Jumat, 26 September 2025

Kitab I’tisham, bab (28): Firman Allah ta'aalaa {Sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka}

بسم الله الرحمن الرحيم

Imam Bukhari rahimahullah berkata:

بَاب: قَوْلِ اللَّهِ تَعَالَى: ﴿وَأَمْرُهُمْ شُورَى بَيْنَهُمْ﴾ [الشورى: ٣٨] ﴿وَشَاوِرْهُمْ فِي الأَمْرِ﴾ [آل عمران: ١٥٩]، وَأَنَّ الْمُشَاوَرَةَ قَبْلَ الْعَزْمِ وَالتَّبَيُّنِ، لِقَوْلِهِ: ﴿فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ﴾ [آل عمران: ١٥٩]، فَإِذَا عَزَمَ الرَّسُولُ ﷺ لَمْ يَكُنْ لِبَشَرٍ التَّقَدُّمُ عَلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ.

Bab: Firman Allah ta'aalaa {Sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka} [Asy-Syura: 38] {Dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu} [Ali Imran:159]. Dan bahwasanya musyawarahitu sebelummembuatkan tekad dan mendapat kejelasan, karena firmanNya: {Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah} [Ali Imran:159] Ketika Rasul sudah membulatkan tekad maka tidak boleh bagi manusia untuk mendahului keputusan Allah dan RasulNya.

Dalam bab ini Imam Bukhari menjelaskan tentang pentingnya musyawarah dalam perkara yang tidak ada dalil pastinya dalam Al-Qur'an dan Sunnah.

Lihat: Musyawarah dalam menghadapi problem

Setelah menyebutkan beberapa ayat tentang musyawarah, imam Bukhari menyebutkan beberapa hadits dan atsar dalam masalah ini, baik secara mu'allaq maupun mutashil.

A.    Musyawarah Nabi ketika perang Uhud.

Imam Bukhari rahimahullah berkata:

وَشَاوَرَ النَّبِيُّ ﷺ أَصْحَابَهُ يَوْمَ أُحُدٍ فِي الْمُقَامِ وَالْخُرُوجِ فَرَأَوْا لَهُ الْخُرُوجَ، فَلَمَّا لَبِسَ لأمَتَهُ وَعَزَمَ قَالُوا: أَقِمْ، فَلَمْ يَمِلْ إِلَيْهِمْ بَعْدَ الْعَزْمِ وَقَالَ: «لَا يَنْبَغِي لِنَبِيٍّ يَلْبَسُ لأمَتَهُ فَيَضَعُهَا، حَتَّى يَحْكُمَ اللَّهُ».

Dan Nabi bermusyawarah dengan para sahabatnya pada perang Uhud tentang (pilihan) tetap (di Madinah) atau keluar (menghadapi musuh). Lalu mereka berpendapat untuk keluar. Ketika beliau telah mengenakan baju perang dan bersikap bulat (untuk keluar), mereka berkata: “Tetaplah (jangan keluar)!” Namun beliau tidak cenderung kepada pendapat mereka setelah bulat tekad, dan bersabda: “Tidak pantas bagi seorang nabi yang telah mengenakan baju perangnya lalu melepaskannya kembali, sampai Allah memutuskan (pertempuran).”

Takhrij hadits ini:

Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam “Al-Musnad” (23/99) no.14787, dengan sanad yang shahih, dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu 'anhuma; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

«رَأَيْتُ كَأَنِّي فِي دِرْعٍ حَصِينَةٍ، وَرَأَيْتُ بَقَرًا مُنَحَّرَةً، فَأَوَّلْتُ أَنَّ الدِّرْعَ الْحَصِينَةَ الْمَدِينَةُ، وَأَنَّ الْبَقَرَ نَفَرٌ، وَاللهِ خَيْرٌ»، قَالَ: فَقَالَ لِأَصْحَابِهِ: «لَوْ أَنَّا أَقَمْنَا بِالْمَدِينَةِ فَإِنْ دَخَلُوا عَلَيْنَا فِيهَا قَاتَلْنَاهُمْ»، فَقَالَوا: يَا رَسُولَ اللهِ، وَاللهِ مَا دُخِلَ عَلَيْنَا فِيهَا فِي الْجَاهِلِيَّةِ، فَكَيْفَ يُدْخَلُ عَلَيْنَا فِيهَا فِي الْإِسْلَامِ؟ فَقَالَ: «شَأْنَكُمْ إِذًا» قَالَ: فَلَبِسَ لَأْمَتَهُ، قَالَ: فَقَالَتِ الْأَنْصَارُ: رَدَدْنَا عَلَى رَسُولِ اللهِ ﷺ رَأْيَهُ، فَجَاءُوا، فَقَالَوا: يَا نَبِيَّ اللهِ، شَأْنَكَ إِذًا، فَقَالَ: «إِنَّهُ لَيْسَ لِنَبِيٍّ إِذَا لَبِسَ لَأْمَتَهُ أَنْ يَضَعَهَا حَتَّى يُقَاتِلَ»

«Aku bermimpi seakan-akan aku berada dalam baju besi yang kokoh, dan aku melihat sapi-sapi yang disembelih. Lalu aku menakwilkannya bahwa baju besi yang kokoh itu adalah kota (Madinah), dan sapi-sapi itu adalah sekelompok orang (yang akan terbunuh). Dan Allah-lah (sebaik-baik pemberi takdir) yang Maha Baik» Dia (salah seorang perawi) berkata: Maka (Nabi) bersabda kepada para sahabatnya: «Bagaimana pendapat kalian jika kita tetap tinggal di Madinah? Jika mereka (musuh) memasuki kota ini, kita akan memerangi mereka di dalamnya» Mereka (para sahabat) berkata: "Wahai Rasulullah, demi Allah, (musuh) tidak pernah bisa memasuki kota ini (untuk menyerang kita) pada masa Jahiliyah, maka bagaimana mungkin mereka bisa memasukinya (untuk menyerang kita) pada masa Islam?" Maka Nabi bersabda: «Silakan kalian berbuat menurut pendapat kalian, kalau begitu.» Dia (perawi) berkata: Kemudian Nabi mengenakan baju perangnya (sebagai persiapan untuk keluar). Para sahabat Anshar berkata: "Kita telah menolak pendapat Rasulullah ." Maka mereka datang dan berkata: "Wahai Nabi Allah, terserahlah keputusanmu (kami ikuti pendapatmu), kalau begitu." Maka Nabi bersabda: «Sesungguhnya tidak layak bagi seorang Nabi, apabila dia telah mengenakan baju perangnya, untuk melepaskannya kembali sampai dia berperang»

Penjelasan singkat hadits ini:

1.      Biografi Jabir bin Abdullah radhiyallahu 'anhuma.

Lihat: https://umar-arrahimy.blogspot.com/

2.      Mimpi para Nabi ‘alaihimussalam adalah wahyu.

Ibnu 'Abbas radhiyallahu 'anhuma berkata:

«رُؤْيَا الْأَنْبِيَاءِ وَحْيٌ» [المعجم الكبير للطبراني: حسن]

"Mimpi para Nabi adalah wahyu" [Al-Mu'jam Al-Kabiir karya Ath-Thabaraniy: Hasan]

Lihat: Hadits Aisyah; Awal turunya wahyu di gua Hira

3.      Sikap rendah hati Nabi .

Lihat: Akhlak Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam

4.      Mendahulukan pendapat mayoritas jika tidak ada dalil yang menguatkan pendapat minoritas.

Lihat: Paling Banyak Vs Paling Sedikit

5.      Semangat para sahabat Nabi  dalam berjihad.

6.      Besarnya kekhawatiran sahabat akan bahaya menentang perkataan Rasulullah .

Lihat: Kesungguhan Sahabat Nabi mengamalkan As-Sunnah

7.      Setelah membulatkan tekad, jangan mundur kecuali ada sesuatu yang lebih meyakinkan.

B.     Musyawarah Nabi ketika kejadian tuduhan palsu kepada Asiyah radhiyallahu 'anha.

Imam Bukhari rahimahullah berkata:

وَشَاوَرَ عَلِيًّا وَأُسَامَةَ فِيمَا رَمَى بِهِ أَهْلُ الْإِفْكِ عَائِشَةَ فَسَمِعَ مِنْهُمَا حَتَّى نَزَلَ الْقُرْآنُ، فَجَلَدَ الرَّامِينَ وَلَمْ يَلْتَفِتْ إِلَى تَنَازُعِهِمْ، وَلَكِنْ حَكَمَ بما أمره الله.

Dan beliau (Nabi ) bermusyawarah dengan Ali dan Usamah mengenai apa yang dituduhkan oleh ahli ifki (berita bohong) kepada Aisyah. Beliau mendengarkan pendapat keduanya hingga turun wahyu Al-Qur'an (yang membuktikan kesucian Aisyah). Lalu beliau menghukum cambuk orang-orang yang menuduh (tersebut) dan tidak memperhatikan pertikaian mereka (lagi), tetapi beliau memutuskan dengan apa yang Allah perintahkan kepadanya.

Nb: Hadits ini akan diriwayatkan secara utuh dalam bab ini dari Aisyah radhiyallahu 'anha.

Kemudian imam Bukhari menyebutkan contoh musyawarah para sahabat, imam Bukhari rahimahullah berkata:

وَكَانَتِ الْأَئِمَّةُ بَعْدَ النَّبِيِّ ﷺ يَسْتَشِيرُونَ الْأُمَنَاءَ مِنْ أَهْلِ الْعِلْمِ فِي الْأُمُورِ الْمُبَاحَةِ لِيَأْخُذُوا بِأَسْهَلِهَا، فَإِذَا وَضَحَ الْكِتَابُ أَوِ السُّنَّةُ لَمْ يَتَعَدَّوْهُ إِلَى غَيْرِهِ، اقْتِدَاءً بِالنَّبِيِّ ﷺ.

Dan para pemimpin (Islam) setelah Nabi selalu meminta pertimbangan kepada orang-orang yang terpercaya dari kalangan ahli ilmu dalam perkara-perkara yang bersifat mubah (boleh), untuk kemudian memilih yang paling mudah di antara pilihan tersebut. Namun, apabila telah jelas (hukumnya) dalam Al-Qur'an atau Sunnah, mereka tidak beralih kepada yang lain, dalam rangka mengikuti teladan Nabi .

C.     Musyawarah Abu Bakr radhiyallahu 'anhu ketika memerangi kaum yang menolak pembayaran zakat.

Imam Bukhari rahimahullah berkata:

وَرَأَى أَبُو بَكْرٍ قِتَالَ مَنْ مَنَعَ الزَّكَاةَ، فَقَالَ عُمَرُ: كَيْفَ تُقَاتِلُ النَّاسَ وَقَدْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: «أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَقُولُوا لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، فَإِذَا قَالُوا لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ عَصَمُوا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلَّا بِحَقِّهَا وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللَّهِ». فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ: وَاللَّهِ لأقاتلنَّ مَنْ فرَّق بَيْنَ مَا جَمَعَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ، ثُمَّ تَابَعَهُ بَعْدُ عُمَرُ.

Dan Abu Bakar berpendapat untuk memerangi orang-orang yang enggan membayar zakat. Lalu Umar berkata: "Bagaimana engkau memerangi manusia, padahal Rasulullah telah bersabda: 'Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka mengucapkan Laa ilaaha illallah (tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah). Jika mereka telah mengucapkannya, maka darah dan harta mereka terlindungi dariku, kecuali dengan haknya, dan perhitungan mereka terserah kepada Allah.'" Maka Abu Bakar menjawab: "Demi Allah, sungguh akan aku perangi orang-orang yang memisahkan antara apa yang disatukan oleh Rasulullah (yaitu antara shalat dan zakat)." Kemudian Umar pun mengikuti pendapatnya setelah itu.

Nb: Hadits ini telah dijelaskan pada Kitab I’tisham, bab (02) Mengikuti tuntunan Rasulullah ﷺ

Imam Bukhari rahimahullah berkata:

فَلَمْ يَلْتَفِتْ أَبُو بَكْرٍ إِلَى مَشُورَةٍ، إِذْ كَانَ عِنْدَهُ حُكْمُ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ فِي الَّذِينَ فَرَّقُوا بَيْنَ الصَّلَاةِ وَالزَّكَاةِ، وَأَرَادُوا تَبْدِيلَ الدِّينِ وَأَحْكَامِهِ، وَقَالَ النَّبِيُّ ﷺ: «مَنْ بدَّل دِينَهُ فاقتلوه».

Dan Abu Bakar tidak memperhatikan lagi (pendapat yang berbeda) karena beliau telah memiliki ketetapan hukum dari Rasulullah mengenai orang-orang yang memisahkan antara shalat dan zakat, serta ingin mengubah agama dan hukum-hukumnya. Nabi bersabda: "Barangsiapa yang mengganti agamanya (murtad), maka bunuhlah dia."

Takhirj hadits ini:

Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam “Ash-Shahih” kitab Istitabatul Murtaddin (9/15) no.6923, dari 'Ikrimah rahimahullah, ia berkata:

أُتِيَ عَلِيٌّ رضي الله عنه بِزَنَادِقَةٍ فَأَحْرَقَهُمْ، فَبَلَغَ ذَلِكَ ابْنَ عَبَّاسٍ فَقَالَ: لَوْ كُنْتُ أَنَا لَمْ أُحَرِّقْهُمْ، لِنَهْيِ رَسُولِ اللهِ ﷺ: وَلَقَتَلْتُهُمْ، لِقَوْلِ رَسُولِ اللهِ ﷺ: «مَنْ بَدَّلَ دِينَهُ فَاقْتُلُوهُ

«Ali radhiyallahu 'anhu didatangkan beberapa orang zindiq (orang yang menyembunyikan kekafiran dan menampakkan keislaman), lalu ia membakar mereka. Berita itu sampai kepada Ibnu Abbas, maka ia berkata: "Seandainya aku, niscaya tidak akan kubakar mereka karena larangan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam (untuk membakar dengan api), dan niscaya akan aku bunuh mereka berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam: Barangsiapa yang mengganti agamanya (murtad), maka bunuhlah dia"»

Penjelasan singkat hadits ini:

1)      Biografi Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu.

Lihat: Keistimewaan Ali bin Abi Thalib

2)      Biografi Abdullah bin 'Abbas radhiyallahu 'anhuma.

Lihat: Keistimewaan Abdullah bin ‘Abbas

3)      Orang murtad dihukum mati setelah disuruh bertaubat dan menolak.

Dari Ibnu Mas'ud radhiyallahu 'anhu, ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

«لَا يَحِلُّ دَمُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ، يَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَأَنِّي رَسُولُ اللَّهِ، إِلَّا بِإِحْدَى ثَلَاثٍ: الثيب الزان، والنفس بالنفس، والتارك لدينه، المفارق للجماعة»

“Darah seorang muslim yang bersaksi bahwa sesungguhnya tiada Ilah yang berhak disembah selain Allah dan aku adalah utusan Allah, tidak halal ditumpahkan selain karena alasan diantara tiga; (1) Orang yang telah menikah berzina, (2) jiwa dibayar dengan jiwa, dan (3) orang yang meninggalkan agamanya memberontak dari jama'ah muslimin." [Shahih Bukhariy dan Muslim]

Lihat: ِSyarah Arba'in hadits (14) Ibnu Mas’ud; Haram darah seorang muslim

4)      Tidak boleh menghukum dengan api.

Dalam riwayat lain Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma berkata:

وَلَمْ أَكُنْ لِأُحَرِّقَهُمْ لِقَوْلِ رَسُولِ اللهِ ﷺ: «لَا تُعَذِّبُوا بِعَذَابِ اللهِ»، فَبَلَغَ ذَلِكَ عَلِيًّا فَقَالَ: صَدَقَ ابْنُ عَبَّاسٍ

Dan aku tidak akan membakar mereka, berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam: "Janganlah kalian mengadzab dengan adzab Allah." Hal itu sampai juga kepada Ali, ia pun berkata; Ibnu Abbas benar. [Sunan Tirmidziy: Shahih]

D.    Musyawarah Umar radhiyallahu 'anhu.

Imam Bukhari rahimahullah berkata:

وكان القرَّاء أصحاب مشورة عمر، كهولًا أَوْ شبَّانًا، وَكَانَ وقَّافًا عِنْدَ كِتَابِ اللَّهِ عز وجل.

Dan para qari (ahli Al-Qur'an) adalah orang-orang yang dimintai pertimbangan oleh Umar, baik yang tua maupun yang muda. Dan beliau (Umar) adalah orang yang sangat berpegang teguh pada Kitabullah (Al-Qur'an) Azza wa Jalla.

Nb: Hadits ini telah dijelaskan pada Kitab I’tisham, bab (02) Mengikuti tuntunan Rasulullah ﷺ

E.     Hadits Asiyah radhiyallahu 'anha.

Imam Bukhari rahimahullah berkata:

٦٩٣٥ - حدثنا الْأُوَيْسِيُّ [عبد العزيز بن عبد الله]: حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ سَعْدٍ، عَنْ صَالِحٍ [بن كيسان]، عن ابْنِ شِهَابٍ: حَدَّثَنِي عُرْوَةُ، وَابْنُ الْمُسَيَّبِ، وَعَلْقَمَةُ بْنُ وقَّاص، وَعُبَيْدُ اللَّهِ [بن عبد الله بن عتبة]، عَنْ عَائِشَةَ رضي الله عنها، حِينَ قَالَ لَهَا أَهْلُ الْإِفْكِ مَا قَالُوا: قَالَتْ: وَدَعَا رَسُولُ اللَّهِ ﷺ عَلِيَّ بْنَ أَبِي طَالِبٍ وأسامة بن زيد رضي الله عنهما حِينَ اسْتَلْبَثَ الْوَحْيُ، يَسْأَلُهُمَا وَهُوَ يَسْتَشِيرُهُمَا فِي فِرَاقِ أَهْلِهِ، فَأَمَّا أُسَامَةُ: فَأَشَارَ بِالَّذِي يَعْلَمُ مِنْ بَرَاءَةِ أَهْلِهِ، وَأَمَّا عَلِيٌّ فَقَالَ: لَمْ يضيِّق اللَّهُ عَلَيْكَ، وَالنِّسَاءُ سِوَاهَا كَثِيرٌ، وَسَلِ الْجَارِيَةَ تَصْدُقْكَ. فَقَالَ: «هَلْ رَأَيْتِ مِنْ شَيْءٍ يَرِيبُكِ». قَالَتْ: مَا رَأَيْتُ أَمْرًا أَكْثَرَ مِنْ أَنَّهَا جَارِيَةٌ حَدِيثَةُ السِّنِّ، تَنَامُ عَنْ عَجِينِ أَهْلِهَا، فَتَأْتِي الدَّاجِنُ فَتَأْكُلُهُ، فَقَامَ عَلَى الْمِنْبَرِ فَقَالَ: «يَا مَعْشَرَ الْمُسْلِمِينَ، مَنْ يَعْذُرُنِي مِنْ رَجُلٍ بَلَغَنِي أَذَاهُ فِي أَهْلِي، وَاللَّهِ مَا عَلِمْتُ عَلَى أَهْلِي إِلَّا خَيْرًا». فَذَكَرَ بَرَاءَةَ عائشة.

Telah menceritakan kepada kami Al-Uwaisiy [Abdul Aziz bin Abdullah], ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Sa'd, dari Sahlih [bin Kaisan], dari Ibnu Syihab, ia berkata: Telah menceritakan kepadaku 'Urwah, dan Ibnu Al-Musayyab, dan Alqamah bin Waqqash, dan 'Ubaidullah [bin Abdillah bin 'Utbah], dari 'Aisyah radhiallahu'anha, bahwa ketika orang-orang yang menyebarkan berita bohong melakukan aksinya, Aisyah berkata, "Rasulullah lantas memanggil Ali bin Abu Thalib dan Usamah bin Zaid radhiallahu'anhum, yakni saat wahyu belum turun, beliau menanyai dan meminta saran keduanya perihal perceraian terhadap istrinya. Adapun Usamah bin Zaid, ia memberi saran sejauh yang ia ketahui bahwa Aisyah terlepas diri dari apa yang mereka tuduhkan, adapun Ali bin Abu Thalib berkata, 'Allah tidak akan menyesakkan dadamu, wanita selainnya juga masih banyak, dan tanyailah pembantu yang bisa jadi ia membenarkanmu.' Nabi bertanya kepada hamba sahaya tadi, "Pernahkah kau lihat sesuatu yang menjadikanmu ragu terhadap diri Aisyah?" Hamba sahaya tadi menjawab, "Belum pernah kulihat sesuatu yang kurang pada diri Aisyah selain tak lebih ketika ia masih masih belia, ia ketiduran dari adonan masakan keluarganya sehingga datang ternak yang kemudian menyantapnya.' Lantas Nabi berdiri di atas mimbar dan berkata, "Wahai segenap muslimin, siapa yang bisa memberiku alasan terhadap seseorang yang gangguannya terhadap istriku telah kudengar? Demi Allah, aku tak tahu terhadap istriku selain kebaikan semata, " lantas beliau sebutkan kesucian Aisyah.

٦٩٣٦ - وقال أبو أسامة [حماد بن أسامة]، عن هشام. وحدثني مُحَمَّدُ بْنُ حَرْبٍ: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ أَبِي زَكَرِيَّاءَ الغسَّاني، عَنْ هِشَامٍ، عَنْ عُرْوَةَ، عَنْ عَائِشَةَ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ خَطَبَ النَّاسَ، فَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ، وَقَالَ: «مَا تُشِيرُونَ عليَّ فِي قَوْمٍ يسبُّون أَهْلِي، مَا عَلِمْتُ عَلَيْهِمْ مِنْ سُوءٍ قَطُّ».

Dan Abu Usamah [Hammad bin Usamah] berkata 'dari Hisyam. Dan telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Harb, ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Abu Zakariya Al-Ghassaniy, dari Hisyam, dari 'Urwah, dari 'Aisyah bahwa Rasulullah berpidato kepada manusia, lantas memuja dan memuji Allah dan bersabda, "Kalian tidak bisa memberiku alasan terhadap seseorang yang mencela istriku, setahuku tak ada keburukan pada mereka sama sekali."

وَعَنْ عُرْوَةَ قَالَ: لَمَّا أُخْبِرَتْ عَائِشَةُ بِالْأَمْرِ قَالَتْ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَتَأْذَنُ لِي أَنْ أَنْطَلِقَ إِلَى أَهْلِي؟ فَأَذِنَ لَهَا، وَأَرْسَلَ مَعَهَا الْغُلَامَ. وَقَالَ رَجُلٌ مِنْ الْأَنْصَارِ: سُبْحَانَكَ، مَا يَكُونُ لَنَا أَنْ نَتَكَلَّمَ بِهَذَا، سُبْحَانَكَ هَذَا بهتان عظيم.

Dan dari 'Urwah, ia berkata: 'Dikala 'Aisyah dikabarkan selingkuh, ia berkata, 'Wahai Rasulullah, bersediakah engkau jika aku kembali kepada keluargaku? Maka Rasul memberinya izin dan mengutus pelayan untuk menemaninya. Dan seorang laki-laki Anshar berkata, 'Mahasuci Engkau, tak sepantasnya kami berkata yang sedemikian ini. Mahasuci Engkau, ini adalah kebohongan yang nyata.'

Penjelasan singkat hadits ini:

1.      Biografi Aisyah radhiyallahu 'anha.

Lihat: Aisyah binti Abi Bakr dan keistimewaannya

2.      Kejadian “ifk” tuduhan dusta kepada Aisyah.

Aisyah radhiyallahu 'anha berkata:

"كَانَ رَسُولُ اللهِ ﷺ إِذَا أَرَادَ أَنْ يَخْرُجَ سَفَرًا أَقْرَعَ بَيْنَ أَزْوَاجِهِ، فَأَيَّتُهُنَّ خَرَجَ سَهْمُهَا خَرَجَ بِهَا مَعَهُ، فَأَقْرَعَ بَيْنَنَا فِي غَزَاةٍ غَزَاهَا، فَخَرَجَ سَهْمِي فَخَرَجْتُ مَعَهُ، بَعْدَمَا أُنْزِلَ الْحِجَابُ، فَأَنَا أُحْمَلُ فِي هَوْدَجٍ وَأُنْزَلُ فِيهِ، فَسِرْنَا حَتَّى إِذَا فَرَغَ رَسُولُ اللهِ ﷺ مِنْ غَزْوَتِهِ تِلْكَ وَقَفَلَ، وَدَنَوْنَا مِنَ الْمَدِينَةِ، آذَنَ لَيْلَةً بِالرَّحِيلِ، فَقُمْتُ حِينَ آذَنُوا بِالرَّحِيلِ، فَمَشَيْتُ حَتَّى جَاوَزْتُ الْجَيْشَ، فَلَمَّا قَضَيْتُ شَأْنِي، أَقْبَلْتُ إِلَى الرَّحْلِ، فَلَمَسْتُ صَدْرِي، فَإِذَا عِقْدٌ لِي مِنْ جَزْعِ أَظْفَارٍ قَدِ انْقَطَعَ، فَرَجَعْتُ فَالْتَمَسْتُ عِقْدِي فَحَبَسَنِي ابْتِغَاؤُهُ، فَأَقْبَلَ الَّذِينَ يَرْحَلُونَ لِي، فَاحْتَمَلُوا هَوْدَجِي فَرَحَلُوهُ عَلَى بَعِيرِي الَّذِي كُنْتُ أَرْكَبُ، وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنِّي فِيهِ، وَكَانَ النِّسَاءُ إِذْ ذَاكَ خِفَافًا لَمْ يَثْقُلْنَ، وَلَمْ يَغْشَهُنَّ اللَّحْمُ، وَإِنَّمَا يَأْكُلْنَ الْعُلْقَةَ مِنَ الطَّعَامِ، فَلَمْ يَسْتَنْكِرِ الْقَوْمُ حِينَ رَفَعُوهُ ثِقَلَ الْهَوْدَجِ فَاحْتَمَلُوهُ، وَكُنْتُ جَارِيَةً حَدِيثَةَ السِّنِّ، فَبَعَثُوا الْجَمَلَ وَسَارُوا، فَوَجَدْتُ عِقْدِي بَعْدَمَا اسْتَمَرَّ الْجَيْشُ، فَجِئْتُ مَنْزِلَهُمْ وَلَيْسَ فِيهِ أَحَدٌ، فَأَمَمْتُ مَنْزِلِي الَّذِي كُنْتُ بِهِ، فَظَنَنْتُ أَنَّهُمْ سَيَفْقِدُونِي فَيَرْجِعُونَ إِلَيَّ، فَبَيْنَا أَنَا جَالِسَةٌ غَلَبَتْنِي عَيْنَايَ فَنِمْتُ، وَكَانَ صَفْوَانُ بْنُ الْمُعَطَّلِ السُّلَمِيُّ ثُمَّ الذَّكْوَانِيُّ مِنْ وَرَاءِ الْجَيْشِ، فَأَصْبَحَ عِنْدَ مَنْزِلِي، فَرَأَى سَوَادَ إِنْسَانٍ نَائِمٍ فَأَتَانِي، وَكَانَ يَرَانِي قَبْلَ الْحِجَابِ، فَاسْتَيْقَظْتُ بِاسْتِرْجَاعِهِ، حِينَ أَنَاخَ رَاحِلَتَهُ، فَوَطِئَ يَدَهَا فَرَكِبْتُهَا، فَانْطَلَقَ يَقُودُ بِي الرَّاحِلَةَ، حَتَّى أَتَيْنَا الْجَيْشَ بَعْدَمَا نَزَلُوا مُعَرِّسِينَ فِي نَحْرِ الظَّهِيرَةِ، فَهَلَكَ مَنْ هَلَكَ، وَكَانَ الَّذِي تَوَلَّى الْإِفْكَ عَبْدُ اللهِ بْنُ أُبَيٍّ ابْنِ سَلُولَ"

"Adalah kebiasaan Rasulullah , apabila beliau hendak pergi dalam suatu perjalanan (safar), beliau mengundi di antara istri-istrinya. Istri siapa yang keluar undiannya, maka beliau pergi bersamanya.

Maka (pada suatu ketika) beliau mengundi di antara kami untuk sebuah peperangan yang beliau ikuti, dan undianku yang keluar. Akupun pergi bersamanya, setelah turunnya ayat hijab (yang memerintahkan para wanita untuk berhijab). Aku (saat itu) dibawa dalam haudaj (semacam tandu tertutup yang diletakkan di atas unta) dan diturunkan di dalamnya.

Kami pun berjalan hingga ketika Rasulullah telah menyelesaikan peperangannya itu dan pulang, serta kami telah mendekati Madinah, beliau memberi pengumuman pada suatu malam untuk segera berangkat (meneruskan perjalanan).

Aku pun bangkit ketika mereka mengumumkan untuk berangkat. Aku berjalan (meninggalkan rombongan untuk suatu keperluan) hingga melewati pasukan. Setelah aku menyelesaikan keperluanku, aku kembali ke tempat kendaraanku. Lalu aku meraba dadaku, tiba-tiba kalungku yang terbuat dari manik-manik batu aqiq (Yaman) telah putus. Aku pun kembali (ke tempat tadi) untuk mencari kalungku. Pencarian itu membuatku tertahan.

Sementara itu, orang-orang yang bertugas memberangkatkan kendaraan datang, lalu mereka mengangkat haudaj-ku dan memuatkannya ke atas untaku yang biasa aku tunggangi. Mereka menyangka bahwa aku sudah berada di dalamnya. (Mereka tidak merasa curiga) karena wanita-wanita pada masa itu ringan badan, belum gemuk-gemuk (karena banyak daging), mereka hanya memakan sedikit makanan. Jadi, para sahabat tidak menyadari perbedaan berat ketika mengangkat haudaj tersebut, lalu mereka membawanya pergi. Saat itu aku masih seorang gadis yang muda.

Mereka lalu memberangkatkan untanya dan melanjutkan perjalanan. Aku akhirnya menemukan kalungku setelah pasukan telah berangkat jauh. Aku pun datang ke tempat persinggahan mereka, tetapi tidak ada seorang pun di sana.

Aku lalu menuju ke tempat persinggahanku semula (di mana haudaj-ku diturunkan sebelumnya). Aku menyangka bahwa mereka akan menyadariku hilang dan akan kembali mencariku.

Sementara aku duduk (menunggu), mataku terasa berat dan aku tertidur.

Adalah Shafwan bin Al-Mu’aththal As-Sulami, kemudian Adz-Dzakwani, yang berjalan di belakang pasukan. Ia tiba di tempat persinggahanku pada waktu pagi. Ia melihat bayangan hitam seorang manusia yang sedang tidur. Ia mendatangiku, dan dahulu (sebelum turun hijab) ia pernah melihatku.

Aku terbangun karena ia mengucapkan 'Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun' (Sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali) saat ia menghentikan untanya. Ia lalu menginjakkan kakinya (untuk menstabilkan) untanya, lalu aku menaikinya. Ia pun berjalan dengan menuntun untaku, hingga kami sampai kepada pasukan yang telah berhenti beristirahat (mu’arrisin) pada tengah hari yang sangat panas.

Maka binasalah (orang yang berbicara fitnah) yang memang ditakdirkan binasa (karena peristiwa ini). Dan orang yang paling bertanggung jawab menyebarkan berita bohong (Al-Ifk) adalah Abdullah bin Ubay bin Salul." [Shahih Bukhari]

3.      Rasulullah  tidak mengetahui perkara gaib.

Allah subhanahu wa ta'aalaa berfirman:

{قُل لَّا أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعًا وَلَا ضَرًّا إِلَّا مَا شَاءَ اللَّهُ ۚ وَلَوْ كُنتُ أَعْلَمُ الْغَيْبَ لَاسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ وَمَا مَسَّنِيَ السُّوءُ ۚ إِنْ أَنَا إِلَّا نَذِيرٌ وَبَشِيرٌ لِّقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ} [الأعراف : 188]

Katakanlah: "Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman". [Al-A'raaf: 188]

4.      Masalah keluarga juga menimpa orang-orang shalih dan mulia.

5.      Nabi membutuhkan musyawarah sekalipun beliau manusia paling pintar dan cerdas.

6.      Berbaik sangka kepada orang lain, terkhusus pada keluarga sendiri.

Aisyah radhiyallahu 'anha berkata:

وَكَانَ رَسُولُ اللهِ ﷺ يَسْأَلُ زَيْنَبَ ابْنَةَ جَحْشٍ عَنْ أَمْرِي، فَقَالَ: «يَا زَيْنَبُ مَاذَا عَلِمْتِ، أَوْ رَأَيْتِ؟»، فَقَالَتْ: يَا رَسُولَ اللهِ، أَحْمِي سَمْعِي وَبَصَرِي، مَا عَلِمْتُ إِلَّا خَيْرًا، قَالَتْ: وَهِيَ الَّتِي كَانَتْ تُسَامِينِي مِنْ أَزْوَاجِ رَسُولِ اللهِ ﷺ فَعَصَمَهَا اللهُ بِالْوَرَعِ [صحيح البخاري]

Dan Rasulullah pernah bertanya kepada Zainab binti Jahsy tentang perkaraku (Aisyah). Beliau bersabda: "Wahai Zainab, apa yang kamu ketahui atau kamu lihat?" Zainab menjawab: "Wahai Rasulullah, aku menjaga pendengaranku dan penglihatanku (dari perkara buruk). Aku tidak mengetahui kecuali kebaikan." Aisyah berkata: "Dialah (Zainab) among para istri Rasulullah yang pernah menyaingiku (dalam mencari cinta Rasul), namun Allah menjaganya dengan sifat wara' (kehati-hatiannya)." [Shahih Bukhari]

Lihat: Berbaik sangka kepada saudaramu

7.      Kaum Syi'ah tidak mau menerima kesucian Aisyah yang dipersaksikan oleh Allah 'azza wajalla dalam Al-Qur'an begitu pula Sunnah Rasulullah .

Aisyah radhiyallahu 'anha berkata ketika orang-orang yang menuduhnya mengatakan apa yang mereka katakan:

فَاضْطَجَعْتُ عَلَى فِرَاشِي وَأَنَا حِينَئِذٍ أَعْلَمُ أَنِّي بَرِيئَةٌ، وَأَنَّ اللَّهَ يُبَرِّئُنِي، وَلَكِنِّي وَاللَّهِ مَا كُنْتُ أَظُنُّ أَنَّ اللَّهَ يُنْزِلُ فِي شَأْنِي وَحْيًا يُتْلَى، وَلَشَأْنِي فِي نَفْسِي كَانَ أَحْقَرَ مِنْ أَنْ يَتَكَلَّمَ اللَّهُ فِيَّ بِأَمْرٍ يُتْلَى، وَأَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: {إِنَّ الَّذِينَ جَاءُوا بِالإِفْكِ عُصْبَةٌ مِنْكُمْ} العَشْرَ الآيَاتِ كُلَّهَا [صحيح البخاري ومسلم]

Kemudian aku berbaring di atas ranjangku dan aku saat itu lebih tahu bahwa aku bebas dari tuduhan itu dan sesungguhnya Allah akan membebaskan tuduhan itu terhadapku, akan tetapi demi Allah, aku tidak menyangka bahwasanya Allah akan menurunkan dalam urusanku ini satu wahyu yang dibaca (ayat Al-Qur’an), dan sungguh urusanku ini menurut diriku sendiri lebih rendah daripada Allah berfirman tentang aku dalam satu urusan yang akan dibaca (dalam Al-Qur’an). Dan Allah menurunkan ayat: {Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu. tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. dan siapa di antara mereka yang mengambil bahagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu baginya azab yang besar} Sepuluh ayat seterusnya (dari surah An-Nuur 11-20). [Sahih Bukhari dan Muslim]

Lihat: Sifat mulia ‘Aisyah istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam

Wallahu a'lam!

Lihat juga: Kitab I’tisham, bab (27): Larangan Nabi ﷺ menunjukkan haram kecuali yang diketahui kebolehannya, begitu pula dengan perintahnya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar anda adalah pelajaran berharga bagi saya ...