Kamis, 04 Juli 2024

Hadits "mu’allaq" dalam kitab shahih Bukhari dan Muslim

بسم الله الرحمن الرحيم

Hadits mu'allaq adalah hadits yang terputus sanadnya karena jatuh satu rawi atau lebih secara berturut-turut dari awal (guru penulis buku).

Hadits mu'allaq termasuk hadits lemah, karena tidak diketahui derajat perawi yang telah dijatuhkan pada sanad, apakah bisa diterima haditsnya atau tidak. Olehnya itu ulama mempertanyakan keberadaan hadits mu’allaq dalam shahih Bukhari dan Muslim, karena kedua kitab ini telah disepakati ulama akan kesahihannya, dan sebagian orang menjadikan hal ini sebagai pintu untuk menjatuhkan kedudukan kedua kitab ini.

Beberapa ulama telah memberikan jawaban untuk masalah ini, diantarnya Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-‘Asqalaniy rahimahullah dalam kitabnya “Hadyussariy muqaddimah shahih Bukhari” dan kitab “Tagliqutta’liq”.

Hadits mu’allaq dalam shahih Bukhari dan Muslim.

Ada sekitar 1.341 hadits mu’allaq dalam shahih Bukhari, kebanyakan darinya telah diriwayatkan oleh Imam Bukhari dengan sanad yang bersambung dalam kitab shahihnya. Hanya sekitar 160 hadits yang tidak diriwayatkan secara muttashil (sanadnya bersambung).

Adapun hadits mu’allaq di shahih Muslim hanya sedikit, sekitar 14 atau 12 hadits, dan semuanya telah diriwayatkan secara muttashil oleh imam Muslim dalam shahihnya dengan jalur yang lain.

Hadits mu’allaq di shahih Bukhari ada dua jenis:

Pertama: Mu’allaq pada satu tempat, tapi muttashil di tempat lain dalam shahih Bukhari.

Hadits mu’allaq seperti ini semuanya dihukumi shahih dengan adanya sanad yang muttashil tersebut. Adapun alasan imam Bukhari meriwayatkannya secara mu’allaq, karena beliau mensyaratkan ketika hendak mengulangi periwayatkan suatu hadits maka mesti ada faidah tambahan (perbedaan) baik dari sisi sanad maupun matan. Dan ketika beliau ingin mengulang satu hadits dan beliau tidak mendapatkan faidah tambahan, maka beliau menghapus sanadnya untuk mempersingkat sesuai dengan metode yang diisyaratkan oleh imam Bukhari dari judul kitab shahihnya ini, yaitu:

"الجَامِعُ المُسْنَدُ الصَّحِيْحُ المُخْتَصَرُ مِنْ أُمُوْرِ رَسُوْلِ الله ﷺ وَسُنَنِهِ وَأيّامِه"

"Kumpulan hadits musnad (sanadnya bersambung sampai kepada Rasulullah) yang shahih secara ringkas dari hal-hal yang berkaitan dengan Rasulullah , sunnah-sunnahnya dan kehidupan sehari-harinya"

Contoh (1): Pada kitab Ash-Shaum; Bab (5) Apakah boleh dikatakan "Ramadhan"?

Imam Bukhari rahimahullah berkata:

وَقَالَ النَّبِيُّ ﷺ: «مَنْ صَامَ رَمَضَانَ»، وَقَالَ: «لاَ تَقَدَّمُوا رَمَضَانَ»

Dan Nabi ﷺ bersabda: "Siapa yang berpuasa Ramadhan", dan beliau bersabda: "Jangan kalian mendahului Ramadhan"

Dua hadits yang disebutkan oleh Imam Bukhari pada bab ini, telah dijatuhkan semua rawinya mulai dari guru Imam Bukhari dan langsung menyebutkannya dari Rasulullah .

Akan tetapi, untuk hadits pertama sudah diriwayatkan oleh Imam Bukhari dengan sanad bersambung (muttashil) dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu pada bab 27 di kitab Al-Imaan, dan akan diriwayatkan lagi pada bab selanjutnya (bab 6) di kitab Ash-Shaum, dan bab kedua di kitab Shalat At-Tarawih.

Sedangkan hadits kedua akan diriwayatkan oleh Imam Bukhari dengan sanad bersambung pada bab 14 kitab Ash-Shaum, dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu.

Contoh (2): Pada kitab Ash-Shaum; Bab (6) Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan dengan penuh keimanan, harapan, dan niat.

Imam Bukhari rahimahullah berkata:

وَقَالَتْ عَائِشَةُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، عَنِ النَّبِيِّ «يُبْعَثُونَ عَلَى نِيَّاتِهِمْ»

Dan Aisyah radhiyallahu ‘anha meriwayatkan dari Nabi : “Mereka dibangkitkan (pada hari kiamat dan dihisab) sesuai dengan niatnya masing-masing”.

Hadits ini akan diriwayatkan ulang oleh Imam Bukhari secara muttashil dengan lafadz yang lengkap pada kitab Al-Buyuu’ (jual beli).

Contoh (3): Pada kitab Ash-Shaum; Bab (16) “Makan dan minumlah hingga terang ... “

Imam Bukhari –rahimahullah- berkata:

"فِيهِ البَرَاءُ، عَنِ النَّبِيِّ "

"Dalam bab ini ada hadits yang berkaitan dengannya diriwayatkan oleh Al-Baraa', dari Nabi ."

Hadits ini disebutkan tanpa sanad dan matan karena telah beliau riwayatkan secara muttashil pada bab sebelumnya (bab 15).

Contoh (4): Pada kitab Ash-Shaum; Bab (38) {Dan wajib bagi orang-orang yang bisa menjalankan puasa (namun mereka tidak berpuasa) membayar fidyah}

Imam Bukhari rahimahullah berkata:

قَالَ سَلَمَةُ بْنُ الأَكْوَعِ: نَسَخَتْهَا {شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ القُرْآنُ ... } [البقرة: 185]

Salamah bin Al-Akwa’ berkata: “Ayat tersebut (Al-Baqarah: 184) dinasakh oleh ayat: {Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Quran …}.” [Al-Baqarah:185]

Atsar ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari rahimahullah secara utuh dalam “Ash-Shahih” kitab “Tafsir Al-Qur’an”.

Contoh (5): Pada kitab Ash-Shaum; Bab (48) “Bab: Ancaman bagi orang yang memperbanyak puasa wishal”

Imam Bukhari rahimahullah berkata:

"رَوَاهُ أَنَسٌ، عَنِ النَّبِيِّ "

“Diriwayatkan oleh Anas dari Nabi ”.

Hadits Anas bin Malik ini, akan diriwayatkan secara muttashil pada kitab At-Tamanniy, bab tentang bolehnya mengatakan “لو” (seandainya).

Contoh (5): Pada kitab Ash-Shaum; Bab (56) “Bab: Hak keluarga dalam puasa”

Imam Bukhari rahimahullah berkata:

"رَوَاهُ أَبُو جُحَيْفَةَ، عَنِ النَّبِيِّ "

“Diriwayatkan oleh Abu Juhaifah dari Nabi

Hadits Abu Juhaifah radhiyallahu 'anhu telah diriwayatkan oleh Imam Bukhari rahimahullah dengan sanad dan matan yang utuh pada bab ke-50 tentang kisah Salman Al-Farisiy dan Abu Ad-Dardaa’ radhiyallahu 'anhuma.

Contoh (6): Kitab Ilmu bab 4; Bab: Ucapan ahli hadits: Telah bercerita kepada kami

Imam Bukhari -rahimahullah- berkata:

" وَقَالَ ابْنُ مَسْعُودٍ: حَدَّثَنَا رَسُولُ اللَّهِ وَهُوَ الصَّادِقُ المَصْدُوقُ ... "

Ibnu Mas’ud berkata: Telah bercerita kepada kami Rasulullah dan dialah orang yang jujur dan berita yang dibawanya adalah benar, … ”.

Lengkap hadits ini diriwayatkan kemudian oleh Imam Bukhari dalam “Ash-Shahih” pada beberapa kitab seperti kitab Ahaditsul Anbiya’.

Ø  Imam Bukhari -rahimahullah- berkata:

" وَقَالَ شَقِيقٌ: عَنْ عَبْدِ اللَّهِ؛ سَمِعْتُ النَّبِيَّ كَلِمَةً ... "

“Dan Syaqiq [bin Salamah, Abu Wail Al-Asadiy] berkata: Dari Abdullah, ia berkata: Aku mendengar Nabi mengucapkan satu kalimat … ”

Lengkap hadits ini diriwayatkan kemudian oleh Imam Bukhari dalam “Ash-Shahih” dalam beberapa kitab seperti kitab “Tafsirul Qur’an”:

Ø  Imam Bukhari -rahimahullah- berkata:

" وَقَالَ حُذَيْفَةُ: حَدَّثَنَا رَسُولُ اللَّهِ حَدِيثَيْنِ ... "

“Dan Hudzaifah mengatakan: Telah menceritakan kepada kami Rasulullah dua Hadits … ”

Lengkap hadits ini diriwayatkan kemudian oleh Imam Bukhari dalam “Ash-Shahih” pada beberapa kitab, seperti kitab Ar-Riqaq, bab 35; Amanah diangkat.

Ø Imam Bukhari -rahimahullah- berkata:

" وَقَالَ أَبُو العَالِيَةِ: عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ، عَنِ النَّبِيِّ : فِيمَا يَرْوِي عَنْ رَبِّهِ ... "

“Dan Abu 'Aliyah [Rufai’ bin Mihran Ar-Riyahiy] berkata: Dari Ibnu 'Abbas radhiallahu 'anhuma, dari Nabi yang beliau riwayatkan dari Rabb-nya”

Lengkap hadits ini diriwayatkan kemudian oleh Imam Bukhari dalam “Ash-Shahih” pada beberapa kitab, seperti kitab “At-Tauhid”.

Ø Imam Bukhari -rahimahullah- berkata:

" وَقَالَ أَنَسٌ عَنِ النَّبِيِّ : فِيمَا يَرْوِيهِ عَنْ رَبِّهِ عَزَّ وَجَلَّ ... "

“Dan Anas radhiallahu'anhu berkata: Dari Nabi yang beliau riwayatkan dari Rabb-nya ‘azza wajalla”

Lengkap hadits ini diriwayatkan kemudian oleh Imam Bukhari dalam “Ash-Shahih” pada kitab “At-Tauhid”.

Ø Imam Bukhari -rahimahullah- berkata:

" وَقَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِيِّ : يَرْوِيهِ عَنْ رَبِّكُمْ عَزَّ وَجَلَّ "

“Dan Abu Hurairah berkata: Dari Nabi , yang beliau riwayatkan dari Rabb kalian –‘azza wajalla-“

Lengkap hadits ini diriwayatkan kemudian oleh Imam Bukhari dalam “Ash-Shahih” pada kitab “At-Tauhid”.

Contoh (7): Pada kitab Ilmu bab 7; Metode “munawalah

Imam Bukhari -rahimahullah- berkata:

" وَقَالَ أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ: نَسَخَ عُثْمَانُ بْنُ عَفَّانَ المَصَاحِفَ فَبَعَثَ بِهَا إِلَى الآفَاقِ "

“Dan Anas bin Malik berkata: Utsman bin ‘Affan memperbanyak jumlah mushaf kemudian mengirimnya ke berbagai penjuru.”

Diriwayatkan oleh Imam Bukhari -rahimahullah- dalam “Ash-Shahih” kitab “Fadhailul Qur’an” bab “Jam’il Qur’an.

Contoh (7): Pada kitab Ilmu bab10; Berilmu sebelum berucap dan beramal

Imam Bukhari -rahimahullah- berkata:

وَقَالَ النَّبِيُّ : «مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ»

Dan Nabi bersabda: "Barangsiapa yang dikehendaki oleh Allah suatu kebaikan maka ia akan diberi pemahaman tentang agama".

Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dengan sanad lengkap pada kitab ilmu bab (13).

Contoh (8): Pada kitab Ilmu bab 25; Motifasi Nabi kepada utusan Abdul Qais

Imam Bukhari -rahimahullah- berkata:

وقَالَ مَالِكُ بْنُ الحُوَيْرِثِ: قَالَ لَنَا النَّبِيُّ ﷺ: «ارْجِعُوا إِلَى أَهْلِيكُمْ فَعَلِّمُوهُمْ»

Dan Malik bin Al-Huwairits berkata: Nabi bersabda kepada kami: "Kembalilah kepada keluarga kalian dan ajarilah mereka."

Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari secara utuh dalam kitab Shahihnya pada beberapa bab di kitab Shalat, diantaranya bab: “Adzan untuk orang yang musafir”.

Contoh (9): Pada kitab Ilmu bab 30; Orang yang mengulangi ucapan tiga kali

Imam Bukhari -rahimahullah- berkata:

فَقَالَ: «أَلاَ وَقَوْلُ الزُّورِ» فَمَا زَالَ يُكَرِّرُهَا

“Kemudian Rasulullah bersabda: "Ketahuilah, dan ucapan dusta (juga)" Abu Bakrah berkata: Rasulullah terus mengulanginya.

Hadits ini diriwayatkan secara lengkap oleh imam Bukhari pada beberapa kitab dalam “Ash-Shahih”, diantaranya kitab Asy-Syahadat” dari Abu Bakrah radhiyallahu ‘anhu.

Ø Imam Bukhari -rahimahullah- berkata:

وَقَالَ ابْنُ عُمَرَ: قَالَ النَّبِيُّ ﷺ: «هَلْ بَلَّغْتُ؟» ثَلاَثًا

“Dan Ibnu Umar berkata: Nabi bersabda: “Apakah aku telah menyampaikan?” Beliau mengucapkannya tiga kali.

Hadits ini diriwayatkan secara lengkap oleh imam Bukhari dalam “Ash-Shahih” pada kitab Al-Hudud”.

Contoh (10): Pada kitab Ilmu bab 37; Orang yang hadir hendaklah menyampaikan ilmu

Imam Bukhari -rahimahullah- berkata:

بَابٌ: لِيُبَلِّغِ العِلْمَ الشَّاهِدُ الغَائِبَ،

“Bab: Orang yang hadir hendaklah menyampaikan ilmu kepada yang tidak hadir”

قَالَهُ ابْنُ عَبَّاسٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

“(Judul bab) ini diriwayatkan oleh Ibnu ‘Abbas dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam”.

Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dengan sanad dan matan yang lengkap dalam kitab Shahihnya pada kitab “Haji” bab “Khutbah di hari Mina” (2/176) no.1739.

Contoh (11): Pada kitab Iman bab 21; Mengingkari kebaikan suami

Imam Bukhari -rahimahullah- berkata:

"فِيهِ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الخُدْرِيِّ، عَنِ النَّبِيِّ ﷺ"

“Pada bab ini ada hadits diriwayatkan dari Abu Sa’id Al-Khudriy, dari Nabi ”.

Hadits yang dimaksud oleh imam Bukhari adalah hadits yang beliau riwayatkan dengan sanad sempurna pada beberapa kitab dalam “Ash-Shahih” diantaranya pada Kitab “Al-Haidh”, bab: “Wanita haid meninggalkan puasa”.

                Contoh (11): Pada kitab Iman bab 42; Amalan tergantung niat dan tujuan

Imam Bukhari -rahimahullah- berkata:

وَقَالَ النَّبِيُّ ﷺ: «وَلَكِنْ جِهَادٌ وَنِيَّةٌ»

Dan sabda Nabi : “Akan tetapi yang tetap ada adalah jihad dan niat”.

Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari secara muttashil pada beberapa kitab dalam Shahihnya, seperti kitab “Tafsir”, “Al-Jihad”, dan “Al-Jizyah” dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma.

Ø  Dan diriwayatkan juga dalam kitab “Manaqib Al-Anshar” dan “Al-Magaziy”, dari Aisyah radhiyallahu ‘anha.

Contoh (12): Pada kitab Ar-Riqaq, bab 06; Amalan yang diniati mencari wajah Allah ta’aalaa

Imam Bukhari rahimahullah berkata:

"فِيهِ سَعْدٌ"

“Dalam masalah ini diriwayatkan hadits dari Sa’ad”.

Hadits yang dimaksud oleh Imam Bukhari adalah hadits yang telah ia riwayatkan dengan sanad yang bersambung sebelumnya di beberapa kitab, diantaranya: “Manaqibul Anshar”, kitab “Al-Magaziy”, dan kitab “Ad-Da’awaat”.

Contoh (13): Pada kitab Ar-Riqaq, bab 43; Tiupan sangkakala

Imam Bukhari rahimahullah berkata:

رَوَاهُ أَبُو سَعِيدٍ، عَنِ النَّبِيِّ ﷺ.

“Abu Sa’id meriwayatkannya dari Nabi .

Hadits ini telah diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam “Ash-Shahih” pada beberapa kitab diantaranya kitab “Al-Khushumat”.

Contoh (14): Pada kitab Ar-Riqaq, bab 44; Allah menggenggam bumi pada hari kiamat

Imam Bukhari rahimahullah berkata:

"رَوَاهُ نَافِعٌ، عَنْ ابْنِ عُمَرَ، عَنِ النَّبِيِّ ﷺ"

“Diriwayatkan oleh Nafi’, dari Ibnu Umar, dari Nabi ”.

Diriwayatkan oleh Imam Bukhariy dalam “Ash-Shahih” kitab At-Tauhid, bab Firman Allah ta’aalaa { لِمَا خَلَقْتُ بِيَدَيَّ } [Shad: 75].

Contoh (15): Pada kitab Ar-Riqaq, bab 51; Sifat surga danneraka

Imam Bukhari rahimahullah berkata:

وَقَالَ أَبُو سَعِيدٍ: قَالَ النَّبِيُّ ﷺ: «أَوَّلُ طَعَامٍ يَأْكُلُهُ أَهْلُ الجَنَّةِ زِيَادَةُ كَبِدِ حُوتٍ»

“Dan Abu Sa’id berkata: Nabi bersabda: Makanan pertama yang dimakan oleh penghuni surga adalah bagian tepi (atau daging yang menempel pada) hati ikan".

Hadits ini sudah diriwayatkan oleh imam Bukhari secara utuh pada bab sebelumnya Kitab Ar-Riqaq, bab 44; Allah menggenggam bumi pada harikiamat

Contoh (16): Pada kitab Ar-Riqaq, bab 53; Tentang Al-Haudh (telaga)

Imam Bukhari rahimahullah berkata:

وَقَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ زَيْدٍ: قَالَ النَّبِيُّ ﷺ: «اصْبِرُوا حَتَّى تَلْقَوْنِي عَلَى الحَوْضِ»

“Dan Abdullah bin Zayd berkata: Nabi bersabda: Bersabarlah kalian sampai kalian menjumpaiku di telaga”

Hadits ini telah diriwayatkan secara utuh dalam Ash-Shahih pada kitab “Al-Magaziy” bab Perang Thaif.

Kedua: Mu’allaq dan tidak diriwayatkan secara muttashil di tempat lain dalam shahih Bukhari.

Hadits mu’allaq seperti ini sebenarnya bukanlah bagian dari shahih Bukhari, karena beliau mensyaratkan hadits-hadits yang beliau riwayatkan harus “musnad” yaitu dengan sanad bersambung, sebagaimana disebutkan dari judul kitab shahih Bukhari.

Terkadang beliau menyebutkan hadits mu’allaq sebagai judul bab, atau penguat untuk permasalah pada satu bab, atau perbandingan riwayat, atau untuk membantah pendapat yang berdalil dengan hadits tersebut.

Ini juga ada dua macam:

a)      Disebutkan dengan lafadz jazam (tegas), seperti (ذَكَر) (قال) (رَوَى) (حَكَى) (عن).

Hadits mu’allaq jenis ini kebanyakan derajatnya shahih menurut imam Bukhari, dan beliau tidak mencantumkan dengan sanad yang lengkap karena tidak sesuai dengan standar keshahihan yang ditetapkan untuk shahih Bukhari. Dan terkadang shahih menurut ulama yang lain.

Contoh (1): Pada kitab Ash-Shaum; Bab (5) Apakah boleh dikatakan "Ramadhan"?

Imam Bukhari rahimahullah berkata:

وَقَالَ غَيْرُهُ: عَنِ اللَّيْثِ، حَدَّثَنِي عُقَيْلٌ، وَيُونُسُ: «لِهِلاَلِ رَمَضَانَ»

“Dan selainnya (Yahya bin Bukair) berkata: Dari Al-Laits, ia berkata: Telah menceritakan kepadaku ‘Uqail dan Yunus: “Rasulullah bersabda tentang Hilal Ramadhan ... “

Sanad ini diriwayatkan secara bersambung oleh Al-Isma’iliy, dari Abu Shalih Abdullah bin Shalih juru tulis Al-Laidts, ia berkata: Telah menceritakan kepadaku Al-Laits, ia berkata: Telah menceritakan kepadaku Uqail, dari Ibnu Syihab ... [Fathul Bari karya Ibnu Hajar 4/115]

Contoh (2): Pada kitab Ash-Shaum; Bab (11) “Jika kalian melihat hilal …”

Imam Bukhari rahimahullah berkata:

وَقَالَ صِلَةُ، عَنْ عَمَّارٍ: "مَنْ صَامَ يَوْمَ الشَّكِّ فَقَدْ عَصَى أَبَا القَاسِمِ "

Dan Shilah meriwayatkan dari 'Ammar, ia berkata: "Barangsiapa yang berpuasa pada hari yang diragukan, maka ia telah mendurhakai Abu Al-Qasim .

Contoh (3): Pada kitab Ash-Shaum; Bab (17) “Janganlah adzan Bilal menghalangi kalian”

Imam Bukhari –rahimahullah- berkata:

بَابُ قَوْلِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " لاَ يَمْنَعَنَّكُمْ مِنْ سَحُورِكُمْ أَذَانُ بِلاَلٍ "

Bab: Sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam "Janganlah azan Bilal menghalangi kalian dari santap sahur"

Judul bab ini adalah lafadz hadits yang diriwayatkan oleh imam Tirmidziy dalam Sunan-nya kitab “Ash-Shaum”, dari Samurah bin Jundub radhiyallahu 'anhu.

Contoh (4): Pada kitab Ash-Shaum; Bab (21) Jika berniat puasa di siang hari

Imam Bukhari -rahimahullah- berkata:

وَقَالَتْ أُمَّ الدَّرْدَاءِ: كَانَ أَبُو الدَّرْدَاءِ يَقُولُ: «عِنْدَكُمْ طَعَامٌ؟» فَإِنْ قُلْنَا: لاَ، قَالَ: «فَإِنِّي صَائِمٌ يَوْمِي هَذَا». وَفَعَلَهُ أَبُو طَلْحَةَ، وَأَبُو هُرَيْرَةَ، وَابْنُ عَبَّاسٍ، وَحُذَيْفَةُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ

“Dan Ummu Ad-Dardaa’ berkata: Abu Ad-Dardaa’ pernah bertanya: “Apakah kalian punya makanan?” Jika kami menjawab: Tidak ada, ia berkata: “Maka saya berpuasa pada hari ini”. Hal ini juga dilakukan oleh Abu Thalhah, Abu Hurairah, Ibnu ‘Abbas, dan Hudzaifah radhiyallahu ‘anhum.”

Contoh (5): Pada kitab Ash-Shaum; Bab (22) Orang yang berpuasa junub di pagi hari

Imam Bukhari rahimahullah berkata:

"وَقَالَ هَمَّامٌ، وَابْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ: كَانَ النَّبِيُّ يَأْمُرُ بِالفِطْرِ"

“Dan berkata Hammam dan Ibnu 'Abdullah bin 'Umar, dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu: "Adalah Nabi memerintahkan untuk berbuka (dalam kasus junub setelah masuk waktu Fajar)”.

Contoh (6): Pada kitab Ash-Shaum; Bab (23) Bercumbu bagi orang yang berpuasa

Imam Bukhari -rahimahullah- berkata:

وَقَالَتْ عَائِشَةُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا: «يَحْرُمُ عَلَيْهِ فَرْجُهَا»

Dan ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata: “Haram baginya mendatangi kemaluan istrinya”.

Atsar ini diriwayatkan oleh Ath-Thahawiy -rahimahullah- dengan sanad dan matan yang lengkap dalam kitabnya “Syarh Ma’aniy Al-Atsaar” (2/95) no.3400.

Ø  Imam Bukhari -rahimahullah- berkata:

وَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ {مَآرِبُ} [طه: 18]: «حَاجَةٌ»

Dan Ibnu 'Abbas berkata: {keperluan} [Thoha: 18], artinya hajat.

Atsar ini diriwayatkan secara lengkap oleh Ath-Thabariy -rahimahullah- dalam tafsirnya 16/45.

Ø  Imam Bukhari -rahimahullah- berkata:

قَالَ طَاوُسٌ: {غَيْرِ أُولِي الإِرْبَةِ} [النور: 31]: «الأَحْمَقُ لاَ حَاجَةَ لَهُ فِي النِّسَاءِ»

Thawus -rahimahullah- berkata: {yang tidak mempunyai keinginan} [An-Nuur: 31], artinya: Orang lugu yang tidak punya nafsu terhadap wanita.

Atsar ini diriwayatkan secara lengkap oleh Abdurrazaq -rahimahullah- dalam tafsirnya 2/436 no.2032:

Contoh (7): Pada kitab Ash-Shaum; Bab (24) Ciuman bagi orang yang berpuasa

Imam Bukhari rahimahullah berkata:

وَقَالَ جَابِرُ بْنُ زَيْدٍ: «إِنْ نَظَرَ فَأَمْنَى يُتِمُّ صَوْمَهُ»

“Dan Jabir bin Zayd berkata: Jika ia melihat (istrinya) kemudian ia mengeluarkan air mani, maka ia tetap melanjutkan puasanya”

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah rahimahullah dengan sanad dan matan yang lengkap dalam kitab Mushannaf-nya (2/321) no.9480.

Contoh (8): Pada kitab Ash-Shaum; Bab (25) Mandi bagi orang yang berpuasa

Imam Bukhari rahimahullah berkata:

وَبَلَّ ابْنُ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا ثَوْبًا، فَأَلْقَاهُ عَلَيْهِ وَهُوَ صَائِمٌ، وَدَخَلَ الشَّعْبِيُّ الحَمَّامَ وَهُوَ صَائِمٌ، وَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ: " لاَ بَأْسَ أَنْ يَتَطَعَّمَ القِدْرَ أَوِ الشَّيْءَ، وَقَالَ الحَسَنُ: " لاَ بَأْسَ بِالْمَضْمَضَةِ، وَالتَّبَرُّدِ لِلصَّائِمِ، وَقَالَ ابْنُ مَسْعُودٍ: " إِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ، فَلْيُصْبِحْ دَهِينًا مُتَرَجِّلًا، وَقَالَ أَنَسٌ: إِنَّ لِي أَبْزَنَ أَتَقَحَّمُ فِيهِ، وَأَنَا صَائِمٌ، وَقَالَ ابْنُ عُمَرَ: يَسْتَاكُ أَوَّلَ النَّهَارِ، وَآخِرَهُ، وَلاَ يَبْلَعُ رِيقَهُ، وَقَالَ عَطَاءٌ: «إِنِ ازْدَرَدَ رِيقَهُ لاَ أَقُولُ يُفْطِرُ»، وَقَالَ ابْنُ سِيرِينَ: «لاَ بَأْسَ بِالسِّوَاكِ الرَّطْبِ» قِيلَ: لَهُ طَعْمٌ؟ قَالَ: «وَالمَاءُ لَهُ طَعْمٌ وَأَنْتَ تُمَضْمِضُ بِهِ» وَلَمْ يَرَ أَنَسٌ، وَالحَسَنُ، وَإِبْرَاهِيمُ بِالكُحْلِ لِلصَّائِمِ بَأْسًا

Dan Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma membasahi satu pakaian kemudian meletakkan di atasnya ketika sedang berpuasa. Dan Asy-Sya’biy masuk kamar mandi ketika ia berpuasa. Dan Ibnu ‘Abbas berkata: “Tidak mengapa bagi seorang yang berpuasa mencicipi masakan atau sesuatu yang lainnya”. Dan Al-Hasan berkata: “Tidak mengapa berkumur-kumur dan mandi mendinginkan badan bagi orang yang berpuasa”. Dan Ibnu Mas’ud berkata: “Jika seorang dari kalian berpuasa pada suatu hari maka hendaklah ia di pagi hari memakai minyak rabut dan bersisir”. Dan Anas berkata: “Saya punya kolam dan aku berendam di dalamnya ketiak aku berpuasa”. Dan Ibnu Umar berkata: “Boleh bersiwak di awal hari dan di akhrinya, dan tidak boleh ia menelan ludahnya”. Dan ‘Atha’ berkata: “Jika ia menelan ludahnya maka aku tidak mengatakan bahwa puasanya batal”. Dan Ibnu Sirin berkata: “Tidak mengapa bersiwak dengan siwak basah”. Ditanyakan: Tapi siwak basah itu memiliki rasa? Ibnu Sirin menjawab: “Dan air juga memiliki rasa akan tetapi engkau tetap berkumur-kumur dengannya”. Dan Anas, Al-Hasan, dan Ibrahim berpendapat bahwa memakai celak tidak mengapa bagi orang yang berpuasa.

Contoh (9): Pada kitab Ash-Shaum; Bab (26) Orang yang berpuasa jika makan atau minum karena lupa

Imam Bukhari rahimahullah berkata:

وَقَالَ عَطَاءٌ: «إِنِ اسْتَنْثَرَ، فَدَخَلَ المَاءُ فِي حَلْقِهِ لاَ بَأْسَ إِنْ لَمْ يَمْلِكْ» وَقَالَ الحَسَنُ: «إِنْ دَخَلَ حَلْقَهُ الذُّبَابُ فَلاَ شَيْءَ عَلَيْهِ» وَقَالَ الحَسَنُ، وَمُجَاهِدٌ: «إِنْ جَامَعَ نَاسِيًا فَلاَ شَيْءَ عَلَيْهِ»

“Dan ‘Athaa’ berkata: Jika orang yang berpuasa menghirup air dari hidungnya (ketika wudhu) kemudian air masuk ke tenggorokannya maka puasanya tidak mengapa (tetap sah) jika ia tidak mampu mencegahnya. Dan Al-Hasan berkata: Jika lalat masuk ke tenggorokannya maka tiada ada sesuatu baginya (puasanya tetap sah). Dan Al-Hasan dan Mujahid berkata: Jika orang yang berpuasa menggauli istrinya dalam keadaan lupa maka tidak ada sesuatu baginya”.

Contoh (10): Pada kitab Ash-Shaum; Bab (27) Siwak basah dan kering bagi orang yang berpuasa

Imam Bukhari rahimahullah berkata:

وَقَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِيِّ : «لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي لَأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ وُضُوءٍ»، ... وَقَالَتْ عَائِشَةُ: عَنِ النَّبِيِّ : «السِّوَاكُ مَطْهَرَةٌ لِلْفَمِ مَرْضَاةٌ لِلرَّبِّ» وَقَالَ عَطَاءٌ، وَقَتَادَةُ: «يَبْتَلِعُ رِيقَهُ»

“Dan Abu Hurairah berkata; Dari Nabi bersabda: "Seandainya bukan karena aku akan menyulitkan bagi umatku maka akan aku perintahkan mereka bersiwak setiap berwudhu", … . Dan Aisyah berkata; Dari Nabi : “Siwak adalah pembersih mulut dan pencapai ridha Rabb”. Dan ‘Athaa’ dan Qatadah berkata: “Ia boleh menelan ludahnya ketika bersiwak”.

Contoh (11): Pada kitab Ash-Shaum; Bab (28) Sabda Nabi “Jika seseorang dari kalian berwudhu makahendaklah ia menghirup air dengan hidungnya”

Imam Bukhari rahimahullah berkata:

بَابُ قَوْلِ النَّبِيِّ «إِذَا تَوَضَّأَ، فَلْيَسْتَنْشِقْ بِمَنْخِرِهِ المَاءَ» وَلَمْ يُمَيِّزْ بَيْنَ الصَّائِمِ وَغَيْرِهِ، وَقَالَ الحَسَنُ: " لاَ بَأْسَ بِالسَّعُوطِ لِلصَّائِمِ، إِنْ لَمْ يَصِلْ إِلَى حَلْقِهِ، وَيَكْتَحِلُ ". وَقَالَ عَطَاءٌ: " إِنْ تَمَضْمَضَ، ثُمَّ أَفْرَغَ مَا فِي فِيهِ مِنَ المَاءِ لاَ يَضِيرُهُ إِنْ لَمْ يَزْدَرِدْ رِيقَهُ وَمَاذَا بَقِيَ فِي فِيهِ، وَلاَ يَمْضَغُ العِلْكَ، فَإِنِ ازْدَرَدَ رِيقَ العِلْكِ لاَ أَقُولُ إِنَّهُ يُفْطِرُ، وَلَكِنْ يُنْهَى عَنْهُ، فَإِنِ اسْتَنْثَرَ، فَدَخَلَ المَاءُ حَلْقَهُ لاَ بَأْسَ، لَمْ يَمْلِكْ "

Bab Sabda Nabi “Jika seseorang dari kalian berwudhu maka hendaklah ia menghirup air dengan hidungnya”, dan beliau tidak membedakan antara orang yang berpuasa dengan selainnya. Dan Al-Hasan berkata: “Tidak mengapa memakai su’uth (obat yang dipakai melalui hidung) jika tidak sampai ke tenggorokannya, dan tidak mengapa juga memakai celak”. Dan ‘Athaa’ berkata: Jika ia berkumur-kumur kemudian memuntahkan semua air yang ada dalam mulutnya maka tidak mengapa ia menelan ludahnya dan apa lagi yang tersisa di dalamnya? Dan jangan ia mengunyah sesuatu, jika ia menelan ludah yang ia kunyah maka aku tidak mengatakan puasanya batal akan tetapi hal itu dilarang. Jika ia beristinsyaq dan air masuk ke tenggorokannya maka tidak mengapa jika ia tidak mampu menahannya”.

Contoh (12): Pada kitab Ash-Shaum; Bab (29) Jika bersetubuh di (siang hari) bulan Ramadhan

Imam Bukhari rahimahullah berkata:

وَقَالَ سَعِيدُ بْنُ المُسَيِّبِ، وَالشَّعْبِيُّ، وَابْنُ جُبَيْرٍ، وَإِبْرَاهِيمُ، وَقَتَادَةُ، وَحَمَّادٌ: «يَقْضِي يَوْمًا مَكَانَهُ»

Dan Sa’id bin Al-Musayyab, Asy-Sya’biy, Ibnu Jubair, Ibrahim, Qatadah, dan Hammad, mereka berkata: Ia wajib mengqadha’ (berpuasa) sehari sebagai penggantinya”.

Contoh (13): Pada kitab Ash-Shaum; Bab (32) Bekam dan muntah bagi orang yang berpuasa

Imam Bukhari rahimahullah berkata:

وَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ، وَعِكْرِمَةُ: «الصَّوْمُ مِمَّا دَخَلَ وَلَيْسَ مِمَّا خَرَجَ» وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا يَحْتَجِمُ وَهُوَ صَائِمٌ، ثُمَّ تَرَكَهُ، فَكَانَ يَحْتَجِمُ بِاللَّيْلِ. وَاحْتَجَمَ أَبُو مُوسَى لَيْلًا. ... وَقَالَ بُكَيْرٌ، عَنْ أُمِّ عَلْقَمَةَ: كُنَّا نَحْتَجِمُ عِنْدَ عَائِشَةَ «فَلاَ تَنْهَى»

Dan Ibnu ‘Abbas dan ‘Ikrimah berkata: “Puasa menahan sesuatu yang masuk (perut) bukan dari yang keluar”. Dan Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma pernah berbekam saat ia puasa kemudian ia meninggalkannya, maka ia berbekam di malam hari. Dan Abu Musa juga berbekam di malam hari. … Dan Bukair berkata, dari Ummi ‘Alqamah: Dulu kami berbekam (saat puasa) di sisi Aisyah, dan ia tidak melarang.

Contoh (14): Pada kitab Ash-Shaum; Bab (38) {Dan wajib bagi orang-orang yang bisa menjalankan puasa (namun mereka tidak berpuasa) membayar fidyah}

Imam Bukhari rahimahullah berkata:

وَقَالَ ابْنُ نُمَيْرٍ، حَدَّثَنَا الأَعْمَشُ، حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ مُرَّةَ، حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي لَيْلَى، حَدَّثَنَا أَصْحَابُ مُحَمَّدٍ : نَزَلَ رَمَضَانُ فَشَقَّ عَلَيْهِمْ، فَكَانَ مَنْ أَطْعَمَ كُلَّ يَوْمٍ مِسْكِينًا تَرَكَ الصَّوْمَ مِمَّنْ يُطِيقُهُ، وَرُخِّصَ لَهُمْ فِي ذَلِكَ، فَنَسَخَتْهَا: {وَأَنْ تَصُومُوا خَيْرٌ لَكُمْ} [البقرة: 184] فَأُمِرُوا بِالصَّوْمِ

Dan Ibnu Numair berkata: Al-A’masy menceritakan kepada kami, ia berkata: ‘Amru bin Murrah menceritakan kapada kami, ia berkata: Ibnu Abi Laila menceritakan kepada kami, ia berkata: Beberapa sahabat Muhammad menceritakan kepada kami; “Bahwa ketika puasa Ramadhan disyari’atkan, itu memberatkan sebagian mereka, maka siapa yang memberi makan setiap hari seorang miskin, ia boleh tidak berpuasa sekalipun mampu, dan diberikan keringanan untuk mereka. Kemudian hukum ini dinasakh oleh firman Allah: {Dan berpuasa lebih baik bagimu} [Al-Baqarah: 184], kemudian mereka diperintahkan berpuasa”.

Contoh (15): Pada kitab Ash-Shaum; Bab (39) Kapan qadha’ Ramadhan ditunaikan?

Imam Bukhari rahimahullah berkata:

وَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ: " لاَ بَأْسَ أَنْ يُفَرَّقَ لِقَوْلِ اللَّهِ تَعَالَى: {فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ} [البقرة: 184] "، وَقَالَ سَعِيدُ بْنُ المُسَيِّبِ فِي صَوْمِ العَشْرِ: «لاَ يَصْلُحُ حَتَّى يَبْدَأَ بِرَمَضَانَ»، وَقَالَ إِبْرَاهِيمُ: " إِذَا فَرَّطَ حَتَّى جَاءَ رَمَضَانُ آخَرُ يَصُومُهُمَا "، وَلَمْ يَرَ عَلَيْهِ طَعَامًا.

“Dan Ibnu ‘Abbas berkata: “Tidak mengapa ia mengqadhanya secara terpisah karena firman Allah ta’aalaa {maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain} [Al-Baqarah: 184]”. Dan Sa’in bin Al-Musayyib berkata tentang puasa sepuluh awal Dzul Hijjah: “Tidak pantas sampai ia memulai dengan qadha puasa Ramadhan”. Dan Ibrahim berkata: “Jika ia melalaikan sampai tiba Ramadhan berikutnya maka ia wajib menunaikan puasa keduanya”, dan ia tidak melihat wajibnya memberi makan.

Contoh (16): Pada kitab Ash-Shaum; Bab (40) Wanita haid meninggalkan puasa dan shalat

Imam Bukhari rahimahullah berkata:

وَقَالَ أَبُو الزِّنَادِ: " إِنَّ السُّنَنَ وَوُجُوهَ الحَقِّ لَتَأْتِي كَثِيرًا عَلَى خِلاَفِ الرَّأْيِ، فَمَا يَجِدُ المُسْلِمُونَ بُدًّا مِنَ اتِّبَاعِهَا، مِنْ ذَلِكَ أَنَّ الحَائِضَ تَقْضِي الصِّيَامَ وَلاَ تَقْضِي الصَّلاَةَ "

“Dan Abu Az-Zinad berkata: Sesungguhnya sunnah-sunnah dan pandangan yang benar (syari’at) banyak yang datang tidak sesuai dengan akal, dan umat Islam tidak mendapatkan alasan untuk tidak mengikutinya, diantara yang demikian itu bahwasanya seorang wanita yang haid diwajibkan mengqadha’ puasanya dan tidak mengqadha’ shalatnya”.

Contoh (17): Pada kitab Ash-Shaum; Bab (41) Orang yang wafat dan meninggalkan hutang puasa

Imam Bukhari rahimahullah berkata:

وَقَالَ الحَسَنُ: " إِنْ صَامَ عَنْهُ ثَلاَثُونَ رَجُلًا يَوْمًا وَاحِدًا جَازَ " .

Dan Al-Hasan berkata: “Jika tiga puluh orang berpuasa untuknya dalam satu hari maka itu boleh”.

Contoh (18): Pada kitab Ash-Shaum; Bab (42) “Bab: Kapan orang yang berpuasa boleh berbuka?”

Imam Bukhari rahimahullah berkata:

وَأَفْطَرَ أَبُو سَعِيدٍ الخُدْرِيُّ حِينَ غَابَ قُرْصُ الشَّمْسِ

“Dan Abu Sa’id Al-Khudriy berbuka ketika lingkaran matahari telah hilang”.

Contoh (19): Pada kitab Ash-Shaum; Bab (46) Puasa anak kecil

Imam Bukhari berkata:

وَقَالَ عُمَرُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ لِنَشْوَانٍ فِي رَمَضَانَ: «وَيْلَكَ، وَصِبْيَانُنَا صِيَامٌ، فَضَرَبَهُ»

“Dan Umar radhiyallahu ‘anhu berkata kepada orang yang mabuk di siang hari bulan Ramadhan: “Celakalah engkau (karena tidak berpuasa), sedangkan anak kecil kami saja berpuasa”, kemudian Umar mencambuknya”.

Contoh (20): Pada kitab Ash-Shaum; Bab (61) Puasa di akhir bulan

Imam Bukhari rahimahullah berkata:

وَقَالَ ثَابِتٌ: عَنْ مُطَرِّفٍ، عَنْ عِمْرَانَ، عَنِ النَّبِيِّ : «مِنْ سَرَرِ شَعْبَانَ»

Dan Tsabit berkata: Dari Mutharrif, dari 'Imran, dari Nabi : "Pada hari-hari akhir bulan Sya'ban".

Contoh (21): Pada kitab Ash-Shaum; Bab (62) Puasa pada hari Jum’at

Imam Bukhari rahimahullah berkata:

زَادَ غَيْرُ أَبِي عَاصِمٍ، يَعْنِي: " أَنْ يَنْفَرِدَ بِصَوْمٍ "

Selain 'Abu 'Ashim, para perawi menambahkan: "Yakni apabila mengkhususkan hari Jum'at untuk berpuasa".

وَقَالَ حَمَّادُ بْنُ الجَعْدِ: سَمِعَ قَتَادَةَ: حَدَّثَنِي أَبُو أَيُّوبَ، أَنَّ جُوَيْرِيَةَ، حَدَّثَتْهُ: " فَأَمَرَهَا فَأَفْطَرَتْ "

Dan berkata Hammad bin Al Ja'di, dia mendengar Qatadah, ia berkata: Telah menceritakan kepada saya Abu Ayyub, bahwa Juwairiyah menceritakan kepadanya: Bahwa Nabi memerintahkannya agar dia membatalkan puasanya, maka ia membatalkannya.

Contoh (22): Pada kitab Ash-Shaum; Bab (67) Puasa hari Tasyriq

Imam Bukhari rahimahullah berkata:

وَعَنْ ابْنِ شِهَابٍ، عَنْ عُرْوَةَ، عَنْ عَائِشَةَ مِثْلَهُ. تَابَعَهُ إِبْرَاهِيمُ بْنُ سَعْدٍ، عَنْ ابْنِ شِهَابٍ.

Dan dari Ibnu Syihab, dari 'Urwah, dari 'Aisyah seperti hadits ini juga, dan dikuatkan oleh Ibrahim bin Sa'ad, dari Ibnu Syihab.

Contoh (23): Pada kitab Ilmu bab 7; Metode “munawalah” dan surat ahli ilmu

Imam Bukhari -rahimahullah- berkata:

وَرَأَى عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ، وَيَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ، وَمَالِكُ بْنُ أَنَسٍ ذَلِكَ جَائِزًا. وَاحْتَجَّ بَعْضُ أَهْلِ الحِجَازِ فِي المُنَاوَلَةِ بِحَدِيثِ النَّبِيِّ حَيْثُ كَتَبَ لِأَمِيرِ السَّرِيَّةِ كِتَابًا وَقَالَ: «لاَ تَقْرَأْهُ حَتَّى تَبْلُغَ مَكَانَ كَذَا وَكَذَا». فَلَمَّا بَلَغَ ذَلِكَ المَكَانَ قَرَأَهُ عَلَى النَّاسِ، وَأَخْبَرَهُمْ بِأَمْرِ النَّبِيِّ ﷺ.

“Dan Abdullah bin ‘Umar, Yahya bin Sa’id, dan Malik bin Anas berpendapat bahwa hal itu boleh. Dan Sebagian ulama penduduk Hijaz berdalil akan kebolehan metode munawalah dengan hadits Nabi ketika menulis surat kepada pemimpin prajurit perang dan bersabda: “Jangan engkau mambacanya sampai engakau tiba di tempat ini dan itu”. Maka ketika ia sampai ke tempat itu, ia membacakannya kepada manusia, dan memberitakan kepada mereka tentang perintah Nabi .

Contoh (24): Pada kitab Ilmu bab 10; Berilmu sebelum berucap dan beramal

Imam Bukhari -rahimahullah- berkata:

وَقَالَ النَّبِيُّ : «وَإِنَّمَا العِلْمُ بِالتَّعَلُّمِ» وَقَالَ أَبُو ذَرٍّ: «لَوْ وَضَعْتُمُ الصَّمْصَامَةَ عَلَى هَذِهِ - وَأَشَارَ إِلَى قَفَاهُ - ثُمَّ ظَنَنْتُ أَنِّي أُنْفِذُ كَلِمَةً سَمِعْتُهَا مِنَ النَّبِيِّ قَبْلَ أَنْ تُجِيزُوا عَلَيَّ لَأَنْفَذْتُهَا» وَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ: {كُونُوا رَبَّانِيِّينَ} [آل عمران: 79] " حُلَمَاءَ فُقَهَاءَ، وَيُقَالُ: الرَّبَّانِيُّ الَّذِي يُرَبِّي النَّاسَ بِصِغَارِ العِلْمِ قَبْلَ كِبَارِهِ "

Dan Nabi bersabda: “Dan Sesungguhnya ilmu itu diperoleh dengan belajar". Dan Abu Dzar berkata: Seandainya kamu semua meletakkan pedang tajam di sini -seraya ia tunjukkan tengkuk lehernya- dan aku yakin bahwa aku melaksanakan kalimat yang aku dengar langsung dari Rasulullah , sekalipun kalian belum membolehkanku, sungguh tetap akan kulaksanakan." Dan Ibnu ‘Abbas berkata -ketika menafsirkan firman Allah-: {Hendaklah kamu menjadi orang-orang Rabbani} orang-orang yang bijaksana dan berilmu. Dan dikatakan: Ar-Rabbaniy orang yang mendidik manusia dengan ilmu yang ringan sebelum ilmu yang berat”.

Contoh (25): Pada kitab Ilmu bab 15; Iri dalam ilmu dan hikmah

Imam Bukhari -rahimahullah- berkata:

وَقَالَ عُمَرُ: «تَفَقَّهُوا قَبْلَ أَنْ تُسَوَّدُوا»

Dan Umar berkata: “Hendaklah kalian belajar sebelum kalian dijadikan pemimpin".

Contoh (26): Pada kitab Ilmu bab 19; Pergi menuntut ilmu

Imam Bukhari -rahimahullah- berkata:

" وَرَحَلَ جَابِرُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ مَسِيرَةَ شَهْرٍ، إِلَى عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أُنَيْسٍ، فِي حَدِيثٍ وَاحِدٍ "

“Dan Jabir bin Abdillah pergi selama sebulan perjalanan menemui Abdillah bin Unais untuk satu hadits”.

Contoh (27): Pada kitab Ilmu bab 21; Diangkatnya ilmu dan nampaknya kebodohan

Imam Bukhari -rahimahullah- berkata:

وقَالَ رَبِيعَةُ: «لاَ يَنْبَغِي لِأَحَدٍ عِنْدَهُ شَيْءٌ مِنَ العِلْمِ أَنْ يُضَيِّعَ نَفْسَهُ»

Dan Rabi’ah berkata: “Tidak pantas bagi seseorang yang memiliki sedikit ilmu untuk mengabaikan dirinya”.

Contoh (28): Pada kitab Ilmu bab 50; Malu dalam ilmu

Imam Bukhari -rahimahullah- berkata:

وَقَالَ مُجَاهِدٌ: «لاَ يَتَعَلَّمُ العِلْمَ مُسْتَحْيٍ وَلاَ مُسْتَكْبِرٌ»

“Dan Mujahid berkata: Tidak akan menuntut ilmu orang yang pemalu dan tidak juga orang yang sombong”.

Ø Imam Bukhari -rahimahullah- berkata:

وَقَالَتْ عَائِشَةُ: «نِعْمَ النِّسَاءُ نِسَاءُ الأَنْصَارِ لَمْ يَمْنَعْهُنَّ الحَيَاءُ أَنْ يَتَفَقَّهْنَ فِي الدِّينِ»

Dan Aisyah berkata: "Sebaik-baik wanita adalah wanita kaum Al-Anshar, rasa malu tidak mencegah mereka untuk memahami urusan agama".

Contoh (29): Pada kitab Iman bab 01; “Islam dibangun atas lima (rukun)”

Imam Bukhari -rahimahullah- berkata:

وَكَتَبَ عُمَرُ بْنُ عَبْدِ العَزِيزِ إِلَى عَدِيِّ بْنِ عَدِيٍّ: «إِنَّ لِلْإِيمَانِ فَرَائِضَ، وَشَرَائِعَ، وَحُدُودًا، وَسُنَنًا، فَمَنِ اسْتَكْمَلَهَا اسْتَكْمَلَ الإِيمَانَ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَكْمِلْهَا لَمْ يَسْتَكْمِلِ الإِيمَانَ، فَإِنْ أَعِشْ فَسَأُبَيِّنُهَا لَكُمْ حَتَّى تَعْمَلُوا بِهَا، وَإِنْ أَمُتْ فَمَا أَنَا عَلَى صُحْبَتِكُمْ بِحَرِيصٍ»، وَقَالَ مُعَاذُ بْنُ جَبَلٍ: «اجْلِسْ بِنَا نُؤْمِنْ سَاعَةً»، وَقَالَ ابْنُ مَسْعُودٍ: «اليَقِينُ الإِيمَانُ كُلُّهُ»، وَقَالَ ابْنُ عُمَرَ: «لاَ يَبْلُغُ العَبْدُ حَقِيقَةَ التَّقْوَى حَتَّى يَدَعَ مَا حَاكَ فِي الصَّدْرِ»، وَقَالَ مُجَاهِدٌ: «{شَرَعَ لَكُمْ مِنَ الدِّينِ} أَوْصَيْنَاكَ يَا مُحَمَّدُ وَإِيَّاهُ دِينًا وَاحِدًا»، وَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ: «{شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا} سَبِيلًا وَسُنَّةً».

“Dan ‘Umar bin Abdil ‘Aziz menulis surat kepada ‘Adiy bin ‘Adiy: “Sesungguhnya imam itu memiliki amalan wajib, aqidah, larangan, dan anjuran. Siapa yang menyempurnakannya maka imannya sempurna, dan siapa yang tidak menyempurnakannya maka imannya tidak sempurna. Jika saya masih hidup maka akan aku jelaskan kepada kalian agar kalian mengamalkannya, dan jika aku telah wafat maka saya tidak mengharapkan kebersamaan dengan kalian”. Dan Mu’adz bin Jabal berkata: “Duduklah bersama kami, kita beriman sesaat”. Dan Ibnu Mas’ud berkata: “Keyakinan itu adalah keimanan seluruhnya”. Dan Ibnu Umar berkata: “Seorang hamba tidak mencapai hakikat taqwa sampai ia meninggalkan apa yang mengusik di dadanya”. Dan Mujahid berkata: “{Dia telah mensyari'atkan bagi kamu tentang agama}, Kami mewasiatkannya kepadamu wahai Muhammad dan kepadanya berupa agama yang satu”. Dan Ibnu ‘Abbas berkata: “{Aturan dan jalan yang terang}, jalan dan sunnah”.

Contoh (30): Pada kitab Iman bab 20; Menyebarkan salam bagian dari Islam

Imam Bukhari -rahimahullah- berkata:

وقَالَ عَمَّارٌ: "ثَلاَثٌ مَنْ جَمَعَهُنَّ فَقَدْ جَمَعَ الإِيمَانَ: الإِنْصَافُ مِنْ نَفْسِكَ، وَبَذْلُ السَّلاَمِ لِلْعَالَمِ، وَالإِنْفَاقُ مِنَ الإِقْتَارِ"

“Dan ‘Ammar berkata: Tiga perkara, siapa yang memilikinya maka ia telah mengumpulkan keimanan: Sifat adil dari dirimu, menyebarkan salam kepada alam, dan berinfak dalam kemiskinan”.

Contoh (31): Pada kitab Iman bab 30; Agama itu mudah

Imam Bukhari -rahimahullah- berkata:

وَقَوْلُ النَّبِيِّ : «أَحَبُّ الدِّينِ إِلَى اللَّهِ الحَنِيفِيَّةُ السَّمْحَةُ»

“Dan sabda Nabi : Agama yang paling dicintai oleh Allah adalah agama yang lurus lagi toleran/mudah”

Contoh (32): Pada kitab Iman bab 32; Baiknya Islam seseorang

Imam Bukhari -rahimahullah- berkata:

قَالَ مَالِكٌ: أَخْبَرَنِي زَيْدُ بْنُ أَسْلَمَ، أَنَّ عَطَاءَ بْنَ يَسَارٍ، أَخْبَرَهُ أَنَّ أَبَا سَعِيدٍ الخُدْرِيَّ أَخْبَرَهُ أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ يَقُولُ: " إِذَا أَسْلَمَ العَبْدُ فَحَسُنَ إِسْلاَمُهُ، يُكَفِّرُ اللَّهُ عَنْهُ كُلَّ سَيِّئَةٍ كَانَ زَلَفَهَا، وَكَانَ بَعْدَ ذَلِكَ القِصَاصُ: الحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِ مِائَةِ ضِعْفٍ، وَالسَّيِّئَةُ بِمِثْلِهَا إِلَّا أَنْ يَتَجَاوَزَ اللَّهُ عَنْهَا "

Berkata Malik: Telah mengabarkan kepadaku, Zayd bin Aslam; Bahwasanya ‘Atha’ bin Yasar mengabarkan kepadanya; Bahwasanya Abu Sa’id Al-Khudriy mengabarkan kepadanya; Bahwasanya ia mendengar Rasulullah bersabda: “Jika seorang hamba memeluk Islam kemudian ia memperbaiki keislamannya, maka Allah menghapus darinya seluru kesalahan yang telah ia lakukan kemudian setelah itu (setiap) kebaikan dibalas dengan sepuluh hingga tujuhratus kali lipat, sedangkan keburukan akan dibalas dengan semisalnya kecuali jika Allah 'Azza wa Jalla memaafkannya."

Contoh (33): Pada kitab Iman bab 37; Kekhawatiran seorang mukmin bila amalnya terhapus

Imam Bukhari -rahimahullah- berkata:

وَقَالَ إِبْرَاهِيمُ التَّيْمِيُّ: «مَا عَرَضْتُ قَوْلِي عَلَى عَمَلِي إِلَّا خَشِيتُ أَنْ أَكُونَ مُكَذِّبًا»

“Dan Ibrahim At-Taimiy berkata: “Aku tidak mencocokkan ucapanku dengan amalanku kecuali aku khawatir amalanku akan mendustakan (ucapanku)”

وَقَالَ ابْنُ أَبِي مُلَيْكَةَ: " أَدْرَكْتُ ثَلاَثِينَ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ ، كُلُّهُمْ يَخَافُ النِّفَاقَ عَلَى نَفْسِهِ، مَا مِنْهُمْ أَحَدٌ يَقُولُ: إِنَّهُ عَلَى إِيمَانِ جِبْرِيلَ وَمِيكَائِيلَ "

Dan Ibnu Abi Mulaikah berkata: “Aku mendapati tigapuluh dari sahabat Nabi semuanya takut dari kemunafikan terhadap dirinya, tidak ada satupun dari mereka yang mengatakan bahwasanya ia memiliki iman seperti imannya Jibril dan Mikail”.

Contoh (34): Pada kitab Ar-Riqaq, bab 04; “Bab: Panjang angan-angan”

Imam Bukhari rahimahullah berkata:

وَقَالَ عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ: «ارْتَحَلَتِ الدُّنْيَا مُدْبِرَةً، وَارْتَحَلَتِ الآخِرَةُ مُقْبِلَةً، وَلِكُلِّ وَاحِدَةٍ مِنْهُمَا بَنُونَ، فَكُونُوا مِنْ أَبْنَاءِ الآخِرَةِ، وَلاَ تَكُونُوا مِنْ أَبْنَاءِ الدُّنْيَا، فَإِنَّ اليَوْمَ عَمَلٌ وَلاَ حِسَابَ، وَغَدًا حِسَابٌ وَلاَ عَمَلٌ»

Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu berkata: “Dunia pergi menjauh dan akhirat datang mendekat, dan masing-masing keduanya punya pengikut, maka jadilah pengikut akhirat dan janganlah menjadi pengikut dunia, karena hari ini adalah waktu beramal dan tidak ada perhitungan, sedangkan besok (di akhirat) adalah perhitungan dan tidak ada lagi waktu beramal".

Contoh (35): Pada kitab Ar-Riqaq, bab 08; Firman Allah ta’aalaa {Wahai manusia! Sungguh, janji Allah itu benar}

Imam Bukhari rahimahullah berkata:

قَالَ مُجَاهِدٌ: " الغَرُورُ: الشَّيْطَانُ "

Muhahid berkata: “Al-Garur” adalah syaithan”.

Contoh (36): Pada kitab Ar-Riqaq, bab 11; “Harta ini adalah hijau manis”

Imam Bukhari rahimahullah berkata:

قَالَ عُمَرُ: «اللَّهُمَّ إِنَّا لاَ نَسْتَطِيعُ إِلَّا أَنْ نَفْرَحَ بِمَا زَيَّنْتَهُ لَنَا، اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ أَنْ أُنْفِقَهُ فِي حَقِّهِ»

Umar berkata: “Ya Allah, kami tidak mampu kecuali bergembira dengan apa yang telah engkau jadikan indah pada kami (harta), Ya Allah .. sungguh aku meminta kepadaMu agar aku menafkahkannya pada yang hak”.

Contoh (37): Pada kitab Ar-Riqaq, bab 15; “Kaya adalah kaya jiwa”

Imam Bukhari rahimahullah berkata:

قَالَ ابْنُ عُيَيْنَةَ: «لَمْ يَعْمَلُوهَا، لاَ بُدَّ مِنْ أَنْ يَعْمَلُوهَا»

Ibnu ‘Uyainah berkata: “Mereka tidak mengerjakannya, namun mesti mereka akan mengerjakannya”.

Contoh (38): Pada kitab Ar-Riqaq, bab 18; Beramal sewajarnya dan rutin

Imam Bukhari rahimahullah berkata:

قَالَ مُجَاهِدٌ: {قَوْلًا سَدِيدًا} [النساء: 9]: " سَدَادًا "، صِدْقًا

Mujahid mengatakan mengenai firman Allah {Qaulan sadida} yaitu berkataan yang benar."

Contoh (39): Pada kitab Ar-Riqaq, bab 19; Optimis disertai kekhawatiran

Imam Bukhari rahimahullah berkata:

وَقَالَ سُفْيَانُ: " مَا فِي القُرْآنِ آيَةٌ أَشَدُّ عَلَيَّ مِنْ: {لَسْتُمْ عَلَى شَيْءٍ حَتَّى تُقِيمُوا التَّوْرَاةَ وَالإِنْجِيلَ، وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْكُمْ مِنْ رَبِّكُمْ} [المائدة: 68] "

Dan Sufyan berkata: “Tidak ada ayat dalam Al-Qur’an yang lebih berat bagiku dari {Kamu tidak dipandang beragama sedikit pun hingga kamu menegakkan ajaran-ajaran Taurat, Injil dan (Al-Qur'an) yang diturunkan Tuhanmu kepadamu} [Al-Ma'idah: 68]

Contoh (40): Pada kitab Ar-Riqaq, bab 20; Sabar menjauhi hal-hal yang Allah haramkan

Imam Bukhari rahimahullah berkata:

وَقَالَ عُمَرُ: «وَجَدْنَا خَيْرَ عَيْشِنَا بِالصَّبْرِ»

Dan Umar berkata: “Kami mendapati bahwa sebaik-baik kehidupan kami adalah dengan bersabar”.

Contoh (41): Pada kitab Ar-Riqaq, bab 21; {Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah}

Imam Bukhari rahimahullah berkata:

قَالَ الرَّبِيعُ بْنُ خُثَيْمٍ: «مِنْ كُلِّ مَا ضَاقَ عَلَى النَّاسِ»

Ar-Rabii’ bin Khutsaim berkata: “Jalan keluar dari segala yang menghimpit bagi manusia”.

Contoh (42): Pada kitab Ar-Riqaq, bab 43; Tiupan sangkakala

Imam Bukhari rahimahullah berkata:

قَالَ مُجَاهِدٌ: «الصُّورُ كَهَيْئَةِ البُوقِ»، {زَجْرَةٌ} [الصافات: 19]: «صَيْحَةٌ»، وَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ: {النَّاقُورِ} [المدثر: 8]: «الصُّورِ»، {الرَّاجِفَةُ} [النازعات: 6]: «النَّفْخَةُ الأُولَى»، وَ{الرَّادِفَةُ} [النازعات: 7]: «النَّفْخَةُ الثَّانِيَةُ»

Mujahid berkata: “Ash-Shur seperti bentuk terompet dari tanduk”. {Zajrah} [Ash-Shaffat 19] adalah teriakan. Dan Ibnu ‘Abbas berkata: {An-Naqur} [Al-Muddatsir: 6] adalah terompet sangkakala. {Ar-Rajifah} [An-Nazi’at: 6] adalah tiupan pertama. Dan {Ar-Radifah} [Al-Muddatsir: 7] adalah tiupan yang kedua.

Contoh (43): Pada kitab Ar-Riqaq, bab 47; Firman Allah ta’aalaa {Tidakkah mereka itu mengira, bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan … }

Imam Bukhari rahimahullah berkata:

وَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ: {وَتَقَطَّعَتْ بِهِمُ الأَسْبَابُ} [البقرة: 166] قَالَ: «الوُصُلاَتُ فِي الدُّنْيَا»

“Dan Ibnu ‘Abbas menafsirkan firman Allah {dan (ketika) segala hubungan antara mereka terputus sama sekali} [Al-Baqarah: 166], ia berkata: “Yaitu hubungan ketika di dunia”.

Contoh (44): Pada kitab Ar-Riqaq, bab 53; Tentang Al-Haudh (telaga)

Imam Bukhari rahimahullah berkata:

وَقَالَ حُصَيْنٌ: عَنْ أَبِي وَائِلٍ، عَنْ حُذَيْفَةَ، عَنِ النَّبِيِّ .

Sedangkan Hushain mengatakan; dari Abu Wa'il dari Hudzaifah dari Nabi .

وَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ: "{سُحْقًا}: بُعْدًا"

Kata Ibnu 'Abbas: {suhqan} maknanya menjauh. Dikatakan {Sahiiq] maknanya ba'iid (jauh). Sahaqahu dan ashaqahu maknanya ab'adahu (menjauhkannya).

b)     Disebutkan dengan lafadz tamridh (tidak tegas), seperti (يُذكَر) (قِيل) (رُوِي) (حُكِيَ).

Hadits mu’allaq seperti ini, biasanya lemah. Namun terkadang ada yang shahih, dan ada yang hasan.

Contoh (1): Pada kitab Ash-Shaum; Bab (27) Siwak basah dan kering bagi orang yang berpuasa

Imam Bukhari rahimahullah berkata:

وَيُذْكَرُ عَنْ عَامِرِ بْنِ رَبِيعَةَ، قَالَ: «رَأَيْتُ النَّبِيَّ يَسْتَاكُ وَهُوَ صَائِمٌ مَا لاَ أُحْصِي أَوْ أَعُدُّ»، ... وَيُرْوَى نَحْوُهُ عَنْ جَابِرٍ، وَزَيْدِ بْنِ خَالِدٍ عَنِ النَّبِيِّ وَلَمْ يَخُصَّ الصَّائِمَ مِنْ غَيْرِهِ.

“Dan disebutkan dari ‘Amir bin Rabi’ah, ia berkata: “Aku melihat Nabi bersiwak dan beliau dalam keadaan berpuasa, aku tidak bisa menghitung berapa kali aku melihatnya”. dan diriwayatkan hadits seperti ini dari Jabir dan Zayd bin Khalid, dari Nabi , dan beliau tidak mengkhususkan orang yang berpuasa dari selainnya.

Hadits ‘Amir bin Rabi’ah radhiyallahu ‘anhu diriwayatkan oleh Abu Daud -rahimahullah- dalam Sunan-Nya (2/307) no.2364, dan At-Tirmidziy -rahimahullah- dalam Al-Jami’ (3/95) no.725:

عَنْ عَاصِمِ بْنِ عُبَيْدِ اللَّهِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَامِرِ بْنِ رَبِيعَةَ، عَنْ أَبِيهِ، قَالَ: «رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ يَسْتَاكُ وَهُوَ صَائِمٌ، مَا لَا أَعُدُّ، وَلَا أُحْصِي»

Dari 'Ashim bin 'Ubaidullah, dari Abdullah bin 'Amir bin Rabi'ah, dari ayahnya, ia berkata; “Saya melihat Rasulullah memakai siwak sementara beliau sedang berpuasa, yang tidak dapat aku hitung”.

Sanad hadits ini lemah, karena pada sanadnya ada rawy yang bernama 'Ashim bin Ubaidillah bin 'Ashim; periwayatan haditsnya dilemahkan oleh Imam Malik, Yahya bin Ma'in, An-Nasa'iy, Ibnu Hajar dan yang lainnya.

Hadits Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma diriwayatkan oleh Abu Nu’aim -rahimahullah- dalam kitabnya “As-Siwak”, sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Hajar -rahimahullah- dalam “Fathul Bari” 4/186:

من طريق عبد الله بن محمد بن عقيل، عن جابر بلفظ: " مع كل صلاة سواك ".

Dari jalur Abdullah bin Muhammad bin ‘Aqil, dari Jabir, dengan lafadz: “Setiap akan shalat hendaknya bersiwak”.

Ibnu Hajar berkata: Abdullah bin Muhammad bin ‘Aqil diperselisihkan kekuatan riwayatnya.

Hadits Zayd bin Khalid Al-Juhaniy radhiyallahu ‘anhu diriwayatkan oleh Abu Daud dalam Sunan-Nya (1/12) no.47, dan At-Tirmidziy dalam Al-Jami’ (1/35) no.23:

عَنْ زَيْدِ بْنِ خَالِدٍ الْجُهَنِيِّ، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ يَقُولُ: «لَوْلَا أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي، لَأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ صَلَاةٍ»

Dari Zaid bin Khalid Al-Juhaniy dia berkata; Saya mendengar Rasulullah bersabda: "Kalau saja aku tidak memberatkan umatku, niscaya aku benar-benar perintahkan kepada mereka untuk bersiwak di setiap kali shalat."

At-Tirmidziy rahimahullah berkata: Hadits ini hasan shahih.

Contoh (2): Pada kitab Ash-Shaum; Bab (29) Jika bersetubuh di (siang hari) bulan Ramadhan

Imam Bukhari rahimahullah berkata:

وَيُذْكَرُ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَفَعَهُ: «مَنْ أَفْطَرَ يَوْمًا مِنْ رَمَضَانَ مِنْ غَيْرِ عُذْرٍ وَلاَ مَرَضٍ، لَمْ يَقْضِهِ صِيَامُ الدَّهْرِ وَإِنْ صَامَهُ»

Dan disebutkan dari Abu Hurairah secara marfuu’ (dari Nabi ): “Siapa yang tidak berpuasa sehari di bulan Ramadhan tanpa ada halangan dan sakit, maka puasanya tidak bisa digantikan dengan puasa setahun penuh sakalipun ia melakukannya”.

Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Daud rahimahullah dalam “As-Sunan” 2/314 no.2396, At-Tirmidziy rahimahullah dalam “Al-Jami’” 3/92 no.723, dan Ibnu Majah rahimahullah dalam Sunan-nya 1/535:

عَنْ أَبي المُطَوِّسِ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ : «مَنْ أَفْطَرَ يَوْمًا مِنْ رَمَضَانَ مِنْ غَيْرِ رُخْصَةٍ وَلَا مَرَضٍ، لَمْ يَقْضِ عَنْهُ صَوْمُ الدَّهْرِ كُلِّهِ وَإِنْ صَامَهُ»

Dari Abu Al-Muthawwis dari ayahnya dari Abu Hurairah dia berkata, Rasulullah bersabda: "Barangsiapa yang tidak berpuasa walau satu hari pada bulan Ramadhan bukan karena sakit atau ada rukhshah (keringanan), maka puasanya tidak dapat diqadha' meskipun dia berpuasa setahun penuh".

Hadits ini lemah karena  Abu Al-Muthawwis, Yazid bin Al-Muthawwis, periwayatan haditsnya agak lemah (layyinul hadits). Sedangkan bapaknya yang bernama Al-Muthawwis tidak diketahui (majhul), tidak ada yang meriwayatkan hadits darinya kecuali anaknya.

Contoh (3): Pada kitab Ash-Shaum; Bab (32) Bekam dan muntah bagi orang yang berpuasa

Imam Bukhari rahimahullah berkata:

وَيُذْكَرُ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ: «أَنَّهُ يُفْطِرُ» ... وَيُذْكَرُ عَنْ سَعْدٍ، وَزَيْدِ بْنِ أَرْقَمَ، وَأُمِّ سَلَمَةَ: احْتَجَمُوا صِيَامًا. ... وَيُرْوَى عَنِ الحَسَنِ، عَنْ غَيْرِ وَاحِدٍ مَرْفُوعًا فَقَالَ: «أَفْطَرَ الحَاجِمُ وَالمَحْجُومُ»

Dan disebutkan dari Abu Hurairah: “Bahwasanya orang yang muntah saat berpuasa maka puasanya batal”. … Dan disebutkan dari Sa’ad, Zayd bin Arqam, dan Ummi Salamah bahwasanya mereka berbekam saat berpuasa. Dan diriwayatkan dari Al-Hasan, dari beberapa orang, secara marfu’ (dari Nabi ) beliau bersabda: “Orang yang membekam dan yang dibekam puasanya batal”.

Atsar Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu; Tidak kami dapatkan riwayat Abu Hurairah secara mauquf, dan Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah berkata: Sepertinya Imam Bukhari memberi isyarat akan hadits marfuu’ dari Abu Hurairah.

Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam kitabnya “At-Tarikh Al-Kabiir” 1/91, ia berkata:

وقال لي مُسَدَّد: حدَّثنا عِيسَى بْنُ يُونُس، عَنْ هِشام، عَنِ ابْن سِيرين، عَنْ أَبي هُرَيرَة، عَنِ النَّبيِّ قَالَ: " مَنِ استَقاءَ فَعَلَيهِ القَضاءُ " .

Dan Musaddad berkata kepadaku: ‘Isa bin Yunus menceritakan kepada kami, dari Hisyam, dari Ibnu Sirin, dari Abi Hurairah, dari Nabi , beliau berkata: “Siapa yang sengaja muntah maka ia wajib mengqadha’”.

Imam Bukhari berkata: “Hadits ini tidak shahih”.

Atsar Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu ‘anhu; Diriwayatkan oleh imam Malik dalam Al-Muwatha’ halaman 298 no.31:

عَنِ ابْنِ شِهَابٍ، أَنَّ سَعْدَ بْنَ أَبِي وَقَّاصٍ وَعَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ «كَانَا يَحْتَجِمَانِ وَهُمَا صَائِمَانِ»

Dari Ibnu Syihab, bahwasanya Sa’ad bin Abi Waqqash dan Abdullah bin ‘Umar, “keduanya berbekam saat berpuasa”.

Sanad ini lemah, Ibnu Syihab masyur melakukan tadlis (menjatuhkan gurunya dari sanad).

Atsar Zayd bin Arqam radhiyallahu ‘anhu; Diriwayatkan oleh Abdurrazaq rahimahullah dalam “Al-Mushannaf” 4/214 no.7543, dan Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannaf-nya 2/308 no.9324:

عَنْ يُونُسَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ الْجرْمِيِّ، عَنْ دِينَارٍ قَالَ: «حَجَمْتُ زَيْدَ بْنَ أَرْقَمَ وَهُوَ صَائِمٌ»

Dari Yunus bin Abdillah Al-Jarmiy, dari Dinar, ia berkata: “Aku membekam Zayd bin Arqam saat ia sedang puasa”.

Al-Maushiliy –rahimahullah- berkata: Atsar ini tidak shahih. [Lisan Al-Mizan 3/428]

Atsar Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha; Diriwayatkan oleh Abdurrazaq dalam “Al-Mushannaf” 4/214 no.7542, dan Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannaf-nya 2/309 no.9335:

عَنِ الثَّوْرِيِّ، عَنْ فُرَاتٍ، عَنْ قَيْسٍ، عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ «أَنَّهَا كَانَتْ تَحْتَجِمُ وَهِيَ صَائِمَةٌ»

“Dari Ats-Tsauriy, dari Furat, dari Qais, dari Ummi Salamah istri Nabi , bahwasanya ia pernah berbekam saat ia sedang puasa”.

Sanad ini lemah karena Qais Abu Qudamah, mantan budak Ummi Salamah; Majhul, tidak ada yang meriwayatkan darinya kecuali Furat. [Ats-Tsiqat karya Ibnu Hibban 5/310]

                Hadits Al-Hasan; Disebutkan oleh imam Bukhari dengan lafadz tamrid karena Al-Hasan ragu apakah ini dari Nabi atau bukan.

Contoh (4): Pada kitab Ash-Shaum; Bab (39) Kapan qadha’ Ramadhan ditunaikan?

Imam Bukhari -rahimahullah- berkata:

وَيُذْكَرُ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ مُرْسَلًا، وَابْنِ عَبَّاسٍ: " أَنَّهُ يُطْعِمُ "

“Dan disebtukan dari Abu Hurairah secara mursal, dan Ibnu ‘Abbas: Ia wajib memberi makan”.

Contoh (5): Pada kitab Ash-Shaum; Bab (41) Orang yang wafat dan meninggalkan hutang puasa

Imam Bukhari rahimahullah berkata:

وَيُذْكَرُ عَنْ أَبِي خَالِدٍ، حَدَّثَنَا الأَعْمَشُ، عَنِ الحَكَمِ، وَمُسْلِمٍ البَطِينِ، وَسَلَمَةَ بْنِ كُهَيْلٍ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ، وَعَطَاءٍ، وَمُجَاهِدٍ، عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ: قَالَتِ امْرَأَةٌ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنَّ أُخْتِي مَاتَتْ،

Dan disebutkan pula dari Abu Khalid, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Al-Hakam, dan Muslim Al-Bathin, dan Salamah bin Kuhail, dari Sa'id bin Jubair, dan 'Atha', dan Mujahid, dari Ibnu 'Abbas radhiyallahu 'anhuma; seorang wanita berkata kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam: "Sesungguhnya saudara perempuanku telah meninggal dunia".

Diriwayatkan secara bersambung oleh imam Muslim dalam “Ash-Shahih” 2/804 no.1148.

Contoh (6): Pada kitab Iman bab 37; Kekhawatiran seorang mukmin bila amalnya terhapus tanpa sadar

Imam Bukhari -rahimahullah- berkata:

وَيُذْكَرُ عَنِ الحَسَنِ: " مَا خَافَهُ إِلَّا مُؤْمِنٌ وَلاَ أَمِنَهُ إِلَّا مُنَافِقٌ.

“Dan disebutkan dari Al-Hasan: “Tidak ada yang takut nifaq kecuali mukmin, dan tidak ada yang merasa aman dari nifaq kecuali munafiq”.

Atsar ini diriwayatkan oleh Abu Bakr bin Al-Khallal dalam “As-Sunnah” (5/75) no.1656, ia berkata:

حَدَّثَنَا أَبُو عَبْدِ اللَّهِ، قَالَ: ثنا رَوْحُ بْنُ عُبَادَةَ، قَالَ: ثنا هِشَامٌ، قَالَ: سَمِعْتُ الْحَسَنَ، يَقُولُ: «وَاللَّهِ مَا مَضَى مُؤْمِنٌ وَلَا تَقِيٌّ إِلَّا يَخَافُ النِّفَاقَ، وَمَا أَمِنَهُ إِلَّا مُنَافِقٌ»

Abu ‘Abdillah menceritakan kepada kami, ia berkata: Rauh bin ‘Ubadah menceritakan kepada kami, ia berkata: Hisyam menceritakan kepada kami, ia berkata: Aku mendengar Al-Hasan berkata: “Demi Allah, tidak ada seorang mu’min di masa lampau dan tidak juga orang yang bertakwa kecuali ia takut akan kemunafikan, dan tidak ada yang merasa aman darinya kecuali ia seorang munafiq”.

Atsar ini dishahihkan oleh Ibnu Hajar dalam kitab “Tagliqutta’liq” (2/53).

Wallahu a’lam!

Lihat juga: Makna istilah “Al-Musnad” menurut ahli hadits - Buku tentang ‘ilal hadits - Bagaimana menghukumi hadits

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar anda adalah pelajaran berharga bagi saya ...