بسم الله الرحمن الرحيم
Ada
beberapa bentuk kesalah pahaman terhadap makan moderasi Islam, diantaranya:
a)
Beranggapan bahwa moderat dalam Islam adalah melakukan sebagian
kewajiban dan meninggalkan sebagian lainnya atau meninggalkan sebagian yang
diharamkan dan melakukan sebagiannya.
b)
Moderasi selamanya bermakna sederhana dalam mejalankan agama tanpa ada
usaha untuk melakukan yang terbaik, bahkan menuduh orang yang ingin mengamalkan
Islam dengan sempurna sebagai sifat berlebihan (guluw).
Sebagai
contoh:
Ø
Menerima semua nama dan sifat Allah ta'aalaa yang disebutkan dalam Al-Qur’an dan Hadits
Shahih tanpa ta’wil dianggap tidak moderat, sedangkan menerima sebagian dan
menolak sebagiannya sesuai akal dianggap sikap moderat.
Ø
Tunduk dan taat kepada penguasa yang baik maupun buruk dianggap guluw,
sedangkan melakukan aksi demo mengeritik secara terang-terangan keburukan
pemerintah dianggap moderat.
Ø
Pakaian lelaki setengah betis, memanjangkan jenggot, memakai cadar dianggap
berlebihan. Sedangkan celana sebatas mata kaki, memendekkan jenggot, cukup
memakai kerudung dianggap moderat.
Ada beberapa faktor
yang menyebabkan kekeliruan ini, diantaranya:
1.
Sengaja memalingkan makna moderasi untuk mendatangkan
kerusakan.
Dari Ubaidullah bin Abu Rafi' Maula
Rasulullah ﷺ;
أَنَّ الْحَرُورِيَّةَ لَمَّا
خَرَجَتْ، وَهُوَ مَعَ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالُوا: "لَا
حُكْمَ إِلَّا لِلَّهِ"، قَالَ عَلِيٌّ: "كَلِمَةُ حَقٍّ أُرِيدَ بِهَا
بَاطِلٌ" [صحيح مسلم]
Bahwasanya kekita orang-orang Haruriyah
keluar -dan saat itu ia bersama Ali bin Abu Thalib - mereka berkata,
"Tidak ada hukum, kecuali kepunyaan Allah." Maka Ali berkata,
"Itu adalah kalimat yang haq, namun dimaksudkan untuk kebatilan”. [Shahih
Muslim]
2.
Keliru memahami makna moderat (wasathiyah).
Menganggap
bahwa wasathiyah selamanya bermakna pertengahan, antara sifat berlebihan dan
mengabaikan.
Padahal
diantara makna wasathiyah adalah yang terbaik, diantara dalilnya:
a. Firman Allah ‘azza
wajalla:
{قَالَ أَوْسَطُهُمْ
أَلَمْ أَقُلْ لَكُمْ لَوْلَا تُسَبِّحُونَ} [القلم:
28]
Berkatalah seorang yang paling baik pikirannya
di antara mereka: "Bukankah aku telah mengatakan kepadamu, hendaklah kamu
bertasbih (kepada Tuhanmu)?" [Al-Qalam: 28]
b. Firman Allah ‘azza
wajalla:
{حَافِظُوا عَلَى الصَّلَوَاتِ وَالصَّلَاةِ
الْوُسْطَى} [البقرة: 238]
Peliharalah
semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat "wusthaa". [Al-Baqarah: 238]
Sebagian ulama menafsirkan makna shalat
wustha adalah shalat yang terbaik. Ali radhiyallahu 'anhu berkata; Rasulullah ﷺ
bersabda pada perang Ahzab:
«شَغَلُونَا عَنِ الصَّلَاةِ الْوُسْطَى، صَلَاةِ الْعَصْرِ، مَلَأَ
اللهُ بُيُوتَهُمْ وَقُبُورَهُمْ نَارًا»
"Pasukan musuh benar-benar telah menyibukkan kita dari shalat wustha,
shalat ashar, semoga Allah memenuhi rumah dan kuburan mereka dengan api."
Kemudian
Rasulullah ﷺ melakukan shalat
ashar di antara dua shalat malam, yaitu maghrib dan isya. [Shahih Muslim]
c. Hadits Abu Hurairah
radhiallahu 'anhu; Rasulullah ﷺ bersabda:
«فَإِذَا سَأَلْتُمُ اللَّهَ فَاسْأَلُوهُ الْفِرْدَوْسَ فَإِنَّهُ
أَوْسَطُ الْجَنَّةِ وَأَعْلَى الْجَنَّةِ أُرَاهُ فَوْقَهُ عَرْشُ الرَّحْمَنِ
وَمِنْهُ تَفَجَّرُ أَنْهَارُ الْجَنَّةِ»
“Bila
kalian minta kepada Allah maka mintalah surga firdaus karena dia adalah surga
terbaik dan yang paling tinggi. Aku pernah diperlihatkan bahwa diatas firdaus
itu adalah singgasanannya Allah Yang Maha Pemurah dimana darinya mengalir
sungai-sungai surga". [Shahih Bukhari]
d. Dari Abu Ad-Darda' radhiyallahu
'anhu; Bahwasanya seorang mendatanginya dan bertanya: Sesungguhnya saya
mempunyai istri sedangkan ibuku menyuruhku untuk menceraikannya!
Abu
Ad-Dardaa' berkata: Aku telah mendengar Rasulullah ﷺ
bersabda:
«الوَالِدُ أَوْسَطُ أَبْوَابِ الجَنَّةِ، فَإِنْ شِئْتَ فَأَضِعْ
ذَلِكَ البَابَ أَوْ احْفَظْهُ» [سنن الترمذي: صححه الألباني]
"Orang tua adalah pintu surga terbaik, maka jika engkau mau maka
tinggalkanlah pintu itu atau jagalah". [Sunan Tirmidziy: Shahih]
e.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melakukan yang terbaik
dalam beribadah.
Al-Mugirah bin Syu'bah radhiyallahu
'anhu berkata: Rasulullah ﷺ mendirikan
shalat malam sampai kakinya bengkak, ditanyakan kepadanya: Kenapa engkau
malakukan ini padahal Allah telah mengampuni dosa-dosamu yang telah lalu dan yang
akan datang?
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
menjawab:
«أَفَلاَ أَكُونُ عَبْدًا شَكُورًا» [صحيح البخاري ومسلم]
"Tidakkah aku menjadi seorang
hamba yang bersyukur?!" [Sahih Bukhari dan Muslim]
f.
Abu Bakr radhiyallahu
‘anhu berkata:
«قُرَيْش هُمْ أَوْسَطُ العَرَبِ نَسَبًا
وَدَارًا» [صحيح
البخاري]
“Quraisy adalah suku Arab terbaik secara
nasab dan tempat tinggal”. [Shahih Bukhari]
3.
Keliru memahami hadits.
Diantaranya:
a) Hadits 'Aisyah radhiallahu'anha, ia berkata:
"مَا خُيِّرَ
رَسُولُ اللَّهِ ﷺ بَيْنَ أَمْرَيْنِ إِلَّا أَخَذَ
أَيْسَرَهُمَا مَا لَمْ يَكُنْ إِثْمًا، فَإِنْ كَانَ إِثْمًا كَانَ أَبْعَدَ
النَّاسِ مِنْهُ، وَمَا انْتَقَمَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ لِنَفْسِهِ إِلَّا أَنْ تُنْتَهَكَ
حُرْمَةُ اللَّهِ فَيَنْتَقِمَ لِلَّهِ بِهَا"
"Tidaklah Rasulullah ﷺ diberi pilihan dari dua perkara yang dihadapinya, melainkan
beliau mengambil yang paling ringan selama bukan perkara dosa. Seandainya
perkara dosa, beliau adalah orang yang paling jauh darinya, dan Rasulullah ﷺ tidak pernah membenci (memusuhi) karena pertimbangan
kepentingan pribadi semata, kecuali memang karena menodai kehormatan Allah, dan
apabila kehormatan Allah dinodai, maka beliau adalah orang yang paling membenci
(memusuhi) nya". [Shahih Bukhari dan Muslim]
Banyak yang
memahami hadits ini sepenggal tanpa melirik hadits secara utuh, sehingga
memilih pendapat yang lebih ringan sekalipun hal itu adalah suatu yang
diharamkan.
b) Hadits Hanzhalah Al-Usaidiy radhiallahu 'anhu salah satu juru tulis Nabi ﷺ, ia berkata;
أَنَّهُ مَرَّ بِأَبِي بَكْرٍ وَهُوَ
يَبْكِي فَقَالَ: مَا لَكَ يَا حَنْظَلَةُ؟ قَالَ: نَافَقَ حَنْظَلَةُ يَا أَبَا
بَكْرٍ نَكُونُ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ يُذَكِّرُنَا بِالنَّارِ وَالْجَنَّةِ
كَأَنَّا رَأْيَ عَيْنٍ فَإِذَا رَجَعْنَا إِلَى الْأَزْوَاجِ وَالضَّيْعَةِ
نَسِينَا كَثِيرًا، قَالَ: فَوَاللَّهِ إِنَّا لَكَذَلِكَ انْطَلِقْ بِنَا إِلَى
رَسُولِ اللَّهِ ﷺ، فَانْطَلَقْنَا فَلَمَّا رَآهُ رَسُولُ
اللَّهِ ﷺ قَالَ: مَا لَكَ يَا حَنْظَلَةُ؟ قَالَ:
نَافَقَ حَنْظَلَةُ يَا رَسُولَ اللَّهِ نَكُونُ عِنْدَكَ تُذَكِّرُنَا بِالنَّارِ
وَالْجَنَّةِ كَأَنَّا رَأْيَ عَيْنٍ فَإِذَا رَجَعْنَا عَافَسْنَا الْأَزْوَاجَ
وَالضَّيْعَةَ وَنَسِينَا كَثِيرًا، قَالَ: فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: "لَوْ
تَدُومُونَ عَلَى الْحَالِ الَّذِي تَقُومُونَ بِهَا مِنْ عِنْدِي لَصَافَحَتْكُمْ
الْمَلَائِكَةُ فِي مَجَالِسِكُمْ وَفِي طُرُقِكُمْ وَعَلَى فُرُشِكُمْ، وَلَكِنْ
يَا حَنْظَلَةُ سَاعَةً وَسَاعَةً، وَسَاعَةً وَسَاعَةً"
Ia melintasi Abu Bakar, ia tengah menangis
lalu Abu Bakar bertanya: Ada apa kamu, hai Hanzhalah? Hanzhalah menjawab:
Hanzhalah, berbunat nifaq wahai Abu Bakar. Jika kami berada di dekat Rasulullah
ﷺ, beliau mengingatkan kami terhadap neraka
dan surge, hingga sepertinya kami melihatnya tapi saat kami kembali ke
istri-istri kami dan penghidupan kami, kami sering lupa. Berkata Abu Bakar: Demi
Allah, kami juga seperti itu, mari kita pergi menemui Rasulullah ﷺ. Kami pun pergi, saat Rasulullah ﷺ melihatnya, beliau bertanya, "Kenapa
kamu, wahai Hanzhalah?" ia menjawab: Hanzhalah telah berbuat nifaq wahai
Rasulullah, Hanzhalah telah berbuat nifaq wahai Rasulullah. Saat kami berada di
dekat baginda, baginda mengingatkan kami kepada neraka dan surga, hingga
sepertinya kami melihatnya, tapi bila kami kembali, kami bermain-main dengan
istri dan penghidupan kami, kami sering lupa." Rasulullah ﷺ bersabda, "Andai kalian terus di atas
kondisi saat kalian ada di dekatku, niscaya para malaikat akan menyalami kalian
di majelis-majelis kalian, di jalanan kalian dan di atas tempat tidur kalian,
tapi hai Hanzhalah, tetap luangkanlah waktu untuk itu, tetap luangkanlah waktu
untuk itu." [Sunan Tirmidziy: Shahih]
Seringkali
hadits ini disalah pahami, mengatakan bahwa ada waktu untuk ketaatan dan ada
waktu untuk bermaksiat. Padahal hadits ini menunjukkan bahwa terkadang kita
mengisi waktu luang dan lesu dengan hal-hal yang bermanfaat bukan dengan yang
terlarang.
Dari Abdullah bin 'Amr radhiyallahu
'anhuma; Rasulullah ﷺ bersabda:
" لِكُلِّ عَمَلٍ شِرَّةٌ، وَلِكُلِّ شِرَّةٍ فَتْرَةٌ، فَمَنْ
كَانَتْ فَتْرَتُهُ إِلَى سُنَّتِي، فَقَدْ أَفْلَحَ، وَمَنْ كَانَتْ إِلَى غَيْرِ
ذَلِكَ فَقَدْ هَلَكَ " [مسند أحمد: صحيح]
"Setiap amalan punya waktu
semangat, dan setiap waktu semangat ada waktu malas (lemah). Maka barangsiapa
yang mengisi waktu malasnya dengan sunnahku maka ia telah beruntung, dan
barangsiapa yang mengisi waktu malasnya dengan selain itu maka ia talah
binasa". [Musnad Ahmad: Sahih]
4.
Keliru mamahami makna mudahnya agama.
Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu; Nabi ﷺ bersabda:
"إِنَّ الدِّينَ
يُسْرٌ وَلَنْ يُشَادَّ الدِّينَ أَحَدٌ إِلَّا غَلَبَهُ، فَسَدِّدُوا وَقَارِبُوا
وَأَبْشِرُوا وَاسْتَعِينُوا بِالْغَدْوَةِ وَالرَّوْحَةِ وَشَيْءٍ مِنْ
الدُّلْجَةِ"
"Sesungguhnya agama itu mudah. Dan
tidaklah seseorang mempersulit agamanya, kecuali ia sendiri yang akan
dikalahkan oleh sikapnya (semakin berat dan sulit). Maka bersikap luruslah
kalian, mendekatlah kepada kesempurnaan, bergembiralah (atas pahala yang
menanti), dan manfaatkaanlah kesempatan pada pagi dan sore hari serta sebagian
waktu malam." [Shahih Bukhari]
Agama ini
mudah jika dijalankan sesuai dengan tuntunan Nabi ﷺ, dan akan
menjadi sulit jika ditambah dan dikurangi seenaknya.
Dari Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu
'anhu; Rasulullah ﷺ bersabda:
«هَلَكَ الْمُتَنَطِّعُونَ» قَالَهَا ثَلَاثًا [صحيح
مسلم]
"Binasalah orang-orang yang
terlalu berlebih-lebihan (melampaui batas)". Rasulullah mengucapkannya
tiga kali. [Sahih Muslim]
Ø Imam An-Nawawiy rahimahullah berkata:
"الْمُتَنطِّعُونَ":
الْمُتعمِّقونَ الْمُشَدِّدُون فِي غَيْرِ موْضَعِ التَّشْدِيدِ. [رياض الصالحين]
“Al-Mutanathi’un” adalah orang yang
terlalu berlebihan dan memaksakan diri bukan pada tempat yang semerstinya
dipaksakan”. [Riyadhushalihin]
Lihat: Syarah shahih Bukhari, Kitab Iman bab 30; Agama itu mudah
5.
Keliru mamahami makna firman Allah ‘azza wajalla:
{لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ
نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا} [البقرة: 286]
Allah tidak membebani seseorang
melainkan sesuai dengan kesanggupannya. [Al-Baqarah: 286]
{فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ
وَاسْمَعُوا وَأَطِيعُوا وَأَنفِقُوا خَيْرًا لِّأَنفُسِكُمْ} [التغابن:
16]
Maka bertakwalah kamu kepada Allah
menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta taatlah dan nafkahkanlah nafkah yang
baik untuk dirimu. [At-Tagabun: 16]
Ø Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu; Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda:
«وَإِذَا أَمَرْتُكُمْ بِأَمْرٍ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ»
"Dan jika aku memerintahkan
sesuatu kepada kalian maka kerjakanlah sesuai dengan kemampuan kalian".
[Shahih Bukhari dan Muslim]
Allah dan
RasulNya memerintahkan kita beribadah sesuai dengan kemampuan bukan sesuai
kemauan, seenaknya beribadah tanpa ada petunjuk syar’i.
Oleh sebab
itu Allah memerintahkan kita beribadah secara total, dan tidak memilih-milih
syari’ah sesuai dengan hawa nafsu.
Allah subhanahu wata'ala berfirman:
{يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا
فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ
عَدُوٌّ مُبِينٌ} [البقرة: 208]
Hai orang-orang yang beriman, masuklah
kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah
syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu. [Al-Baqarah:
208]
{أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْكِتَابِ وَتَكْفُرُونَ
بِبَعْضٍ فَمَا جَزَاءُ مَنْ يَفْعَلُ ذَلِكَ مِنْكُمْ إِلَّا خِزْيٌ فِي
الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يُرَدُّونَ إِلَى أَشَدِّ الْعَذَابِ
وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ} [البقرة: 85]
Apakah kamu beriman kepada sebagian Kitab
(Taurat) dan ingkar kepada sebagian (yang lain)? Maka tidak ada balasan (yang
pantas) bagi orang yang berbuat demikian di antara kamu selain kenistaan dalam
kehidupan dunia, dan pada hari Kiamat mereka dikembalikan kepada azab yang
paling berat. Dan Allah tidak lengah terhadap apa yang kamu kerjakan.
[Al-Baqarah: 85]
6.
Keliru memahami makna lemah lembut.
Allah subhanahu wata'aalaa
berfirman:
{فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا
غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ
لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ} [آل عمران: 159]
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah
kamu berlaku lemah Lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi
berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu
ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan
mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka
bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertawakkal kepada-Nya. [Ali Imran:159]
Tidak semua
masalah diselesaikan dengan lemah lembut, terkadang dibutuhkan sikap tegas dan
keras dalam beberapa masalah.
Dari Ubay bin Ka'b radhiyallahu
'anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
«مَنْ تَعَزَّى بِعَزَاءِ الْجَاهِلِيَّةِ فَأَعْضُوهُ بِهِنَّ
أَبِيهِ وَلَا تُكَنُّوا» [السنن الكبرى للنسائي: صحيح]
"Barangsiapa yang
membanggakan diri sebagaimana orang-orang jahiliyah membanggakan diri (dengan
keturunan atau kelompok) maka katakanlah kepadanya agar ia menggigit kemaluan
bapaknya, dan jangan kalian memakai kinayah (bahasa yang halus)". [Sunan
Al-Kubra karya An-Nasaiy: Shahih]
Ø Dari Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu 'anhu; Nabi ﷺ bersabda tentang
orang-orang yang ketinggalan shalat Jum'at;
«لَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ آمُرَ رَجُلًا يُصَلِّي بِالنَّاسِ ثُمَّ
أُحَرِّقَ عَلَى رِجَالٍ يَتَخَلَّفُونَ عَنْ الْجُمُعَةِ بُيُوتَهُمْ»
"Sungguh aku berkeinginan
untuk menyuruh seseorang mengimami manusia, kemudian kusuruh untuk membakar
rumah-rumah orang-orang yang ketinggalan (shalat) Jum’at." [Shahih Muslim]
7.
Keliru memahami makna toleransi beragama.
Allah subhanahu wata'aalaa
berfirman:
{لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي
الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا
إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ (8) إِنَّمَا يَنْهَاكُمُ
اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ قَاتَلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَأَخْرَجُوكُمْ مِنْ
دِيَارِكُمْ وَظَاهَرُوا عَلَى إِخْرَاجِكُمْ أَنْ تَوَلَّوْهُمْ وَمَنْ
يَتَوَلَّهُمْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ} [الممتحنة: 8، 9]
Allah tidak melarang kamu untuk berbuat
baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama
dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu
menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan
mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan
barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang
yang zalim. [Al-Mumtahanah: 8 - 9]
Kesimpulan:
Moderasi Islam tidak akan terwujud dengan
sempurna tanpa dibarengi dengan pemahaman agama yang sempurna.
Dari Mu'awiyah bin Abi Sufyan radhiyallahu
'anhuma; Rasulullah ﷺ bersabda:
" مَنْ يُرِدْ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ
" [صحيح البخاري ومسلم]
"Barangsiapa
yang dikehendaki oleh Allah suatu kebaikan maka ia akan diberi pemahaman
tentang agama". [Sahih Bukhari dan Muslim]
Wallahu a'lam!
Lihat juga: Pilar-pilar moderasi Islam - Hadits Handzalah: “Sesaat dan sesaat” (moderasi beragama) - Al-Wasathiyah dalam Al-Qur'an
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar anda adalah pelajaran berharga bagi saya ...