِ اللهِ»،
فَبَلَغَ ذَلِكَ عَلِيًّا فَقَالَ: صَدَقَ ابْنُ عَبَّاسٍ
Dan aku tidak akan membakar mereka, berdasarkan sabda
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam: "Janganlah kalian
mengadzab dengan adzab Allah." Hal itu sampai juga kepada Ali, ia pun
berkata; Ibnu Abbas benar. [Sunan Tirmidziy: Shahih]
D.
Musyawarah Umar radhiyallahu
'anhu.
Imam Bukhari rahimahullah berkata:
وكان القرَّاء
أصحاب مشورة عمر، كهولًا أَوْ شبَّانًا، وَكَانَ وقَّافًا عِنْدَ كِتَابِ اللَّهِ
عز وجل.
Dan para qari (ahli Al-Qur'an) adalah orang-orang yang
dimintai pertimbangan oleh Umar, baik yang tua maupun yang muda. Dan beliau
(Umar) adalah orang yang sangat berpegang teguh pada Kitabullah (Al-Qur'an) Azza
wa Jalla.
Nb: Hadits ini telah dijelaskan pada Kitab I’tisham, bab (02) Mengikuti tuntunan Rasulullah ﷺ
E.
Hadits Asiyah radhiyallahu
'anha.
Imam Bukhari rahimahullah berkata:
٦٩٣٥ - حدثنا الْأُوَيْسِيُّ [عبد العزيز بن
عبد الله]: حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ سَعْدٍ، عَنْ صَالِحٍ [بن كيسان]، عن
ابْنِ شِهَابٍ: حَدَّثَنِي عُرْوَةُ، وَابْنُ الْمُسَيَّبِ، وَعَلْقَمَةُ بْنُ
وقَّاص، وَعُبَيْدُ اللَّهِ [بن عبد الله بن عتبة]، عَنْ عَائِشَةَ رضي الله عنها، حِينَ قَالَ لَهَا
أَهْلُ الْإِفْكِ مَا قَالُوا: قَالَتْ: وَدَعَا رَسُولُ اللَّهِ ﷺ
عَلِيَّ بْنَ أَبِي طَالِبٍ وأسامة بن زيد رضي الله عنهما حِينَ اسْتَلْبَثَ
الْوَحْيُ، يَسْأَلُهُمَا وَهُوَ يَسْتَشِيرُهُمَا فِي فِرَاقِ أَهْلِهِ، فَأَمَّا
أُسَامَةُ: فَأَشَارَ بِالَّذِي يَعْلَمُ مِنْ بَرَاءَةِ أَهْلِهِ، وَأَمَّا
عَلِيٌّ فَقَالَ: لَمْ يضيِّق اللَّهُ عَلَيْكَ، وَالنِّسَاءُ سِوَاهَا كَثِيرٌ،
وَسَلِ الْجَارِيَةَ تَصْدُقْكَ. فَقَالَ: «هَلْ رَأَيْتِ مِنْ شَيْءٍ يَرِيبُكِ».
قَالَتْ: مَا رَأَيْتُ أَمْرًا أَكْثَرَ مِنْ أَنَّهَا جَارِيَةٌ حَدِيثَةُ
السِّنِّ، تَنَامُ عَنْ عَجِينِ أَهْلِهَا، فَتَأْتِي الدَّاجِنُ فَتَأْكُلُهُ،
فَقَامَ عَلَى الْمِنْبَرِ فَقَالَ: «يَا مَعْشَرَ الْمُسْلِمِينَ، مَنْ
يَعْذُرُنِي مِنْ رَجُلٍ بَلَغَنِي أَذَاهُ فِي أَهْلِي، وَاللَّهِ مَا عَلِمْتُ
عَلَى أَهْلِي إِلَّا خَيْرًا». فَذَكَرَ بَرَاءَةَ عائشة.
Telah menceritakan kepada kami Al-Uwaisiy [Abdul Aziz bin
Abdullah], ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Sa'd, dari
Sahlih [bin Kaisan], dari Ibnu Syihab, ia berkata: Telah menceritakan kepadaku
'Urwah, dan Ibnu Al-Musayyab, dan Alqamah bin Waqqash, dan 'Ubaidullah [bin Abdillah bin 'Utbah], dari 'Aisyah
radhiallahu'anha, bahwa ketika orang-orang yang menyebarkan berita
bohong melakukan aksinya, Aisyah berkata, "Rasulullah ﷺ lantas memanggil Ali bin Abu Thalib dan Usamah bin Zaid radhiallahu'anhum,
yakni saat wahyu belum turun, beliau menanyai dan meminta saran keduanya
perihal perceraian terhadap istrinya. Adapun Usamah bin Zaid, ia memberi saran
sejauh yang ia ketahui bahwa Aisyah terlepas diri dari apa yang mereka
tuduhkan, adapun Ali bin Abu Thalib berkata, 'Allah tidak akan menyesakkan
dadamu, wanita selainnya juga masih banyak, dan tanyailah pembantu yang bisa
jadi ia membenarkanmu.' Nabi bertanya kepada hamba sahaya tadi, "Pernahkah
kau lihat sesuatu yang menjadikanmu ragu terhadap diri Aisyah?" Hamba
sahaya tadi menjawab, "Belum pernah kulihat sesuatu yang kurang pada diri
Aisyah selain tak lebih ketika ia masih masih belia, ia ketiduran dari adonan
masakan keluarganya sehingga datang ternak yang kemudian menyantapnya.' Lantas
Nabi berdiri di atas mimbar dan berkata, "Wahai segenap muslimin, siapa
yang bisa memberiku alasan terhadap seseorang yang gangguannya terhadap istriku
telah kudengar? Demi Allah, aku tak tahu terhadap istriku selain kebaikan
semata, " lantas beliau sebutkan kesucian Aisyah.
٦٩٣٦ - وقال أبو أسامة [حماد بن أسامة]، عن
هشام. وحدثني مُحَمَّدُ بْنُ حَرْبٍ: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ أَبِي زَكَرِيَّاءَ
الغسَّاني، عَنْ هِشَامٍ، عَنْ عُرْوَةَ، عَنْ عَائِشَةَ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ
خَطَبَ النَّاسَ، فَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ، وَقَالَ: «مَا تُشِيرُونَ
عليَّ فِي قَوْمٍ يسبُّون أَهْلِي، مَا عَلِمْتُ عَلَيْهِمْ مِنْ سُوءٍ قَطُّ».
Dan Abu Usamah [Hammad bin Usamah] berkata 'dari Hisyam. Dan
telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Harb, ia berkata: Telah menceritakan
kepada kami Yahya bin Abu Zakariya Al-Ghassaniy, dari Hisyam, dari 'Urwah, dari
'Aisyah bahwa Rasulullah ﷺ berpidato kepada manusia, lantas memuja dan memuji Allah dan
bersabda, "Kalian tidak bisa memberiku alasan terhadap seseorang yang
mencela istriku, setahuku tak ada keburukan pada mereka sama sekali."
وَعَنْ عُرْوَةَ
قَالَ: لَمَّا أُخْبِرَتْ عَائِشَةُ بِالْأَمْرِ قَالَتْ: يَا رَسُولَ اللَّهِ،
أَتَأْذَنُ لِي أَنْ أَنْطَلِقَ إِلَى أَهْلِي؟ فَأَذِنَ لَهَا، وَأَرْسَلَ
مَعَهَا الْغُلَامَ. وَقَالَ رَجُلٌ مِنْ الْأَنْصَارِ: سُبْحَانَكَ، مَا يَكُونُ
لَنَا أَنْ نَتَكَلَّمَ بِهَذَا، سُبْحَانَكَ هَذَا بهتان عظيم.
Dan dari 'Urwah, ia berkata: 'Dikala 'Aisyah dikabarkan
selingkuh, ia berkata, 'Wahai Rasulullah, bersediakah engkau jika aku kembali
kepada keluargaku? Maka Rasul memberinya izin dan mengutus pelayan untuk
menemaninya. Dan seorang laki-laki Anshar berkata, 'Mahasuci Engkau, tak sepantasnya
kami berkata yang sedemikian ini. Mahasuci Engkau, ini adalah kebohongan yang
nyata.'
Penjelasan singkat hadits ini:
1.
Biografi Aisyah
radhiyallahu 'anha.
Lihat: Aisyah binti Abi Bakr dan keistimewaannya
2.
Kejadian “ifk”
tuduhan dusta kepada Aisyah.
Aisyah radhiyallahu 'anha berkata:
"كَانَ رَسُولُ اللهِ ﷺ إِذَا أَرَادَ
أَنْ يَخْرُجَ سَفَرًا أَقْرَعَ بَيْنَ أَزْوَاجِهِ، فَأَيَّتُهُنَّ خَرَجَ
سَهْمُهَا خَرَجَ بِهَا مَعَهُ، فَأَقْرَعَ بَيْنَنَا فِي غَزَاةٍ غَزَاهَا،
فَخَرَجَ سَهْمِي فَخَرَجْتُ مَعَهُ، بَعْدَمَا أُنْزِلَ الْحِجَابُ، فَأَنَا
أُحْمَلُ فِي هَوْدَجٍ وَأُنْزَلُ فِيهِ، فَسِرْنَا حَتَّى إِذَا فَرَغَ رَسُولُ
اللهِ ﷺ مِنْ غَزْوَتِهِ تِلْكَ وَقَفَلَ، وَدَنَوْنَا مِنَ الْمَدِينَةِ، آذَنَ
لَيْلَةً بِالرَّحِيلِ، فَقُمْتُ حِينَ آذَنُوا بِالرَّحِيلِ، فَمَشَيْتُ حَتَّى
جَاوَزْتُ الْجَيْشَ، فَلَمَّا قَضَيْتُ شَأْنِي، أَقْبَلْتُ إِلَى الرَّحْلِ،
فَلَمَسْتُ صَدْرِي، فَإِذَا عِقْدٌ لِي مِنْ جَزْعِ أَظْفَارٍ قَدِ انْقَطَعَ،
فَرَجَعْتُ فَالْتَمَسْتُ عِقْدِي فَحَبَسَنِي ابْتِغَاؤُهُ، فَأَقْبَلَ الَّذِينَ
يَرْحَلُونَ لِي، فَاحْتَمَلُوا هَوْدَجِي فَرَحَلُوهُ عَلَى بَعِيرِي الَّذِي
كُنْتُ أَرْكَبُ، وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنِّي فِيهِ، وَكَانَ النِّسَاءُ إِذْ ذَاكَ
خِفَافًا لَمْ يَثْقُلْنَ، وَلَمْ يَغْشَهُنَّ اللَّحْمُ، وَإِنَّمَا يَأْكُلْنَ
الْعُلْقَةَ مِنَ الطَّعَامِ، فَلَمْ يَسْتَنْكِرِ الْقَوْمُ حِينَ رَفَعُوهُ
ثِقَلَ الْهَوْدَجِ فَاحْتَمَلُوهُ، وَكُنْتُ جَارِيَةً حَدِيثَةَ السِّنِّ،
فَبَعَثُوا الْجَمَلَ وَسَارُوا، فَوَجَدْتُ عِقْدِي بَعْدَمَا اسْتَمَرَّ
الْجَيْشُ، فَجِئْتُ مَنْزِلَهُمْ وَلَيْسَ فِيهِ أَحَدٌ، فَأَمَمْتُ مَنْزِلِي
الَّذِي كُنْتُ بِهِ، فَظَنَنْتُ أَنَّهُمْ سَيَفْقِدُونِي فَيَرْجِعُونَ إِلَيَّ،
فَبَيْنَا أَنَا جَالِسَةٌ غَلَبَتْنِي عَيْنَايَ فَنِمْتُ، وَكَانَ صَفْوَانُ
بْنُ الْمُعَطَّلِ السُّلَمِيُّ ثُمَّ الذَّكْوَانِيُّ مِنْ وَرَاءِ الْجَيْشِ،
فَأَصْبَحَ عِنْدَ مَنْزِلِي، فَرَأَى سَوَادَ إِنْسَانٍ نَائِمٍ فَأَتَانِي،
وَكَانَ يَرَانِي قَبْلَ الْحِجَابِ، فَاسْتَيْقَظْتُ بِاسْتِرْجَاعِهِ، حِينَ
أَنَاخَ رَاحِلَتَهُ، فَوَطِئَ يَدَهَا فَرَكِبْتُهَا، فَانْطَلَقَ يَقُودُ بِي
الرَّاحِلَةَ، حَتَّى أَتَيْنَا الْجَيْشَ بَعْدَمَا نَزَلُوا مُعَرِّسِينَ فِي
نَحْرِ الظَّهِيرَةِ، فَهَلَكَ مَنْ هَلَكَ، وَكَانَ الَّذِي تَوَلَّى الْإِفْكَ
عَبْدُ اللهِ بْنُ أُبَيٍّ ابْنِ سَلُولَ"
"Adalah kebiasaan Rasulullah ﷺ, apabila beliau hendak pergi dalam suatu perjalanan (safar),
beliau mengundi di antara istri-istrinya. Istri siapa yang keluar undiannya,
maka beliau pergi bersamanya.
Maka (pada suatu ketika) beliau mengundi di antara kami untuk
sebuah peperangan yang beliau ikuti, dan undianku yang keluar. Akupun pergi
bersamanya, setelah turunnya ayat hijab (yang memerintahkan para wanita untuk
berhijab). Aku (saat itu) dibawa dalam haudaj (semacam tandu tertutup yang
diletakkan di atas unta) dan diturunkan di dalamnya.
Kami pun berjalan hingga ketika Rasulullah ﷺ telah menyelesaikan peperangannya itu dan pulang, serta kami
telah mendekati Madinah, beliau memberi pengumuman pada suatu malam untuk
segera berangkat (meneruskan perjalanan).
Aku pun bangkit ketika mereka mengumumkan untuk berangkat.
Aku berjalan (meninggalkan rombongan untuk suatu keperluan) hingga melewati
pasukan. Setelah aku menyelesaikan keperluanku, aku kembali ke tempat
kendaraanku. Lalu aku meraba dadaku, tiba-tiba kalungku yang terbuat dari
manik-manik batu aqiq (Yaman) telah putus. Aku pun kembali (ke tempat tadi)
untuk mencari kalungku. Pencarian itu membuatku tertahan.
Sementara itu, orang-orang yang bertugas memberangkatkan
kendaraan datang, lalu mereka mengangkat haudaj-ku dan memuatkannya ke atas
untaku yang biasa aku tunggangi. Mereka menyangka bahwa aku sudah berada di
dalamnya. (Mereka tidak merasa curiga) karena wanita-wanita pada masa itu
ringan badan, belum gemuk-gemuk (karena banyak daging), mereka hanya memakan
sedikit makanan. Jadi, para sahabat tidak menyadari perbedaan berat ketika
mengangkat haudaj tersebut, lalu mereka membawanya pergi. Saat itu aku masih seorang
gadis yang muda.
Mereka lalu memberangkatkan untanya dan melanjutkan
perjalanan. Aku akhirnya menemukan kalungku setelah pasukan telah berangkat
jauh. Aku pun datang ke tempat persinggahan mereka, tetapi tidak ada seorang
pun di sana.
Aku lalu menuju ke tempat persinggahanku semula (di mana
haudaj-ku diturunkan sebelumnya). Aku menyangka bahwa mereka akan menyadariku
hilang dan akan kembali mencariku.
Sementara aku duduk (menunggu), mataku terasa berat dan aku
tertidur.
Adalah Shafwan bin Al-Mu’aththal As-Sulami, kemudian
Adz-Dzakwani, yang berjalan di belakang pasukan. Ia tiba di tempat
persinggahanku pada waktu pagi. Ia melihat bayangan hitam seorang manusia yang
sedang tidur. Ia mendatangiku, dan dahulu (sebelum turun hijab) ia pernah
melihatku.
Aku terbangun karena ia mengucapkan 'Innaa lillaahi wa innaa
ilaihi raaji’uun' (Sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami
kembali) saat ia menghentikan untanya. Ia lalu menginjakkan kakinya (untuk
menstabilkan) untanya, lalu aku menaikinya. Ia pun berjalan dengan menuntun
untaku, hingga kami sampai kepada pasukan yang telah berhenti beristirahat
(mu’arrisin) pada tengah hari yang sangat panas.
Maka binasalah (orang yang berbicara fitnah) yang memang
ditakdirkan binasa (karena peristiwa ini). Dan orang yang paling bertanggung
jawab menyebarkan berita bohong (Al-Ifk) adalah Abdullah bin Ubay bin
Salul." [Shahih Bukhari]
3. Rasulullah ﷺ tidak mengetahui perkara gaib.
Allah subhanahu wa ta'aalaa berfirman:
{قُل
لَّا أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعًا وَلَا ضَرًّا إِلَّا مَا شَاءَ اللَّهُ ۚ وَلَوْ
كُنتُ أَعْلَمُ الْغَيْبَ لَاسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ وَمَا مَسَّنِيَ
السُّوءُ ۚ إِنْ أَنَا إِلَّا نَذِيرٌ وَبَشِيرٌ لِّقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ} [الأعراف : 188]
Katakanlah: "Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi
diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah.
Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan
sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain
hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang
beriman".
[Al-A'raaf: 188]
4.
Masalah
keluarga juga menimpa orang-orang shalih dan mulia.
5.
Nabi ﷺ membutuhkan
musyawarah sekalipun beliau manusia paling pintar dan cerdas.
6.
Berbaik sangka
kepada orang lain, terkhusus pada keluarga sendiri.
Aisyah radhiyallahu 'anha berkata:
وَكَانَ رَسُولُ
اللهِ ﷺ يَسْأَلُ زَيْنَبَ ابْنَةَ جَحْشٍ عَنْ أَمْرِي، فَقَالَ: «يَا زَيْنَبُ
مَاذَا عَلِمْتِ، أَوْ رَأَيْتِ؟»، فَقَالَتْ: يَا رَسُولَ اللهِ، أَحْمِي سَمْعِي
وَبَصَرِي، مَا عَلِمْتُ إِلَّا خَيْرًا، قَالَتْ: وَهِيَ الَّتِي كَانَتْ
تُسَامِينِي مِنْ أَزْوَاجِ رَسُولِ اللهِ ﷺ فَعَصَمَهَا اللهُ بِالْوَرَعِ [صحيح البخاري]
Dan Rasulullah ﷺ pernah bertanya kepada Zainab binti Jahsy tentang perkaraku
(Aisyah). Beliau bersabda: "Wahai Zainab, apa yang kamu ketahui atau kamu
lihat?" Zainab menjawab: "Wahai Rasulullah, aku menjaga pendengaranku
dan penglihatanku (dari perkara buruk). Aku tidak mengetahui kecuali
kebaikan." Aisyah berkata: "Dialah (Zainab) among para istri
Rasulullah ﷺ yang pernah menyaingiku (dalam
mencari cinta Rasul), namun Allah menjaganya dengan sifat wara'
(kehati-hatiannya)." [Shahih Bukhari]
Lihat: Berbaik sangka kepada saudaramu
7.
Kaum Syi'ah
tidak mau menerima kesucian Aisyah yang dipersaksikan oleh Allah 'azza wajalla dalam
Al-Qur'an begitu pula Sunnah Rasulullah ﷺ.
Aisyah radhiyallahu 'anha berkata ketika orang-orang yang menuduhnya
mengatakan apa yang mereka katakan:
فَاضْطَجَعْتُ
عَلَى فِرَاشِي وَأَنَا حِينَئِذٍ أَعْلَمُ أَنِّي بَرِيئَةٌ، وَأَنَّ اللَّهَ
يُبَرِّئُنِي، وَلَكِنِّي وَاللَّهِ مَا كُنْتُ أَظُنُّ أَنَّ اللَّهَ يُنْزِلُ
فِي شَأْنِي وَحْيًا يُتْلَى، وَلَشَأْنِي فِي نَفْسِي كَانَ أَحْقَرَ مِنْ أَنْ يَتَكَلَّمَ
اللَّهُ فِيَّ بِأَمْرٍ يُتْلَى، وَأَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: {إِنَّ
الَّذِينَ جَاءُوا بِالإِفْكِ عُصْبَةٌ مِنْكُمْ} العَشْرَ الآيَاتِ كُلَّهَا [صحيح البخاري ومسلم]
Kemudian aku berbaring di atas ranjangku dan aku saat itu
lebih tahu bahwa aku bebas dari tuduhan itu dan sesungguhnya Allah akan
membebaskan tuduhan itu terhadapku, akan tetapi demi Allah, aku tidak menyangka
bahwasanya Allah akan menurunkan dalam urusanku ini satu wahyu yang dibaca
(ayat Al-Qur’an), dan sungguh urusanku ini menurut diriku sendiri lebih rendah
daripada Allah berfirman tentang aku dalam satu urusan yang akan dibaca (dalam
Al-Qur’an). Dan Allah menurunkan ayat: {Sesungguhnya orang-orang yang
membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. janganlah kamu kira
bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu.
tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya.
dan siapa di antara mereka yang mengambil bahagian yang terbesar dalam
penyiaran berita bohong itu baginya azab yang besar} Sepuluh ayat
seterusnya (dari surah An-Nuur 11-20). [Sahih Bukhari dan Muslim]
Lihat: Sifat mulia ‘Aisyah istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
Wallahu a'lam!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar anda adalah pelajaran berharga bagi saya ...