Kamis, 21 Agustus 2025

Kitab I’tisham, bab (24): Hukum-hukum yang diketahui melalui dalil, dan makna penunjukan dalil beserta penjelasannya

بسم الله الرحمن الرحيم

Imam Bukhari rahimahullah berkata:

"بَاب: الْأَحْكَامِ الَّتِي تُعْرَفُ بِالدَّلَائِلِ، وَكَيْفَ مَعْنَى الدِّلَالَةِ وَتَفْسِيرُهَا"

Bab: Hukum-hukum yang diketahui melalui dalil, dan makna penunjukan dalil beserta penjelasannya.

Dalam bab ini imam Bukhari rahimahullah menjelasakan bahwa hukum Islam ditetapkan dengan dalil baik secara langsung maupun secara tidak langsung dengan petunjuk atau isyarat dari dalil. Kemudian beliau menyebutkan dua hadits secara mu’allaq yang akan diriwayatkan secara muttashil dalam bab ini bersama dengan beberapa hadits lainnya.

Imam Bukhari rahimahullah berkata:

وَقَدْ أَخْبَرَ النَّبِيُّ ﷺ أَمْرَ الْخَيْلِ وَغَيْرِهَا، ثُمَّ سُئِلَ عَنِ الْحُمُرِ، فَدَلَّهُمْ عَلَى قَوْلِهِ تَعَالَى: ﴿فَمَنْ يعمل مثقال ذرة خيرًا يره﴾.

Nabi telah menjelaskan tentang hukum kuda dan hewan lainnya. Kemudian beliau ditanya tentang keledai jinak (al-humur), lalu beliau mengarahkan mereka pada firman Allah: {Barangsiapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya} [Az-Zalzalah: 7]

وَسُئِلَ النَّبِيُّ ﷺ عَنِ الضبِّ، فَقَالَ: (لَا آكُلُهُ وَلَا أحرِّمه). وَأُكِلَ عَلَى مَائِدَةِ النَّبِيِّ ﷺ الضبُّ، فَاسْتَدَلَّ ابْنُ عَبَّاسٍ بِأَنَّهُ لَيْسَ بِحَرَامٍ.

Nabi juga pernah ditanya tentang daging kadal gurun (dhabb), beliau bersabda:  "Aku tidak memakannya, tetapi aku juga tidak mengharamkannya." Suatu ketika, daging kadal gurun disajikan di hadapan Nabi , lalu dimakan (oleh sebagian sahabat). Maka Ibnu Abbas berkesimpulan dari peristiwa itu bahwa biawak tidak haram. 

A.    Hadits Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu.

Imam Bukhari rahimahullah berkata:

٦٩٢٣ - حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ [بن أبي أويس]: حَدَّثَنِي مَالِكٌ، عَنْ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ، عَنْ أَبِي صَالِحٍ السمَّان، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه: أن رسول الله ﷺ قَالَ: "الْخَيْلُ لِثَلَاثَةٍ: لِرَجُلٍ أَجْرٌ، وَلِرَجُلٍ سِتْرٌ، وَعَلَى رَجُلٍ وِزْرٌ، فَأَمَّا الَّذِي لَهُ أَجْرٌ: فَرَجُلٌ رَبَطَهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ، فَأَطَالَ لَهَا فِي مَرْجٍ أَوْ رَوْضَةٍ، فَمَا أَصَابَتْ فِي طِيَلِها ذَلِكَ مِنَ المرج والروضة كَانَ لَهُ حَسَنَاتٍ، وَلَوْ أَنَّهَا قَطَعَتْ طِيَلَها، فاستنَّت شَرَفًا أَوْ شَرَفَيْنِ، كَانَتْ آثَارُهَا وأوراثها حَسَنَاتٍ لَهُ، وَلَوْ أَنَّهَا مَرَّتْ بِنَهَرٍ فَشَرِبَتْ مِنْهُ وَلَمْ يُرِدْ أَنْ يَسْقِيَ بِهِ كَانَ ذَلِكَ حَسَنَاتٍ لَهُ، وَهِيَ لِذَلِكَ الرَّجُلِ أَجْرٌ. وَرَجُلٌ رَبَطَهَا تغنِّيًا وتعفُّفًا، وَلَمْ ينسَ حَقَّ اللَّهِ فِي رِقَابِهَا وَلَا ظُهُورِهَا، فَهِيَ لَهُ سِتْرٌ. وَرَجُلٌ رَبَطَهَا فَخْرًا وَرِيَاءً، فَهِيَ عَلَى ذَلِكَ وِزْرٌ". وَسُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ عَنِ الْحُمُرِ، قَالَ: "مَا أَنْزَلَ اللَّهُ عليَّ فِيهَا إِلَّا هَذِهِ الْآيَةَ الفاذَّة الْجَامِعَةَ: ﴿فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذرَّة خَيْرًا يَرَهُ. وَمَنْ يعمل مثقال ذرَّة شرًا يره﴾"

Telah menceritakan kepada kami Ismail [bin Abi Uwais], ia berkata: Telah menceritakan kepadaku Malik, dari Zaid bin Aslam, dari Abu Shalih As-Samman, dari Abu Hurairah radhiallahu'anhu, bahwa Rasulullah berkata, 'Kuda itu bagi tiga orang; bagi orang pertama mendatangkan pahala, bagi orang kedua sebagai penutup (penyelesaian, solusi), dan bagi orang ketiga mendatangkan dosa. Adapun kuda yang mendatangkan pahala adalah seseorang yang menambatkan kudanya di jalan Allah, lantas ia gembalakan kudanya di rerumputan luas atau kebun, maka segala yang dimakan kuda itu di padang gembalaan, baik kebun atau rerumputan luas selain tercatat sebagai kebaikan baginya, dan sekiranya kuda itu mengarungi padang gembalaan, lantas dia melangkah satu atau dua langkah, maka bekas dan kotorannya juga terhitung kebaikan baginya, dan sekiranya kuda itu melewati sungai dan meminumnya, padahal si pemilik tidak berniat memberinya minuman, maka itu terhitung kebaikan baginya, kesemuanya itu terhitung ganjaran baginya. Kuda kedua, adalah seseorang yang mengikatnya untuk mencari penghasilan dan untuk menjaga kehormatan diri, sedang ia tidak melupakan hak Allah terhadap ikatannya dan tidak pula terhadap punggungnya, maka kuda itu sebagai penyelesaian baginya. Adapun kuda ketiga adalah, seseorang yang mengikatnya untuk sekedar kebanggaan dan pamer, maka itu adalah bosa baginya. Dan Rasulullah pernah ditanya tentang keledai. Maka beliau hanya menjawab, 'Allah tidak menurunkan kepadaku tentangnya selain satu ayat yang ringkas ini: '(Barang siapa yang beramal kebaikan seberat biji dzarrah, maka Allah akan melihatnya, sebaliknya barang siapa yang beramal seberat biji dzarrah keburukan, pasti ia melihatnya) ' [Az-Zalzalah: 7-8]

Penjelasan singkat hadits ini:

1.      Biografi Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu.

Lihat: Abu Hurairah dan keistimewaannya

2.      Keutamaan hewan kuda.

Allah subhanahu wata'aalaa berfirman:

{وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ وَمِنْ رِبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ عَدُوَّ اللَّهِ وَعَدُوَّكُمْ} [الأنفال: 60]

Dan persiapkanlah dengan segala kemampuan untuk menghadapi mereka dengan kekuatan yang kamu miliki dan dari pasukan berkuda yang dapat menggentarkan musuh Allah, musuhmu. [Al-Anfal: 60]

{وَالْعَادِيَاتِ ضَبْحًا (1) فَالْمُورِيَاتِ قَدْحًا (2) فَالْمُغِيرَاتِ صُبْحًا (3) فَأَثَرْنَ بِهِ نَقْعًا (4) فَوَسَطْنَ بِهِ جَمْعًا} [العاديات: 1 - 5]

Demi kuda perang yang berlari kencang terengah-engah, dan kuda yang memercikkan bunga api (dengan pukulan kuku kakinya), dan kuda yang menyerang (dengan tiba-tiba) pada waktu pagi, sehingga menerbangkan debu, lalu menyerbu ke tengah-tengah kumpulan musuh. [Al-'Adiyat: 1-5]

Ø  Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu 'anhuma; Rasulullah bersabda:

"الخَيْلُ فِي نَوَاصِيهَا الخَيْرُ إِلَى يَوْمِ القِيَامَةِ" [صحيح البخاري ومسلم]

"Pada ubun-ubun kuda ada kebaikan sampai hari kiamat". [Sahih Bukhari dan Muslim]

Lihat: Kitab I’tisham, bab (16) Perintah Nabi ﷺ untuk mengikuti apa yang telah disepakati oleh ahli ilmu

3.      Semua kenikmatan dunia terbagi tiga:

a)       Dimanfaatkan untuk menolong agama Allah, maka akan mendapatkan pahala.

b)      Untuk kepentingan pribadi, maka itu dimaafkan (tidak mendapat pahala ataupun dosa).

c)       Dipakai bermaksiat (menyombongkan diri), maka ia mendapatkan dosa.

Lihat: Hadits Abu Kabsyah; Dunia itu untuk empat orang

4.      Hujjah berdalil dengan qiyas.

Lihat: Kitab I’tisham, bab (07): Logika yang tercela dan qiyas yang berlebihan

5.      Kebaikan pasti akan dibalas kecuali jika ada sesuatu yang menghapuskannya, begitu pula keburukan pasti dibalas kecuali dimaafkan.

Allah subhanahu wata'aalaa berfirman:

{وَوُضِعَ الْكِتَابُ فَتَرَى الْمُجْرِمِينَ مُشْفِقِينَ مِمَّا فِيهِ وَيَقُولُونَ يَا وَيْلَتَنَا مَالِ هَٰذَا الْكِتَابِ لَا يُغَادِرُ صَغِيرَةً وَلَا كَبِيرَةً إِلَّا أَحْصَاهَا ۚ وَوَجَدُوا مَا عَمِلُوا حَاضِرًا ۗ وَلَا يَظْلِمُ رَبُّكَ أَحَدًا} [الكهف : 49]

Dan diletakkanlah kitab, lalu kamu akan melihat orang-orang bersalah ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata: "Aduhai celaka kami, kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia mencatat semuanya; dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis). Dan Tuhanmu tidak menganiaya seorang juapun". [Al-Kahfi: 49]

B.     Hadits Aisyah radhiyallahu ‘anha.

Imam Bukhari rahimahullah berkata:

٦٩٢٤ - حَدَّثَنَا يَحْيَى [بن موسى]: حَدَّثَنَا ابْنُ عُيَيْنَةَ، عَنْ مَنْصُورِ بْنِ صفيَّة [بنت شيبة]، عَنْ أُمِّهِ [صفية]، عَنْ عَائِشَةَ: أَنَّ امْرَأَةً [أسماء بنت شكل] سَأَلَتِ النَّبِيَّ ﷺ. (ح) حدثنا مُحَمَّدٌ، هُوَ ابْنُ عُقْبَةَ [الشيباني]: حَدَّثَنَا الْفُضَيْلُ بْنُ سُلَيْمَانَ النُّمَيْرِيُّ الْبَصْرِيُّ: حَدَّثَنَا مَنْصُورُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ ابْنُ شَيْبَةَ: حَدَّثَتْنِي أُمِّي [صفية]، عَنْ عَائِشَةَ رضي الله عنها: أَنَّ امْرَأَةً سَأَلَتِ النَّبِيَّ ﷺ عَنِ الْحَيْضِ، كَيْفَ تغتسل منه؟ قال: "تأخذين فرصة ممسَّكة، فتتوضئين بِهَا". قَالَتْ: كَيْفَ أَتَوَضَّأُ بِهَا يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ النَّبِيُّ ﷺ: "تَوَضَّئِي". قَالَتْ: كَيْفَ أَتَوَضَّأُ بِهَا يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ النَّبِيُّ ﷺ: "تَوَضَّئِينَ بِهَا". قَالَتْ عَائِشَةُ: فَعَرَفْتُ الَّذِي يُرِيدُ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ فَجَذَبْتُهَا إليَّ فعلمتها.

Telah menceritakan kepada kami Yahya [bin Musa], ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Ibnu Uyainah, dari Manshur bin Shafiyah [binti Syaibah], dari Ibunya [Shafiyah], dari Aisyah: Bahwa ada seorang wanita [Asma’ binti Syakl] bertanya kepada Nabi  . (Hadits lewat jalur periwayatan lain) Dan telah menceritakan kepada kami Muhammad yaitu Ibnu Uqbah [Asy-Syaibaniy], ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Al-Fudlail bin Sulaiman An-Numairiy Al-Bashriy, ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Manshur bin Abdurrahman Ibnu Syaibah, ia berkata: Telah menceritakan kepadaku Ibuku [Shafiyah], dari Aisyah radhiallahu'anha, Ada seorang wanita bertanya Nabi tentang haid, bagaimana ia harus mandi karena haid? Nabi menjawab, 'Hendaklah kau ambil sepotong kapas, lantas kau berwudu dengannya.' Wanita itu bertanya, 'Bagaimana aku berwudu dengan kapas itu wahai Rasulullah?' Nabi menjawab, 'Berwudulah.' Si wanita terus bertanya, 'Bagaimana aku harus berwudu dengan kapas itu ya Rasulullah? Nabi menjawab, 'Berwudulah.' Si wanita terus bertanya, 'Bagaimana aku harus berwudu dengan kapas itu ya Rasulullah?' Maka Aisyah pun berkata, 'Aku mengerti yang Rasulullah maksudkan, sehingga kutarik wanita itu dan kuajari.'

Penjelasan singkat hadits ini:

1.      Biografi Aisyah radhiyallahu ‘anha.

Lihat: Aisyah binti Abi Bakr dan keistimewaannya

2.      Cara mandi wajib setelah haid atau nifas.

Asma' radhiyallahu 'anha bertanya kepada Nabi tentang mandinya orang yang haid. Beliau bersabda:

"تَأْخُذُ إِحْدَاكُنَّ مَاءَهَا وَسِدْرَتَهَا فَتَطَهَّرُ فَتُحْسِنُ الطُّهُورَ، ثُمَّ تَصُبُّ عَلَى رَأْسِهَا فَتَدْلُكُهُ دَلْكًا شَدِيدًا حَتَّى تَبْلُغَ شُؤُونَ رَأْسِهَا، ثُمَّ تَصُبُّ عَلَيْهَا الْمَاءَ، ثُمَّ تَأْخُذُ فِرْصَةً مُمَسَّكَةً فَتَطَهَّرُ بِهَا"

"Salah seorang dari kalian mengambil air dan daun bidara. Maka bersucilah dia dan sempurnakanlah dalam bersucinya. Kemudia tuangkanlah air di kepalanya sambil memijat-mijatnya dengan kuat hingga meresap pada akar rambutnya, kemudian tuangkan air ke sekujur tubuhnya, setelah itu ambillah sepotong kapas yang sudah diberi minyak wangi yang digunakan untuk membersihkannya."

Asma' berkata; 'Bagaimana cara membersihkannya?'

Beliau bersabda; "Subhanallah, bersihkanlah dengannya."

Lalu Aisyah berkata dengan melirihkan suaranya; 'Kamu besihkan sisa-sisa darah tersebut dengan kapas.'

Dan dia bertanya kepada beliau tentang mandi junub, beliau bersabda:

"تَأْخُذُ مَاءً فَتَطَهَّرُ فَتُحْسِنُ الطُّهُورَ أَوْ تُبْلِغُ الطُّهُورَ ثُمَّ تَصُبُّ عَلَى رَأْسِهَا فَتَدْلُكُهُ حَتَّى تَبْلُغَ شُؤُونَ رَأْسِهَا ثُمَّ تُفِيضُ عَلَيْهَا الْمَاءَ"

"Hendaklah ia mengambil air, kemudian bersuci dan memperbagus bersucinya atau menyempurnakan bersucinya. Kemudian menuangkan air di kepalanya sambil memijat-mijat hingga meresap pada akar kepalanya, setelah itu menuangkan air ke seluruh tubuhnya."

Aisyah berkata:

"نِعْمَ النِّسَاءُ نِسَاءُ الْأَنْصَارِ لَمْ يَكُنْ يَمْنَعُهُنَّ الْحَيَاءُ أَنْ يَتَفَقَّهْنَ فِي الدِّينِ"

'Sebaik-baik wanita adalah wanita Anshar, rasa malu tidak menjadi penghalang mereka untuk mendalami masalah agamanya.' [Shahih Muslim]

3.      Tidak boleh merasa malu dalam menuntut ilmu.

Lihat: Kitab Ilmu bab 50 dan 51; Malu dalam ilmu

4.      Tingginya sifat malu Rasulullah sehingga tidak menjelaskan masalah ini secara detail.

Abu Sa'id Al-Khudriy radiyallahu 'anhu berkata:

"كَانَ النَّبِيُّ ﷺ أَشَدَّ حَيَاءً مِنَ العَذْرَاءِ فِي خِدْرِهَا، فَإِذَا رَأَى شَيْئًا يَكْرَهُهُ عَرَفْنَاهُ فِي وَجْهِهِ" [صحيح البخاري ومسلم]

“Rasulullah sangat pemalu melebihi sifat pemalu gadis perawan dibelakang tirainya, maka jika Rasulullah melihat sesuatu yang ia benci kami dapat mengetahuinya dari raut wajahnya”. [Sahih Bukhari dan Muslim]

Lihat: Memiliki sifat Malu

5.      Perlunya ada guru perempuan mengajarkan kepada kaum wanita permasalahan yang berkaitan tentang kewanitaan.

Lihat: Kitab Ilmu bab 35; Perlukah menetapkan hari khusus untuk mengajarkan ilmu kepada kaum wanita?

6.      Pemahaman para sahabat bertingkat tingkat.

7.      Dalamnya pemahaman Aisyah tentang Islam.

8.      Saling membantu memahamkan perkara agama.

Lihat: Kitab Ilmu bab 20; Keutamaan orang yang berilmu dan mengajarkannya

9.      Menanyakan perkara yang tidak dipahami.

Lihat: Kitab Ilmu bab 36; Orang yang mendengarkan sesuatu namun ia tidak memahaminya lalu ia mengkonfirmasinya lagi hingga paham

C.     Hadits Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma.

Imam Bukhari rahimahullah berkata:

٦٩٢٥ - حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ إِسْمَاعِيلَ: حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانَةَ [وضاح بن عبد الله]، عَنْ أَبِي بِشْرٍ [جعفر بن إياس]، عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ، عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ: أَنَّ أُمَّ حُفَيْدٍ [هزيلة] بِنْتَ الْحَارِثِ بْنِ حَزْنٍ: أَهْدَتْ إِلَى النَّبِيِّ ﷺ سَمْنًا وأقِطًا وَأَضُبًّا، فَدَعَا بِهِنَّ النَّبِيُّ ﷺ، فَأُكِلْنَ عَلَى مَائِدَتِهِ، فتركهنَّ النَّبِيُّ ﷺ كالمتقذِّر لهنَّ، وَلَوْ كنَّ حَرَامًا مَا أكِلْنَ على مائدته، ولا أمر بأكلهنَّ.

Telah menceritakan kepada kami Musa bin Ismail, ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Abu 'Awanah [Wadhah bin Abdillah], dari Abu Bisyr [Ja’far bin Iyas], dari Sa'id bin Jubair, dari Ibnu Abbas, bahwa Ummu Hufaid [Huzailah] binti Al Harits bin Hazn menghadiahi Nabi berupa minyak samin, keju dan daging kadal gurung. Kemudian Nabi mengundang para sahabat untuk menyantap makanan itu, dan makanan itu disantap di atas meja makannya, sedang Nabi meninggalkannya seolah-olah merasa jijik, kalaulah makanan itu diharamkan, niscaya tidak dimakan di atas meja makannya dan tidak pula menyuruh untuk menyantapnya."

Penjelasan singkat hadits ini:

1)      Biografi Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anuma.

Lihat: Keistimewaan Abdullah bin ‘Abbas

2)      Anjuran saling memberi hadiah.

3)      Rasululah menerima hadiah sekalipun tidak menyukai hadiah tersebut.

4)      Boleh menghadiahkan hadiah yang telah diterima.

5)      Keutamaan memberi makan.

Rasulullah bersabda:

"أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ سُرُورٌ تُدْخِلُهُ عَلَى مُسْلِمٍ ، أَوْ تَكْشِفُ عَنْهُ كُرْبَةً ، أَوْ تَطْرُدُ عَنْهُ جُوعًا ، أَوْ تَقْضِي عَنْهُ دَيْنًا" [صحيح الجامع]

"Amalan terbaik di sisi Allah: Kebahagian yang engkau berikan kepada seorang muslim, atau engkau membebaskannya dari kesulitan, atau engkau menjauhkannya dari rasa lapar, atau engkau membayarkan utangnya." [Shahih Al-Jaami']

Lihat: Keutamaan memberi makan

6)      Tidak mencela makanan.

Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu berkata:

"مَا عَابَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ طَعَامًا قَطُّ، إِنِ اشْتَهَاهُ أَكَلَهُ وَإِلَّا تَرَكَهُ" [صحيح البخاري ومسلم]

“Nabi tidak pernah mencela makanan sekalipun, jika ia suka ia makan, dan jika ia tidak suka ia tinggalkan”. [Sahih Bukhari dan Muslim]

Lihat: Adab makan dalam Islam

7)      Nabi tidak mungkin membiarkan suatu keharaman atau memerintahkannya.

D.    Hadits Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhuma.

Imam Bukhari rahimahullah berkata:

٦٩٢٦ - حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ صَالِحٍ: حَدَّثَنَا [عبد الله] ابْنُ وَهْبٍ: أَخْبَرَنِي يُونُسُ [بن يزيد]، عَنْ ابْنِ شِهَابٍ: أَخْبَرَنِي عَطَاءُ بْنُ أَبِي رَبَاحٍ، عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ ﷺ: "مَنْ أَكَلَ ثُومًا أَوْ بَصَلًا فَلْيَعْتَزِلْنَا، أَوْ لِيَعْتَزِلْ مَسْجِدَنَا، وَلْيَقْعُدْ فِي بَيْتِهِ". وَإِنَّهُ أُتِيَ بَبْدرٍ، -قَالَ ابْنُ وهْب: يَعْنِى طَبَقًا-، فِيهِ خَضِرَاتٌ مِنْ بُقُولٍ، فَوَجَدَ لَهَا رِيحًا، فَسَأَلَ عَنْهَا فَأُخْبِرَ بِمَا فِيهَا مِنَ الْبُقُولِ، فَقَالَ: "قرِّبوها". فقرَّبوها إِلَى بَعْضِ أَصْحَابِهِ كَانَ مَعَهُ، فَلَمَّا رَآهُ كَرِهَ أَكْلَهَا قَالَ: "كُلْ فَإِنِّي أُنَاجِي مَنْ لَا تُنَاجِي".

Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Shalih, ia berkata: Telah menceritakan kepada kami [Abdullah] Ibnu Wahb, ia berkata: Telah menceritakan kepadaku Yunus [bin Yazid], dari Ibnu Syihab, ia berkata: Telah menceritakan kepadaku 'Atha bin Abu Rabah, dari Jabir bin Abdullah berkata, "Nabi bersabda, "Barang siapa makan bawang merah atau bawang putih, hendaklah menyingkir dari kami --atau dengan redaksi 'agar dia menyingkiri- masjid kami, dan duduklah di rumahnya." Pernah beliau diberi bejana hidangan yang berisi sayur-mayur, berupa kubis, dan beliau temukan mempunyai bau. Maka Nabi menanyakan perihal sayuran itu, dan dikabarkan bahwa sayuran itu diantaranya ada kubis. Beliau lantas bersabda, "Coba tolong dekatkan!" Lantas mereka pun mendekatkannya kepada beberapa sahabatnya yang ikut bersama beliau. Tatkala seorang sahabat melihatnya (Nabi tidak memakannya), ia pun merasa risih memakannya. Maka beliau bersabda, "Makanlah, sesungguhnya saya bermunajat dengan yang kalian tidak bermunajat dengannya."

وَقَالَ [سعيد بن كثير] ابْنُ عُفَيْرٍ، عَنْ ابْنِ وَهْبٍ: "بِقِدْرٍ فِيهِ خَضِرَاتٌ"، وَلَمْ يَذْكُرِ اللَّيْثُ وَأَبُو صَفْوَانَ [عبد الله بن سعيد]، عَنْ يُونُسَ: قِصَّةَ الْقِدْرِ، فَلا أَدْرِى هُوَ مِنْ قَوْلِ الزُهري أو في الحديث.

Sedang [Sa'id bin Katsir] Ibnu Ufair meriwayatkan, dari Ibnu Wahb berkata dengan redaksi 'didatangkan kepada beliau periuk berisi kubis', dan Al-Laits dan Abu Shafwan [Abdullah bin Sa’id] tidak menyebutkan dari Yunus tentang kisah periuk, maka aku tidak tahu apakah itu ucapan Az-Zuhriy atau termasuk bagian hadits."

Penjelasan singkat hadits ini:

1.      Biogarafi Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma.

Lihat: https://umar-arrahimy.blogspot.com/

2.      Larangan mendatangi masjid bagi yang memiliki bau tidak sedap.

Lihat: Adab-adab ketika pergi ke Masjid

3.      Tidak boleh mengganggu orang lain.

4.      Bau mulut atau badan yang tidak bisa dihilangkan menjadi udzur untuk tidak shalat berjama'ah di masjid.

Lihat: Udzur untuk tidak shalat berjama’ah di mesjid

5.      Anjuran bersiwak.

Lihat: Keutamaan siwak dan gosok gigi

6.      Hadits ini terdapat isyarat bahwa malaikat terganggu dengan bau yang tidak sedap.

Lihat: Iman kepada malaikat

7.      Sahabat meninggalkan apa yang ditinggalkan oleh Nabi .

Lihat: Kesungguhan Sahabat Nabi mengamalkan As-Sunnah

E.     Hadits Jubair bin Muth'im radhiyallahu ‘anhu.

Imam Bukhari rahimahullah berkata:

٦٩٢٧ - حَدَّثَنِي عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ سَعْدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ [بن سعد بن عبد الرحمن بن عوف]: حَدَّثَنَا أَبِي وَعَمِّي [يعقوب بن إبراهيم بن سعد] قَالَا: حَدَّثَنَا أَبِي، عَنْ أَبِيهِ: أَخْبَرَنِي مُحَمَّدُ بْنُ جُبَيْرٍ، أَنَّ أَبَاهُ جُبَيْرَ بْنَ مُطْعِمٍ أَخْبَرَهُ: أَنَّ امْرَأَةً أَتَتْ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ فَكَلَّمْتُهُ فِي شَيْءٍ، فَأَمَرَهَا بِأَمْرٍ، فَقَالَتْ: أَرَأَيْتَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنْ لَمْ أَجِدْكَ؟ قَالَ: (إِنْ لم تجديني فأتي أبا بكر).

Telah menceritakan kepadaku Ubaidullah bin Sa'd bin Ibrahim [bin Sa’d bin Abdirrahman bin ‘Auf], ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Ayahku, dan pamanku [Ya’qub bin Ibrahim bin Sa’d], keduanya berkata: Telah menceritakan kepada kami Ayahku, dari Ayahnya, ia berkata: Telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Jubair bahwa bapaknya Jubair bin Muth'im mengabarkan kepadanya, bahwa seorang wanita menemui Rasulullah dan mengajak beliau bicara tentang sesuatu. Lantas si wanita tadi berkata, 'Menurut Anda bagaimana ya Rasulullah sekiranya aku datang lagi namun tidak bertemu dengan baginda?' Nabi menjawab, "Kalaulah engkau tidak menemuiku, temuilah Abu Bakar."

زاد الْحُمَيْدِيُّ [عبد الله بن الزبير]، عَنْ إِبْرَاهِيمَ بْنِ سَعْدٍ: كَأَنَّهَا تَعْنِي الموت.

Al-Humaidiy [Abdullah bin Az-Zubair] menambahkan, dari Ibrahim bin Sa'd: Yang wanita tersebut maksudkan, adalah, sekiranya ia temukan Nabi telah wafat."

Penjelasan singkat hadits ini:

1)      Biografi Jubair bin Muth’im bin ‘Adiy, Abu Muhmmad An-Nufailiy radhiyallahu ‘anhu.

Ia seorang yang mulia dan ditaati di kalangan penduduk Mekkah, ia bersifat bijak dan berakal seperti bapaknya. Wafat tahun 59 atau 58 hijriyah. [Siyaru A’lam An-Nubala’ karya Adz-Dzahabaiy 3/95]

2)      Boleh berbicara dengan wanita jika aman dari fitnah.

Allah subhanahu wata'aalaa berfirman:

{وَإِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعًا فَاسْأَلُوهُنَّ مِن وَرَاءِ حِجَابٍ ۚ ذَٰلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ وَقُلُوبِهِنَّ} [الأحزاب : 53]

Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri-isteri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka. [Al-Ahzaab: 53]

{يَا نِسَاءَ النَّبِيِّ لَسْتُنَّ كَأَحَدٍ مِّنَ النِّسَاءِ ۚ إِنِ اتَّقَيْتُنَّ فَلَا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلًا مَّعْرُوفًا} [الأحزاب : 32]

Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik. [Al-Ahzaab: 32]

3)      Pentingnya selalu mengingat kematian.

Lihat: Keutamaan banyak mengingat mati

4)      Isyarat bahwa Abu Bakr radhiyallahu 'anhu adalah khalifah Rasulullah setelah beliau wafat.

Lihat: Keistimewaan Abu Bakr Ash-Shiddiiq

Wallahu a'lam!

Lihat juga: Kitab I’tisham, bab (23): “Orang yang berpendapat bahwa tidak adanya penginkaran dari Nabi ﷺ adalah hujjah, tidak dari selain Rasul”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar anda adalah pelajaran berharga bagi saya ...