Senin, 30 Januari 2023

Salah kaprah seputar moderasi Islam

بسم الله الرحمن الرحيم

Ada beberapa bentuk kesalah pahaman terhadap makan moderasi Islam, diantaranya:

a)       Beranggapan bahwa moderat dalam Islam adalah melakukan sebagian kewajiban dan meninggalkan sebagian lainnya atau meninggalkan sebagian yang diharamkan dan melakukan sebagiannya.

b)      Moderasi selamanya bermakna sederhana dalam mejalankan agama tanpa ada usaha untuk melakukan yang terbaik, bahkan menuduh orang yang ingin mengamalkan Islam dengan sempurna sebagai sifat berlebihan (guluw).

Sebagai contoh:

Ø  Menerima semua nama dan sifat Allah ta'aalaa yang disebutkan dalam Al-Qur’an dan Hadits Shahih tanpa ta’wil dianggap tidak moderat, sedangkan menerima sebagian dan menolak sebagiannya sesuai akal dianggap sikap moderat.

Ø  Tunduk dan taat kepada penguasa yang baik maupun buruk dianggap guluw, sedangkan melakukan aksi demo mengeritik secara terang-terangan keburukan pemerintah dianggap moderat.

Ø  Pakaian lelaki setengah betis, memanjangkan jenggot, memakai cadar dianggap berlebihan. Sedangkan celana sebatas mata kaki, memendekkan jenggot, cukup memakai kerudung dianggap moderat.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan kekeliruan ini, diantaranya:

1.      Sengaja memalingkan makna moderasi untuk mendatangkan kerusakan.

Dari Ubaidullah bin Abu Rafi' Maula Rasulullah ;

أَنَّ الْحَرُورِيَّةَ لَمَّا خَرَجَتْ، وَهُوَ مَعَ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالُوا: "لَا حُكْمَ إِلَّا لِلَّهِ"، قَالَ عَلِيٌّ: "كَلِمَةُ حَقٍّ أُرِيدَ بِهَا بَاطِلٌ" [صحيح مسلم]

Bahwasanya kekita orang-orang Haruriyah keluar -dan saat itu ia bersama Ali bin Abu Thalib - mereka berkata, "Tidak ada hukum, kecuali kepunyaan Allah." Maka Ali berkata, "Itu adalah kalimat yang haq, namun dimaksudkan untuk kebatilan”. [Shahih Muslim]

2.      Keliru memahami makna moderat (wasathiyah).

Menganggap bahwa wasathiyah selamanya bermakna pertengahan, antara sifat berlebihan dan mengabaikan.

Padahal diantara makna wasathiyah adalah yang terbaik, diantara dalilnya:

a.       Firman Allah ‘azza wajalla:

{قَالَ أَوْسَطُهُمْ أَلَمْ أَقُلْ لَكُمْ لَوْلَا تُسَبِّحُونَ} [القلم: 28]

Berkatalah seorang yang paling baik pikirannya di antara mereka: "Bukankah aku telah mengatakan kepadamu, hendaklah kamu bertasbih (kepada Tuhanmu)?" [Al-Qalam: 28]

b.       Firman Allah ‘azza wajalla:

{حَافِظُوا عَلَى الصَّلَوَاتِ وَالصَّلَاةِ الْوُسْطَى} [البقرة: 238]

Peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat "wusthaa". [Al-Baqarah: 238]

Sebagian ulama menafsirkan makna shalat wustha adalah shalat yang terbaik. Ali radhiyallahu 'anhu berkata; Rasulullah bersabda pada perang Ahzab:

«شَغَلُونَا عَنِ الصَّلَاةِ الْوُسْطَى، صَلَاةِ الْعَصْرِ، مَلَأَ اللهُ بُيُوتَهُمْ وَقُبُورَهُمْ نَارًا»

"Pasukan musuh benar-benar telah menyibukkan kita dari shalat wustha, shalat ashar, semoga Allah memenuhi rumah dan kuburan mereka dengan api."

Kemudian Rasulullah melakukan shalat ashar di antara dua shalat malam, yaitu maghrib dan isya. [Shahih Muslim]

c.       Hadits Abu Hurairah radhiallahu 'anhu; Rasulullah bersabda:

«فَإِذَا سَأَلْتُمُ اللَّهَ فَاسْأَلُوهُ الْفِرْدَوْسَ فَإِنَّهُ أَوْسَطُ الْجَنَّةِ وَأَعْلَى الْجَنَّةِ أُرَاهُ فَوْقَهُ عَرْشُ الرَّحْمَنِ وَمِنْهُ تَفَجَّرُ أَنْهَارُ الْجَنَّةِ»

“Bila kalian minta kepada Allah maka mintalah surga firdaus karena dia adalah surga terbaik dan yang paling tinggi. Aku pernah diperlihatkan bahwa diatas firdaus itu adalah singgasanannya Allah Yang Maha Pemurah dimana darinya mengalir sungai-sungai surga". [Shahih Bukhari]

d.       Dari Abu Ad-Darda' radhiyallahu 'anhu; Bahwasanya seorang mendatanginya dan bertanya: Sesungguhnya saya mempunyai istri sedangkan ibuku menyuruhku untuk menceraikannya!

Abu Ad-Dardaa' berkata: Aku telah mendengar Rasulullah bersabda:

«الوَالِدُ أَوْسَطُ أَبْوَابِ الجَنَّةِ، فَإِنْ شِئْتَ فَأَضِعْ ذَلِكَ البَابَ أَوْ احْفَظْهُ» [سنن الترمذي: صححه الألباني]

"Orang tua adalah pintu surga terbaik, maka jika engkau mau maka tinggalkanlah pintu itu atau jagalah". [Sunan Tirmidziy: Shahih]

e.       Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melakukan yang terbaik dalam beribadah.

Al-Mugirah bin Syu'bah radhiyallahu 'anhu berkata: Rasulullah mendirikan shalat malam sampai kakinya bengkak, ditanyakan kepadanya: Kenapa engkau malakukan ini padahal Allah telah mengampuni dosa-dosamu yang telah lalu dan yang akan datang?

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab:

«أَفَلاَ أَكُونُ عَبْدًا شَكُورًا» [صحيح البخاري ومسلم]

"Tidakkah aku menjadi seorang hamba yang bersyukur?!" [Sahih Bukhari dan Muslim]

f.        Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu berkata:

«قُرَيْش هُمْ أَوْسَطُ العَرَبِ نَسَبًا وَدَارًا» [صحيح البخاري]

“Quraisy adalah suku Arab terbaik secara nasab dan tempat tinggal”. [Shahih Bukhari]

3.      Keliru memahami hadits.

Diantaranya:

a)       Hadits 'Aisyah radhiallahu'anha, ia berkata:

"مَا خُيِّرَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ بَيْنَ أَمْرَيْنِ إِلَّا أَخَذَ أَيْسَرَهُمَا مَا لَمْ يَكُنْ إِثْمًا، فَإِنْ كَانَ إِثْمًا كَانَ أَبْعَدَ النَّاسِ مِنْهُ، وَمَا انْتَقَمَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ لِنَفْسِهِ إِلَّا أَنْ تُنْتَهَكَ حُرْمَةُ اللَّهِ فَيَنْتَقِمَ لِلَّهِ بِهَا"

"Tidaklah Rasulullah diberi pilihan dari dua perkara yang dihadapinya, melainkan beliau mengambil yang paling ringan selama bukan perkara dosa. Seandainya perkara dosa, beliau adalah orang yang paling jauh darinya, dan Rasulullah tidak pernah membenci (memusuhi) karena pertimbangan kepentingan pribadi semata, kecuali memang karena menodai kehormatan Allah, dan apabila kehormatan Allah dinodai, maka beliau adalah orang yang paling membenci (memusuhi) nya". [Shahih Bukhari dan Muslim]

Banyak yang memahami hadits ini sepenggal tanpa melirik hadits secara utuh, sehingga memilih pendapat yang lebih ringan sekalipun hal itu adalah suatu yang diharamkan.

b)      Hadits Hanzhalah Al-Usaidiy radhiallahu 'anhu salah satu juru tulis Nabi , ia berkata;

أَنَّهُ مَرَّ بِأَبِي بَكْرٍ وَهُوَ يَبْكِي فَقَالَ: مَا لَكَ يَا حَنْظَلَةُ؟ قَالَ: نَافَقَ حَنْظَلَةُ يَا أَبَا بَكْرٍ نَكُونُ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ يُذَكِّرُنَا بِالنَّارِ وَالْجَنَّةِ كَأَنَّا رَأْيَ عَيْنٍ فَإِذَا رَجَعْنَا إِلَى الْأَزْوَاجِ وَالضَّيْعَةِ نَسِينَا كَثِيرًا، قَالَ: فَوَاللَّهِ إِنَّا لَكَذَلِكَ انْطَلِقْ بِنَا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ ﷺ، فَانْطَلَقْنَا فَلَمَّا رَآهُ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ قَالَ: مَا لَكَ يَا حَنْظَلَةُ؟ قَالَ: نَافَقَ حَنْظَلَةُ يَا رَسُولَ اللَّهِ نَكُونُ عِنْدَكَ تُذَكِّرُنَا بِالنَّارِ وَالْجَنَّةِ كَأَنَّا رَأْيَ عَيْنٍ فَإِذَا رَجَعْنَا عَافَسْنَا الْأَزْوَاجَ وَالضَّيْعَةَ وَنَسِينَا كَثِيرًا، قَالَ: فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: "لَوْ تَدُومُونَ عَلَى الْحَالِ الَّذِي تَقُومُونَ بِهَا مِنْ عِنْدِي لَصَافَحَتْكُمْ الْمَلَائِكَةُ فِي مَجَالِسِكُمْ وَفِي طُرُقِكُمْ وَعَلَى فُرُشِكُمْ، وَلَكِنْ يَا حَنْظَلَةُ سَاعَةً وَسَاعَةً، وَسَاعَةً وَسَاعَةً"

Ia melintasi Abu Bakar, ia tengah menangis lalu Abu Bakar bertanya: Ada apa kamu, hai Hanzhalah? Hanzhalah menjawab: Hanzhalah, berbunat nifaq wahai Abu Bakar. Jika kami berada di dekat Rasulullah , beliau mengingatkan kami terhadap neraka dan surge, hingga sepertinya kami melihatnya tapi saat kami kembali ke istri-istri kami dan penghidupan kami, kami sering lupa. Berkata Abu Bakar: Demi Allah, kami juga seperti itu, mari kita pergi menemui Rasulullah . Kami pun pergi, saat Rasulullah melihatnya, beliau bertanya, "Kenapa kamu, wahai Hanzhalah?" ia menjawab: Hanzhalah telah berbuat nifaq wahai Rasulullah, Hanzhalah telah berbuat nifaq wahai Rasulullah. Saat kami berada di dekat baginda, baginda mengingatkan kami kepada neraka dan surga, hingga sepertinya kami melihatnya, tapi bila kami kembali, kami bermain-main dengan istri dan penghidupan kami, kami sering lupa." Rasulullah bersabda, "Andai kalian terus di atas kondisi saat kalian ada di dekatku, niscaya para malaikat akan menyalami kalian di majelis-majelis kalian, di jalanan kalian dan di atas tempat tidur kalian, tapi hai Hanzhalah, tetap luangkanlah waktu untuk itu, tetap luangkanlah waktu untuk itu." [Sunan Tirmidziy: Shahih]

Seringkali hadits ini disalah pahami, mengatakan bahwa ada waktu untuk ketaatan dan ada waktu untuk bermaksiat. Padahal hadits ini menunjukkan bahwa terkadang kita mengisi waktu luang dan lesu dengan hal-hal yang bermanfaat bukan dengan yang terlarang.

Dari Abdullah bin 'Amr radhiyallahu 'anhuma; Rasulullah bersabda:

" لِكُلِّ عَمَلٍ شِرَّةٌ، وَلِكُلِّ شِرَّةٍ فَتْرَةٌ، فَمَنْ كَانَتْ فَتْرَتُهُ إِلَى سُنَّتِي، فَقَدْ أَفْلَحَ، وَمَنْ كَانَتْ إِلَى غَيْرِ ذَلِكَ فَقَدْ هَلَكَ " [مسند أحمد: صحيح]

"Setiap amalan punya waktu semangat, dan setiap waktu semangat ada waktu malas (lemah). Maka barangsiapa yang mengisi waktu malasnya dengan sunnahku maka ia telah beruntung, dan barangsiapa yang mengisi waktu malasnya dengan selain itu maka ia talah binasa". [Musnad Ahmad: Sahih]

4.      Keliru mamahami makna mudahnya agama.

Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu; Nabi bersabda:

"إِنَّ الدِّينَ يُسْرٌ وَلَنْ يُشَادَّ الدِّينَ أَحَدٌ إِلَّا غَلَبَهُ، فَسَدِّدُوا وَقَارِبُوا وَأَبْشِرُوا وَاسْتَعِينُوا بِالْغَدْوَةِ وَالرَّوْحَةِ وَشَيْءٍ مِنْ الدُّلْجَةِ"

"Sesungguhnya agama itu mudah. Dan tidaklah seseorang mempersulit agamanya, kecuali ia sendiri yang akan dikalahkan oleh sikapnya (semakin berat dan sulit). Maka bersikap luruslah kalian, mendekatlah kepada kesempurnaan, bergembiralah (atas pahala yang menanti), dan manfaatkaanlah kesempatan pada pagi dan sore hari serta sebagian waktu malam." [Shahih Bukhari]

Agama ini mudah jika dijalankan sesuai dengan tuntunan Nabi , dan akan menjadi sulit jika ditambah dan dikurangi seenaknya.

Dari Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu 'anhu; Rasulullah bersabda:

«هَلَكَ الْمُتَنَطِّعُونَ» قَالَهَا ثَلَاثًا [صحيح مسلم]

"Binasalah orang-orang yang terlalu berlebih-lebihan (melampaui batas)". Rasulullah mengucapkannya tiga kali. [Sahih Muslim]

Ø  Imam An-Nawawiy rahimahullah berkata:

"الْمُتَنطِّعُونَ": الْمُتعمِّقونَ الْمُشَدِّدُون فِي غَيْرِ موْضَعِ التَّشْدِيدِ. [رياض الصالحين]

Al-Mutanathi’un” adalah orang yang terlalu berlebihan dan memaksakan diri bukan pada tempat yang semerstinya dipaksakan”. [Riyadhushalihin]

Lihat: Syarah shahih Bukhari, Kitab Iman bab 30; Agama itu mudah

5.      Keliru mamahami makna firman Allah ‘azza wajalla:

{لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا} [البقرة: 286]

Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. [Al-Baqarah: 286]

{فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ وَاسْمَعُوا وَأَطِيعُوا وَأَنفِقُوا خَيْرًا لِّأَنفُسِكُمْ} [التغابن: 16]

Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta taatlah dan nafkahkanlah nafkah yang baik untuk dirimu. [At-Tagabun: 16]

Ø  Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

«وَإِذَا أَمَرْتُكُمْ بِأَمْرٍ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ»

"Dan jika aku memerintahkan sesuatu kepada kalian maka kerjakanlah sesuai dengan kemampuan kalian". [Shahih Bukhari dan Muslim]

Allah dan RasulNya memerintahkan kita beribadah sesuai dengan kemampuan bukan sesuai kemauan, seenaknya beribadah tanpa ada petunjuk syar’i.

Oleh sebab itu Allah memerintahkan kita beribadah secara total, dan tidak memilih-milih syari’ah sesuai dengan hawa nafsu.

Allah subhanahu wata'ala berfirman:

{يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ} [البقرة: 208]

Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu. [Al-Baqarah: 208]

{أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْكِتَابِ وَتَكْفُرُونَ بِبَعْضٍ فَمَا جَزَاءُ مَنْ يَفْعَلُ ذَلِكَ مِنْكُمْ إِلَّا خِزْيٌ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يُرَدُّونَ إِلَى أَشَدِّ الْعَذَابِ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ} [البقرة: 85]

Apakah kamu beriman kepada sebagian Kitab (Taurat) dan ingkar kepada sebagian (yang lain)? Maka tidak ada balasan (yang pantas) bagi orang yang berbuat demikian di antara kamu selain kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari Kiamat mereka dikembalikan kepada azab yang paling berat. Dan Allah tidak lengah terhadap apa yang kamu kerjakan. [Al-Baqarah: 85]

6.      Keliru memahami makna lemah lembut.

Allah subhanahu wata'aalaa berfirman:

{فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ} [آل عمران: 159]

Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah Lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya. [Ali Imran:159]

Tidak semua masalah diselesaikan dengan lemah lembut, terkadang dibutuhkan sikap tegas dan keras dalam beberapa masalah.

Dari Ubay bin Ka'b radhiyallahu 'anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

«مَنْ تَعَزَّى بِعَزَاءِ الْجَاهِلِيَّةِ فَأَعْضُوهُ بِهِنَّ أَبِيهِ وَلَا تُكَنُّوا» [السنن الكبرى للنسائي: صحيح]

"Barangsiapa yang membanggakan diri sebagaimana orang-orang jahiliyah membanggakan diri (dengan keturunan atau kelompok) maka katakanlah kepadanya agar ia menggigit kemaluan bapaknya, dan jangan kalian memakai kinayah (bahasa yang halus)". [Sunan Al-Kubra karya An-Nasaiy: Shahih]

Ø  Dari Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu 'anhu; Nabi bersabda tentang orang-orang yang ketinggalan shalat Jum'at;

«لَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ آمُرَ رَجُلًا يُصَلِّي بِالنَّاسِ ثُمَّ أُحَرِّقَ عَلَى رِجَالٍ يَتَخَلَّفُونَ عَنْ الْجُمُعَةِ بُيُوتَهُمْ»

"Sungguh aku berkeinginan untuk menyuruh seseorang mengimami manusia, kemudian kusuruh untuk membakar rumah-rumah orang-orang yang ketinggalan (shalat) Jum’at." [Shahih Muslim]

7.      Keliru memahami makna toleransi beragama.

Allah subhanahu wata'aalaa berfirman:

{لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ (8) إِنَّمَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ قَاتَلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَأَخْرَجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ وَظَاهَرُوا عَلَى إِخْرَاجِكُمْ أَنْ تَوَلَّوْهُمْ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ} [الممتحنة: 8، 9]

Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim. [Al-Mumtahanah: 8 - 9]

Kesimpulan:

Moderasi Islam tidak akan terwujud dengan sempurna tanpa dibarengi dengan pemahaman agama yang sempurna.

Dari Mu'awiyah bin Abi Sufyan radhiyallahu 'anhuma; Rasulullah bersabda:

" مَنْ يُرِدْ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ " [صحيح البخاري ومسلم]

"Barangsiapa yang dikehendaki oleh Allah suatu kebaikan maka ia akan diberi pemahaman tentang agama". [Sahih Bukhari dan Muslim]

Wallahu a'lam!

Lihat juga: Pilar-pilar moderasi Islam - Hadits Handzalah: “Sesaat dan sesaat” (moderasi beragama) - Al-Wasathiyah dalam Al-Qur'an

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar anda adalah pelajaran berharga bagi saya ...