بسم الله الرحمن الرحيم
Sa'id bin Jubair –rahimahullah- berkata:
Aku berkata kepada Ibnu 'Abbas –radhiyallahu ‘anhuma-:
إِنَّ نَوْفًا البَكَالِيَّ يَزْعُمُ
أَنَّ مُوسَى لَيْسَ بِمُوسَى بَنِي إِسْرَائِيلَ، إِنَّمَا هُوَ مُوسَى آخَرُ؟
فَقَالَ: كَذَبَ عَدُوُّ اللَّهِ حَدَّثَنَا أُبَيُّ بْنُ كَعْبٍ عَنِ النَّبِيِّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: قَامَ مُوسَى النَّبِيُّ خَطِيبًا فِي بَنِي
إِسْرَائِيلَ فَسُئِلَ أَيُّ النَّاسِ أَعْلَمُ؟ فَقَالَ: أَنَا أَعْلَمُ،
فَعَتَبَ اللَّهُ عَلَيْهِ، إِذْ لَمْ يَرُدَّ العِلْمَ إِلَيْهِ، فَأَوْحَى
اللَّهُ إِلَيْهِ: أَنَّ عَبْدًا مِنْ عِبَادِي بِمَجْمَعِ البَحْرَيْنِ، هُوَ
أَعْلَمُ مِنْكَ. قَالَ: يَا رَبِّ، وَكَيْفَ بِهِ؟ فَقِيلَ لَهُ: احْمِلْ حُوتًا
فِي مِكْتَلٍ، فَإِذَا فَقَدْتَهُ فَهُوَ ثَمَّ، فَانْطَلَقَ وَانْطَلَقَ
بِفَتَاهُ يُوشَعَ بْنِ نُونٍ، وَحَمَلاَ حُوتًا فِي مِكْتَلٍ، حَتَّى كَانَا
عِنْدَ الصَّخْرَةِ وَضَعَا رُءُوسَهُمَا وَنَامَا، فَانْسَلَّ الحُوتُ مِنَ
المِكْتَلِ {فَاتَّخَذَ سَبِيلَهُ فِي البَحْرِ سَرَبًا}، وَكَانَ لِمُوسَى
وَفَتَاهُ عَجَبًا، فَانْطَلَقَا بَقِيَّةَ لَيْلَتِهِمَا وَيَوْمَهُمَا، فَلَمَّا
أَصْبَحَ قَالَ مُوسَى لِفَتَاهُ: {آتِنَا غَدَاءَنَا، لَقَدْ لَقِينَا مِنْ
سَفَرِنَا هَذَا نَصَبًا}، وَلَمْ يَجِدْ مُوسَى مَسًّا مِنَ النَّصَبِ حَتَّى
جَاوَزَ المَكَانَ الَّذِي أُمِرَ بِهِ، فَقَالَ لَهُ فَتَاهُ: {أَرَأَيْتَ إِذْ
أَوَيْنَا إِلَى الصَّخْرَةِ فَإِنِّي نَسِيتُ الحُوتَ وَمَا أَنْسَانِيهِ إِلَّا
الشَّيْطَانُ} قَالَ مُوسَى: {ذَلِكَ مَا كُنَّا نَبْغِي فَارْتَدَّا عَلَى
آثَارِهِمَا قَصَصًا}. فَلَمَّا انْتَهَيَا إِلَى الصَّخْرَةِ، إِذَا رَجُلٌ
مُسَجًّى بِثَوْبٍ، أَوْ قَالَ تَسَجَّى بِثَوْبِهِ، فَسَلَّمَ مُوسَى، فَقَالَ
الخَضِرُ: وَأَنَّى بِأَرْضِكَ السَّلاَمُ؟ فَقَالَ: أَنَا مُوسَى، فَقَالَ:
مُوسَى بَنِي إِسْرَائِيلَ؟ قَالَ: نَعَمْ، قَالَ: {هَلْ أَتَّبِعُكَ عَلَى أَنْ
تُعَلِّمَنِي مِمَّا عُلِّمْتَ رَشَدًا} قَالَ: {إِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيعَ مَعِيَ
صَبْرًا}، يَا مُوسَى إِنِّي عَلَى عِلْمٍ مِنْ عِلْمِ اللَّهِ عَلَّمَنِيهِ لاَ
تَعْلَمُهُ أَنْتَ، وَأَنْتَ عَلَى عِلْمٍ عَلَّمَكَهُ لاَ أَعْلَمُهُ، قَالَ: {سَتَجِدُنِي
إِنْ شَاءَ اللَّهُ صَابِرًا، وَلاَ أَعْصِي لَكَ أَمْرًا}، فَانْطَلَقَا
يَمْشِيَانِ عَلَى سَاحِلِ البَحْرِ، لَيْسَ لَهُمَا سَفِينَةٌ، فَمَرَّتْ بِهِمَا
سَفِينَةٌ، فَكَلَّمُوهُمْ أَنْ يَحْمِلُوهُمَا، فَعُرِفَ الخَضِرُ فَحَمَلُوهُمَا
بِغَيْرِ نَوْلٍ، فَجَاءَ عُصْفُورٌ، فَوَقَعَ عَلَى حَرْفِ السَّفِينَةِ،
فَنَقَرَ نَقْرَةً أَوْ نَقْرَتَيْنِ فِي البَحْرِ، فَقَالَ الخَضِرُ: يَا مُوسَى
مَا نَقَصَ عِلْمِي وَعِلْمُكَ مِنْ عِلْمِ اللَّهِ إِلَّا كَنَقْرَةِ هَذَا
العُصْفُورِ فِي البَحْرِ، فَعَمَدَ الخَضِرُ إِلَى لَوْحٍ مِنْ أَلْوَاحِ
السَّفِينَةِ، فَنَزَعَهُ، فَقَالَ مُوسَى: قَوْمٌ حَمَلُونَا بِغَيْرِ نَوْلٍ
عَمَدْتَ إِلَى سَفِينَتِهِمْ فَخَرَقْتَهَا لِتُغْرِقَ أَهْلَهَا؟ قَالَ: {أَلَمْ
أَقُلْ إِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْرًا؟ قَالَ: لاَ تُؤَاخِذْنِي بِمَا
نَسِيتُ وَلاَ تُرْهِقْنِي مِنْ أَمْرِي عُسْرًا} - فَكَانَتِ الأُولَى مِنْ
مُوسَى نِسْيَانًا -، فَانْطَلَقَا، فَإِذَا غُلاَمٌ يَلْعَبُ مَعَ الغِلْمَانِ،
فَأَخَذَ الخَضِرُ بِرَأْسِهِ مِنْ أَعْلاَهُ فَاقْتَلَعَ رَأْسَهُ بِيَدِهِ،
فَقَالَ مُوسَى: {أَقَتَلْتَ نَفْسًا زَكِيَّةً بِغَيْرِ نَفْسٍ}؟ قَالَ: {أَلَمْ
أَقُلْ لَكَ إِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْرًا}؟ - قَالَ ابْنُ عُيَيْنَةَ:
وَهَذَا أَوْكَدُ – {فَانْطَلَقَا، حَتَّى إِذَا أَتَيَا أَهْلَ قَرْيَةٍ
اسْتَطْعَمَا أَهْلَهَا، فَأَبَوْا أَنْ يُضَيِّفُوهُمَا، فَوَجَدَا فِيهَا
جِدَارًا يُرِيدُ أَنْ يَنْقَضَّ فَأَقَامَهُ}، قَالَ الخَضِرُ: بِيَدِهِ
فَأَقَامَهُ، فَقَالَ لَهُ مُوسَى: {لَوْ شِئْتَ لاَتَّخَذْتَ عَلَيْهِ أَجْرًا،
قَالَ: هَذَا فِرَاقُ بَيْنِي وَبَيْنِكَ} " قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «يَرْحَمُ اللَّهُ مُوسَى، لَوَدِدْنَا لَوْ صَبَرَ حَتَّى
يُقَصَّ عَلَيْنَا مِنْ أَمْرِهِمَا»
"Sesungguhnya Nauf Al-Bakaliy menganggap bahwa Musa bukanlah Musa Bani Israil, tapi Musa yang lain." Ibnu Abbas lalu berkata, "Musuh Allah itu berdusta, sungguh Ubay bin Ka'b telah menceritakan kepada kami dari Nabi ﷺ, "Musa Nabi Allah berdiri di hadapan Bani Israil memberikan khutbah, lalu dia ditanya, "Siapakah orang yang paling pandai?" Musa menjawab, "Aku orang yang paling pandai". Maka Allah Ta'ala mencelanya karena dia tidak mengembalikan pengetahuan tentang itu kepadaNya. Lalu Allah Ta'ala memahyukan kepadanya, "Ada seorang hamba di antara hamba-Ku yang tinggal di pertemuan antara dua lautan lebih pandai darimu." Lalu Musa berkata, "Wahai Rabb, bagaimana aku bisa bertemu dengannya?" Maka dikatakan padanya, "Bawalah ikan dalam keranjang, bila nanti kamu kehilangan ikan itu, maka itulah petunjuknya."
Lalu berangkatlah Musa bersama pelayannya yang bernama Yusya' bin Nun, dan keduanya membawa ikan dalam keranjang hingga keduanya sampai pada batu besar. Lalu keduanya meletakkan kepalanya di atas batu dan tidur. Kemudian keluarlah ikan itu dari keranjang {lalu ikan itu melompat mengambil jalannya ke laut itu} ' (QS. Al-Kahfi: 61). Kejadian ini mengherankan Musa dan muridnya, maka keduanya melanjutkan sisa malam dan hari perjalannannya. Hingga pada suatu pagi Musa berkata kepada pelayannya, '{Bawalah kemari makanan kita, sesungguhnya kita telah merasa lelah karena perjalanan kita ini} ' (QS. Al-Kahfi: 62). Musa tidak merasakan kelelahan kecuali setelah sampai pada tempat yang dituju sebagaimana diperintahkan. Maka muridnya berkata kepadanya: '{Tahukah kamu ketika kita mencari tempat berlindung di batu tadi? Sesungguhnya aku lupa menceritakan ikan itu. Dan tidaklah yang melupakan aku ini kecuali setan} ' (QS. Al-Kahfi: 63). Musa lalu berkata, '{Itulah tempat yang kita cari. Lalu keduanya kembali mengikuti jejak mereka semula} ' (QS. Al-Kahfi: 64). Ketika keduanya sampai di batu tersebut, didapatinya ada seorang laki-laki mengenakan pakaian yang lebar, Musa lantas memberi salam. Khidir lalu berkata, "Bagaimana cara salam di tempatmu?" Musa menjawab, "Aku adalah Musa." Khidir balik bertanya, "Musa Bani Israil?" Musa menjawab, "Benar." Musa kemudian berkata, '{Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?}' Khidir menjawab, {"Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersama aku”} ' (QS. Al-Kahfi: 66-67). Khidir melanjutkan ucapannya, "Wahai Musa, aku memiliki ilmu dari ilmunya Allah yang Dia mangajarkan kepadaku yang kamu tidak tahu, dan kamu juga punya ilmu yang diajarkan-Nya yang aku juga tidak tahu." Musa berkata, '{Insya Allah kamu akan mendapati aku sebagai orang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusanpun}' (QS. Al-Kahfi: 69).
Maka keduanya berjalan kaki di tepi pantai sementara keduanya tidak memiliki perahu, lalu melintaslah sebuah perahu kapal. Mereka berbicara agar orang-orang yang ada di perahu itu mau membawa keduanya. Karena Khidir telah dikenali maka mereka pun membawa keduanya dengan tanpa bayaran. Kemudian datang burung kecil hinggap di sisi perahu mematuk-matuk di air laut untuk minum dengan satu atau dua kali patukan. Khidir lalu berkata, "Wahai Musa, ilmuku dan ilmumu bila dibandingkan dengan ilmu Allah tidaklah seberapa kecuali seperti patukan burung ini di air lautan." Kemudian Khidir sengaja mengambil papan perahu lalu merusaknya. Musa pun berkata, "Mereka telah membawa kita dengan tanpa bayaran, tapi kenapa kamu merusaknya untuk menenggelamkan penumpangnya?" Khidir berkata, '{Bukankah aku telah berkata, "Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sabar bersama dengan aku?' Musa menjawab: 'Janganlah kamu menghukum aku karena kelupaanku dan janganlah kamu membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam urusanku} ' (QS. Al-Kahfi: 72-73). Kejadian pertama ini karena Musa terlupa.
Kemudian keduanya pergi hingga bertemu dengan anak
kecil yang sedang bermain dengan dua temannya. Khidir lalu memegang kepala anak
itu, mengangkat dan membantingnya hingga mati. Maka Musa pun bertanya: '{Mengapa
kamu membunuh jiwa yang bersih, bukan karena dia membunuh orang lain?}'
(QS. Al-Kahfi: 74). Khidir menjawab: '{Bukankah sudah kukatakan kepadamu,
bahwa sesungguhnya kamu tidak akan dapat sabar bersamaku?}' (QS. Al-Kahfi:
75). Ibnu 'Uyainah berkata, "Ini adalah sebuah penegasan. '{Maka
keduanya berjalan hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri,
mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu, tetapi penduduk negeri itu
tidak mau menjamu mereka. Kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu
dinding rumah yang hampir roboh. Maka Khidir menegakkan dinding itu} ' (QS.
Al-Kahfi: 77). Rasulullah meneruskan ceritanya, "Khidir melakukannya
dengan tangannya sendiri. Lalu Musa berkata, '{Jikalau kamu mau, niscaya
kamu mengambil upah untuk itu. Khidir menjawab, "Inilah saat perpisahan
antara aku dan kamu}' (QS. Al-Kahfi: 77-78). Nabi ﷺ
bersabda, "Semoga Allah merahmati Musa. Kita sangat berharap sekiranya
Musa bisa sabar sehingga akan banyak cerita yang bisa kita dengar tentang
keduanya." [Shahih Bukhari dan Muslim]
Ø Allah subhanahu wata’aalaa berfirman:
{قَالَ هَذَا فِرَاقُ
بَيْنِي وَبَيْنِكَ سَأُنَبِّئُكَ بِتَأْوِيلِ مَا لَمْ تَسْتَطِعْ عَلَيْهِ
صَبْرًا (78) أَمَّا السَّفِينَةُ فَكَانَتْ لِمَسَاكِينَ يَعْمَلُونَ فِي
الْبَحْرِ فَأَرَدْتُ أَنْ أَعِيبَهَا وَكَانَ وَرَاءَهُمْ مَلِكٌ يَأْخُذُ كُلَّ
سَفِينَةٍ غَصْبًا (79) وَأَمَّا الْغُلَامُ فَكَانَ أَبَوَاهُ مُؤْمِنَيْنِ
فَخَشِينَا أَنْ يُرْهِقَهُمَا طُغْيَانًا وَكُفْرًا (80) فَأَرَدْنَا أَنْ
يُبْدِلَهُمَا رَبُّهُمَا خَيْرًا مِنْهُ زَكَاةً وَأَقْرَبَ رُحْمًا (81)
وَأَمَّا الْجِدَارُ فَكَانَ لِغُلَامَيْنِ يَتِيمَيْنِ فِي الْمَدِينَةِ وَكَانَ
تَحْتَهُ كَنْزٌ لَهُمَا وَكَانَ أَبُوهُمَا صَالِحًا فَأَرَادَ رَبُّكَ أَنْ
يَبْلُغَا أَشُدَّهُمَا وَيَسْتَخْرِجَا كَنْزَهُمَا رَحْمَةً مِنْ رَبِّكَ وَمَا
فَعَلْتُهُ عَنْ أَمْرِي ذَلِكَ تَأْوِيلُ مَا لَمْ تَسْطِعْ عَلَيْهِ صَبْرًا} [الكهف: 78 - 82]
Dia (Khidhr) berkata, “Inilah perpisahan antara
aku dengan engkau; aku akan memberikan penjelasan kepadamu atas perbuatan yang
engkau tidak mampu sabar terhadapnya. Adapun perahu itu adalah milik orang
miskin yang bekerja di laut; aku bermaksud merusaknya, karena di hadapan mereka
ada seorang raja yang akan merampas setiap perahu. Dan adapun anak muda (kafir)
itu, kedua orang tuanya mukmin, dan kami khawatir kalau dia akan memaksa kedua
orang tuanya kepada kesesatan dan kekafiran. Kemudian kami menghendaki,
sekiranya Tuhan mereka menggantinya dengan (seorang anak) lain yang lebih baik
kesuciannya daripada (anak) itu dan lebih sayang (kepada ibu bapaknya). Dan
adapun dinding rumah itu adalah milik dua anak yatim di kota itu, yang di
bawahnya tersimpan harta bagi mereka berdua, dan ayahnya seorang yang saleh.
Maka Tuhanmu menghendaki agar keduanya sampai dewasa dan keduanya mengeluarkan
simpanannya itu sebagai rahmat dari Tuhanmu. Apa yang kuperbuat bukan menurut
kemauanku sendiri. Itulah keterangan perbuatan-perbuatan yang engkau tidak
sabar terhadapnya.” [Al-Kahf: 78-82]
Lihat: Kitab Ilmu bab 16; Perginya Musa shallallahu ‘alaihi wasallam ke laut untuk menemui Khidhr
Penjelasan singkat
hadits ini:
- Biografi
Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma.
Lihat di sini: Keistimewaan Abdullah bin ‘Abbas
- Biografi
Ubay bin Ka'ab bin Qais, Abu
Al-Mundzir Al-Anshariy radhiyallahu ‘anhu.
Lihat di sini: https://umar-arrahimy.blogspot.com/
- Biografi
Naufal bin Fadhalah Al-Bakaiy –rahimahullah-.
Ia seorang Tabi’iy yang mulia dan berilmu
terkhusus masalah Israiliyat (kisah Bani Israil), dikatakan bahwa ia adalah
anak dari Istri Ka’b Al-Akhbar.
- Biografi
Khidr ‘alaihissalam.
a) Namanya
diperselisihkan.
Ada
yang mengatakan bahwa namanya adalah: Balya bin Malkan bin Falig bin ‘Abir bin
Syalikh bn Arfasykhadz bin Sam bin Nuh, Abu Al-‘Abbas. Ia lahir sebelum Nabi
Ibrahim 'alaihissalam dan ada yang mengatakan setelahnya. Ada yang berpendapat bahwa dialah orang
yang dihidupkan setelah mati seratus tahun. [Al-Baqarah: 259]
b) Sebab
dinamai Khadhir.
Dari Abu Hurairah radhiallahu'anhu;
Nabi ﷺ bersabda:
«إِنَّمَا سُمِّيَ الخَضِرَ أَنَّهُ جَلَسَ
عَلَى فَرْوَةٍ بَيْضَاءَ، فَإِذَا هِيَ تَهْتَزُّ مِنْ خَلْفِهِ خَضْرَاءَ» [صحيح البخاري]
"Asal usul dinamakan Al-Khadhir, karena ia biasa duduk di
atas tanah tandus kemudian tiba-tiba tanah itu bergetar
dari belakannya berubah berwarna kehijauan (Khadhra') ". [Shahih Bukhari]
c) Apakah
Khadir atau Khidr seorang Nabi atau Wali?
Ulama berselishi dalam hal ini, namun pendapat
yang terkuat bahwasanya beliau adalah Nabi. Allah subhanahu wata’aalaa berfirman:
{فَوَجَدَا
عَبْدًا مِنْ عِبَادِنَا آتَيْنَاهُ رَحْمَةً مِنْ عِنْدِنَا وَعَلَّمْنَاهُ مِنْ
لَدُنَّا عِلْمًا} [الكهف: 65]
Lalu
mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami
berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya
ilmu dari sisi Kami. [Al-Kahfi: 65]
{وَمَا
فَعَلْتُهُ عَنْ أَمْرِي} [الكهف: 82]
Dan bukanlah
aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. [Al-Kahfi: 82]
d)
Ulama juga berselisih, apakah Khidir masih hidup atau
sedah wafat?
Pendapat
yang lebih kuat menunjukkan bahwa beliau telah wafat, diantara dalilnya firman Allah subhanahu wata’aalaa:
{وَمَا
جَعَلْنَا لِبَشَرٍ مِنْ قَبْلِكَ الْخُلْدَ} [الأنبياء:
34]
Dan Kami tidak
menjadikan hidup abadi bagi seorang manusia sebelum engkau (Muhammad). [Al-Anbiya': 34]
Ø
'Abdullah bin 'Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata:
Nabi ﷺ
shalat Isya bersama kami di akhir hayatnya. Setelah selesai memberi salam
beliau berdiri dan bersabda:
«أَرَأَيْتَكُمْ لَيْلَتَكُمْ هَذِهِ،
فَإِنَّ رَأْسَ مِائَةِ سَنَةٍ مِنْهَا، لاَ يَبْقَى مِمَّنْ هُوَ عَلَى ظَهْرِ
الأَرْضِ أَحَدٌ» [صحيح البخاري ومسلم]
"Tidakkah kalian perhatikan malam
kalian ini? Sesungguhnya pada penghujung seratus tahun darinya tidak akan
tersisa seorangpun dari muka bumi ini." [Shahih Bukhari dan Muslim]
Keumuman hadits ini menunjukkan bahwa Nabi
Khidir -'alaihissalam- sudah wafat, ini adalah pendapat: Imam Bukhari,
Ibnu Al-Jauziy, Ibnu Taimiyah, Ibnu Katsir, Ibnu Hajar Al'Asqalaniy, dan
selainnya -rahimahumullah-.
- Biografi
Yusya’ bin Nun ‘alaihissalam.
Beliau adalah Nabi yang menggantikan Musa
setelah wafatnya. Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu
berkata; Rasulullah ﷺ bersabda:
«إِنَّ الشَّمْسَ لَمْ
تُحْبَسْ عَلَى بَشَرٍ إِلَّا لِيُوشَعَ لَيَالِيَ سَارَ إِلَى بَيْتِ
الْمَقْدِسِ» [مسند أحمد: صحيح]
"Sesungguhnya
matahari tidak pernah ditahan untuk menusia kecuali untuk Nabi Yusya` ketika
malam perjalanan dia menuju Baitulmaqdis." [Musnad Ahmad: Shahih]
- Merujuk
ulama ketika ada perselisihan.
Allah subhanahu wata’aalaa
berfirman:
{فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ
كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ} [النحل: 43] [الأنبياء: 7]
Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai
pengetahuan jika kamu tidak mengetahui. [An-Nahl: 43,
Al-Anbiyaa’: 7]
- Ulama terkadang
mempergunakan bahasa yang keras untuk membantah pemahaman yang menyimpang.
Dari Ubay bin Ka'b radhiyallahu 'anhu;
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
«مَنْ
تَعَزَّى بِعَزَاءِ الْجَاهِلِيَّةِ فَأَعْضُوهُ بِهِنَّ أَبِيهِ وَلَا تُكَنُّوا»
[السنن الكبرى للنسائي: صحيح]
"Barangsiapa yang
membanggakan diri sebagaimana orang-orang jahiliyah membanggakan diri (dengan
keturunan atau kelompok) maka katakanlah kepadanya agar ia menggigit kemaluan
bapaknya, dan jangan kalian memakai kinayah (bahasa yang halus)". [Sunan
Al-Kubra karya An-Nasaiy: Sahih]
- Mengamalkan
hadits ahaad (tidak mutawatir) yang shahih.
Dalil lain yang menunjukkan bahwa hadits ahad
adalah hujjah secara muthlak, baik dalam masalah hukum atau pun aqidah.
Diantaranya, firman Allah subhanahu wata'aalaa:
{يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ
تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ} [الحجرات:
6]
Hai orang-orang yang beriman, jika datang
kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar
kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui
keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu. [Al-Hujuraat: 6]
Ø Dari Zayd bin Tsabit
radhiyallahu 'anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda:
«نَضَّرَ
اللَّهُ امْرَأً سَمِعَ مِنَّا حَدِيثًا، فَحَفِظَهُ حَتَّى يُبَلِّغَهُ، فَرُبَّ
حَامِلِ فِقْهٍ إِلَى مَنْ هُوَ أَفْقَهُ مِنْهُ، وَرُبَّ حَامِلِ فِقْهٍ لَيْسَ
بِفَقِيهٍ» [سنن أبي داود: صحيح]
"Allah memberi cahaya pada wajah (atau kenimatan) pada
orang yang mendengar dariku suatu hadits kemudian ia menghafalnya untuk ia
sampaikan kepada orang lain. Karena bisa jadi seorang yang menghafal suatu
pemahaman (hadits) menyampaikannya kepada orang yang lebih paham darinya, dan
bisa jadi orang yang menghafal suatu pemahaman (hadits) tapi ia tidak
paham". [Sunan Abu Daud: Sahih]
- Buruknya
perangai kaum Yahudi, bertanya dengan suatu yang tidak bermanfaat.
Dari Al-Mugirah bin Syu'bah radhiyallahu
'anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"
إِنَّ اللَّهَ كَرِهَ لَكُمْ ثَلاَثًا: قِيلَ وَقَالَ، وَإِضَاعَةَ المَالِ،
وَكَثْرَةَ السُّؤَالِ " [صحيح البخاري ومسلم]
"Sesungguhnya
Allah membenci dari kalian tiga perkara: Banyak bicara (yang tidak bermanfaat),
menghambur-hamburkan harta, dan banyak meminta (bertanya)". [Sahih Bukhari
dan Muslim]
- Jangan
merasa diri paling berilmu.
Allah subhanahu wata'aalaa berfirman:
{وَفَوْقَ
كُلِّ ذِي عِلْمٍ عَلِيمٌ} [يوسف: 76]
Dan di atas tiap-tiap orang yang berpengetahuan
itu ada lagi yang lebih mengetahui. [Yusuf: 76]
Ø Masruuq bin Al-Ajda' (62 H) rahimahullah berkata:
"بحسب
امرئ من العلم أن يخشى الله، وبحسب امرئ من الجهل أن يعجب بعلمه"
[أخلاق العلماء للآجري]
"Cukuplah seorang
itu dikatakan berilmu apabila dia takut kepada Allah, dan cukuplah seorang itu
dikatakan bodoh apabila dia bangga dengan ilmunya" [Akhlaq Al-'Ulama'
karya Al-Ajurriy]
- Tawadhu’
dalam setiap hal.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu;
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
«وَمَا
تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلَّهِ إِلَّا رَفَعَهُ اللهُ» [صحيح مسلم]
"Dan seseorang
tidak bersikap tawadhu’ demi Allah kecuali Allah akan mengangkat
derajatnya". [Sahih Muslim]
- Lokasi “majma’ul
bahrain”.
Ulama berselisih dalam hal ini, ada yang
mengatakan bahwa yang dimaksud adalah laut Persia dan Roma.
- Allah 'azzawajalla mengangkat derajat seseorang dengan ilmunya.
Allah subhanahu wata’aalaa berfirman:
{يَرْفَعِ اللَّهُ
الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ
بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ} [المجادلة: 11]
Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman
di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan
Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. [Al-Mujadilah: 11]
- Keutamaan
keluar menuntut ilmu.
Lihat: Kitab Ilmu bab 19; Keluar menuntut ilmu
- Mencari
guru yang terbaik.
Muhammad bin Sirin -rahimahullah- (110
H) berkata:
«إِنَّ
هَذَا الْعِلْمَ دِينٌ، فَانْظُرُوا عَمَّنْ تَأْخُذُونَ دِينَكُمْ»
"Ilmu ini adalah
agama, maka lihatlah dari siapa kalian mengambil agama kalian".
[Muqaddimah shahih Muslim]
Lihat: Akhlak ulama dan penuntut ilmu
- Semangat
Nabi Musa 'alaihissalam dalam menuntut ilmu.
Dari Anas dan Ibnu Abbas radhiyallahu
'anhum; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
«مَنْهُومَانِ
لَا يَشْبَعَانِ: طَالِبُ عِلْمٍ، وَطَالِبُ دُنْيَا» [صحيح الجامع
الصغير]
"Dua gorongan
yang rakus tidak pernah puas: Penuntut ilmu (tidak puas dengan ilmu), dan
pencari dunia (tidak puas dengan dunia)". [Sahih Al-Jami' Ashagiir]
- Tidak
boleh gengsi dalam menuntut ilmu.
Nabi Musa rela menjadi pengikut Khidr –‘alaihimassalam-
demi mendapatkan ilmu darinya.
- Membawa
bekal dalam bepergian jauh.
Ibnu 'Abbas -radhiyallahu 'anhuma- berkata:
"
كَانَ أَهْلُ اليَمَنِ يَحُجُّونَ وَلاَ يَتَزَوَّدُونَ، وَيَقُولُونَ: نَحْنُ
المُتَوَكِّلُونَ، فَإِذَا قَدِمُوا مَكَّةَ سَأَلُوا النَّاسَ، فَأَنْزَلَ
اللَّهُ تَعَالَى: {وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى} " [البقرة:
197] [صحيح البخاري]
"Dahulu para penduduk Yaman berhaji namun mereka tidak
membawa bekal dan mereka berkata: Kami adalah orang-orang yang bertawakal. Ketika
mereka tiba di Makkah, mereka meminta-minta kepada manusia. Maka Allah ta'ala
menurunkan firman-Nya: {Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal
adalah takwa} [Al-Baqarah: 197] [Shahih Bukhari]
- Kuasa
Allah 'azza wajalla menghidupkan yang mati.
Allah subhanahu wata'aalaa berfirman:
{أَوْ كَالَّذِي مَرَّ عَلَى قَرْيَةٍ وَهِيَ
خَاوِيَةٌ عَلَى عُرُوشِهَا قَالَ أَنَّى يُحْيِي هَذِهِ اللَّهُ بَعْدَ مَوْتِهَا
فَأَمَاتَهُ اللَّهُ مِائَةَ عَامٍ ثُمَّ بَعَثَهُ قَالَ كَمْ لَبِثْتَ قَالَ
لَبِثْتُ يَوْمًا أَوْ بَعْضَ يَوْمٍ قَالَ بَلْ لَبِثْتَ مِائَةَ عَامٍ فَانْظُرْ
إِلَى طَعَامِكَ وَشَرَابِكَ لَمْ يَتَسَنَّهْ وَانْظُرْ إِلَى حِمَارِكَ
وَلِنَجْعَلَكَ آيَةً لِلنَّاسِ وَانْظُرْ إِلَى الْعِظَامِ كَيْفَ نُنْشِزُهَا
ثُمَّ نَكْسُوهَا لَحْمًا فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُ قَالَ أَعْلَمُ أَنَّ اللَّهَ
عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ} [البقرة: 259]
Atau seperti orang yang melewati suatu negeri yang
(bangunan-bangunannya) telah roboh hingga menutupi (reruntuhan) atap-atapnya,
dia berkata, “Bagaimana Allah menghidupkan kembali (negeri) ini setelah
hancur?” Lalu Allah mematikannya (orang itu) selama seratus tahun, kemudian
membangkitkannya (menghidupkannya) kembali. Dan (Allah) bertanya, “Berapa lama
engkau tinggal (di sini)?” Dia (orang itu) menjawab, “Aku tinggal (di sini)
sehari atau setengah hari.” Allah berfirman, “Tidak! Engkau telah tinggal
seratus tahun. Lihatlah makanan dan minumanmu yang belum berubah, tetapi
lihatlah keledaimu (yang telah menjadi tulang belulang). Dan agar Kami jadikan
engkau tanda kekuasaan Kami bagi manusia. Lihatlah tulang belulang (keledai
itu), bagaimana Kami menyusunnya kembali, kemudian Kami membalutnya dengan
daging.” Maka ketika telah nyata baginya, dia pun berkata, “Saya mengetahui
bahwa Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.” [Al-Baqarah:
259]
- Tidak
ada yang mengetahui perkara gaib kecuali Allah 'azza wajalla.
Termasuk
Khidhr karena bertanya kepada Musa tentang siapa dirinya. Allah subhanahu
wata'aalaa berfirman:
{وَمَا
كَانَ اللَّهُ لِيُطْلِعَكُمْ عَلَى الْغَيْبِ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَجْتَبِي مِنْ
رُسُلِهِ مَنْ يَشَاءُ} [آل عمران: 179]
Dan
Allah sekali-kali tidak akan memperlihatkan kepada kamu hal-hal yang ghaib,
akan tetapi Allah memilih siapa yang dikehendaki-Nya di antara rasul-rasul-Nya. [Ali 'Imran:179]
- Harus sabar
dalam menuntut ilmu.
- Anjuran
mengucapkan “insyaallah”.
Allah subhanahu wata'aalaa berfirman:
{وَلَا تَقُولَنَّ لِشَيْءٍ إِنِّي فَاعِلٌ
ذَلِكَ غَدًا (23) إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ} [الكهف: 23، 24]
Dan jangan sekali-kali engkau mengatakan terhadap sesuatu, “Aku pasti
melakukan itu besok pagi,” kecuali (dengan mengatakan), “Insya Allah.” [Al-Kahf: 23-24]
- Anjuran
melayani ulama.
Pemilik perahu tidak memungut bayaran kepada
Khadhir.
- Betapa
luas ilmu Allah subhanahu wata’aalaa.
Allah subhanahu wata'aalaa berfirman:
{وَلَا يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِنْ عِلْمِهِ
إِلَّا بِمَا شَاءَ} [البقرة: 255]
Dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu
Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. [Al-Baqarah:255]
- Allah 'azza wajalla melakukan apa saja yang Ia kehendaki dari makhlukNya.
Allah subhanahu wata'aalaa berfirman:
{يُثَبِّتُ اللَّهُ
الَّذِينَ آمَنُوا بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي
الْآخِرَةِ وَيُضِلُّ اللَّهُ الظَّالِمِينَ وَيَفْعَلُ اللَّهُ مَا يَشَاءُ} [إبراهيم:
27]
Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang
beriman dengan ucapan yang teguh itu [tauhid] dalam kehidupan di dunia dan di
akhirat; Dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan Allah memperbuat apa
yang Dia kehendaki.
[Ibrahim:27]
Ø Dari Abu Hurairah radhiyallahu
'anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: Jika
engkau ditimpa sesuatu maka jangan mengatakan "Seandainya aku
melakukannya pasti akan begini dan begitu!", akan tetapi katakan
...
"قَدَرُ
اللهِ، وَمَا شَاءَ فَعَلَ"
"Ini adalah
takdir Allah, dan apa yang diinginkan-Nya pasti akan Ia lakukan".
Karena sesungguhnya kata "seandainya"
membuka pintu perbuatan syaitan. [Sahih Muslim]
Lihat: Tingkatan Iman kepada Takdir
- Akal
tidak akan mampu mencerna segala ketetapan dan kehendak Allah 'azza wajalla.
Allah subhanahu wa ta'aalaa berfirman:
{وَعَسَى
أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا
وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ} [البقرة:
216]
Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia
amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat
buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. [Al-Baqarah: 216]
- Yang
baik adalah apa yang Allah 'azza wajalla tetapkan baik, dan yang buruk adalah apa yang
Allah tetapkan buruk.
Dari Al-Bara` bin Azib radhiyallahu
'anhu; Tentang firman Allah ta’alaa:
{إِنَّ الَّذِينَ يُنَادُونَكَ مِنْ وَرَاءِ
الحُجُرَاتِ أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْقِلُونَ} [الحجرات: 4] قَالَ: قَامَ رَجُلٌ
فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ حَمْدِي زَيْنٌ وَإِنَّ ذَمِّي شَيْنٌ،
فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «ذَاكَ اللَّهُ عَزَّ
وَجَلَّ». [سنن الترمذي: صحيح]
"Sesungguhnya orang-orang yang
memanggil kamu dari luar kamar(mu) kebanyakan mereka tidak mengerti" [Al-Hujuraat: 4] Al-Barra` berkata: Seseorang
berdiri lalu berkata, Wahai Rasulullah, sesungguhnya pujianku adalah hiasan dan
celaanku adalah aib. Nabi ﷺ
bersabda, "Itu Allah." [Sunan Tirmidziy: Shahih]
- Anak
terkadang bisa menjadi petaka bagi orang tuanya.
Allah subhanahu wa ta'aalaa berfirman:
{يَاأَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلَادِكُمْ عَدُوًّا لَكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ
وَإِنْ تَعْفُوا وَتَصْفَحُوا وَتَغْفِرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ .
إِنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ وَاللَّهُ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ}
[التغابن: 14-15]
Hai
orang-orang mukmin, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada
yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka dan jika
kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu
hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar.
[At-Tagabun: 14-15]
- Orang
yang bersabar terhadap musibah akan digantikan oleh Allah 'azza wajalla yang lebih baik.
Lihat: Kisah kesabaran Ummu Sulaim saat putranya wafat
- Menjadi
orang yang shalih agar Allah 'azza wajalla menjagga anak dan harta kita.
Dari Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma;
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
«احْفَظِ
اللَّهَ يَحْفَظْكَ» [سنن الترمذي: صحيح]
"Jagalah
(perintah dan larangan) Allah, maka Allah akan menjagamu". [Sunan
Tirmidziy: Sahih]
Lihat: Syarah Arba'in
Nawawiy, hadits (19) Abdullah bin 'Abbas; Jagalah Allah niscaya Ia menjagamu
- Al-Hafidz
Ibnu Hajar dalam "Fathul Bariy" menyebutkan dua pemahaman sesat yang dipahami
dari hadits ini:
Pertama:
Anggapan bahwa Wali lebih mulia
daripada Rasul, dan Khidir lebih mulia dari Musa.
Nabi Musa jauh lebih mulia daripada
Khidr dari beberapa sisi:
a.
Musa adalah Rasul Allah, manusia terbaik pilihan Allah, dan berbicara
langsung dengan Allah. Allah subhanahu wa ta'aalaa berfirman:
{قَالَ يَامُوسَى إِنِّي اصْطَفَيْتُكَ عَلَى
النَّاسِ بِرِسَالَاتِي وَبِكَلَامِي} [الأعراف: 144]
(Allah) berfirman, “Wahai Musa! Sesungguhnya
Aku memilih (melebihkan) engkau dari manusia yang lain (pada masamu) untuk
membawa risalah-Ku dan firman-Ku.” [Al-A'raf: 144]
b.
Allah
menurunkan kitab suci kepada Nabi Musa.
Dari Anas radhiyallahu 'anhu;
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda dalam hadits
syafa’at; Ketika Nabi Ibrahim 'alaihissalam berkata kepada manusia yang memintanya untuk
meminta syafa’at di pandang mahsyar:
«ائْتُوا مُوسَى، عَبْدًا آتَاهُ اللَّهُ
التَّوْرَاةَ، وَكَلَّمَهُ، وَقَرَّبَهُ نَجِيًّا»
“Datanglah
kepada Musa, hamba yang diberi Taurat, Allah berbicara dengannya, mendekatkan
kepadaNya untuk bermunajat!” [Shahih Bukhari]
c.
Umat Nabi
Musa adalah umat terbanyak setelah umat Nabi Muhammad.
Dari Ibnu Abbas -radhiyallahu
'anhu-; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda;
"
عُرِضَتْ عَلَيَّ الْأُمَمُ، فَرَأَيْتُ النَّبِيَّ وَمَعَهُ الرُّهَيْط، ُ
وَالنَّبِيَّ وَمَعَهُ الرَّجُلُ وَالرَّجُلَانِ، وَالنَّبِيَّ لَيْسَ مَعَهُ
أَحَدٌ. إِذْ رُفِعَ لِي سَوَادٌ عَظِيمٌ، فَظَنَنْتُ أَنَّهُمْ أُمَّتِي، فَقِيلَ
لِي: هَذَا مُوسَى صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَوْمُه، ُ وَلَكِنْ
انْظُرْ إِلَى الْأُفُق! ِ فَنَظَرْتُ فَإِذَا سَوَادٌ عَظِيمٌ. فَقِيلَ لِي:
انْظُرْ إِلَى الْأُفُقِ الْآخَر! ِ فَإِذَا سَوَادٌ عَظِيم، ٌ فَقِيلَ لِي:
هَذِهِ أُمَّتُك، َ وَمَعَهُمْ سَبْعُونَ أَلْفًا يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ بِغَيْرِ
حِسَابٍ وَلَا عَذَابٍ "
“Beberapa umat ditunjukkan
kepadaku. Maka aku melihat seorang nabi bersama sekelompok kecil, ada lagi nabi
yang disertai seorang atau dua orang dan ada pula nabi yang tidak disertai seorang
pun. Tiba-tiba ditunjukkan kepadaku kelompok besar. Aku menyangka mereka adalah
umatku. Namun dijelaskan: 'Ini adalah Musa dan kaumnya. Lihatlah ke ufuk!' Aku
memandang ke ufuk, ternyata ada kelompok yang lebih besar. Dijelaskan lagi
kepadaku: Pandanglah ke ufuk yang lain. Ternyata ada sekelompok yang lebih
besar lagi. Dijelaskan padaku: 'Ini adalah umatmu. Di antara mereka ada tujuh
puluh ribu orang yang masuk surga tanpa hisab dan siksa.'" [Shahih Muslim]
d.
Yang paling
dahulu bangkit di hari kiamat.
Abu Hurairah radhiallahu'anhu berkata; Nabi ﷺ
bersabda:
«لاَ تُخَيِّرُونِي عَلَى مُوسَى، فَإِنَّ النَّاسَ يَصْعَقُونَ
يَوْمَ القِيَامَةِ، فَأَصْعَقُ مَعَهُمْ، فَأَكُونُ أَوَّلَ مَنْ يُفِيقُ،
فَإِذَا مُوسَى بَاطِشٌ جَانِبَ العَرْشِ، فَلاَ أَدْرِي أَكَانَ فِيمَنْ صَعِقَ،
فَأَفَاقَ قَبْلِي أَوْ كَانَ مِمَّنِ اسْتَثْنَى اللَّهُ» [صحيح البخاري
ومسلم]
"Janganlah kamu lebihkan
aku terhadap Musa karena nanti saat seluruh manusia dimatikan pada hari kiamat,
aku pun akan dimatikan bersama mereka dan akulah orang yang pertama kali
dibangkitkan (dihidupkan) namun saat itu aku melihat Musa sedang berpegangan di
sisi 'Arsy. Aku tidak tahu apakah dia termasuk orang yang dimatikan lalu
bangkit lebih dahulu daripada aku, atau dia termasuk diantara orang-orang yang
dikecualikan (tidak dimatikan) ". [Shahih Bukhari dan Muslim]
e.
Nabi yang
penyabar.
'Abdullah bin Mas’ud radhiallahu'anhu berkata, "Nabi ﷺ
membagi pembagian lalu ada seseorang berkata, "Sungguh pembagian ini tidak
dimaksudkan untuk mengharap wajah Allah (keridhaan-Nya) ". Lalu aku
('Abdullah) mendatangi Nabi ﷺ dan memberitahukan
apa yang dikatakan laki-laki itu, maka beliau marah hingga aku lihat tampak
kemarahan pada wajah beliau. Beliau lalu bersabda:
" يَرْحَمُ اللَّهَ
مُوسَى، قَدْ أُوذِيَ بِأَكْثَرَ مِنْ هَذَا فَصَبَرَ " [صحيح البخاري ومسلم]
"Semoga Allah merahmati
Musa, karena dia pernah disakiti lebih banyak dari ini dan dia tetap
sabar". [Shahih Bukhari dan Muslim]
Kedua:
Anggapan bahwa seorang wali boleh
melakukan sesuatu yang melanggar syari’at karena para wali menerima hukum khusus
dari Allah secara langsung.
Padahal telah disepakati bahwa sumber hukum
Islam harus berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits.
Dari Abu Ad-Dardaa' radiyallahu 'anhu;
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
إِنَّ
الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ، وَإِنَّ الْأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا
دِينَارًا، وَلَا دِرْهَمًا وَرَّثُوا الْعِلْمَ، فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ
وَافِرٍ [سنن أبى داود: صحيح]
“Sesungguhnya ulama adalah pewaris para Nabi,
dan sesungguhnya para Nabi tidak mewariskan dinar atau dirham tapi mereka
mewariskan ilmu, maka barangsiapa yang mengambilnya berarti ia telah mengambil
sesuatu yang sangat besar”. [Sunan Abu Daud: Sahih]
Al-Hafidz Ibnu Hajar –rahimahullah-
menegaskan bahwa orang yang meyakini kedua pemahaman tersebut di atas adalah
kafir wajib di bunuh, karena menyalahi sesuatu yang telah disepakati umat Islam
secara umum. [Fathul Bari 1/268]
Wallahu a’lam!
Lihat juga: Kisah pemuda beriman dan raja yang dzalim - Kisah taubat pembunuh 100 orang - Kisah tiga orang yang terperangkap dalam gua
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar anda adalah pelajaran berharga bagi saya ...