بسم الله الرحمن
الرحيم
Allah subhanahu wata’aalaa
berfirman:
{وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا
لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا} [البقرة:
143]
Dan demikian (pula) kami telah
menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan (moderat) agar kamu
menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi
atas (perbuatan) kamu. [Al-Baqarah:143]
Ø Dari Abu Sa'id Al-Khudriy radhiyallahu 'anhu;
Rasulullah ﷺ bersabda:
" يَجِيءُ نُوحٌ وَأُمَّتُهُ، فَيَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى: هَلْ
بَلَّغْتَ؟ فَيَقُولُ: نَعَمْ أَيْ رَبِّ، فَيَقُولُ لِأُمَّتِهِ: هَلْ
بَلَّغَكُمْ؟ فَيَقُولُونَ: لاَ مَا جَاءَنَا مِنْ نَبِيٍّ، فَيَقُولُ لِنُوحٍ:
مَنْ يَشْهَدُ لَكَ؟ فَيَقُولُ: مُحَمَّدٌ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
وَأُمَّتُهُ، فَنَشْهَدُ أَنَّهُ قَدْ بَلَّغَ، وَهُوَ قَوْلُهُ جَلَّ ذِكْرُهُ: {وَكَذَلِكَ
جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ} ،
وَالوَسَطُ العَدْلُ " [صحيح البخاري]
"Didatangkan Nuh beserta umatnya (pada
hari kiamat), kemudian Allah ta'aalaa bertanya kepada Nuh: Apakah engkau
telah menyampaikan risalah kapada kaummu? Nuh menjawab: Iya, wahai Tuhanku!
Kemudian bertanya kepada umatnya: Apakah Nuh telah menyampaikannya kepada
kalian? Umatnya menjawab: Tidak, tidak datang kepada kami seorang nabi pun!
Kemudian berkata kepada Nuh: Siapa yang akan bersaksi untukmu? Maka Nuh
menjawab: Muhammad ﷺ beserta
umatnya! Maka kita bersaksi bahwasanya Nuh telah menyampaikan risalahnya,
itulah makna firman Allah jalla dzikruh: {Dan demikian (pula) kami
telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu
menjadi saksi atas (perbuatan) manusia}. Dan Al-Wasath adalah yang
adil". [Shahih Bukhari]
Moderasi (wasathiyah) Islam tidak akan
terwujud tanpa memperhatikan pilar-pilar yang menjadi tolak ukurnya, yaitu:
Pertama: Harus berdasarkan Al-Qur’an dan
As-Sunnah.
Tidak ada moderasi tanpa landasan Al-Qur’an
dan As-Sunnah yang shahih, karena moderasi Islam adalah kebaikan yang tidak
mungkin diketahui kecuali atas petunjuk Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Akal memang mampu mengetahui mana yang baik
dan yang buruk, tapi tidak semua yang baik menurut akal manusian atau buruk itu
juga baik atau buruk di sisi Allah ‘azza wajalla.
Nabi ﷺ dan para sahabatnya adalah manusia yang paling sempurna
akalnya, namun demikian beberapa pandangan mereka yang dianggap baik tapi
ternyata ditolak oleh Allah ‘azza wajalla.
Sebagai contoh:
1. Kisah tawanan perang Badar.
Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu
berkata:
فَلَمَّا أَسَرُوا الْأُسَارَى قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ ﷺ لِأَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ: مَا تَرَوْنَ
فِي هَؤُلَاءِ الْأُسَارَى؟ فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ: يَا نَبِيَّ اللَّهِ هُمْ بَنُو
الْعَمِّ وَالْعَشِيرَةِ أَرَى أَنْ تَأْخُذَ مِنْهُمْ فِدْيَةً فَتَكُونُ لَنَا
قُوَّةً عَلَى الْكُفَّارِ فَعَسَى اللَّهُ أَنْ يَهْدِيَهُمْ لِلْإِسْلَامِ.
فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: مَا تَرَى يَا ابْنَ الْخَطَّابِ؟
قُلْتُ: لَا وَاللَّهِ يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا أَرَى الَّذِي رَأَى أَبُو بَكْرٍ
وَلَكِنِّي أَرَى أَنْ تُمَكِّنَّا فَنَضْرِبَ أَعْنَاقَهُمْ فَتُمَكِّنَ عَلِيًّا
مِنْ عَقِيلٍ فَيَضْرِبَ عُنُقَهُ وَتُمَكِّنِّي مِنْ فُلَانٍ نَسِيبًا لِعُمَرَ
فَأَضْرِبَ عُنُقَهُ، فَإِنَّ هَؤُلَاءِ أَئِمَّةُ الْكُفْرِ وَصَنَادِيدُهَا.
فَهَوِيَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ مَا قَالَ أَبُو بَكْرٍ وَلَمْ يَهْوَ
مَا قُلْتُ، فَلَمَّا كَانَ مِنْ الْغَدِ جِئْتُ فَإِذَا رَسُولُ اللَّهِ ﷺ وَأَبُو
بَكْرٍ قَاعِدَيْنِ يَبْكِيَانِ قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ أَخْبِرْنِي مِنْ
أَيِّ شَيْءٍ تَبْكِي أَنْتَ وَصَاحِبُكَ؟ فَإِنْ وَجَدْتُ بُكَاءً بَكَيْتُ
وَإِنْ لَمْ أَجِدْ بُكَاءً تَبَاكَيْتُ لِبُكَائِكُمَا. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: أَبْكِي
لِلَّذِي عَرَضَ عَلَيَّ أَصْحَابُكَ مِنْ أَخْذِهِمْ الْفِدَاءَ لَقَدْ عُرِضَ
عَلَيَّ عَذَابُهُمْ أَدْنَى مِنْ هَذِهِ الشَّجَرَةِ شَجَرَةٍ قَرِيبَةٍ مِنْ
نَبِيِّ اللَّهِ ﷺ، وَأَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ:
{مَا كَانَ لِنَبِيٍّ أَنْ يَكُونَ لَهُ أَسْرَى حَتَّى يُثْخِنَ فِي الْأَرْضِ
إِلَى قَوْلِهِ فَكُلُوا مِمَّا غَنِمْتُمْ حَلَالًا طَيِّبًا} فَأَحَلَّ اللَّهُ الْغَنِيمَةَ لَهُمْ
"Tatkala tawanan telah mereka
tahan, Rasulullah ﷺ bertanya
kepada Abu Bakar dan Umar: "Bagaimana pendapat kalian mengenai tawanan
ini?" Abu Bakar menjawab, "Wahai Nabi Allah, mereka itu adalah
anak-anak paman dan masih famili kita, aku berpendapat, sebaiknya kita pungut
tebusan dari mereka. Dengan begitu, kita akan menjadi kuat terhadap orang-orang
kafir, semoga Allah menunjuki mereka supaya masuk Islam." Kemudian
Rasulullah ﷺ berkata:
"Bagaimana pendapatmu wahai Ibnul Khattab?" Aku menjawab,
"Tidak, demi Allah wahai Rasulullah, aku tidak setuju dengan pendapat Abu
Bakar. Menurutku, berilah aku kesempatan untuk memenggal leher mereka, berilah
kesempatan kepada Ali supaya memenggal leher 'Uqail, dan berilah kesempatan
kepadaku supaya memenggal leher si fulan -maksudnya saudaranya sendiri-, karena
mereka adalah para pemimpin kaum kafir dan pembesar-pembesar mereka." Akan
tetapi Rasulullah ﷺ menyetujui
pendapat Abu Bakar dan tidak menyutujui pendapatku. Di keesokan harinya, aku
menemui Rasulullah ﷺ, aku dapati beliau
sedang duduk menangis berdua dengan Abu Bakar, lalu aku berkata,
"Ceritakanlah kepadaku, apa sebabnya anda berdua menangis? Jika bisa
menangis maka aku akan menangis, jika tidak bisa maka aku akan pura-pura
menangis untuk kalian." Rasulullah ﷺ bersabda: "Aku menangis karena tebusan yang
dipungut sahabatmu terhadap para tawanan itu, lebih murah daripada harga kayu
ini. " - yaitu kayu yang berada di dekat Nabi
Allah ﷺ -
Lalu Allah Azza wa jalla menurunkan ayat: { ... Tidak pantas bagi seorang
Nabi mempunyai seorang tawanan sebelum dia dapat melumpuhkan musuhnya di muka
bumi ini ... -hingga firman Nya- maka makanlah olehmu sebagian harta rampasan}'
(Qs. Al Nafaal: 67 - 69). Karena itulah Allah menghalalkan harta rampasan buat
mereka." [Shahih Muslim]
2. Kisah Ibnu Ummi Maktum radhiyallahu ‘anhu.
Aisyah radhiyallahu 'anha
berkata:
أُنْزِلَ: {عَبَسَ وَتَوَلَّى} [عبس: 1] فِي ابْنِ أُمِّ مَكْتُومٍ الأَعْمَى، أَتَى رَسُولَ اللَّهِ ﷺ فَجَعَلَ يَقُولُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرْشِدْنِي، وَعِنْدَ رَسُولِ
اللَّهِ ﷺ رَجُلٌ مِنْ
عُظَمَاءِ المُشْرِكِينَ، فَجَعَلَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ يُعْرِضُ عَنْهُ وَيُقْبِلُ عَلَى الآخَرِ، وَيَقُولُ: أَتَرَى بِمَا
أَقُولُ بَأْسًا؟ فَيَقُولُ: لَا، فَفِي هَذَا أُنْزِلَ [سنن الترمذي: صحيح]
Telah diturunkan surat {'Abasa wa
tawalla} mengenai Ibnu Ummi Maktum, seseorang yang buta. Ia datang kepada
Rasulullah ﷺ dan
berkata; Wahai Rasulullah, berilah aku petunjuk! Sementara di sisi Rasulullah ﷺ terdapat
pejabat-pejabat elit orang-orang musyrik. Kemudian Rasulullah ﷺ berpaling darinya
dan menghadap kepada orang-orang elit musyrik itu. Maka Ibn Maktum berkata: Apakah
anda melihat cela pada apa yang aku katakan? Beliau
menjawab: "Tidak." Karena sikap Nabi inilah wahyu diturunkan. [Sunan
Tirmidziy: Shahih]
3. Kisah pengharaman madu.
Aisyah radhiallahu'anha
berkata:
أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ كَانَ
يَمْكُثُ عِنْدَ زَيْنَبَ بِنْتِ جَحْشٍ، وَيَشْرَبُ عِنْدَهَا عَسَلًا،
فَتَوَاصَيْتُ أَنَا وَحَفْصَةُ: أَنَّ أَيَّتَنَا دَخَلَ عَلَيْهَا النَّبِيُّ ﷺ فَلْتَقُلْ:
إِنِّي أَجِدُ مِنْكَ رِيحَ مَغَافِيرَ، أَكَلْتَ مَغَافِيرَ، فَدَخَلَ عَلَى
إِحْدَاهُمَا، فَقَالَتْ لَهُ ذَلِكَ، فَقَالَ: «لاَ، بَلْ شَرِبْتُ عَسَلًا
عِنْدَ زَيْنَبَ بِنْتِ جَحْشٍ، وَلَنْ أَعُودَ لَهُ» فَنَزَلَتْ: {يَا أَيُّهَا
النَّبِيُّ لِمَ تُحَرِّمُ مَا أَحَلَّ اللَّهُ لَكَ} - إِلَى - {إِنْ تَتُوبَا
إِلَى اللَّهِ} [التحريم: 1-4] لِعَائِشَةَ وَحَفْصَةَ: {وَإِذْ
أَسَرَّ النَّبِيُّ إِلَى بَعْضِ أَزْوَاجِهِ} [التحريم:
3] لِقَوْلِهِ:
«بَلْ شَرِبْتُ عَسَلًا» [صحيح البخاري ومسلم]
Bahwa Nabi ﷺ
pernah singgah di rumah Zainab binti Jahsy dan beliau juga minum madu di situ.
Lalu aku dan Hafshah saling berpesan, bahwa siapa saja di antara kita yang
ditemu oleh Nabi ﷺ hendaklah ia berkata,
"Sesungguhnya aku mendapatkan bau Maghafir. Apakah Anda habis makan
maghafir?" akhirnya beliau pun masuk menemui salah seorang dari keduanya
dan ia mengungkapkan kalimat itu pada beliau. Akhirnya beliau bersabda,
"Tidak, akan tetapi aku hanya minum madu di tempat Zainab binti Jahsyin
dan aku tidak akan mengulanginya lagi." Maka turunlah ayat, {Wahai
Nabi, kenapa kamu mengharamkan sesuatu yang telah dihalalkan oleh Allah…}
hingga firman-Nya, {Jika kalian berdua bertobat..}. yaitu Aisyah dan
Hafshah, begitupula ayat {Dan ketika Nabi berkata rahasia kepada sebagian istrinya…}
yakni terkait dengan sabda beliau, "Bahkan, aku hanya minum madu."
[Shahih Bukhari dan Muslim]
4. Kisah perjanjian Hudaibiyah.
Sahal bin Hunaif radhiyallahu
‘anhu berkata:
أَيُّهَا النَّاسُ اتَّهِمُوا
أَنْفُسَكُمْ، فَإِنَّا كُنَّا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ يَوْمَ الحُدَيْبِيَةِ، وَلَوْ نَرَى
قِتَالًا لَقَاتَلْنَا، فَجَاءَ عُمَرُ بْنُ الخَطَّابِ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ
اللَّهِ، أَلَسْنَا عَلَى الحَقِّ وَهُمْ عَلَى البَاطِلِ؟ فَقَالَ: «بَلَى».
فَقَالَ: أَلَيْسَ قَتْلاَنَا فِي الجَنَّةِ وَقَتْلاَهُمْ فِي النَّارِ؟ قَالَ:
«بَلَى»، قَالَ: فَعَلاَمَ نُعْطِي الدَّنِيَّةَ فِي دِينِنَا، أَنَرْجِعُ
وَلَمَّا يَحْكُمِ اللَّهُ بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمْ؟ فَقَالَ: «يَا ابْنَ
الخَطَّابِ، إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ، وَلَنْ يُضَيِّعَنِي اللَّهُ أَبَدًا»،
فَانْطَلَقَ عُمَرُ إِلَى أَبِي بَكْرٍ فَقَالَ لَهُ مِثْلَ مَا قَالَ لِلنَّبِيِّ
ﷺ، فَقَالَ: إِنَّهُ رَسُولُ اللَّهِ، وَلَنْ يُضَيِّعَهُ اللَّهُ أَبَدًا،
فَنَزَلَتْ سُورَةُ الفَتْحِ فَقَرَأَهَا رَسُولُ اللَّهِ ﷺ عَلَى عُمَرَ إِلَى آخِرِهَا، فَقَالَ
عُمَرُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَوَفَتْحٌ هُوَ؟ قَالَ: «نَعَمْ» [صحيح البخاري ومسلم]
"Wahai sekalian manusia,
berhati-hatilah kalian dengan diri kalian. Sungguh kami pernah bersama
Rasulullah ﷺ pada hari Perjanjian Hudaibiyah. Seandainya saat itu kami
berpendapat untuk perang pasti kami sudah berperang hingga datang 'Umar bin Al-Khaththab seraya berkata, "Wahai Rasulullah, bukankah kita berada di atas
kebenaran sedangkan mereka di atas kebathilan?" Beliau ﷺ
menjawab, "Ya, benar." Lalu dia bertanya lagi, "Bukankah siapa
yang gugur diantara kita akan masuk surga sedang orang yang tewas dari mereka
akan masuk neraka?" Beliau ﷺ menjawab, "Ya,
benar." 'Umar bertanya, "Lalu atas dasar alasan apa kita menimpakan
kehinaan dalam agama kita ini, apakah kita akan pulang sedangkan Allah belum
memutuskan perkara antara kita dan mereka?" Maka beliau menjawab,
"Wahai putra Al-Khaththab, aku ini Rasulullah dan Allah sekali-kali tidak
akan menyia-nyiakan aku selamanya." Kemudian 'Umar mendatangi Abu Bakr
lalu mengatakan seperti yang dia katakan kepada Nabi ﷺ.
Maka Abu Bakr berkata, "Beliau itu Rasulullah dan Allah sekali-kali tidak
akan menyia-nyiakan beliau selamanya." Maka kemudian turunlah surah
Al-Fath lalu Rasulullah ﷺ membacakannya kepada 'Umar hingga akhir surat. Lalu 'Umar
bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah (keputusan) ini tanda
kemenangan?" Beliau menjawab, "Ya". [Shahih Bukhari dan Muslim]
Kedua: Sesuai dengan manhaj salaf terbaik dari
Sahabat dan yang menginkuti mereka.
Para sahabat Nabi adalah generasi yang
paling moderat, bahwa ayat tentang moderat semuanya ditujukan lebih utama
kepada mereka.
Oleh sebeb itu Allah menjadikan keimanan
mereka sebagai tolak ukur keimanan yang benar. Allah subhanahu wa ta'aalaa
berfirman:
{فَإِنْ آمَنُوا بِمِثْلِ مَا آمَنْتُمْ بِهِ فَقَدِ اهْتَدَوْا
وَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّمَا هُمْ فِي شِقَاقٍ فَسَيَكْفِيكَهُمُ اللَّهُ وَهُوَ
السَّمِيعُ الْعَلِيمُ} [البقرة: 137]
Maka jika mereka beriman seperti apa
yang kamu (Rasulullah dan sahabatnya) telah beriman kepadanya, sungguh mereka
telah mendapat petunjuk; dan jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka berada
dalam permusuhan (dengan kamu). Maka Allah akan memelihara kamu dari mereka.
dan Dia-lah yang Maha mendengar lagi Maha Mengetahui. [Al-Baqarah:137]
Ø Dari 'Imran bin Hushain radhiyallahu 'anhu;
Rasulullah ﷺ bersabda:
«خَيْرُكُمْ قَرْنِي، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ، ثُمَّ الَّذِينَ
يَلُونَهُمْ، إِنَّ بَعْدَكُمْ قَوْمًا يَخُونُونَ وَلاَ يُؤْتَمَنُونَ،
وَيَشْهَدُونَ وَلاَ يُسْتَشْهَدُونَ، وَيَنْذِرُونَ وَلاَ يَفُونَ، وَيَظْهَرُ
فِيهِمُ السِّمَنُ»
"Yang paling baik dari kalian adalah
orang yang hidup di masaku, kemudian masa setelahnya, kemudian seetelahnya.
Sesungguhnya pada masa yang akan datang ada kaum yang suka berkhianat dan tidak
bisa dipercaya, mereka bersaksi sebelum diminta kesaksiaannya, bernazar tapi
tidak melaksanakannya, dan nampak pada mereka ke-gemukan" [Sahih Bukhari
dan Muslim]
Ketiga: Sesuai dengan maksud dan tujuan
syari’at yaitu meraih kebaikan dan jauh dari keburukan dunia dan akhirat.
Allah subhanahu wa ta'aalaa
berfirman:
{مَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُم مِّنْ حَرَجٍ وَلَكِن
يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ
تَشْكُرُونَ}
Allah tidak hendak menyulitkan kamu (dengan
syari'at-Nya), tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan
nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur. [Al-Maidah: 6]
Ø Dari Abdullah bin Mas'ud -radhiyallahu 'anhu-;
Rasulullah ﷺ bersabda:
" أَيُّهَا النَّاسُ،
إِنَّهُ لَيْسَ مِنْ شَيْءٍ يُقَرِّبُكُمْ مِنَ الْجَنَّةِ وَيُبْعِدُكُمْ مِنَ
النَّارِ إِلَّا قَدْ أَمَرْتُكُمْ بِهِ، وَلَيْسَ شَيْءٌ يُقَرِّبُكُمْ مِنَ
النَّارِ وَيُبْعِدُكُمْ مِنَ الْجَنَّةِ إِلَّا قَدْ نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ "
“Wahai sekalian manusia, sungguh tiada
sesuatupun amalan yang bisa mendekatkan kalian ke surga dan menjaukahn kalian
dari neraka kecuali aku telah memerintahkannya kepada kalian, dan tiada
sesuatupun amalan yang bisa mendekatkan kalian ke nerakan dan menjauhkan kalian
dari surga kecuali aku telah melarangnya dari kalian”. [Mushannaf Ibnu Abi
Syaibah: Shahih]
Keempat: Yang bertugas untuk menjelaskan moderasi Islam adalah ulama yang ikhlas.
Allah subhanahuu wata'aalaa
berfirman:
{وَإِذَا جَاءَهُمْ أَمْرٌ مِنَ الْأَمْنِ أَوِ الْخَوْفِ أَذَاعُوا
بِهِ وَلَوْ رَدُّوهُ إِلَى الرَّسُولِ وَإِلَى أُولِي الْأَمْرِ مِنْهُمْ
لَعَلِمَهُ الَّذِينَ يَسْتَنْبِطُونَهُ مِنْهُمْ وَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ
عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ لَاتَّبَعْتُمُ الشَّيْطَانَ إِلَّا قَلِيلًا} [النساء:
83]
Dan apabila datang kepada mereka suatu
berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. dan kalau
mereka menyerahkannya kepada Rasul dan ulil Amri (ulama) di antara mereka,
tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat)
mengetahuinya dari mereka (rasul dan ulil Amri). kalau tidaklah Karena karunia
dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikut syaitan, kecuali
sebahagian kecil saja (di antaramu). [An-Nisaa':83]
{فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ
لَا تَعْلَمُونَ} [النحل: 43] [الأنبياء: 7]
Maka bertanyalah kepada orang yang
mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui. [An-Nahl:43,
Al-Anbiyaa':7]
Ø Dari Abu Ad-Dardaa' radhiyallahu 'anhu; Rasulullah
ﷺ bersabda:
"إِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ، وَإِنَّ
الْأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا، وَلَا دِرْهَمًا وَرَّثُوا الْعِلْمَ،
فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ" [سنن أبى داود: صحيح]
"Sesungguhnya ulama adalah
pewaris para Nabi, dan sesungguhnya para Nabi tidak mewariskan dinar atau
dirham tapi mereka mewariskan ilmu, maka barangsiapa yang mengambilnya berarti
ia telah mengambil sesuatu yang sangat besar". [Sunan Abu Daud: Shahih]
Wallahu a’lam!
Referensi:
بلوغ الآمال في تحقيق الوسطية والاعتدال
تأليف: أ.د. عبد الرحمن بن عبد العزيز السديس
Lihat juga: Hadits Handzalah: “Sesaat dan sesaat” (moderasi beragama) - Al-Wasathiyah dalam Al-Qur'an - Syarah Shahih Bukhari, Kitab Iman bab 30; Agama itu mudah
Assalaamu alaikum ustad, maaf saya bertanya diluar topik. Saya sangat bingung dan belum menemukan sumber yg bisa menjawab dgn detil pertanyaan saya jadi saya bertanya disini. Saya sudah melihat2 jawaban ustad tentang najis di postingan yg lain, Dan saya sudah tinggalkan komen di postingan ustad namun tidak kelihatan, jadi saya tanya disini saja ya ustad, mohon maaf🙏🏻🙏🏻
BalasHapusApakah jika dimasa lalu (belasan tahun lalu) kita pernah terkena moncong anjing yg basah dan berinteraksi dgnnya (bulu, tapak kaki semua kena) kemudian tdk mensucikannya sesuai sunnah 7 kali dan dengan tanah, entah karena memang abai dll, kemudian sekarang ingat kembali, apakah itu artinya shalatnya selama ini tdk tidak sah? Dan sebenarnya hal ini sdh pernah ditanyakan jg ke grup fb (sudah lama) yg adminnya menjawab bahwa itu sudah lama sekali jadi insya allah sdh suci. Sehingga saya merasa tak perlu khawatir lagi. Tapi kemudian akhir2 ini kembali khawatir apakah jawaban tsbt benar? Bgmna seandainya najis tsb tdk akan pernah suci selain disucikan dgn sunnah, Apakah seluruh shalat yg dikerjakan selama ini tidak diterima (batal karna bernajis)? Apakah harus disucikan semuanya kembali dgn mandi 1 badan dgn debu/tanah, krn tentu najisnya sdh berpindah2 krn basah. Jika demikian, lalu bgmna dgn barang2 lain yg selama ini sdh disentuh dgn tangan basah dan tak terhitung tdk terdeteksi lg jumlahnya. Tp pertanyaan yg paling penting adalah apakah shalat saya selama ini sah? Jika tidak, bgmna cara bertaubat dan memperbaiki hal ini?🙏🏻
Wa'alaikum salam! Kalau selama ini tdk mensucikan najis sesuai dgn sunnah krn tdk tau maka itu dimaafkan, namun jika dilakukan krn sengaja maka cukup bertaubat dan berjanji tdk mengulangi. Najisnya insyaallah sdh suci, dan shalatnya selama ini semoga diterima oleh Allah'azza wajalla!
Hapus