بسم الله الرحمن الرحيم
Dari Ibnu
Abbas -radhiyallahu ‘anhuma-; Bahwasanya Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda: "Kalau orang-orang di benarkan sesuai
dengan pengakuannya maka orang-orang akan mengaku atas harta dan darah suatu
kaum. Akan tetapi harus ada bukti bagi yang mengaku dan sumpah itu berlaku bagi
orang yang mengingkari (dituduh)."
Hadits
ini hasan, diriwayatkan oleh Al-Baihaqiy
dan selainnya seperti lafadz ini, dan sebagian lafadznya ada dalam kitab
As-Shahihain (Bukhari dan Muslim).
Takhrij hadits Ibnu
‘Abbas:
Diriwayatkan oleh Al-Baihaqiy -rahimahullah- dalam “As-Sunan Al-Kubraa” 10/427 no.21201:
عن عَبْد اللهِ
بْن إِدْرِيسَ، ثنا ابْنُ جُرَيْجٍ، وَعُثْمَانُ بْنُ الْأَسْوَدِ، عَنِ ابْنِ
أَبِي مُلَيْكَةَ، قَالَ: كُنْتُ قَاضِيًا لِابْنِ الزُّبَيْرِ عَلَى الطَّائِفِ،
فَذَكَرَ قِصَّةَ الْمَرْأَتَيْنِ، قَالَ: فَكَتَبْتُ إِلَى ابْنِ عَبَّاسٍ،
فَكَتَبَ ابْنُ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " لَوْ يُعْطَى النَّاسُ بِدَعْوَاهُمْ لَادَّعَى
رِجَالٌ أَمْوَالَ قَوْمٍ وَدِمَاءَهُمْ، وَلَكِنَّ الْبَيِّنَةَ عَلَى
الْمُدَّعِي، وَالْيَمِينَ عَلَى مَنْ أَنْكَرَ "
Dari Abdullah bin Idris, ia berkata: Ibnu Juraij dan ‘Utsaman
bin Al-Aswad menceritakan kepada kami, dari Ibnu Abi Mulaikah, ia berkata: Dahulu aku adalah hakim untuk
pemerintahan Ibnu Az-Zubair di Thaif, kemudian ia menyebutkan kisah dua orang
wanita, ia berkata: Maka aku menulis surat kepada Ibnu ‘Abbas, maka Ibnu ‘Abbas
menulis balasan bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: "Kalau
orang-orang di benarkan sesuai dengan pengakuannya maka orang-orang akan
mengaku atas harta dan darah suatu kaum. Akan tetapi harus ada bukti bagi yang
mengaku dan sumpah itu berlaku bagi orang yang mengingkari (dituduh)."
Adapun
riwayat Ash-Shahihaini:
Diriwayatkan
oleh Imam Bukhari -rahimahullah- dalam “Ash-Shahih” (6/35)
no. 4552:
عن عَبْد اللَّهِ بْن دَاوُدَ، عَنِ
ابْنِ جُرَيْجٍ، عَنِ ابْنِ أَبِي مُلَيْكَةَ: أَنَّ امْرَأَتَيْنِ
كَانَتَا تَخْرِزَانِ فِي بَيْتٍ أَوْ فِي الحُجْرَةِ، فَخَرَجَتْ إِحْدَاهُمَا
وَقَدْ أُنْفِذَ بِإِشْفَى فِي كَفِّهَا، فَادَّعَتْ عَلَى الأُخْرَى، فَرُفِعَ
إِلَى ابْنِ عَبَّاسٍ، فَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «لَوْ يُعْطَى النَّاسُ بِدَعْوَاهُمْ لذَهَبَ دِمَاءُ قَوْمٍ
وَأَمْوَالُهُمْ»، ذَكِّرُوهَا بِاللَّهِ وَاقْرَءُوا عَلَيْهَا: {إِنَّ الَّذِينَ
يَشْتَرُونَ بِعَهْدِ اللَّهِ} [آل عمران:
77] فَذَكَّرُوهَا فَاعْتَرَفَتْ، فَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ:
قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «اليَمِينُ
عَلَى المُدَّعَى عَلَيْهِ»
Dari
'Abdullah bin Daud, dari Juraij, dari Ibnu Abi Mulaikah; Bahwa dua orang wanita
pernah menjahit kulit di sebuah rumah atau di sebuah kamar. Lalu salah seorang
dari mereka keluar seraya membawa alat jahitnya di telapak tangannya. Lalu dia
menuduh temannya yang mengambil. Akhirnya hal itu dilaporkan kepada Ibnu Abbas.
Ibnu Abbas berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: "Kalau orang-orang di benarkan sesuai dengan pengakuannya maka
akan hilanglah darah dan harta suatu kaum. Ingatkanlah ia dengan Allah dan
bacakanlah kepadanya firman Allah: "Sesungguhnya orang-orang yang
menukar janji (nya dengan) Allah dan sumpah-sumpah mereka..." (Ali ‘Imran:
77).
Lalu mereka
mengingatkannya maka perempuan itu mengakuinya. Kemudian Ibnu Abbas berkata;
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya sumpah
itu berlaku bagi orang yang dituduh."
Ø Dan Imam Muslim -rahimahullah-
dalam Shahih-nya (3/1336) no.1711, ia berkata:
عن ابْن وَهْبٍ، عَنِ ابْنِ جُرَيْجٍ،
عَنِ ابْنِ أَبِي مُلَيْكَةَ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «لَوْ يُعْطَى النَّاسُ بِدَعْوَاهُمْ، لَادَّعَى نَاسٌ
دِمَاءَ رِجَالٍ وَأَمْوَالَهُمْ، وَلَكِنَّ الْيَمِينَ
عَلَى الْمُدَّعَى عَلَيْهِ»
Dari
Ibnu Wahb, dari Ibnu Juraij, dari Ibnu Abi Mulaikah, dari Ibnu Abbas
bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Seandainya
setiap orang diberi kebebasan untuk menuduh (tuduhannya diterima), maka akan
banyak manusia membuat tuduhan (atas) darah dan harta orang lain, akan tetapi
sumpah itu atas tertuduh."
Penjelasan singkat hadits ini:
1.
Biografi Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma.
Lihat di sini: Keistimewaan Abdullah bin ‘Abbas
2.
Hadits ini adalah dalil salah satu kaidah fiqhiyah:
"
الْأَصْلُ بَرَاءَةُ الذِّمَّةِ "
“Hukum asal setiap orang lepas dari tanggung-jawab”.
3.
Tuduhan atau pengakuan harus didasari bukti, dan jika
tidak ada bukti maka menolaknya cukup dengan sumpah.
Dari ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda:
«مَنْ
حَلَفَ عَلَى يَمِينٍ، وَهُوَ فِيهَا فَاجِرٌ، لِيَقْتَطِعَ بِهَا مَالَ امْرِئٍ
مُسْلِمٍ، لَقِيَ اللَّهَ وَهُوَ عَلَيْهِ غَضْبَانُ»
"Barangsiapa yang bersumpah yang dengan sumpahnya
itu dia durhaka dan bermaksud mengambil harta seorang Muslim, maka dia kelak
akan berjumpa dengan Allah sedang Allah murka kepadanya".
Al-Asy’ats radhiyallahu
‘anhu berkata:
فِيَّ
وَاللَّهِ كَانَ ذَلِكَ، كَانَ بَيْنِي وَبَيْنَ رَجُلٍ مِنَ اليَهُودِ أَرْضٌ
فَجَحَدَنِي، فَقَدَّمْتُهُ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ،
فَقَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «أَلَكَ
بَيِّنَةٌ»، قُلْتُ: لاَ، قَالَ: فَقَالَ لِلْيَهُودِيِّ: «احْلِفْ»، قَالَ:
قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِذًا يَحْلِفَ وَيَذْهَبَ بِمَالِي، فَأَنْزَلَ
اللَّهُ تَعَالَى: {إِنَّ الَّذِينَ يَشْتَرُونَ بِعَهْدِ اللَّهِ وَأَيْمَانِهِمْ
ثَمَنًا قَلِيلًا أُولَئِكَ لَا خَلَاقَ لَهُمْ فِي الْآخِرَةِ وَلَا
يُكَلِّمُهُمُ اللَّهُ وَلَا يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلَا
يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ} [آل عمران: 77] [صحيح البخاري ومسلم]
"Demi Allah, ayat itu turun tentang aku, yang
dahulu antara aku dan seorang Yahudi ada tanah yang diperebutkan lalu dia
mengalahkan aku. Kemudian aku adukan hal itu kepada Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berkata
kepadaku: "Apakah kamu punya bukti?"
Aku jawab: "Tidak".
Lalu Beliau berkata kepada orang Yahudi itu:
"Bersumpahlah".
Aku katakan: "Wahai Rasulullah, dia bersumpah
sementara dia mengambil hartaku?"
Maka turunlah firman Allah (yang artinya): {Sesungguhnya
orang-orang yang menukar janji (nya dengan) Allah dan sumpah-sumpah mereka
dengan harga yang sedikit, mereka itu tidak mendapat bahagian (pahala) di
akhirat, dan Allah tidak akan berkata-kata dengan mereka dan tidak akan melihat
kepada mereka pada hari kiamat dan tidak (pula) akan mensucikan mereka. Bagi
mereka azab yang pedih} [Ali 'Imran: 77] [Shahih Bukhari dan Muslim]
Ø
Dari Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu 'anhuma; Nabi shallallahu
'alaihi wasallam mengatakan dalam khutbahnya:
«البَيِّنَةُ
عَلَى المُدَّعِي، وَاليَمِينُ عَلَى المُدَّعَى عَلَيْهِ» [سنن الترمذي: صحيح]
"Menghadirkan
bukti itu wajib atas orang tertuduh dan mengucapkan sumpah wajib atas orang
yang menuntut." [Sunan Tirmidziy: Shahih]
4.
Penjagaan Islam terhadap harta dan darah seseorang.
Dari Thariq
bin Asyam radhiyallahu 'anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda:
" مَنْ قَالَ: لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ، وَكَفَرَ بِمَا يُعْبَدُ
مَنْ دُونِ اللهِ، حَرُمَ مَالُهُ، وَدَمُهُ، وَحِسَابُهُ عَلَى اللهِ "
"Barangsiapa yang mengucapkan: "Tidak ada tuhan (yang berhak
disembah) melainkan Allah", dan mengkufuri segala yang disembah selain
Allah, maka telah haram harta dan darahnya, dan perhitungannya di sisi
Allah." [Shahih Muslim]
Ø Dari Abu Hurairah radhiyallahu
'anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
«كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ، دَمُهُ، وَمَالُهُ،
وَعِرْضُهُ» [صحيح مسلم]
"Setiap muslim atas muslim yang Iainnya haram darah, harta, dan
kehormatannya." [Shahih Muslim]
Ø
Abu Sa'id radhiyallahu
'anhu berkata: Ketika haji Wada' Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
pernah bersabda:
«أَلَا
إِنَّ أَحْرَمَ الْأَيَّامِ يَوْمُكُمْ هَذَا، أَلَا وَإِنَّ أَحْرَمَ الشُّهُورِ
شَهْرُكُمْ هَذَا، أَلَا وَإِنَّ أَحْرَمَ الْبَلَدِ بَلَدُكُمْ هَذَا، أَلَا
وَإِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ عَلَيْكُمْ حَرَامٌ، كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ
هَذَا، فِي شَهْرِكُمْ هَذَا، فِي بَلَدِكُمْ هَذَا، أَلَا هَلْ بَلَّغْتُ؟»
قَالُوا: نَعَمْ، قَالَ: «اللَّهُمَّ اشْهَدْ» [سنن ابن ماجه: صحيح]
"Ketahuilah,
sebaik-baik (dihormati) hari adalah hari kalian ini. Ketahuilah, sebaik-baik
(dihormati) bulan adalah bulan kalian ini. Ketahuilah, bahwa negeri yang paling
dihormati dari negeri-negeri adalah negeri kalian ini. Ketahuilah, bahwa darah
dan harta kalian adalah haram bagi kalian sebagaimana kehormatan hari kalian
ini, dibulan kalian ini dan di negeri kalian ini. Ketahuilah, apakah aku telah
menyampaikan?"
Mereka
menjawab, "Ya."
Beliau
bersabda: "Ya Allah, saksikanlah." [Sunan Ibnu Majah: Shahih]
Lihat: Syarah Arba’in hadits (24) Abu Dzar; Keharaman perbuatan dzalim
5.
Ancaman bagi yang berdusta untuk menghalalkan harta
dan darah seseorang.
Abdullah
bin Amru radhiyallahu 'anhuma mengatakan:
جَاءَ أَعْرَابِيٌّ إِلَى النَّبِيِّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا الكَبَائِرُ؟
قَالَ: «الإِشْرَاكُ بِاللَّهِ» قَالَ: ثُمَّ مَاذَا؟ قَالَ: «ثُمَّ عُقُوقُ
الوَالِدَيْنِ» قَالَ: ثُمَّ مَاذَا؟ قَالَ: «اليَمِينُ الغَمُوسُ» قُلْتُ: وَمَا
اليَمِينُ الغَمُوسُ؟ قَالَ: «الَّذِي يَقْتَطِعُ مَالَ امْرِئٍ مُسْلِمٍ، هُوَ
فِيهَا كَاذِبٌ» [صحيح البخاري]
Seorang
Arab Badui menemui Nabi ﷺ dan bertanya; 'Wahai Rasulullah, apa yang
dianggap dosa-dosa besar itu?' Beliau menjawab, "Menyekutukan Allah"
'Lantas selanjutnya apa?' Tanyanya. Nabi menjawab, "Mendurhakai orang
tua." 'selanjutnya apa?' Tanyanya. Nabi ﷺ menjawab, "Sumpah ghamus." Kami
bertanya; 'Apa makna ghamus?' Beliau jawab, "Maknanya sumpah palsu, dusta,
yang karena sumpahnya ia bisa menguasai harta seorang muslim, padahal sumpahnya
bohong belaka." [Shahih Bukhari]
Ø Dari Tsabit bin
adl-Dlahhak radhiyallahu
'anhu; Nabi ﷺ
bersabada:
«مَنْ ادَّعَى دَعْوَى
كَاذِبَةً لِيَتَكَثَّرَ بِهَا لَمْ يَزِدْهُ اللهُ إِلَّا قِلَّةً، وَمَنْ حَلَفَ
عَلَى يَمِينِ صَبْرٍ فَاجِرَةٍ» [صحيح مسلم]
"Barangsiapa
mengklaim dengan klaim bohong untuk memperbanyak (harta) dengannya, niscaya
Allah tidak akan menambahnya melainkan hanya menjadi sedikit. Dan demikian pula
barangsiapa bersumpah atas sesuatu dengan sumpah sabar (sumpah yang menahan
pemiliknya untuk melakukan kejahatan) dan kekejian." [Shahih Muslim]
Ø Abdullah bin Umar radhiyallahu 'anhuma berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda:
«مَنْ حَالَتْ
شَفَاعَتُهُ دُونَ حَدٍّ مِنْ حُدُودِ اللَّهِ، فَقَدْ ضَادَّ اللَّهَ، وَمَنْ
خَاصَمَ فِي بَاطِلٍ وَهُوَ يَعْلَمُهُ، لَمْ يَزَلْ فِي سَخَطِ اللَّهِ حَتَّى
يَنْزِعَ عَنْهُ، وَمَنْ قَالَ فِي مُؤْمِنٍ مَا لَيْسَ فِيهِ أَسْكَنَهُ اللَّهُ
رَدْغَةَ الْخَبَالِ حَتَّى يَخْرُجَ مِمَّا قَالَ» [سنن
أبي داود: صحيح]
"Barangsiapa
yang syafa'atnya menghalanginya dari mendapatkan hukuman di antara
hukuman-hukuman Allah, maka sungguh ia telah menyelisihi Allah. Barangsiapa
berseteru dalam kebatilan sementara ia mengetahuinya maka ia senantiasa berada
dalam kemurkaan Allah hingga ia meninggalkannya. Dan barangsiapa mengatakan
pada diri seorang mukmin sesuatu yang tidak ada padanya, maka Allah akan
menempatkannya dalam perasan penduduk Neraka hingga ia meninggalkan apa yang ia
katakan." [Sunan Abi Daud: Shahih]
Ø Dari Fadlalah bin 'Ubaid radhiyallahu 'anhu; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda:
«الْمُؤْمِنُ مَنْ
أَمِنَهُ النَّاسُ عَلَى أَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ» [سنن
ابن ماجه: صحيح]
"Seorang mukmin adalah orang yang
membuat orang lain merasa aman atas harta dan jiwa mereka." [Sunan Ibnu
Majah: Shahih]
Lihat: ِSyarah Arba'in hadits (14) Ibnu Mas’ud; Haram darah seorang muslim
6.
Seorang
hakim menetapkan hukum sesuai dengan bukti-bukti yang ada.
Dari Ummu Salamah -radhiyallahu
'anha-; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
إِنَّكُمْ تَخْتَصِمُونَ إِلَيَّ وَلَعَلَّ بَعْضَكُمْ أَلْحَنُ
بِحُجَّتِهِ مِنْ بَعْضٍ فَمَنْ قَضَيْتُ لَهُ بِحَقِّ أَخِيهِ شَيْئًا بِقَوْلِهِ
فَإِنَّمَا أَقْطَعُ لَهُ قِطْعَةً مِنْ النَّارِ فَلَا يَأْخُذْهَا
"Sungguh kalian seringkali mengadukan
sengketa kepadaku, barang kali diantara kalian ada yang lebih pandai bersilat
lidah daripada yang lain. Maka barangsiapa yang kuputuskan menang dengan
mencederai hak saudaranya berdasarkan kepandaian argumentasnya, berarti telah
kuambil sundutan api neraka baginya, maka janganlah dia mengambilnya".
[Shahih Bukhari dan Muslim]
7.
Kapan
pengakuan diterima tanpa bukti?
Diantaranya:
a) Ayah
mengaku butuh dengan harta anaknya.
Dari Abdullah
bin 'Amr radhiyallahu 'anhuma; Bahwasanya seorang lelaki mendatangi
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan bertanya: Wahai Rasulullah,
sesungguhnya aku memiliki harta dan anak, dan sesungguhnya orang tuaku membutuhkan
hartaku?
Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
«أَنْتَ وَمَالُكَ لِوَالِدِكَ، إِنَّ أَوْلَادَكُمْ مِنْ أَطْيَبِ
كَسْبِكُمْ، فَكُلُوا مِنْ كَسْبِ أَوْلَادِكُمْ» [سنن أبي داود: صححه
الألباني]
"Engkau dan hartamu adalah milik orang tuamu, sesungguhnya anak-anakmu
adalah diantara usahamu yang baik, maka makanlah dari hasil usaha
anak-anakmu". [Sunan Abi Daud: Sahih]
b) Pengakuan
orang safih (tidak pandai mengurus diri) akan kebutuhan menikah jika ada
indikasi.
Allah -subhanahu wata'ala-
berfirman:
{وَلَا
تُؤْتُوا السُّفَهَاءَ أَمْوَالَكُمُ الَّتِي جَعَلَ اللَّهُ لَكُمْ قِيَامًا
وَارْزُقُوهُمْ فِيهَا وَاكْسُوهُمْ وَقُولُوا لَهُمْ قَوْلًا مَعْرُوفًا (5)
وَابْتَلُوا الْيَتَامَى حَتَّى إِذَا بَلَغُوا النِّكَاحَ فَإِنْ آنَسْتُمْ
مِنْهُمْ رُشْدًا فَادْفَعُوا إِلَيْهِمْ أَمْوَالَهُمْ} [النساء: 5-6]
Dan
janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta
(mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok
kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan
ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik. Dan ujilah anak yatim itu sampai
mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah
cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. [An-Nisaa’: 5-6]
c) Pengakuan orang yang berkelamin ganda bahwa ia seorang wanita atau lelaki.
d) Pengakuan
anak kecil bahwa ia telah balig dengan mimpi basah.
Allah -subhanahu wata'ala-
berfirman:
{وَإِذَا
بَلَغَ الْأَطْفَالُ مِنْكُمُ الْحُلُمَ فَلْيَسْتَأْذِنُوا كَمَا اسْتَأْذَنَ
الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ} [النور: 59]
Dan
apabila anak-anakmu telah sampai umur balig (dengan mimpi basah), maka
hendaklah mereka meminta izin, seperti orang-orang yang sebelum mereka meminta
izin. [An-Nuur: 59]
Ø
Dari Ali ‘alaissalam; Nabi ﷺ bersabda:
"
رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلَاثَةٍ: عَنِ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ، وَعَنِ
الصَّبِيِّ حَتَّى يَحْتَلِمَ، وَعَنِ الْمَجْنُونِ حَتَّى يَعْقِلَ " [سنن أبي داود: صحيح]
"Pena
pencatat amal dan dosa itu diangkat dari tiga golongan; orang tidur hingga ia
bangun, anak kecil hingga ia bermimpi dan orang gila hingga ia berakal."
[Sunan Abi Daud: Shahih]
e) Pengakuan
kerabat bahwa ia tidak punya harta untuk mendapatkan nafkah.
Allah -subhanahu wata'ala-
berfirman:
{وَآتَى
الْمَالَ عَلَى حُبِّهِ ذَوِي الْقُرْبَى} [البقرة: 177]
Dan memberikan harta yang dicintainya kepada
kerabatnya. [Al-Baqarah:177]
{يَسْأَلُونَكَ
مَاذَا يُنْفِقُونَ قُلْ مَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ خَيْرٍ فَلِلْوَالِدَيْنِ
وَالْأَقْرَبِينَ} [البقرة:
215]
Mereka
bertanya tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah: "Apa saja harta yang
kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, … ." [Al-Baqarah:215]
f)
Pengakuan orang yang berutang
bahwa ia tidak memiliki apa-apa, begitu pula mahar istri, jaminan, dan denda.
Allah -subhanahu wata'ala-
berfirman:
{وَإِنْ كَانَ ذُو عُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ إِلَى
مَيْسَرَةٍ وَأَنْ تَصَدَّقُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ} [البقرة:
280]
Dan
jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai
dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih
baik bagimu, jika kamu mengetahui. [Al-Baqarah: 280]
Ø Dari Abu Qatadah radhiyallahu
'anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
«مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُنْجِيَهُ اللهُ مِنْ كُرَبِ يَوْمِ
الْقِيَامَةِ، فَلْيُنَفِّسْ عَنْ مُعْسِرٍ، أَوْ يَضَعْ عَنْهُ» [صحيح
مسلم]
"Barangsiapa yang suka jika Allah menyelamatkannya dari kesulitan hari
kiamat maka hendaklah ia memberikan kemudahan bagi orang yang kesulitan
(membayar utang) atau melunaskannya". [Sahih Muslim]
g) Pengakuan
seorang istri bahwa masa iddahnya telah berlalu.
h) Pengakuan
seorang wanita bahwa ia telah menyusui seorang anak.
Dari 'Uqbah
bin Al-Harits radhiyallahu 'anhu ketika seorang wanita mengaku telah
menyusui ia dan istrinya sewaktu kecil, maka Uqbah segerah menuju Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam untuk menanyakan masalah tersebut, dan Rasulullah
bersabda:
«كَيْفَ وَقَدْ قِيلَ؟» [صحيح البخاري]
"Mau bagaimana lagi, dan itu sudah dikatakan"
Maka ‘Uqbah
menceraikan istrinya dan mengawini wanita lain. [Sahih Bukhari]
i)
Pengakuan orang yang dititipi
bahwa barang titipannya telah hilang atau dicuri.
j)
Sumpah pembunuhan antar dua
kelompok yang bermusuhan.
Sahal
bin Abi Hatsmah radhiyallahu
'anhu berkata;
انْطَلَقَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ سَهْلٍ،
وَمُحَيِّصَةُ بْنُ مَسْعُودِ بْنِ زَيْدٍ، إِلَى خَيْبَرَ وَهِيَ يَوْمَئِذٍ
صُلْحٌ، فَتَفَرَّقَا فَأَتَى مُحَيِّصَةُ إِلَى عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَهْلٍ
وَهُوَ يَتَشَمَّطُ فِي دَمِهِ قَتِيلًا، فَدَفَنَهُ ثُمَّ قَدِمَ المَدِينَةَ،
فَانْطَلَقَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ سَهْلٍ، وَمُحَيِّصَةُ، وَحُوَيِّصَةُ ابْنَا
مَسْعُودٍ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَذَهَبَ عَبْدُ
الرَّحْمَنِ يَتَكَلَّمُ، فَقَالَ: «كَبِّرْ كَبِّرْ» وَهُوَ أَحْدَثُ القَوْمِ،
فَسَكَتَ فَتَكَلَّمَا، فَقَالَ: «تَحْلِفُونَ وَتَسْتَحِقُّونَ قَاتِلَكُمْ، أَوْ
صَاحِبَكُمْ»، قَالُوا: وَكَيْفَ نَحْلِفُ وَلَمْ نَشْهَدْ وَلَمْ نَرَ؟ قَالَ:
«فَتُبْرِيكُمْ يَهُودُ بِخَمْسِينَ»، فَقَالُوا: كَيْفَ نَأْخُذُ أَيْمَانَ
قَوْمٍ كُفَّارٍ، فَعَقَلَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ
عِنْدِهِ [صحيح البخاري ومسلم]
"'Abdullah
bin Sahal dan Muhayyishah bin Mas'ud bin Zaid berangkat menuju Khaibar yang
saat itu Khaibar terikat dengan perjanjian damai lalu keduanya terpisah.
Kemudian Muhayyishah mendapatkan 'Abdullah bin Sahl dalam keadaan gugur
bersimbah darah lalu dia menguburkannya. Kemudian dia kembali ke Madinah. Lalu
'Abdur Rahman bin Sahl, Muhayyishah dan Huwayyishah, keduanya anak Mas'ud,
menemui Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. 'Abdur Rahman bin Sahl
memulai berbicara Namun Beliau shallallahu 'alaihi wasallam berkata;
"Tolong yang bicara yang lebih tua, tolong yang bicara yang lebih
tua".
Dia
('Abdur Rahman) memang yang paling muda usia diantara kaum yang hadir, lalu dia
pun diam. Maka keduanya (anak Mas'ud) berbicara". Beliau shallallahu
'alaihi wasallam bertanya; "Hendaknya kalian bersumpah sehingga bisa
menuntut pembunuhnya atau kalian tuntut darah saudara kalian".
Mereka
berkata; "Bagaimana kami dapat bersumpah padahal kami tidak menyaksikan
dan tidak melihat kejadiannya".
Beliau
berkata: "Kalau begitu kaum Yahudi bisa menyatakan ketidakterlibatannya
dengan lima puluh sumpah".
Mereka
bertanya; "Bagaimana mungkin kami terima sumpah kaum kafir?".
Akhirnya
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam membayar diyatnya dari harta Beliau
sendiri". [Shahih Bukhari dan Muslim]
k) Pekara
li’an antara suami-istri.
Allah -subhanahu wata'ala-
berfirman:
{وَالَّذِينَ
يَرْمُونَ أَزْوَاجَهُمْ وَلَمْ يَكُنْ لَهُمْ شُهَدَاءُ إِلَّا أَنْفُسُهُمْ
فَشَهَادَةُ أَحَدِهِمْ أَرْبَعُ شَهَادَاتٍ بِاللَّهِ إِنَّهُ لَمِنَ
الصَّادِقِينَ (6) وَالْخَامِسَةُ أَنَّ لَعْنَتَ اللَّهِ عَلَيْهِ إِنْ كَانَ
مِنَ الْكَاذِبِينَ (7) وَيَدْرَأُ عَنْهَا الْعَذَابَ أَنْ تَشْهَدَ أَرْبَعَ
شَهَادَاتٍ بِاللَّهِ إِنَّهُ لَمِنَ الْكَاذِبِينَ (8) وَالْخَامِسَةَ أَنَّ
غَضَبَ اللَّهِ عَلَيْهَا إِنْ كَانَ مِنَ الصَّادِقِينَ} [النور: 6 - 9]
Dan
orang-orang yang menuduh isterinya (berzina), padahal mereka tidak ada
mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, maka persaksian orang itu
ialah empat kali bersumpah dengan nama Allah, sesungguhnya dia adalah termasuk
orang-orang yang benar. Dan (sumpah) yang kelima: bahwa laknat Allah atasnya,
jika dia termasuk orang-orang yang berdusta. Istrinya itu dihindarkan dari
hukuman oleh sumpahnya empat kali atas nama Allah sesungguhnya suaminya itu
benar-benar termasuk orang-orang yang dusta. dan (sumpah) yang kelima: bahwa
laknat Allah atasnya jika suaminya itu termasuk orang-orang yang benar. [An-Nur: 6-9]
l)
Pengakuan suami telah menggauli
istrinya di masa li’an.
Allah -subhanahu wata'ala-
berfirman:
{لِلَّذِينَ
يُؤْلُونَ مِنْ نِسَائِهِمْ تَرَبُّصُ أَرْبَعَةِ أَشْهُرٍ فَإِنْ فَاءُوا فَإِنَّ
اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (226) وَإِنْ عَزَمُوا الطَّلَاقَ فَإِنَّ اللَّهَ
سَمِيعٌ عَلِيمٌ} [البقرة: 226،
227]
Kepada orang-orang yang meng-ilaa'
isterinya (bersumpah untuk tidak mendekatinya) diberi tangguh empat bulan
(lamanya). Kemudian jika mereka kembali (kepada isterinya), maka sesungguhnya
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan jika mereka berazam (bertetap
hati untuk) talak, maka sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
[Al-Baqarah: 226 - 227]
~Batas waktu iilaa' adalah 4
bulan, jika melebihi maka sebagian ulama berpendapat bahwa talak satu secara
langsung telah jatuh.
Sedangkan pendapat lain bahwa istri berhak
mengadukan kepada hakim, kemudian hakim memberi pilihan kepada suami untuk
mempergauli istrinya kembali atau menceraikannya.
Jika suami tidak ingin kembali dan tidak
ingin menceraikan maka hakim berhak menjatuhkan talak, dan talak yang jatuh
adalah talak "bain" bukan "raj'iy" untuk mencegah kedzliman
suami.
m) Orang
yang meninggalkan shalat jama’ah bahwa ia telah shalat di rumah.
Dari Yazid
bin Al-Aswad radhiyallahu 'anhu; Bahwasanya dia pernah shalat
bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sementara ketika itu dia
masih muda.
Tatkala
shalat telah selesai dilaksanakan, ada dua orang laki-laki yang berada di salah
satu sudut masjid tidak melaksanakan shalat, maka beliau memanggil keduanya dan
keduanya pun didatangkan dalam kondisi merinding bulu kuduknya, lalu beliau
bersabda:
«مَا مَنَعَكُمَا أَنْ تُصَلِّيَا مَعَنَا؟»
"Apakah yang menghalangi kalian berdua untuk melaksanakan shalat bersama
kami?"
Mereka
menjawab; Kami sudah melaksanakannya di rumah kami.
Beliau
bersabda:
«لَا تَفْعَلُوا، إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ فِي رَحْلِهِ ثُمَّ
أَدْرَكَ الْإِمَامَ وَلَمْ يُصَلِّ، فَلْيُصَلِّ مَعَهُ فَإِنَّهَا لَهُ
نَافِلَةٌ» [سنن أبي داود: صححه الشيخ الألباني]
"Janganlah kalian melakukannya lagi, apabila seseorang di antara kalian
sudah melaksanakan shalat di rumahnya, lalu mendapatkan imam sedang shalat,
maka shalatlah bersamanya, karena yang ini baginya adalah nafilah (sholat
sunnah)." [Sunan Abu Daud: Sahih]
n) Orang
yang tidak mengeluarkan zakat bahwa ia telah memberikannya langsung kepada
fakir miskin.
o) Mengaku
miskin untuk mendapatkan zakat atau sedekah.
Ummu Bujaid -radhiyallahu 'anha-
berkata: Ya Rasulullah, selawat Allah untukmu, seorang miskin berdiri di depan
pintuku (meminta) dan aku tidak memiliki sesuatu untuk aku berikan kepadanya?
Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam
bersabda:
«إِنْ لَمْ تَجِدِي لَهُ شَيْئًا
تُعْطِينَهُ إِيَّاهُ إِلَّا ظِلْفًا مُحْرَقًا، فَادْفَعِيهِ إِلَيْهِ فِي يَدِهِ»
[سنن أبي داود: صححه الألباني]
“Jika kamu tidak memiliki
sesuatu untuk kau berikan kepadanya kecuali kuku binatang yang terbakar maka
berikanlah kepadanya”. [Sunan Abu Daud: Sahih]
Lihat: Meminta, memberi, dan menerima
8.
Dampak
buruk memakan harta haram.
Diantaranya:
1. Do'a tidak dikabulkan.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu
'anhu; dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam:
ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَر،َ أَشْعَثَ أَغْبَر،َ يَمُدُّ
يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ: يَا رَبِّ يَا رَبِّ! وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ،
وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ، وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ، وَغُذِيَ بِالْحَرَامِ، فَأَنَّى
يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ!؟
"Beliau menceritakan tentang seroang
laki-laki yang telah lama berjalan karena jauhnya jarak yang ditempuhnya.
Sehingga rambutnya kusut, masai dan berdebu. Orang itu mengangkat tangannya ke
langit seraya berdo'a: "Wahai Tuhanku, wahai Tuhanku." Padahal,
makanannya dari barang yang haram, minumannya dari yang haram, pakaiannya dari
yang haram, dan diberi makan dengan makanan yang haram, maka bagaimanakah Allah
akan memperkenankan do'anya?" [Shahih Muslim]
Lihat: Mengapa doa kita
tidak dikabulkan?
2. Menghilangkan berkah pada harta.
Hakim bin Hizam radhiallahu
'anhu berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda:
الْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا، فَإِنْ صَدَقَا
وَبَيَّنَا بُورِكَ لَهُمَا فِي بَيْعِهِمَا، وَإِنْ كَتَمَا وَكَذَبَا مُحِقَتْ
بَرَكَةُ بَيْعِهِمَا
"Dua orang yang melakukan jual beli
boleh melakukan khiyar (pilihan untuk melangsungkan atau membatalkan jual beli)
selama keduanya belum berpisah. Jika keduanya jujur dan menampakkan dagangannya
maka keduanya diberkahi dalam jual belinya, dan bila menyembunyikan (cacat) dan
berdusta maka akan dimusnahkan keberkahan jual belinya". [Shahih Bukhari]
3. Mendapat laknat.
Abdullah bin 'Amru radhiallahu
'anhuma berkata:
لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرَّاشِي
وَالْمُرْتَشِي
"Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam melaknat orang yang memberi uang sogokan dan orang yang
menerimanya." [Sunan Abi Dawud: Shahih]
4. Siksaan di akhirat.
Dari Ka'ab bin 'Ujrah radhiallahu
'anhu; Rasulullah -shallallaahu 'alaihi wasallam- bersabda:
إِنَّهُ لَا يَرْبُو لَحْمٌ نَبَتَ مِنْ سُحْتٍ إِلَّا كَانَتْ
النَّارُ أَوْلَى بِهِ
"Tidaklah daging manusia tumbuh dari
barang yang haram kecuali Neraka lebih berhak atasnya." [Sunan
Tirmidziy: Shahih]
Ø Dari 'Aisyah radhiallahu 'anha; Nabi shallallahu
'alaihi wasallam bersabda:
مَنْ ظَلَمَ قِيدَ شِبْرٍ مِنْ الْأَرْضِ طُوِّقَهُ مِنْ سَبْعِ
أَرَضِينَ
"Siapa yang pernah berbuat aniaya
sejengkal dalam perkara tanah, maka nanti dia akan dibebani (dikalungkan pada
lehernya) tanah dari tujuh petala bumi". [Shahih Bukhari dan Muslim]
5. Menjadi orang yang bangkrut di akhirat.
Dari Abu Hurairah -radhiyallahu
' anhu-; Bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah
bertanya kepada para sahabat:
أَتَدْرُونَ مَا الْمُفْلِسُ؟
"Tahukah kalian, siapakah orang yang
bangkrut itu?"
Para sahabat menjawab; 'Menurut kami, orang
yang bangkrut di antara kami adalah orang yang tidak memiliki uang dan harta
kekayaan.'
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda:
إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِي يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ
بِصَلَاةٍ وَصِيَامٍ وَزَكَاةٍ وَيَأْتِي قَدْ شَتَمَ هَذَا وَقَذَفَ هَذَا
وَأَكَلَ مَالَ هَذَا وَسَفَكَ دَمَ هَذَا وَضَرَبَ هَذَا فَيُعْطَى هَذَا مِنْ
حَسَنَاتِهِ وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ
يُقْضَى مَا عَلَيْهِ أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ ثُمَّ طُرِحَ
فِي النَّارِ
'Sesungguhnya umatku yang bangkrut adalah
orang yang pada hari kiamat datang dengan shalat, puasa, dan zakat, tetapi ia
selalu mencaci-maki, menuduh, dan makan harta orang lain serta membunuh dan
menyakiti orang lain. Setelah itu, pahalanya diambil untuk diberikan kepada
setiap orang dari mereka hingga pahalanya habis, sementara tuntutan mereka
banyak yang belum terpenuhi. Selanjutnya, sebagian dosa dari setiap orang dari
mereka diambil untuk dibebankan kepada orang tersebut, hingga akhirnya ia
dilemparkan ke neraka.' [Shahih Muslim]
Lihat:
Puasa melatih untuk menjauhi harta haram
Wallahu a’lam!
Lihat
juga: Syarah Arba’in hadits (32) Abu Sa'id; Tidak menimbulkan keburukan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar anda adalah pelajaran berharga bagi saya ...